Intisari Plus - Sekitar tahun 1960-an, banyak teror pembunuhan orang kulit hitam di Amerika Serikat. Salah satu kasus yang terkenal adalah pembunuhan Medgar Evers yang baru terpecahnya 30 tahun kemudian.
-------------------
Semak Honeysuckle menutupi siapa pun yang berdiri di baliknya. Bunga merahnya mulai mekar penuh. Semak-semak ini tak mencolok dan di tempat inilah sesosok lelaki bersenjata itu berdiri. Menunggu.
Pada saatnya nanti, moncong senjata kaliber 303 Enfield 1917 menyalak. Lelaki bermata tajam yang ada di balik semak-semak nyaris tak berkedip. Tangannya sudah gatal menarik pelatuk. Dia menunggu saat-saat bersejarah ketika peluru mencelos cepat dari senjatanya. Dia merasa seperti komandan sekaligus algojo di medan perang.
Ini perang, perang sesungguhnya. Karena itu, dia tak perlu khawatir akan tuntutan. Dia justru tengah membayangkan pandangan kagum “pasukannya”.
Meski ingin segera melakukan eksekusi paling besar dalam hidupnya, sosok tegap ini sudah sangat terlatih. Maklum, dia pernah bergabung dengan Korps Marinir Amerika Serikat pada 1942 sebagai penembak jitu. Kesabaran hingga buruan tepat pada sasaran adalah tips untuk menang.
Ketika sebuah mobil berhenti di jalan masuk sebuah rumah, tepat di seberang semak-semak Honeysuckle Vine, senjata langsung diangkat. Tak perlu terburu-buru karena target sudah ada dalam bidikan. Tak mungkin meleset.
Bahunya hanya bergeser sedikit mengikuti orang berkulit hitam yang keluar dari mobil. Orang itu berjalan bergegas. Sepintas, sosok yang memegang senjata ingat hari itu Presiden John F. Kennedy sedang berpidato tentang hak-hak sipil. Mungkin orang itu ingin segera masuk rumah dan ikut mendengarkan pidato presiden di televisi.