Intisari Plus - Timothy Wicks adalah pribadi yang hangat dan suka membantu. Hingga suatu hari ia menerima pekerjaan di negara lain dan menghilang tanpa jejak.
-------------------
Timothy Wicks bukan selebriti. Tapi di kampung halamannya, Milwaukee, Timothy dikenal dan dicintai banyak orang. Setidaknya, oleh kerabat, sahabat, dan tetangga, lelaki yang hidup sendiri itu dianggap sebagai pribadi yang sangat menyenangkan. Tetangganya, Tom Neary, melukiskan Timothy sebagai pria yang selalu optimistis dalam menyikapi hidup. “Semangat juangnya luar biasa. Satu lagi, dia hampir tak pernah mengeluh,” bilang Tom.
Sementara istri Tom, Beth Neary, melukiskan Wicks sebagai seorang “penggemar musik sejati”. Kecintaan Timothy Wicks pada dunia musik memang sudah jadi rahasia umum. Untuk mengasah kemampuan menabuh drum dan mempertajam musikalitasnya, Timothy bahkan sempat menimba ilmu di Berklee College of Music, Boston. Setelah itu, dia kembali ke kampung halamannya, malang melintang di sejumlah klub malam, sebagai pemukul drum lepas beraliran jazz.
Meski belum mendapat jadwal, band, dan tempat bermain yang menetap, Timothy tetap setia mengabdi pada jalur musik. Bertahun-tahun dia terus merajut mimpi. “Yah, siapa tahu, besok, lusa, atau tahun depan, tawaran manggung secara tetap datang,” desisnya dalam hati. Sambil menunggu mimpi menjadi kenyataan, di siang hari sang penabuh drum tak segan-segan membantu para tetangganya mengecat rumah, pekerjaan favorit kedua Timothy setelah menggeluti dunia musik.
Pria yang tahun 2001 berusia 48 tahun itu dikenal ringan tangan. Makanya, hubungan Timothy dengan para tetangga tergolong sangat, sangat dekat. Tom Neary bilang, “Buat saya, dia benar-benar sahabat dan tetangga sempurna, yang bersedia melakukan apa saja untuk membantu sesama. Hatinya lembut dan penuh perhatian. Sepanjang bersahabat dengan Tim, saya tidak pernah melihatnya melakukan hal buruk pada orang lain. Dia seperti dilahirkan hanya untuk melakukan kebajikan.”
Sayangnya, tak selamanya Timothy Wicks bisa menjadi “malaikat kecil” buat kerabat, sahabat, dan tetangganya. Menjelang Natal 2001, dia mendapat jalan keluar untuk menggapai “mimpinya”. Tawaran dari seorang teman sesama penabuh drum untuk bekerja di sebuah klub di Kanada sulit ditampik Timothy. Sehabis merayakan Natal, Tim segera mengemas perlengkapan musik dan semua yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan paling menentukan dalam sejarah hidupnya.
Keluarga dan sahabat tak punya kuasa untuk melarang. Sobat dekat Tim, Jim Koehler berkomentar, “Saya tahu, dia sangat menginginkan pekerjaan seperti itu. Dalam hidupnya, tak ada yang lebih penting daripada menghibur orang lain, dengan musik tentunya.”