Intisari Plus - Seorang ahli bahasa, Edward Rulloff menciptakan bahasa universal di pertemuan ahli-ahli bahasa di New York. Akan tetapi nasib sang ahli bahasa ini berubah total karena terlibat dalam serangkaian kasus.
----------
Bulan Juli tanggal 17 tahun 1869 di New York berlangsung sebuah pertemuan ahli-ahli bahasa. Seorang peserta tampil di atas mimbar, membacakan risalah yang mengusulkan suatu bahasa universal, perlu ditambahkan bahwa di waktu itu belum lahir bahasa Esperanto.
Bahasa universal ciptaan Edward Rulloff (demikian nama peserta seminar linguistik tersebut) dengan perbendaharaan kata-katanya yang mudah diingat dan diambil dari bahasa Latin dan berbagai bahasa Eropa serta Asia, mendapat sambutan hangat dari para hadirin. Barangkali bahasa universal Rulloff itu dapat menjadi populer seandainya tidak terjadi peristiwa berikut ini pada tanggal 21 Agustus tahun 1870.
Ketika itu gudang firma Halbert di Binghamton kemasukan pencuri. Sebelum sempat mengikat tumpukan kain sutra yang menggunduk di gudang, para pencuri telah kepergok oleh dua pegawai Burrows dan Mirrick, yang kebetulan tidur di situ. Terjadi perkelahian yang berakhir dengan matinya Mirrick karena tembakan pistol dan terlukanya Burrows. Tapi yang terakhir ini masih bisa berteriak-teriak minta tolong.
Polisi Binghamton segera datang, tapi para pencuri telah kabur. Daerah sekitar diselidiki. Hari berikutnya ditemukan dua mayat yang terapung di sebuah sungai. Surat-surat yang ditemukan di dalam kantong pakaian, menunjukkan bahwa kedua almarhum itu masing-masing bernama Dexter dan Jarvis. Kedua-duanya mati akibat tembakan pistol yang juga menamatkan hidup Mirrick.
Mereka pencurinya? Sebuah sepatu yang ditemukan di halaman gudang firma Halbert, yaitu sepatu kiri, tak cocok dengan kaki Dexter yang mayatnya tak bersepatu lagi. Dalam sepatu kiri itu ditemukan segumpal kapas yang disumbatkan pada tempat ibu jari kaki. Dexter dan Jarvis adalah sahabat akrab Edward Rulloff dan mempunyai sesuatu usaha, entah apa dengannya.
Edward Rulloff dipanggil ke markas polisi untuk dimintai keterangan. Tapi dia menyatakan tidak tahu menahu tentang pencurian di firma Halbert. Rulloff pun dapat mengajukan alibi yang sangat meyakinkan tentang kegiatannya pada malam terjadinya peristiwa.
Polisi sudah siap mempersilahkan Rulloff meninggalkan markas, ketika datang seorang tamu, yaitu hakim Balcolm dari Tompkins County. Dan Balcolm segera mengenali Rulloff. Sebab dialah yang mengetahui sidang pengadilan dan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Rulloff karena menculik Harriet istrinya sendiri, kira-kira seperempat abad sebelumnya.
Polisi teringat pada sepatu kiri yang ditemukan di halaman gudang firma Halbert. Rulloff diminta mencopot sepatu kirinya. Ternyata kaki kiri Rulloff tak mempunyai ibu jari. Dan kaki itu pas sekali dengan sepatu barang bukti pencurian.
Rupanya Rulloff sendirilah yang membunuh Dexter dan Jarvis untuk menghilangkan jejak-jejak kejahatannya. Tapi bagaimanapun juga dalam sidang pengadilan dia terbukti sebagai pembunuh Mirrick, pegawai firma Halbert. Edward Rulloff menjalani hukuman gantung pada tanggal 3 Mei 1872.
Ahli bahasa, pencuri, pembunuh, perayu wanita tampaknya sebutan-sebutan itu sukar didapati pada satu orang yang sama. Tapi kesemuanya itu belum menggambarkan Edward Rulloff dengan sempurna. Dia pernah menjadi guru, kurator museum, pendeta, bahkan mengaku dirinya seorang dokter. Riwayat hidupnya merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa yang mirip sebuah cerita khayalan saja.
Data-data tentang asal usul dan masa kecilnya tidak tercatat. Yang jelas pada tahun 1843, pada usia 23 tahun, dia bekerja sebagai tukang gali.
Pada suatu hari ketika Rulloff sedang menggali sebuah parit, seorang kepala sekolah menengah putri tergelincir ke dalam galiannya. Mr. Jenkins demikian nama orang itu berdiri sambil menggerutu: “Buset, sungguh buset”. Kontan Rulloff yang menyaksikan kecelakaan kecil ini menegurnya: “Kalau tuan mengutip Shakespeare, mengapa tak tuan teruskan? Bukankah pujangga itu dalam Troilus dan Cressida menulis: Buset, buset wanita itu. Matanya, pipinya, bibirnya berbicara. Bahkan kakinya sekalipun, kegairahan memancar dari tiap persendian dan garis-garis tubuh.
Mr. Jenkins tertegun melihat tukang gali parit yang pandai mengutip Shakespeare itu. Bertanyalah ia mengapa Rulloff melakukan pekerjaan kasar sedangkan ia terpelajar. Jawab Rulloff, ia dulu belajar di Eropa. Sekembalinya ke Amerika tak memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya karena ijazahnya tak diakui.
Pernyataan Rulloff mengesan pada Jenkins yang segera memintanya datang di sekolahnya untuk dapat menanyainya lebih lanjut. Dan Rulloff berhasil meyakinkan kepala sekolah itu bahwa ia bisa mengajar ilmu hayat, ilmu tumbuh-tumbuhan kimia, kesusastraan Inggris, Yunani, Perancis dan Jerman,
Pada saat itu juga Mr. Jenkins memutuskan untuk menerima Rulloff sebagai guru di sekolahnya. Tak diketahuinya bahwa penggali parit itu seorang autodidak yang mengumpulkan berbagai macam ilmu pengetahuan ketika ia meringkuk di beberapa penjara di Kanada karena melakukan berbagai kejahatan: menipu, melakukan pemalsuan dan menodai paling sedikit 6 orang wanita.
Menyuruh seseorang seperti Rulloff mengajar gadis-gadis remaja tak bedanya dengan melepaskan seekor musang dalam kandang ayam. Rulloff bukan orang yang tampan. Perawakannya pendek, tubuhnya gemuk, dadanya bidang, kepalanya luar biasa besar, matanya yang bundar berwarna biru jernih, dagu dan rahangnya kokoh, ditumbuhi sedikit janggut kecoklat-coklatan.
Walaupun sifat-sifat lahiriahnya tak menarik, namun Rulloff mempesona gadis-gadis muridnya karena kepribadiannya penuh kejantanan. Lagi cerdas, jenaka dan pandai bicara. Banyak murid jatuh hati padanya. Dan Rulloff tak segan-segan melayani dan mencemari mereka. Sampai akhirnya ia terpaksa memperistri seorang muridnya, gadis umur 18 tahun bernama Harriet Skutt yang mengandung akibat hubungan dengan Rulloff.
Tadinya orang tua Harriet tak suka pada calon menantunya. Tapi Rulloff berhasil mengubah sikap bermusuhan itu dengan mengeluarkan sebuah ijazah yang menyatakan bahwa ia seorang dokter. Berkat kelihaiannya, Rulloff dapat memperoleh pengakuan dari pihak berwajib atas ijazah palsu itu. Ia berhehti mengajar dan bersama istrinya pindah ke Lansing, sebuah tempat kecil dekat New York untuk buka praktik di sana. Dokter gadungan itu mendapat sukses besar di kalangan rakyat desa yang berduyun-duyun membanjiri praktiknya.
Pada suatu hari kakak iparnya, William Schutt memanggilnya karena istrinya, Mabel, sakit. Pergilah Rulloff kerumah William Schutt di Ithaca. Di mana singgah kira-kira seminggu. Sebagai seorang dokter ia mencurahkan perhatian nya kepada Ny. Schutt sedangkan sebagai seorang lelaki ia memusatkan minatnya kepada seorang gadis molek bernama Susan, pembantu rumah tangga William Schutt.
Tetapi, malang. Pada suatu hari, Mabel yang sudah agak sembuh, memberanikan diri keluar dari kamarnya dan memergok Rulloff sedang bercintaan dengan Susan di kamar pelayan ini. Seketika itu juga Mabel mengambil tindakan. Susan diusirnya. Dan kepada Rulloff ia berkata: “Begitu dapat menulis, akan kuceritakan semua itu kepada Harriet!”.
“Ah, Mabel, jangan kau anggap terlalu serius”, kata Rulloff. “Dan kamu tak boleh marah-marah, agar cepat sembuh. Kembalilah tidur. Nanti kuberi obat penenang”.
