Intisari Plus - Seorang ilmuwan trauma dengan kekerasan yang dialaminya saat terjadi pencurian. Dengan ilmunya, ia akhirnya bisa menangkap sang pelaku.
-------------------
Malam belum terlalu larut. Saat para tetangga bercengkerama dengan keluarga di rumah masing-masing, Noelleen Greenwood yang tengah sendirian di rumah justru merasakan hal sebaliknya. Jangankan bercengkerama, menarik napas saja ia harus berjuang keras. Wajahnya begitu tegang dan ketakutan. Di depannya berdiri seorang tamu tak diundang, pencuri yang diyakini Noelleen tega berbuat apa saja, termasuk mencabut nyawa orang tak berdosa. Inikah akhir karier cemerlangnya sebagai ilmuwan? “Mestinya tidak. Aku belum dan tidak akan mati dengan cara seperti ini,” jerit hati kecilnya. Perlahan Noelleen berusaha melunakkan hati pria yang telah mencuri barang-barang berharga dan menyekapnya sejak tiga jam lalu itu. “Maaf, Bung. Aku percaya, Anda orang pintar. Pekerjaan seperti ini tak pantas buat orang seperti ...,” kata-kata Noellen tak berlanjut setelah si lelaki menyela dengan kasar.
“Cukup! Aku tidak pernah menerima saran, apalagi saran perempuan pesakitan!” Usai membentak, tangan kekar sang maling melayang keras ke wajah Noelleen. Wanita yang lebih banyak menghabiskan waktu di labolatorium itu langsung limbung, menabrak sofa, sebelum akhirnya jatuh ke lantai. Bukan kali itu saja Noelleen disakiti dan dilecehkan si pencuri, yang belakangan diketahui gemar melakukan pencurian dengan kekerasan, terutama terhadap kaum hawa.
“Kamu pikir, aku akan melepas kamu begitu saja. Membiarkan kamu melenggang santai ke kantor polisi. Lalu polisi-polisi keparat itu datang menjemputku, sambil mengacungkan-acungkan pistol dan borgol?” seru si pencuri sembari memamerkan bola matanya yang nanar. Noelleen tak kuasa menjawab. Namun, dia tak berhenti memohon pada si pencuri - yang menerobos rumah tanpa topeng maupun senjata - agar tidak bertindak lebih kejam.
Sejujurnya, Noelleen merasa peluang hidupnya tak sebesar beberapa jam sebelumnya. Mata, telinganya, terlebih pikirannya mulai lelah lantaran stres melakoni drama yang tak kunjung usai. Drama yang dampaknya pasti akan terus membekas sepanjang hidup Noelleen. Tiga jam rasanya bak tiga hari, tiga bulan, bahkan tiga tahun. Sampai akhirnya dia tak mendengar lagi bentakan-bentakan menyakitkan itu bersamaan dengan lenyapnya tubuh sang pencuri sadis di tengah kegelapan malam.
Si pencuri sadis lenyap? Berkali-kali Noelleen menarik napas panjang. Dia hampir tak percaya baru saja lolos dari lonceng kematian. Noelleen hendak bergerak mencari pertolongan tapi badannya terlalu lunglai. Beberapa menit lamanya, istri Roger Franklin itu hanya bisa termangu di lantai. Seraya berdesah pada diri sendiri, “Terima kasih Tuhan. Dia akhirnya pergi ....”