Intisari Plus - Perjalanan Mesir mencapai peradaban cemerlang merupakan misteri tersendiri. Bangunan piramida, Sphinx, dan patung-patung raksasa lainnya tetap merupakan sesuatu yang ajaib bagi manusia modern. Akan tetapi semua itu sepertinya bakal lenyap. Lewat penelitian intensif dan mendetail, ilmuwan modern menduga, sekitar tahun 2100 banjir besar akan menelan tanah Mesir. Wow, kenapa begitu?
-------------------------
Seorang pelancong yang berkelana di tanah Mesir dientak rasa kagum yang luar biasa saat menyaksikan keagungan lingkungannya. Bangunan-bangunan raksasa tampak begitu menakjubkan. Dari situ timbullah pertanyaan di benak orang, bagaimana bangsa Mesir mampu mendirikan bangunan raksasa seperti itu dan bagaimana pula peradaban berkembang di tanah ini?
Mari kita amati foto Piramida Susun Raja Zoser yang dibangun sekitar tahun 2650 SM. Semula piramid ini berbentuk makam satu lantai. Bagian bawahnya dijadikan ruang penguburan. Oleh para pembangun sesudahnya piramid itu diperluas dan ditambah tiga lapis lagi sehingga menjadi piramida empat susun. Namun, mereka tetap belum puas, sehingga piramida itu ditambahi dua susun lagi setelah bagian dasarnya diperluas. Dua susun terakhir ini menggambarkan lorong menuju surga bagi raja yang wafat dan dimakamkan di situ.
Afrika sepanjang zaman Neolitikum nyaris tak bisa dihuni. Di benua itu tetumbuhan dan binatang membusuk. Tanahnya mengering. Akibat perubahan iklim dan ekologi itu orang dipaksa berpindah menuju ke wilayah tepian Sungai Nil. Perubahan iklim dan ekologi itu tidak mempengaruhi kawasan lembah Sungai Nil itu. Secara bertahap lembah yang damai itu dipenuhi manusia dengan segala aktivitas kesibukannya. Tanah yang subur menjamin ketersediaan makanan dan tempat tinggal bagi penduduknya.
Akan tetapi segala sesuatu tidak selalu berlangsung damai dan abadi. Banjir tahunan terjadi di sungai dan menggenangi wilayah yang cukup luas di sisi lain. Namun air yang kaya bahan organik menciptakan endapan lumpur yang sangat subur. Tak bisa dipungkiri banjir-banjir yang terjadi mengakibatkan lingkungan rusak. Tidak jarang sejumlah desa dan ladang hilang tersapu banjir. Melihat hal ini orang Mesir di zaman Neolitikum mulai berusaha menjinakkan Sungai Nil. Mereka membangun bendungan dan saluran. Dengan bantuan shaduf (semacam timba) air dialirkan ke dalam saluran. Dengan cara ini wilayah yang dimanfaatkan untuk pertanian diperluas dan peradaban tumbuh menjadi makin tinggi.
Namun, tidak ada alam yang nasibnya "sesial" seperti tanah Mesir. Daniel J. Stanley—pakar oseanografi senior pada Smithsonian's National Museum of Natural History—menyatakan, pada tahun 2100 akan terjadi banjir besar yang menggenangi areal yang luas di delta Sungai Nil, tepatnya antara Port Said di Terusan Suez di timur dan Sungai Damietta, anak Sungai Nil, di barat. Menurut Stanley, Laut Mediterania sedang "menggergaji" garis pantai, hingga membuat garis pantai itu mundur sejauh 15-30 meter per tahun. Karena perilakunya seperti gergaji, laut mengikis tanah dan sedimen di wilayah itu.
Sambil menjelaskan perilaku laut, Stanley menyatakan bahwa masuknya air laut ke daratan yang berlangsung secara bertahap itu diakibatkan oleh naiknya permukaan air laut dan turunnya daratan serta adanya Bendungan Azwan di Sungai Nil.