Mabel menurut, menelan obat pemberian Rulloff dan tak pernah bangun lagi. Sang dokter menyatakan bahwa Mabel meninggal akibat serangan jantung. Semuanya berlalu tanpa terjadi sesuatu kehebohan. Rulloff pulang ke rumahnya. Tak lama kemudian, bulan April tahun 1845, Harriet, istrinya, melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Dorothy.
Rulloff kecewa bahwa anaknya tidak laki-laki. Sementara itu ia telah bosan dengan praktiknya sebagai dokter dan ingin menikmati warisan Harriet dari pihak neneknya. Dengan modal itu ia ingin melakukan penyelidikan asal-usul bahasa India di Amerika, yang menurut dugaannya mempunyai hubungan dengan bahasa Mesir Kuno.
Harriet menentang niat suaminya untuk menukarkan praktik yang laku sebagai dokter dengan suatu penyelidikan yang tak menghasilkan uang. Rulloff menyerah, tapi ia lantas cuti selama beberapa minggu, untuk bisa tinggal di tengah-tengah suku India di tepi telaga Cayuga. Di sana jatuh hati pada seorang gadis India. Tapi yang terakhir ini, karena beragama Katolik, tak mau bergaul dengan Rulloff yang diketahuinya telah beristri.
Kembalilah Rulloff di tengah keluarganya. Tak lama kemudian pada suatu hari ia meminjam sebuah kereta dan kuda penarik dari seorang tetangga petani bernama Robinson. Ia minta pula Robinson membantunya mengangkut dan menaikkan sebuah peti besar dan berat katanya berisi pakaian ke dalam kereta itu. Waktu itu rumah Rulloff kosong. Kepada Robinson ia mengatakan bahwa Harriet sedang pergi menjenguk pamannya di Mott’s Corners dengan membawa anaknya “Harriet dan Dorothy di sana beberapa bulan. Ini semua pakaian dan barang-barang untuk mereka”, demikian kata Rulloff sebelum pergi naik kendaraan pinjaman itu.
Beberapa hari kemudian kakak Harriet, William Schutt, mampir di rumah Rulloff yang kosong itu. Ketika mendengar dari Robinson dimana Harriet berada menurut keterangan Rulloff, William Schutt terkejut, “Harriet tak punya paman di Mott's Corners”, katanya.
Segera Schutt melapor kepada polisi.
Rulloff dicari dan ditemukan di pinggir telaga Cayuga dengan kendaraan dan kuda pinjamannya. Peti masih berada dalam kereta, tapi telah kosong. Rulloff ditahan berdasarkan sangkaan telah membunuh istri dan anaknya, kemudian menceburkan mayat mereka ke dalam telaga.
Perkaranya disidangkan dalam bulan Januari tahun 1846. Tapi karena mayat Harriet dan anaknya tak ditemukan, Rulloff hanya dituduh menculik mereka. Di depan sidang pengadilan Rulloff menyajikan cerita yang tak jelas. Katanya Harriet meninggalkan dia dengan membawa anaknya, Dorothy, dan pergi entah ke mana. Juri memutuskan Rulloff bersalah. Dan hakim Balcolm yang mengetuai sidang, menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara.
Selama menjalani hukuman di penjara Auburn, Rulloff berkelakuan baik. Ia diserahi mengurus perpustakaan penjara, banyak membaca di samping mengajar rekan-rekan narapidana. Tahun 1856 keluar dari penjara, tapi tak lama kemudian ditangkap lagi.
Sebab selama Rulloff di penjara, polisi tak tinggal diam dan berhasil mengetahui bahwa seorang lelaki yang menurut laporan mirip sekali dengan Rulloff, pada tahun 1845 sekitar waktu, hilangnya Harriet dan anaknya, dengan berkendaraan kereta datang di Geneva Medical College untuk menjual dua mayat yang satu mayat seorang wanita muda sedangkan lainnya mayat seorang bayi perempuan.
Kedua mayat itu tentu saja sudah lama tiada lagi. Setelah dipotong-potong sebagai bahan pelajaran anatomi, dikuburkan dalam pemakaman tak bernama. Tapi polisi mempunyai dugaan kuat bahwa mereka itu adalah Harriet dan Dorothy.
Di depan hakim kali ini Rulloff membela diri dengan menggunakan hasil-hasil sidang pengadilan yang memeriksa perkaranya 10 tahun yang lalu. Pada waktu itu, katanya, pengadilan mengambil kesimpulan bahwa ia menculik istrinya.
Ini berarti terdapat petunjuk-petunjuk positif bahwa ketika itu istrinya masih hidup. Tapi mengapa kini ia dituduh membunuh istrinya. Pembelaan diri Rulloff begitu meyakinkan hingga tuduhan bahwa ia membunuh Harriet, ditarik kembali. Tetapi ia tetap dianggap bersalah telah membunuh Dorothy, anaknya sendiri. Hukuman gantung dijatuhkan.
Dalam penjara di Ithaca, Rulloff menulis permohonan naik banding. Pembelaan dirinya cukup cemerlang. Tapi lolosnya Rulloff dari penjara karena sebab lain.
Kepala penjara Ithaca, Jacob Jarvis, mempunyai seorang anak laki2 bernama Albert. Pemuda umur 18 tahun ini oleh ayahnya dipekerjakan di penjara sebagai juru kunci. Albert hanya berpendidikan sekolah menengah. Melihat kepandaian Rulloff yang ahli dalam berbagai ilmu, timbul gagasan pada Jacob Jarvis untuk menyuruhnya mengajar bahasa-bahasa, ilmu pengetahuan sosial dan filsafat kepada Albert. Bukankah ini kesibukan yang baik bagi Rulloff sementara menunggu pelaksanaan hukuman gantung?
Dengan senang hati Rulloff memenuhi permintaan itu. Ia mencurahkan segala pengetahuannya kepada Albert Jarvis, tak terkecuali filsafat hidupnya yang menjunjung tinggi kenikmatan diatas segala-galanya. Rulloff berhasil membujuk Albert untuk memberinya wanita dan minuman keras, disamping mengusahakan kesempatan agar ia dapat lari dari penjara.
Dengan giatnya Albert Jarvis memasukkan ke dalam penjara gadis-gadis Ithaca yang “membahayakan kesusilaan masyarakat”. Jika ayahnya, Jacob jarvis sedang pergi, Albert dan gurunya menyelenggarakan pestapora dengan gadis-gadis dan minuman keras yang melimpah.
Sementara itu saat pelaksanaan hukuman gantung atas diri Rulloff makin mendekat, sedangkan reaksi atas permohonannya naik banding belum datang. Maks Rulloff mendesak Albert agar segera memberinya kesempatan lolos dari penjara. Ini terjadi pada tanggal 4 Mei 1857, Albert pura-pura lupa mengunci sel Rulloff, lupa pula menggerendel pintu gerbang tapi tak lupa menyediakan kuda berpelana di suatu tempat yang sepi, tak jauh dari penjara.
Rulloff melarikan diri ke daerah Pennsylvania. Disana ia muncul sebagai Profesor James Nelson, “bekas maha guru Universitas Paris" dan melamar pekerjaan pada Allegheny College, Meadville. Rektor Perguruan Tinggi itu, Dr. Barker, sangat terkesan oleh kualitas-kualitas James Nelson sebagai seorang sarjana. Tapi karena tak ada lowongan ia menasehatkan kepada sang profesor untuk menghubungi Dr. A.B. Richmond yang mempunyai museum kulit-kulit binatang kerang. Dan profesor James Nelson diterima sebagai kurator museum Dr. Richmond itu.
Dalam waktu singkat Rulloff telah berhasil menguasai conchologi (pengetahuan tentang kerang-kerang). Sekilas pandang ia dapat membedakan taenioglossa dan platypoda dari kerang-kerang jenis tectibrankhia, sekalipun banyak ahli hanya dengan susah payah dapat mengenali perbedaan-perbedaannya.
Di samping itu di kota Meadville prof. James Nelson pandai pula mengenali mana gadis-gadis yang mudah diajak bermain cinta. Sekali lagi Rulloff berkubang dalam kehidupan seks liar, sampai salah seorang gadis yang digaulinya, Betty Pryor, mengandung. Prof. Nelson berjanji akan menikahinya. Tapi sebuah peristiwa menyebabkan rencana perkawinan itu batal.
Dalam waktu yang singkat kota Meadville dilanda serentetan pencurian besarkan di malam hari. Sebuah toko emas mendapat giliran pertama. Menyusul kemudian sebuah perusahaan pegadaian. Giliran ketiga menimpa sebuah bank. Sehubungan dengan pencu rian terakhir ini di dekat almari besi yang dibongkar, ditemukan benda milik pencuri: beberapa lembar kertas berisi catatan-catatan tentang ilmu kerang. Dengan sendiri nya polisi mencurigai kurator museum Dr. Richmond. Tetapi sang kurator terhormat, Prof. James Nelson alias Rulloff telah kabur. Ketika itu bulan Januari 1858, ditengah-tengah musim dingin.
