“Obat ini sangat manjur. Telan cepat dan jaga agar jangan kena email gigi. Tutupi gigi bawah dengan lidah ketika menelan.” Ia memberi contoh dengan cangkir kosong. “Setelah itu segera telan obat kedua.”
Dengan penyedot ia mengambil cairan ungu dari sebuah botol yang diberi tanda “No 1” dan membagikannya pada setiap pegawai bank yang datang membawa cangkir. Setelah itu semua diperintahkan minum bersamaan. Lalu cepat dibagikan lagi obat kedua. Ketika itu beberapa orang terbatuk-batuk dan terengah-engah setelah minum obat pertama yang seperti membakar leher.
“Obat kedua akan membuat Anda merasa lebih enak,” katanya. Kemudian semua minum obat kedua.
“Boleh minum air?” tanya seorang pegawai pria.
“Boleh.”
Nona Masako Murata sedang antre air minum ketika orang di belakangnya tiba-tiba terjatuh. Akuntan Hidehiko Nishimura terkapar dengan mata mendelik. Masako berlari masuk ke kantor manajer sambil berteriak minta tolong. Tetapi ternyata orang lain juga tergeletak di lantai sambil merintih dan mengerang kesakitan. Masako sendiri roboh.
Tamu bermantel putih dengan tenang mengawasi korban-korbannya. Ketika semua pegawai bank sudah lumpuh, cepat-cepat disambarnya uang tunai 164.400 yen dan cek sebesar 17.405 yen. Jumlah itu kira-kira setara dengan 600 dolar. Uang sekian bagi orang Jepang masa itu cukup besar. Setelah itu ia menghilang di sore yang dingin itu.
12 jiwa melayang
Sejam kemudian Nona Murata siuman. Ia ngeri melihat keadaan di sekelilingnya. Ia merangkak melalui tubuh-tubuh tidak berdaya dan berhasil mencapai pintu belakang. Dengan suara tidak jelas ia berteriak-teriak minta tolong. Dua orang wanita yang sedang lewat mendengar teriakannya dan dengan ketakutan memberitahu polisi.
Ketika ambulans-ambulans dan mobil polisi datang, 10 korban sudah meninggal. Dua lagi meninggal kemudian. Di antara empat orang yang lolos dari maut terdapat Nona Murata dan Penjabat Manajer Yoshida.