Memasuki bulan ketujuh, Brinkman sudah mempunyai pacar baru, seorang nona Indo lain yang namanya tidak disebutkan. Fientje pun akhirnya mengetahui hal itu. Mula-mula ia berusaha membujuk Brinkman agar tidak meneruskan hubungan dengan pacar yang baru itu, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Brinkman tetap mengunjungi pacarnya dan tempat-tempat hiburan yang biasa disinggahi, sedangkan Fientje mulai keluyuran lagi seperti itu.
Susahnya, Brinkman masih tetap beranggapan bahwa Fientje merupakan hak milik pribadinya. Jadi, dia sendiri boleh saja menyeleweng, tapi Fientje tidak. Rasa cemburunya memuncak kalau ia mendengar per pergunjingan orang luar tentang tingkah laku Fientje yang mungkin benar atau mungkin juga tidak. Ketegangan mencapai puncaknya ketika suatu sore Brinkman tidak menemukan Fientje di rumah. Ia menunggu sampai kekasihnya itu pulang, kemudian menyambutnya dengan pukulan bertubi-tubi tanpa kata pembukaan.
Setelah menganiaya Fientje sampai babak belur ia meninggalkan rumah naik sado menuju ke tempat pacarnya yang lain. Fientje hanya bisa menerima nasib, tetapi hatinya geram, karena selama dia berhubungan dengan sekian banyak pria, baru satu ini yang pernah memukulnya.
Keesokan harinya Fientje mengadukan nasibnya kepada Ny. Doerleben, salah seorang sahabat lamanya. Ny. Doerleben adalah seorang janda yang tinggal di Gang Kernolog. Ia diketahui biasa memberikan kesempatan berjudi gelap di rumahnya. Mendengar keluhan Fientje, nyonya itu malah memberikan nasihatnya agar dia jangan terlalu sering keluar rumah, yang membuat Brinkman makin kalap, tetapi Fientje menolak gagasan itu. Ia beranggapan bahwa walaupun statusnya peliharaan, ia berhak untuk ngelayap sesuka hati, justru karena Brinkman sendiri tidak setia. Karena itu menurut Fientje ia tidak berhak melarangnya.
Dalam percakapan itu Fientje menunjukkan kepada Ny. Doerleben bahwa ia menyimpan sepucuk revolver kecil berisi lima peluru dalam sebuah kantung yang diselipkan di dalam kutangnya.
"Akan aku tembak dia, kalau dia berani memukul aku lagi," katanya kepada Ny. Doerleben.
Terbujuk rayuan
Dari tempat itu Fientje tidak langsung pulang, tetapi mampir lagi ke rumah Jeanne Oort, seorang wanita Eropa bekas simpanan yang telah beralih usaha membuka rumah pelesiran di Gang Pinang. Rumah ini dulu memang merupakan tempat Fientje bertemu dengan langganannya, sehingga hubungan dengan nyonya rumah cukup akrab. Kepada Jeanne Oort kembali ia menceritakan duka nestapanya dan hubungannya dengan Brinkman yang memburuk. Jeanne tidak banyak memberikan komentar, sebab ia sibuk mengisap candu. Hanya ia menambahkan bahwa Brinkman juga sudah lama tidak datang, sebab katanya sudah mempunyai kekasih baru.
Setelah mengobrol beberapa lama Fientje minta diri. Di dalam perjalanan pulang dengan sado tiba-tiba ia menyuruh kusir beralih ke arah Gang Kenanga, ke rumah seorang teman lamanya. Kebetulan teman itu sedang seorang diri, karena ditinggal pacarnya ke luar kota. Malam itu ia bermalam di sana, karena sengaja menghindari bertemu dengan Brinkman. Demikianlah hari-hari selanjutnya ia tidak pulang, hanya beralih dari satu teman ke teman lainnya yang bersedia menerimanya bermalam.
Sementara itu Brinkman yang berkali-kali tidak mendapatkan selirnya di rumah, panas hatinya. Ia mencoba menyusul ke sana-sini menurut info yang diperolehnya, tetapi ia tidak berhasil menjumpai Fientje. Pada suatu ketika ia tahu bahwa Fientje sedang tinggal bersama seorang nyonya Cina di Gang Kenanga. Ia bergegas ke sana, tetapi Fientje tidak mau keluar. Kemudian Brinkman meminta orang mengirimkan surat meminta dia pulang. Akhir surat itu berisi ancaman bahwa jika Fientje tidak pulang, ia akan menyuruh anggota perkumpulan rahasia untuk mengganggu Fientje. Fientje meremas lalu membuang surat itu. Kemudian ternyata bahwa nyonya rumah memungut kembali dan membacanya.