Menjelang awal Februari Rulloff yang kini menggunakan nama lain, John Calkins, berjalan sempoyongan masuk James town di New York. Ketika itu suhu udara 20 derajat dibawah 0. Kaki kiri Rulloff beku. Langsung ia menuju sebuah hotel. Di sini ia menjual cerita baru. Katanya ia tersesat ketika pegi berburu dengan sejumlah teman. Ia menyewa sebuah kamar.
Mencari dokter yang dapat merawat kakinya yang beku, kebetulan tak ada. Padahal keadaannya sudah parah. Rulloff lalu pesan gergaji dan pisau operasi pada sebuah apotik. Ketika pemilik apotek datang, Rulloff sedang meneguk segelas whiskey untuk mengurangi rasa nyeri.
“Ya, Allah! Apa yang akan Anda lakukan, Mr Calkins?”, tanya pemilik apotek yang mengantarkan barang pesanan Rullof, “Memotong ibu jari kaki saya sendiri”, jawabnya tenang. Kemudian ia melakukan operasi diri tanpa mengeluh dan dengan sukses.
Mr. Calkins yang kakinya belum sembuh sama sekali, menarik perhatian orang banyak di Jamestown karena jalannya pincang. Sekalipun memakai nama samaran, ia segera dikenali oleh seorang penjaga kuda bernama Murphy, yang pernah bersamaan meringkuk di penjara Auburn. Berita larinya Rulloff dari penjara, dimuat dikoran-koran. Dan Murphy tahu pula bahwa tersedia hadiah $2.000 bagi siapa yang dapat menangkap Rulloff.
Segera Murphy lapor kepada Polisi setempat. Hotel tempat Mr. Calkins alias Edward Rulloff menginap, digrebeg. Tapi ia telah lari. Dilakukan pengejaran: yang berakhir dengan tertangkapnya Rulloff dekat perbatasan Pennsylvania.
Untuk ketiga kalinya Rulloff disekap di penjara Ithaca. Tapi sekarang tidak dibawah pengawasan lunak Albert Jarvis. Namur nasib baik masih melindung Rulloff. Surat permohonannya untuk naik banding berhasil. Keputusan pengadilan yang menyata kan dia bersalah membunuh anaknya perempuan, dicabut kembali. Khalayak Ithaca marah ketika mendengar keputusan ini. Berduyunduyun mereka menyerbu penjara Ithaca seperti serombongan serigala yang ingin menyobek-nyobek mangsanya. Sampai-sampai demi pertimbangan keamanan Rulloff terpaksa diungsikan ke penjara Auburn.
Mau diapakan penjahat besar itu? Pihak kejaksaan coba mengungkap kembali soal ipar Rulloff, Mabel Skhutt yang tiga belas tahun yang lalu meninggal dengan cara yang misterius. Kuburannya digali dan kerangkanya diperiksa oleh ahli toksikologi. Mereka memang menemukan zat racun dalam sisa-sisa mayat Mabel. Tapi karena Mabel telah begitu lama meninggal, sukar untuk mengatakan bahwa kematiannya adalah akibat racun tersebut. Pun seandainya Mabel meninggal akibat racun itu, sukar membuktikan bahwa Rulloff lah yang meracunnya.
Akhirnya Rulloff diserahkan ke pada pihak berwajib di Medville, Pensylvania untuk diusut sehubungan dengan pencurian-pencurian yang ia lakukan di sana dan juga sehubungan dengan persoalan Betty Pryor yang ia nodai sampai mengandung.
Tapi dalam perjalanan ke Meadville, Rulloff berhasil melarikan diri dengan cara yang unik. Kepada para pengawalnya ia mengatakan mau buang air. Setelah lama di kamar kecil ia belum juga keluar, para pengawal menjadi curiga. Pintu W.C. dibuka dengan paksa. Ternyata Rulloff tidak ada lagi. Menurut penyelidikan, ia keluar dari kamar kecil, tidak melalui pintu ataupun jendela, tetapi melalui lobang kotoran yang dibongkarnya.
Entah bagaimana keadaan Rullof ketika ia menyembul keluar dari dalam lubang w.c, yang terang, beberapa minggu kemudian ia muncul di Keene, New Hampshire, dengan pakaian rapi mentereng, muka tercukur halus. Ia mengenakan topi sutera, setelan hitam, kerah putih bersih dan memperkenalkan diri sebagai pendeta Aloysius Trent.
la menyajikan kisah baru. Beberapa minggu yang lalu ia masih mengajar di Oxford, Inggris, katanya. Kedatangannya di Keene adalah untuk mendirikan sebuah sekolah melulu bagi pemuda-pemuda Pendidikan sekolah yang ia rencanakan itu, berasaskan prinsip-prinsip keagamaan.
Penduduk Keene terkesan oleh semangat pengorbanan dan idealisme sang pendeta. Sejumlah warga kota terhormat melancarkan aksi pengumpulan dana untuk membantu karya Reverend Mr. Trent “di ladang Tuhan”.
Ketua panitnya pergumpul dana ialah Hazel Reynolds, seorang janda muda yang kaya karena peninggalan almarhum suaminya. Kerjasama antara sang pendeta dan wanita itu lancar dan baik sekali. Berkat usaha Mrs. Hazel Reynolds yang tak kenal lelah, bantuan mengalir hingga sekolah berhasil didirikan.
Sang pendeta tahu menghargai jasa-jasa Mrs. Reynolds. Rasa terima kashinya ia ucapkan dengan melimpahi janda muda yang kesepian itu dengan cumbu rayu dan cinta birahinya. Perasaan bersalah yang mengganggu hati nurani Mrs, Reynolds, disapu bersih oleh sang pendeta gadungan dengan kutipan dari Kitab Suci bahwa “Tuhan adalah Cinta”.
Tipudaja Rulloff yang menyamar sebagai pendeta, tersinggung keti ka la terbukti memasukkan dana: sekolah kedalam saku pribadinya. Sang pendeta diajukan kemuka pengadilan dan mendapat hukum an penyara 2 tahun.
Ia bukan Rulloff kalau tak berusaha melarikan diri ketika menjalani hukumannya dipenjara New Hampshire. Tapi kali ini ia tak berhasil. Dalam penjara ia mempuinyai banyak sahabat. Diantaranya seorang sesama narapidana bernama Dexter.
Rullof dan Dexter kebetulan dibebaskan dari penjara pada hari dan tanggal yang sama di tahun 1861. Berdua mereka menempuh perjalana ke New York Dezter tinggal bersama ibunya di Brooklyn, sedangkan Rulloff mencari tempat tinggal di Third Avenue, Manhattan. Disana ia menamakan dirinya Profesor Alfred Leurio dan membuka sekolah grafika. Dengan perlengkapan dan alat-alat cetak ia menceburkan diri dalam keahlian memalsu cek dan dokumen-dokumen penting lainnya.
Dexter menggabungkan diri dalam usaha sang profesor. Begitu pula Albert Jarvis. yang dulu meloloskan Rulloff dari penyara Ithaca tiga tahun sebelumnya.
Trio Rulloff Dexter Jarvis mengembangkan usahanya yang membawa keuntungan besar. Spesialisasi mereka tidak hanya meliputi pemalsuan cek dan surat-surat berharga saja tetapi juga pencurian-pencurian. Ketika pecah Perang Sipil di Amerika, banyak sekali permintaan akan bahan-bahan pakaian, jenis apapun juga. Maka komplotan Rulloff menghususkan diri dalam pencurian bahan-bahan tekstil.
Perang Sipil berakhir, tapi Rulloff c.s. meneruskan “usahanya” sebagai pencuri bahan tekstil. Sementara itu ia pun tak melupakan kegemaran intelektualnya. Diwaktu-waktu senggang ia belajar berbagai bahasa Eropa dan Asia sampai akhirnya berhasil menciptakan sebuah universil jauh sebelum bahasa Esperanto ditemukan.
Seperti telah diceritakan pada awal tulisan, setelah mendapat sukses dalam seminar bahasa di New York sebagai pencipta bahasa universil, Rulloff melakukan pencurian dan pembunuhan di gudang firma Halbert. untuk kemudian mengakhiri riwayat hidunya di tiang gantung.
Memang aneh kisah penjahat ini, yang seolah-olah mempunyai kepribadian bermuka dua. Yang satu kejam dan menjijikan, yang lain mempesona. Hal ini masih tercermin pada saat-saat menjelang Rulloff menjalani hukuman gantung. Tak terhitung jumlah kejahatannya. Tapi banyak orang tidak bisa percaya bahwa ia bersalah. Bahkan beberapa orang secara sukarela menawarkan diri untuk menjalani hukuman gantung, menggantikan Rulloff yang mereka minta agar dibebaskan.
Setelah Rulloff meninggal, batok kepalanya diselidiki. Ternyata 0.6 cm lebih tebal dari batok kepala rata-rata orang. Dan otaknya 180 gram lebih berat daripada bobot otak rata-rata orang. Otak itu kemudian diserahkan kepada Bagian Kedokteran Coinell University di Ithaca.
