Intisari Plus - Pembunuhan perempuan kulit hitam marak terjadi tapi karena salah teori, polisi mengabaikan kemungkinan pembunuhan berantai. Pelakunya pun bebas berkeliaran.
-------------------
Menciduk pelaku pembunuhan, apalagi pembunuh berantai bukan perkara gampang. Lazimnya, polisi harus melalui jalan berliku dan proses panjang. Sepanjang itu, bisa saja terjadi salah tangkap, tertipu petunjuk palsu, sampai salah analisis. Henry Louis Walace adalah salah satu pembunuh berantai (meski FBI menyebutnya bukan pembunuh berantai) di era 90-an yang cukup merepotkan polisi. Pembunuh paling dicari ini keluar masuk kantor polisi, bahkan keluar masuk penjara, “tanpa disadari” oleh polisi. Karena secara “teori”, dia diabaikan.
Saat dibekuk polisi pada 4 Februari 1994 di Charlotte, Carolina Utara, Amerika Serikat, Henry Louis Wallace sebenarnya patut dicurigai terlibat dalam lima kasus perkosaan dan pembunuhan yang menewaskan lima perempuan muda, semuanya berkulit hitam, semuanya bekerja di restoran cepat saji, dan semuanya kenal Wallace atau pacarnya, Sadie McKnight. Nama Wallace bahkan tercantum di buku telepon lima perempuan tadi.
Namun apa daya, karena dianggap tak memenuhi “syarat” sebagai pembunuh berantai, Wallace pun cepat dibebaskan. Lelaki berkulit hitam itu hanya ditangkap dan ditahan sebentar atas tuduhan mengutil di toko. Sebuah kesalahan yang kelak harus dibayar mahal. Wallace mengamuk dan membunuh lima lagi perempuan muda berkulit hitam. Sebuah sumber bahkan menyebut, korban Wallace sesungguhnya bisa mencapai 20 orang!
Saling tonjok
Henry Louis Wallace dilahirkan pada 4 November 1965 di Barnwell, Carolina Selatan, dari rahim seorang ibu yang suka gonta-ganti pasangan. Tak heran, sejak kecil Wallace tak pernah mengenal sosok bapak. Keluarganya begitu miskin, sampai-sampai listrik pun mereka tak mampu berlangganan. Carmeta Albarus, psikiater yang belakangan ditugaskan memeriksa Wallace selama di penjara, kepada juri pernah bercerita, betapa ibu Wallace sangat menikmati adegan saling pukul anak-anaknya.