Intisari Plus - Tahun 1986 Johnson & Johnson terkena kasus kapsul beracun pada produknya. Kondisi ini dimanfaatkan oleh seorang wanita yang meracun suaminya.
-------------------
Tahun baru 1986 terasa kelam bagi Johnson & Johnson (J&J). Perusahaan Amerika Serikat itu diajukan ke meja hijau oleh tujuh keluarga, mewakili tujuh korban tewas dalam tragedi “kapsul beracun”. Mereka menghujat dan menuntut ganti rugi dari J&J dan anak perusahaannya, McNeil Consumer Products Inc., yang memasarkan obat pengurang rasa nyeri yang terkontaminasi sianida. Tylenol, nama obat itu, langsung menjadi musuh nomor satu masyarakat.
J&J makin terjepit setelah polisi sama sekali tak berhasil menemukan jejak misterius tercemarnya Tylenol. Penemuan pihak berwenang berhenti hanya pada dugaan bahwa sebagian obat asli telah dicampur sianida oleh pengoplos gelap sebelum botol Tylenol “aspal” dijual layaknya obat asli.
Padahal berbagai upaya mengungkap kasus ini telah dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai motif. Termasuk meneliti siapa kira-kira yang bakal meraup untung besar jika perusahaan raksasa AS itu mengalami prahara di lantai bursa. Maklum, tragedi kapsul beracun membuat saham J&J anjlok drastis. Celakanya, dari jutaan transaksi yang diperiksa, tak sedikit pun ditemui titik terang.
Sementara itu, masyarakat mulai resah. Drama pengoplosan mematikan yang tanpa jejak itu makin terasa mengerikan, setelah media massa, baik cetak maupun elektronik, meliput besar-besaran kemalangan J&J dan kegagalan polisi. Mereka menyebut kasus di Chicago itu sebagai kejahatan sempurna, the perfect crime. Memang demikian kenyataannya.
Menggali makam suami