(Charlse Boswell & Lewis Thompson)
Baca Juga: Batu Sandungan
" ["url"]=> string(81) "https://plus.intisari.grid.id/read/553835275/kisah-jenius-penjahat-edward-rulloff" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1691170074000) } } [1]=> object(stdClass)#77 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3835263" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#78 (9) { ["thumb_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/08/04/informasi-melimpah-yang-membuat-20230804052613.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#79 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(5) "Ade S" ["photo"]=> string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png" ["id"]=> int(8011) ["email"]=> string(22) "ade.intisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(150) "Edwin L. Burdick tinggal di rumah mewah. Setelah peristiwa tragis, muncul kesaksian yang mengungkapkan kehidupannya yang penuh skandal dan amoralitas." ["section"]=> object(stdClass)#80 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/08/04/informasi-melimpah-yang-membuat-20230804052613.jpg" ["title"]=> string(48) "Informasi Melimpah yang Membuat Polisi Kewalahan" ["published_date"]=> string(19) "2023-08-04 17:26:22" ["content"]=> string(24305) "
Intisari Plus - Edwin L. Burdick, usahawan sukses di Buffalo, New York tinggal di sebuah rumah mewah dan menjadi anggota klub-klub sosial terkemuka. Setelah peristiwa tragis, muncul laporan dan kesaksian yang mengungkapkan kehidupannya yang penuh skandal dan amoralitas.
----------
Edwin L. Burdick terkenal di kalangan atas di kota Buffalo, New York. Ia seorang usahawan yang mempunyai karier cukup gemilang.
Burdick memulai usahanya pada usia 18 tahun. Tak lama kemudian ia telah dapat mengambil oper dan memiliki sebuah badan penerbit majalah perdagangan The Roller Mill. Setelah itu ia mendirikan “The Buffalo Envelope Company” yang mempekerjakan tak kurang dari 10 orang, dan memproduksi paling sedikit 400.000 sampul tiap hari.
Dalam resepsi-resepsi kalangan terkemuka ia dan istrinya yang cantik, Alice HulI, hampir selalu diundang. Sebaliknya Mr. dan Mrs. Burdick kerap kali mengadakan pesta ramah tamah di tempat kediaman mereka di Ashland Avenue, sebuah rumah yang mewah dengan 14 kamar. Dan Burdick menjadi anggota berbagai club untuk memperluas hubungan sosial, di antaranya Elmwood Dancing Club dan Red Jacket Golf Club.
Selama 17 tahun suami istri Burdick tampaknya hidup bahagia. Sampai akhirnya pada hari Jumat tanggal 27 Februari 1903 Burdick mati terbunuh di kamarnya.
Begitu berita tentang kematiannya tersiar, banyak laporan, kesaksian-kesaksian, dan perkiraan-perkiraan disampaikan kepada polisi. Hampir semua keterangan-keterangan itu memberi gambaran bahwa kehidupan Burdick dan kawan-kawan di sekelilingnya penuh skandal dan amoralitas.
Koran-koran mengungkapkan aneka macam praktik yang menurut mereka terjadi di belakang pintu Elmwood Dancing Club dengan anggotanya terpilih dan terbatas. Para pria dan wanita yang telah kawin, berkumpul di situ untuk melewatkan waktu dalam suasana romantis, bemesra-mesraan tapi tidak perlu dengan suami atau istri mereka sendiri.
Masuknya informasi-informasi ini barangkali untuk sebagian dirangsang oleh situasi terbunuhnya Edwin L. Burdick.
Mayat Burdick ditemukan pada jam 8.30 pagi oleh ibu mertuanya, Mrs. Maria Hull yang tinggal di rumah menantunya. Segera wanita itu mengundang dokter keluarga untuk memeriksa mayat. Kemudian memberitahukan kejadian pembunuhan itu kepada polisi. Petugas resmi yang datang adalah komandan detektif Patrick V. Cusack, anak buahnya James Sullivan dan seorang dokter, Dr. John Howland.
Burdick hanya memakai hem dan celana dalam. Kepala dan mukanya menunjukkan bekas-bekas penganiayaan berat. Setelah memeriksa mayat, Dr. Howland menyatakan sebagai berikut: “Korban meninggal akibat pukulan pada kepalanya. Senjata pembunuh berupa benda pipih yang cukup berat. Saat kematian kira-kira jam 12 atau 1 malam.”
Beberapa hal dalam kamar tempat terjadinya pembunuhan menarik perhatian polisi. Di atas meja terletak dua gelas yang telah diminum, sebuah botol alkohol setengah kosong dan beberapa potong keju Camembert.
Jas dan celana Burdick terletak di atas sandaran kursi. Dalam sakunya terdapat sebuah revolver terisi peluru sedangkan dalam saku lain ditemukan sebuah dompet, yang padat berisi uang. Polisi memperoleh kesan bahwa Burdick sebelumnya sudah merasa dirinya terancam hingga merasa perlu membawa senjata api.
Dua orang wanita pembantu rumah tangga Burdick, tak dapat memberi keterangan apapun yang berharga bagi polisi. Mereka tak tahu apakah majikannya malam itu menerima tamu di kamarnya. Ditanya soal dua gelas, minuman keras dan keju di atas meja, mereka hanya bisa menjawab, bahwa Burdick rupanya mengambil sendiri makanan itu dari dapur.
Sementara itu polisi, dapat memperoleh keterangan yang berharga dari ibu mertua korban walaupun sedikit saja. Menurut Mrs. Hull adanya gelas dan keju itu berarti bahwa Burdick malam itu pasti menerima tamu. Sebab Burdick tak pernah minum sendirian lagi pula sama sekali tak suka keju Camembert.
“Di mana Mrs, Burdick? Mengapa ia tak ada di rumah?”, tanya detektif Sullivan tanpa pikir panjang bahwa pertanyaan ini bisa menyinggung perasaan Mis. Hull.
Jawab wanita itu, sudah sejak kira-kira dua bulan Mrs. Burdick singgah di Atlantic City dan menginap di hotel Traymore. Mrs. Hull telah memberitahukan kematian Burdick kepada istrinya, yang ia harapkan segera akan datang.
Komandan Cusack tertarik pada jawaban ini, mengingat bahwa mayat Burdick ditemukan hanya dengan pakaian dalam dan di kamar terdapat minuman keras dengan dua gelas saja. Dan pertemuan berduaan ini terjadi di kamar tidur. Maka ia bertanya, mengapa Mrs. Burdick pergi. Apakah ia telah atau berniat bercerai dari suaminya, barangkali karena Burdick mempunyai seorang kekasih.
Mrs. Hull sama sekali tak memperlihatkan perasaan tersinggung mendapat pertanyaan demikian. Ia hanya menjawab tak tahu menahu soal itu dan mempersilahkan para detektif menghubungi pengacara anaknya perempuan, yaitu Mr. Arthur Reed Penneli.
Keyakinan Cusack bahwa dalam perkara pembunuhan itu pasti soal percintaan, semakin kuat karena di seluruh rumah sama sekali tak terdapat tanda-tanda yang menunjuk ke arah pencurian atau perampokan.
Apalagi Cusack menemukan sebuah foto seorang wanita molek umur tiga puluhan dengan tulisan ”Dengan iringan cinta, Gertrude". Di samping foto yang ditemukan dalam laci meja Burdick itu, para detektif menemukan pula guntingan koran terbitan beberapa minggu yang lalu berisi berita tentang perceraian seorang pengusaha kaya di Cleveland, George Warren, dari istrinya. Helen. Berita itu berakhir dengan sebuah kalimat yang menyatakan bahwa Mrs. Warren akan segera pulang ke kota asalnya, Buffalo.
Kini Cusack dan Sullivan kembali ke markas. Di sana segera menghubungi rumah Mr. Arthur Reed Pennell lewat telepon. Istrinya mengatakan bahwa Mr. Pennell sedang ke air terjun Niagara dengan mobilnya yang baru, dan barangkali menginap di Prospect Hotel. Dengan alamat hotel ini polisi kirim telegram agar Pennell pulang secepat mungkin.
Sementara itu Cusack mencari keterangan pada Charles Park, kompanyon Burdick dalam usahanya dengan “Buffalo Envelope Company”. Charles Park dengan nada penuh kejujuran menyatakan bahwa pembunuhan Burdick jelas tak ada sangkut pautnya dengan perusahaannya.
Tentang keadaan keluarga Burdick ia tak tahu banyak karena hubungan antara dia dan keluarga itu bersifat hubungan sebagai kompanyon perusahaan. Hanya ia mendengar bahwa Burdick dan istrinya akhir-akhir ini tampaknya tak begitu baik.
Lebih jauh Park menyatakan bahwa Burdick di kantornya sering mendapat kunjungan dari seorang laki-laki bernama Boland. Burdick pernah mengatakan kepada Park, bahwa hubungannya dengan Boland sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan perusahaan. “Soal pribadi, bahkan sangat pribadi”, Burdick menambahkan.
Dari rumah Park, para detektif mampir sebentar di kantor Dr. Howland untuk menanyakan, apakah pukulan keras yang mematikan Burdick itu, bisa dilakukan oleh seorang wanita. Jawab sang dokter: Tidak mustahil, sebab tulang tengkorak Burdick ternyata tak begitu keras.
Jumat sore Arthur Reed Pennell, pengacara Mrs. Burdick telah sampai di Buffalo dan segera datang di kantor polisi. Orangnya tampan, umur empat puluhan, berkumis, dagunya kokoh. Tingkah lakunya penuh kepercayaan diri, pandai bicara. Bukan tanpa sebab ia dipandang sebagai salah seorang ahli hukum yang paling cemerlang di Buffalo.
“Saya telah mendengar tentang nasib tragis yang menimpa Burdick itu. Bantuan apa yang dapat saya berikan kepada Anda?", tanya Pennell kepada Cusack.
“Dari percakapan dengan Mrs. HulI, saya mendapat kesan bahwa hubungan antara Burdick dengan istrinya akhir-akhir ini begitu baik. Tentang soal ini, Mrs. HulI menyarankan agar saya mencari keterangan dari Anda?”, Cusack menjawab.
“Baiklah. Tapi sebetulnya saya ragu, apakah persoalan-persoalan pribadi yang dipertanyakan Mrs. Burdick kepada saya sebagai pengacaranya, dapat begitu saja saya buka di hadapan Anda”, kata Pennell.
“Persoalannya bisa kita pandang dari segi lain”, Cusack menjelaskan, “Kiranya anda tak akan berkeberatan untuk memberi keterangan apakah dalam perkara pembunuhan ini ada soal wanita".
Argumen ini rupanya berhasil meyakinkan Pennell. “Memang", kata pengacara itu. “Demi tegaknya keadilan dan lancarnya pengusutan perkara pembunuhan ini, baiklah saya katakan, bahwa Mrs. Burdick minta jasa saya agar dapat bercerai dari suaminya atas dasar-dasar hukum. Saya bisa menyebut nama 3 orang wanita yang berhubungan dengan Burdick”.
“Apakah salah satu di antaranya bernama Gertrude?”
“Anda telah tahu?”, kata Pennell keheranan. “Memang. Nama lengkapnya Gertrude Paine, seorang janda yang telah bercerai dari suaminya. Ia piaraan Burdick".
“Lalu siapa itu Helen Warren dari Cleveland?"
Pennell lebih terheran lagi, “Banyak juga yang telah anda ketahui! Ya, dia juga. Dan karena Burdick- lah wanita itu bercerai dari suaminya”.
Lalu Pennell menambahkan nama wanita ketiga, Marian Hutchinson yang biasa membantu Burdick pada perusahaan sampul. Tapi di mana alamat ketiga wanita itu, Pennell tidak tahu. Tetapi ia yakin, mereka pasti masih di Buffalo.
“Mereka akan saya temukan”, Cusack menggumam, untuk kemudian berpamitan dari Pennell sambil mengucapkan terima kasih.
Memang, hari berikutnya polisi telah menemukan alamat wanita-wanita itu — setidak-tidaknya dua di antara mereka, ialah Mrs. Helen Warren dan Mrs. Gertrude Paine.
Melihat Mrs. Warren para detektif terpesona. Selera Burdick sungguh tidak murahan sejauh menyangkut segi fisik wanita pilihannya. Mrs. Helen yang berambut keemasan dan bertubuh mungil itu, memang memiliki kecantikan yang luar biasa. Demikian pula Mrs. Gertrude Paine, yang tinggal dalam sebuah apartemen, tak jauh dari hotel tempat Mrs. Warren menginap.
Tetapi kedua-duanya menyangkal keras sangkaan polisi terhadap diri mereka. Cusack dan Sullivan dicaci maki habis-habisan oleh kedua wanita itu. Mereka menyangkal pernah menjadi kekasih Burdick. Tetapi yang lebih penting lagi, baik Mrs. Helen maupun Mrs. Gertrude dapat memberikan alibi yang tak tergoyahkan. Sejumlah saksi menguatkan pernyataan mereka, bahwa pada saat pembunuhan Burdick, mereka berada di tempat yang letaknya beberapa kilometer dari Buffalo menghadiri sebuah party.
Masih ada satu harapan, barang kali wanita yang bernama Marian Hutchinson dapat memberi penjelasan tentang pembunuhan Burdick. Kebetulan hari itu juga — Sabtu, sehari setelah terjadinya pembununuhan — datang seorang bernama Henry Jeddo di kantcr polisi. Pekerjaannya menyewakan kereta yang ditarik kuda itu. Ia mengatakan bahwa pada hari Jumat malam, keretanya ditumpangi seorang wanita yang pernah bekerja pada Buffalo Envelope Company dan ciri-cirinya cocok dengan gambaran yang diberikan oleh Arthur Reed Pennell kepada polisi. Ia menyatakan kesediaannya membantu polisi mencarinya.
Sementara itu lebih banyak informasi-informasi yang masuk di markas polisi. Lebih-lebih setelah pada hari Sabtu acara-acar memuat berbagai skandal yang pernah terjadi dj Elmwood Dancing Club dan pada hari Minggu para pendeta di gereja mengucapkan khotbah yang berapi-api tentang kebejatan moral kaum lelaki di kota Buffalo.
Akibatnya, pada hari Senin kantor Cusack kebanjiran laporan yang berisi aneka macam cerita tentang penyelewengan suami A atau istri B. Sampai Cusack mengeluh karena kantornya menjadi seperti kantor penasehat perkawinan saja. Namun sebagian besar cerita-cerita itu banyak sedikit ada hubungannya dengan tingkah laku almarhum Burdick.
Dalam pada itu Mrs. Burdick telah kembali dari Atlantic City. Wanita yang baru saja menjadi janda itu, perawakannya ramping, bahkan agak kurus. Sepasang mata berwarna hitam bersinar dari wajahnya yang cantik. Mrs. Burdick mengenakan pakaian hitam tanda berkabung. Ia menerima Cusack dan Sullivan dengan sikap serius dan muka sedih yang membuat kedua petugas itu merasa terharu.
“Saya dengan senang hati ingin membantu Anda. Tetapi lebih baik lain kali, jika hati saya sudah agak reda. Hubungi saja Mr. Pennell. Keterangan-keterangan yang dapat saya berikan kepada Anda, dia pun dapat memberikannya. Dan ia pasti bersedia memberi segala bantuan”.
Sementara itu, pada hari Senin itu juga, pemilik kereta berkuda, Henry Jeddo bersama dengan seorang anak buah Cusack mencari Marian Hutchinson di pinggiran kota Buffalo. Dan' berhasil.
Seperti halnya dengan Mrs, Helen dan Gertrude, Marian Hutchinson pun seorang wanita cantik. Rambutnya merah, tubuhya padat, berisi, kepribadiannya memancarkan kewanitaan buas yang penuh gairah.
Kata-kata pertama yang diucap oleh wanita itu di hadapan Cusack adalah dampratan ganas karena merasa terhina ditahan seperti seorang penjahat. Tetapi polisi berhasil meredakannya. Dan Marian Hutchinson memberikan keterangan dengan jujur.
Memang ia pernah bekerja pada Buffalo Envelope Company, katanya. Tetapi kemudian ia keluar setelah berhasil mengumpulkan sejumlah modal. Dengan uang yang ia kumpulkan dengan susah payah itu, ia bermaksud menempuh karir sebagai penjanji.
Kadang ia memang berhubungan dengan Burdick sewaktu bekerja di perusahaannya. Tetapi hubungan itu sama sekali tak mempunyai corak romantis. Pertemuan-pertemuannya dengan Burdick selalu berlangsung di tempat terbuka, dihadapan umum.
Desas-desus seolah-olah ia pernah menerima bantuan finansial dari Burdick adalah omong kosong. Ia memiliki cukup harta dan tak memerlukan bantuan dari siapa pun juga.
Memang, pada hari Jumat malam ia menumpang kereta Henry Jeddo, “Adakah undang-undang yang melarang seseorang naik kereta ke Ashland Avenue?”, ia bertanya dengan nada mengejek. “Ketika itu saya dan rekan-rekan saya menjanji di rumah seorang teman. Jam satu malam saya telah sampai di rumah. Saya bisa mengajukan sekarang suami-istri sebagai saksi mata. Toh bukan salah saya jika latihan nyanyi itu berlangsung di sebuah rumah yang letaknya tak jauh dari rumah Burdick.
Lalu wanita itu menyebutkan sejumlah nama orang-orang yang dapat diminta kesaksiannya tentang apa yang ia katakan kepada polisi. Menjelang sore jelaslah sudah bahwa alibi yang diajukan oleh Marian Hutchinson tak bisa diganggu gugat.
Selasa berlalu tanpa dipanen keterangan-keterangan baru yang berharga. Tapi Rabu sore jalannya pengusutan mengalami perkembangan baru berkat informasi dari Charles Parks kompanyon Burdick yang telah disebutkan di atas.
Ia menelepon polisi. Katanya: “Anda masih ingat itu orang bersama Boland yang beberapa kali mengunjungi Burdick di kantonya? Nah, kini saya tahu siapa dia sebenarnya. Sore ini di kantor datang beberapa cek dari bank, yaitu cek Burdick dari bulan Februari. Sekalipun tak berhak, saya memberanikan diri untuk memeriksanya. Salah satu cek itu, dikeluarkan tiga minggu yang lalu dan dialamatkan kepada Agen Detektif Boland, dengan catatan, untuk pembayaran penuh jasa-jasa yang telah diberikan. Cek itu dikirimkan ke New York City Bank".
Informasi ini menimbulkan teka-teki di benak komandan Cusack. Menurut keterangan-keterangan yang diperoleh sampai kini. Burdick tampaknya lebih cocok menjadi sasaran penyelidikan seorang detektif. Tetapi menurut informasi dari Charles Parks, Burdick malahan menyewa detektif untuk menyelidiki sesuatu. Apa sebenarnya yang terjadi?
Segera Cusack kirim kawat ke Broadway 220, alamat Boland Detective Agency, untuk minta keterangan tentang jasa yang diminta almarhum Burdick. Jawaban dengan telegram datang hari berikutnya. Bunyinya: Burdick minta penyelidikan alasan-alasan untuk perceraian, harap kirim orang ke New York untuk peroleh detail-detail.
Kamis malam detektif Sullivan telah sampai di New York dan hari berikutnya langsung menemui James Boland. Sullivan merasa seperti seorang petinju yang mendapat pukulan knock out ketika mendengar keterangan dari detektif swasta itu. Keterangan itu menghancurkan semua teori yang ia susun dengan Cusack sampai saat itu.
Lebih dari tiga bulan yang lalu demikian Boland. “Burdick datang di kantor saya membawa seberkas surat-surat yang ia temukan di rumahnya. Surat-surat itu tertuju kepada istrinya dan berasal dari seorang ahli hukum di Buffalo bernama Arthur Reed Pennell. Dari surat-surat itu jelas bahwa sejak beberapa waktu Pennel dan Mrs. Burdick menjaiin hubungan cinta gelap. Burdick minta kepada saya untuk mencari bukti-bukti yang kokoh tentang hal itu agar ia dapat menceraikan istrinya'’.
Boland berhasil mengumpulkan data-data tanpa banyak kesukaran. Alice Hull Burdick memang kekasih Pennell. Pernah Boland menguntit Pennell dan Alice sampai ke sarang percintaan mereka di Buffalo. Kira-kira akhir Desember 1902, dua bulan sebelum terbunuh, Burdick secara terang-terangan menuduh istrinya berzina. Inilah sebabnya maka Mrs. Burdick lalu pergi ke Atlantik City.
Burdick minta agar Boland meneruskan menguntit istrinya. Hasilnya sama. Beberapa kali Boland membayangi perjalanan Mrs. Burdick ke New York, di mana wanita Itu berkencan dengan Pennell di beberapa hotel.
Pada suatu malam Boland berdiri di dekat Pennell yang sedang pesan minuman di sebuah bar. Dalam keadaan mabuk, Pennell berkata kepada pelayan bar, “Ada seorang musuh yang hendak kubunuh di Buffalo; biar aku kemudian digantung”.
Hal ini diberitahukan oleh Boland kepada Burdick, yang sejak itu senantiasa membawa senjata.
Beberapa minggu yang lalu, Burdick kirim cek kepada Boland, dengan sepucuk surat yang menyatakan bahwa ia (Burdick) sudah siap untuk menyerahkan seluruh persoalan kepada pengacaranya. Istri saya dan Pennell sudah mengetahui maksud saya”, Burdick mengakhiri suratnya.
Informasi ini membuat persoalan menjadi jelas. Rupanya Pennell sebagai seorang pengacara terhormat di Buffalo, takut namanya menjadi tercemar di mata umum jika Burdick melaksanakan niatnya. Inilah yang mendorong Pennell untuk mendatangi Burdick, entah dengan maksud agar Burdick mengurungkan proses perceraian dengan istrinya, entah untuk membunuhnya. Bagaimana pun berakhir dengan terbunuhnya Burdick.
Untuk mengelabui polisi, Pennell rupanya lalu meletakkan botol minuman keras, dua gelas dan keju Camembert tanpa mengetahui bahwa Burdick sama sekali tak suka makan keju jenis itu.
Untuk lebih menyesatkan penyelidikan polisi, kemudian Pennell masih menyebutkan nama-nama tiga orang wanita sambil memberi kesan kepada polisj bahwa wanita-wanita itu mempunyai hubungan gelap dengan Burdick.
Sullivan segera mengawatkan informasi baru ini kepada komandannya, Cusack. Sementara itu yang terakhir ini telah menyelidiki Pennell dan menanyakan alibi. Ternyata alibi yang dikemukakan pengacara itu amat lemah. Satu-satunya saksi yang menyatakan bahwa Pennell pada saat kejadian berada di tempat lain, nanyalah istrinya sendiri yang tampak gugup.
Cusack sebenarnya bermaksud seketika itu juga menahan Pennell. Tapi ia dicegah oleh atasannya yang belum begitu yakin akan keterlibatan pengacara terhormat itu dalam pem- bunuhan Burdick.
Atasan yang masih ragu-ragu itu, berjanji akan menjatuhkan keputusannya pada hari Senin 9 Maret. Dan keputusan itu berbunyi: Setuju Pennell ditahan.
Cusack dan Sullilvan buru-buru pergi ke kantor sang pengacara. Ternyata ia tidak ada. Di rumahnya juga tak ditemukan.
Ternyata satu jam sebelum Cusack dan Sullivan datang, Arthur Reed Pennell dan istrinya pergi naik mobil mereka yang baru. Menurut saksi-saksi mata, ketika sampai di sebuah tempat dengan jurang di sisi jalan, mobil Pennell menyerong ke kanan denga tajamanya dan mencebur ke dalam jurang Gehres Quarry. Suami-istri Pennell mati seketika.
Bahwa kejadian ini adalah peristiwa bunuh diri, tampaknya tak dapat diragukan. Pengacara terhormat itu rupanya merasa tak kuat menanggung aib jika percintaannya dengan Mrs. Burdick sampai tersingkap lewat pengadilan.
Beberapa orang saksi, di bawah sumpah menyatakan bahwa sehari sebelum terjadjnya “keceakaan”, mereka melihat Pennell berjalan kaki, menyelidiki tempat “kecelakaan" itu dengan teliti. Dan dalam saku Pennell ditemukan guntingan halaman dari majalah-majalah —semuanya memuat sajak-sajak tentang bunuh diri.
Sebuah kalimat dari salah satu di antara sajak-sajak itu dicoret tebal bawahnya. Kalimat itu berbunyi: Tertegun sering aku, melihat lelaki kuat dan wanita-wanita lembut hati dengan hati tabah tanpa ketakutan menyongsong Maut Agung.
(Charles Boswell & Lewis Thomson)
Baca Juga: Kaleng 'Hamil'
" ["url"]=> string(93) "https://plus.intisari.grid.id/read/553835263/informasi-melimpah-yang-membuat-polisi-kewalahan" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1691169982000) } } [2]=> object(stdClass)#81 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3834056" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#82 (9) { ["thumb_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/07/28/104-menggulung-komplotan-heroin-20230728053734.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#83 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(5) "Ade S" ["photo"]=> string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png" ["id"]=> int(8011) ["email"]=> string(22) "ade.intisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(125) "Sepasang kekasih dari Amerika ditangkap karena menjual obat bius heroin. Polisi sampai harus menyamar sebagai pedagang gelap." ["section"]=> object(stdClass)#84 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/07/28/104-menggulung-komplotan-heroin-20230728053734.jpg" ["title"]=> string(57) "Menggulung Komplotan Heroin dari New York sampai Istanbul" ["published_date"]=> string(19) "2023-07-28 17:37:43" ["content"]=> string(24168) "
Intisari Plus - Sepasang kekasih dari Amerika ditangkap karena menjual obat bius heroin. Polisi sampai harus menyamar sebagai pedagang gelap dan harus mengimpor heroin sendiri.
----------
Kisahnya bermula di Los Angeles. Tanggal 11 Januari 1965 seorang warga negara Amerika bernama Louis Berteloni dan pacarnya Sheila Ann Greenlee, ditangkap karena kedapatan menjual obat bius jenis heroin.
Pemeriksaan oleh polisi membuktikan bahwa Sheila Greenlee selama bulan-bulan terakhir seringkali mondar-mandir ke Detroit. Gadis itu memang lama tinggal di kota terakhir ini. Ia anak perempuan seorang imigran Arab. Umur 18 tahun Sheila pindah ke Los Angeles. Sementara itu orang tuanya sudah meninggal dan Sheila sudah tidak punya sanak saudara lagi di Detroit.
Lalu siapa yang dikunjungi gadis itu dalam perjalanan berkali-kali ke kota tersebut? Mungkin agen-agen kecil obat bius? Polisi Bagian Narkotika bertekad membekuk mata rantai mata rantai berikutnya dalam deretan pedagang-pedagang obat bius. Untuk itu mereka minta bantuan seorang spesialis obat bius, Buck Burhan.
Detektif ini berdarah Timur, lancar berbahasa Turki dan Arab disamping fasih pula bahasa Perancis dan Spanyol. Maka ia dianggap orang yang paling tepat untuk pekerjaan pengusutan yang mungkin memerlukan pergaulan erat dengan berbagai pendatang asing.
Bagi “B.B.” — demikian Buck Burhan biasa disebut oleh rekan-rekannya — bukan tugas sederhana menemukan relasi Sheila di antara 2 juta penduduk Detroit. Sementara itu polisi berhasil menemukan sedikit madat (opium) pada salah satu kenalan Louis Berteloni yang bernama Chris Forbes. Madat dikirim ke laboratorium untuk diteliti bagaimana perbandingan bahan-bahan yang disebut alkaloide di dalamnya — yaitu codein, morfin, narkotin dan thebain. Dari susunan alkaloide itu bisa ditarik kesimpulan dari mana asal madat, dari Asia ataukah Amerika.
Mengenai madat yang ditemukan pada Chris Forbes, jelas bahwa itu berasal dari Timur Dekat. Mungkin sekali obat bius itu masuk Amerika lewat orang-orang Arab, kenalan dan sahabat Sheila Greenlee di Detroit.
Di ibukota industri mobil di dunia itu terdapat 470.000 buruh, di antaranya 13.000 orang adalah imigran-imigran dari Timur Dekat yang masuk Amerika Serikat sesudah perang dunia. Hampir semua imigran-imigran ini tinggal di bagian kota yang disebut perkampungan Armenia. Buck Burhan menyewa sebuah kamar di daerah itu. Dengan menjelajahi restoran-restoran sekitar, segera ia memperoleh gambaran tentang orang-orang yang perlu ia amati.
B.B. berusaha mendapat kepercayaan mereka dengan berlagak sebagai pedagang gelap penadah barang-barang curian, dengan sikapnya yang ramah dan pemurah, serta dengan kepandaiannya berbahasa Arab dan Turki.
Setelah beberapa waktu, Burhan melihat bahwa kenalan-kenalan yang menurut dugaannya adalah pecandu-pecandu obat bius, kerap kali keluar masuk sebuah toko kecil milik seorang Arab bernama Hussein Haider. Pada suatu hari salah seorang kenalan itu membuang secuil kertas, rupanya bekas pembungkus. Secara diam-diam Burhan memungut kertas itu. Ternyata ada sisa-sisa heroin.
Melalui salah seorang kenalannya, seorang pecandu obat bius yang sering ditolongnya (kenalan ini, seperti umumnya para pecandu obat bius, selalu kekurangan uang). Burhan berhasil berkenalan dengan Hussein Haider dan beli heroin darinya.
“Saya perlu heroin, bukan untuk saya sendiri, tapi untuk pacar saya di Chicago”, kata B.B. yang di perkampungan Armenia itu sudah dikenal sebagai orang yang punya banyak sahabat di kalangan dunia bawah tanah Chicago. “Pacar saya lebih mudah saya dekati bila saya membawa “stuff” itu”, Burhan menambahkan. Selanjutnya B.B. menyatakan ingin mencoba-coba menjadi pengedar. Hussein Haider hati-hati, karena ia tahu benar risiko-risiko usahanya. Tapi tawaran B.B. terlalu menarik untuk ditolaknya.
Burhan bayar tunai, lalu pergi ke Chicago. Beberapa hari kemudian ia kembali lagi di toko Hussein. “Tak mengira, akan laku demikian cepat”, katanya antusias. “Dapatkah saya beli lebih banyak?”
Demikianlah jual beli antara Burhan dan Hussein berlangsung selama beberapa waktu, hingga menjengkelkan kasir Kepolisian Bagian Narkotika yang harus mengeluarkan uang begitu banyak. “Buset, kenapa kita mesti menghidupi gengster-gengster itu!”, ia mengumpat.
Tapi B.B. yakin bahwa ini satu-satunya jalan untuk berhasil ia tahu betul sikap hati-hati dan penuh kecurigaan para pedagang obat bius. Syarat mutlak untuk dapat masuk lebih dalam di lingkungan mereka ialah menanamkan keyakinan, bahwa ia adalah seorang “langganan yang baik”.
Burhan berlagak “makin laris”. Dan pada suatu saat minta kepada Hussein heroin dalam jumlah yang pasti tidak akan dapat dipenuhi oleh pedagang gelap itu. Hussein minta waktu untuk membicarakan soalnya dengan seorang relasinya. Mulai saat itu gerak-gerik Hussein selalu diawasi oleh polisi. Telepon dan korespondensinya dibayangi terus menerus.
Hari berikutnya pedagang obat bius itu pergi ke Washington, di stasiun telepon seseorang, lalu naik taksi. Ia masuk sebuah restoran yang bernama “Hubbard House”. Tak lama kemudian masuk orang lain juga orang Timur. Berdua mereka omong-omong kesemuanya itu diamati oleh polisi dengan teropong dari sebuah gedung di seberang jalan.
Kenalan Hussein Haider kemudian memberikan sebuah amplop kepada pedagang obat bius dari Detroit ini. Lalu pergi. Ia terus dibuntuti. Ternyata orang ini tidak bertempat tinggal di Washington. Ia terbang kembali ke New York. Menurut daftar penumpang kapal terbang, ia bernama Hassib Hamel.
Penguntitan selanjutnya memberikan hasil berikut, Hassib Hamel tinggal di Brooklyn. Ia mempunyai sebuah toko yang menjual barang-barang keperluan pelaut dan kapal-kapal kecil. Letak toko itu tak jauh dari tempat perbaikan kapal-kapal. Pandai juga orang ini menyamar, pikir Burhan setelah mendapat laporan ini dari rekan-rekannya di New York. Pengawasan terhadap Hassib Hamel makin diperketat.
Buck Burhan kini terbang kembali ke Detroit untuk menemui Hussein Haider.
“Permintaanmu sudah saya bicarakan dengan teman saya”, Hussein melapor. “Karena kau secara teratur memerlukan heroin dalam jumlah banyak, risiko transportasi bagi kami terlalu berbahaya. Baru saja salah seorang anggota kami tertangkap ketika memasukkan heroin. Itu bukan saja kerugian finansial. Yang lebih kami takutkan ialah bila ia sampai membocorkan rahasia”.
Orang yang tertangkap yang dimaksudkan oleh Hussein Haider adalah Martin Forbes. Burhan tahu Martin Forbes ini dan ia merasa lega mendengar dari Hussein, bahwa Martin termasuk komplotannya.
Karena takut akan risikonya, maka akhirnya Hussein Haider menyarankan kepada Burhan agar mengimpor sendiri heroin. Mendengar tawaran ini, Burhan pura-pura kecewa dan ragu-ragu. Sebab kecuali banyak risiko, mengimpor sendiri juga berarti harus mengeluarkan biaya-biaya ekstra, katanya. “Jika saya mesti mengimpornya sendiri, tentu saja saya tidak dapat membeli dengan harga yang kita sepakati sejauh ini”.
“Tentu saja”, jawab Hussein. “Tapi kami juga ingin mendapat keuntungan pula sekedarnya. Dan yang lebih penting lagi kami menginginkan jangan sampai hubungan perdagangan kita terputus”.
Kini tak boleh terjadi salah langkah, pikir Burhan. Seluruh hasil susah payahnya tergantung dari tindakannya saat ini.
“Bukan maksud saya untuk memotong perdaganganmu. Kalau kau setuju, saya bersedia memberikan semacam uang jaminan”, Burhan menjawab.
Sambil mengangkat tangannya, Hussein berkata: “Oh, untuk sementara ini tidak perlu, apabila segala sesuatu berjalan dengan baik. Saya terpaksa membicarakan soal ini hanya karena saya memang diinstruksikan berbuat demikian”.
Hussein Haider merogoh sakunya, lalu mengeluarkan sebuah amplop. Isinya ia keluarkan selembar sobekan kertas berwarna hijau yang ditandai dengan garis-garis dengan cara khas. “Lihat, kertas ini dengan sengaja disobek menurut garis yang tidak teratur. Sobekannya yang cocok dengan sobekan ini, berada di tangan seorang penghubung kami di Izmir. Kau dapat menemuinya di hotel Ephesus, di bangsal penerimaan tamu, menjelang jam 10 pagi. Isyarat-isyarat pengenalnya: orang itu akan duduk pada sebuah meja. Di atas meja itu terletak sebuah amplop besar berwarna coklat dan sebuah buku merah. Tunjukkan kepadanya sobekan kertas ini. Selanjutnya kau dapat memulai perundingan.
Sudah sehari sebelum tanggal yang ditentukan (sayang, sumber tulisan ini tidak menyebutkan secara tepat tanggal itu — redaksi). Buck Burhan sudah tiba di hotel Ephesus di Izmir. Hari pertama di hotel yang mewah ini, dilewatkan Burhan di kolam renang untuk mengasokan badannya yang letih karena penerbangan. Hari berikutnya, tepat jam 10 pagi itu memasuki bangsal penerimaan tamu. Orang yang dimaksudkan oleh Hussein Haider, telah menunggunya, duduk di sebuah sudut, di atas meja di hadapannya terletak amplop coklat dan sebuah buku merah.
Burhan menghampirinya, pura-pura cari tempat, duduk. Dikeluarkannya amplop pemberian Hussein dari sakunya. Lalu ia letakkan di atas meja, demikian rupa hingga sobekan kertas hijau sedikit menonjol keluar dari amplop.
Orang itu segera menanggapi isyarat Burhan. Ia mengeluarkan sobekan kertas hijau dari buku merahnya dan menyodorkan kertas itu kepada Burhan. “Ini persis cocok dengan sobekan itu”, katanya dalam bahasa Perancis, “Silahkan mengontrolnya”.
Burhan mencocokkan sobekan kertasnya dengan sobekan yang diberikan orang itu. Memang ternyata persis cocok. “Masih capai?”, orang itu melanjutkan. “Anda tiba di sini kemarin, bukan?”
Jadi saya sudah diamati sejak kemarin, pikir Burhan mendengar pertanyaan itu. Untung sejak kedatangannya, ia belum pernah berusaha menghubungi pihak kepolisian. Memang para pedagang obat bius amat hati-hati sekali dan dalam segala tingkah laku mereka tak pernah melupakan tindakan-tindakan pengamanan.
“Apa dan berapa banyak yang anda perlukan?”
“Yang paling kami perlukan di Amerika Serikat adalah heroin. Berapa saja banyaknya, saya mau”, jawab Burhan sambil memegang tasnya, seolah-olah ia sudah siap membayar tunai pada saat itu juga.
“Sayang, saya tak punya heroin. Hanya ada opium. Tapi di Istanbul kami punya sebuah laboratorium untuk mengolah heroin dari opium. Saya kira, lebih baik Anda langsung ke sana saja”.
“Harus bepergian lagi”, Burhan pura-pura mengeluh dengah nada jengkel. Dalam hati tentu ia gembira sekali dapat menerobos lagi lebih jauh ke dalam jaringan komplotan ini.
Barangkali pertemuan antara Burhan dan “petugas penghubung” di hotel Ephesus di Izmir itu, oleh pihak gangster hanya dimaksud sebagai tindakan pengamanan. Yaitu untuk sekali lagi menguji, apakah Burhan bukan orang yang membahayakan.
Tapi, walaupun sudah sangat hati-hati, ada satu hal yang tidak diketahui oleh komplotan internasional obat bius ini. Yaitu, bahwa seorang rekan detektif dari Bagian Narkotika diam-diam mendampingi Burhan. Rekan itu sudah tiba di Izmir beberapa hari sebelum Burhan sendiri datang di kota ini dan sudah menghubungi polisi Turki. Secara diam-diam rekan itu telah pula berhasil memotret orang yang bercakap-cakap dengan Burhan di bangsal penerimaan tamu di hotel Ephesus. Orang misterius itu bernama Munib el Gurayeb, seorang warga negara Libanon yang tinggal di kota Beirut.
Di hotel Ephesus Gurayeb memberikan instruksi berikut kepada Burhan. Hari berikutnya Burhan harus terbang ke Istanbul, mengunjungi sebuah cafe kecil di jalan Sahaflar dan di situ bestel nescafe (minuman dari sari kopi). Di situ seseorang akan menemuinya. Sebagai isyarat Gurayeb memberikan kartu hotel Ephesus yang kata-katanya ada dua patah yang ia coret.
Keesokan harinya detektif itu terbang ke Istanbul. Ia menginap di hotel Divan. Cafe termaksud tanpa banyak kesukaran ia temukan. Untuk masuk ke dalam cafe tersebut Burhan harus menaiki sebuah tangga sempit. Sesuai dengan perjanjian, ia pesan nescafe. Tak lama kemudian seorang Iaki-laki umur 50-an menghampiri.
“Tuan mempunyai tanda pengenal?”, orang itu langsung bertanya, Burhan mengeluarkan kartu hotel yang telah disetujui sebagai isyarat.
“Beres”, kata orang itu setelah mengamati kartu tersebut. “Mari ikuti saya”.
Berdua mereka keluar cafe, masuk gang-gang yang berliku-liku dan penuh pedagang yang menjajakan jualannya. Burhan berpikir, jangan-jangan rekan-rekannya polisi Turki bagian narkotik tidak dapat mengikutinya. Apalagi karena penuntunnya tiap kali menerobos pintu-pintu sempit untuk menempuh jalan terdekat ke deretan-deretan tempat berjualan lainnya.
Spontan tangan kanan Burhan merogoh saku kanannya untuk meraba pemancar mini yang selalu menemaninya. Dalam keadaan darurat ia dapat memanfaatkan alat itu, dengan menekan tombol kontak yang tersembunyi di dalam sakunya sebelah kiri. Alat itu dapat menyampaikan isyarat-isyarat yang tak dapat terdengar kepada rekan-rekannya hingga mereka dapat mengetahui di mana Burhan berada pada saat itu.
Sekali lagi Burhan dan penuntunnya sampai pada sebuah pintu. Mereka harus menuruni tangga, melewati sebuah gang untuk kemudian menaiki lagi beberapa anak tangga. Sampailah mereka di pinggir sebuah mobil. “Silahkan masuk” kata penuntunnya sambil membukakan pintu.
Saat yang baik ini digunakan pemancarnya. Mudah-mudahan rekan-rekannya dapat mengetahui posisinya dan mengikutinya.
Dengan kecepatan yang tinggi sekali, mobil mengebut lewat jalan-jalan simpang menuju ke jembatan Attaturk. Setelah melewat beberapa jalan kecil, mobil berhenti didepan bangunan yang mirip sebuah gudang.
“Kita mesti ganti mobil. Yang ini agaknya kurang beres”, kata penuntunnya, Burhan tahu bahwa kata-kata ini tidak benar. Ia menduga bahwa pergantian mobil hanya dimaksud oleh komplotan sebagai tindakan pengamanan.
Dan ternyata, bahwa dengan mobil baru ini, penuntunnya membawa Burhan kembali ke Bosporus. Kendaraan meluncur dengan cepatnya. Mereka kini harus melintasi lagi jembatan Galata. Lalu lintas amat ramai hingga jalan macet. Setapak demi setapak mobil maju. Tiba-tiba Burhan melihat rekan-rekannya polisi Turki. Tentu saja Burhan tak mau memperhatikan mereka. Ia pura-pura memandang kejurusan sebuah truk yang maju selangkah lagi setelah lama macet.
Burhan kini merasa lega karena ia tahu pasti bahwa rekan polisi Turki tak kehilangan jejaknya, dan terus mengikutinya.
Mobil yang ditumpangi Burhan kini belok kanan, menuju “Pintu Gerbang Indah”. Setelah melewati gapura ini, Burhan dan penuntunnya sampai di jalan yang menuju ke Laut Marmora. Pengemudi mempercepat jalannya mobil.
Sepanjang jalan, tiap-tiap kali terlihat papan penunjuk jalan dengan kata Edenir. Bukankah ini kota kecil di perbatasan Bulgaria, Burhan berpikir.
Tapi pada suatu ketika, yaitu di belakang sebuah perkemahan militer, mobil ternyata belok kiri dan mengambil jalan simpang.
Tak lama kemudian laut kelihatan. Jalan makin lama makin jelek. Akhirnya di tengah padang sepi, mobil masuk jalan kecil yang langsung menuju pantai.
Mereka menunjuk ke sebuah vila yang letaknya terpencil dan dikelilingi oleh tembok tinggi. Sejauh mata memandang tak kelihatan perumahan. Sekeliling yang tampak hanya padang tandus. Dekat bangunan vila tampak sebuah menara — rupanya tempat penyimpanan air.
Mobil masuk pintu gerbang. Pada saat itu Burhan melihat bahwa di atas menara air ada orang berdiri dengan sebuah teropong. Rupanya menara air itu juga berfungsi sebagai tempat pengamat, untuk mengawasi keadaan sekeliling. Burhan teringat pada rekan-rekannya. Bagaimana mungkin mereka bisa mendekat tanpa diketahui penjaga menara. Padahal menurut rencana mereka akan menggerebeg pusat organisasi gelap ini.
Begitu mobil masuk halaman vila, pintu gerbang ditutup. Burhan merasa seperti seekor tikus yang masuk perangkap.
Detektif itu dibawa ke sebuah kamar besar yang mirip sebuah kantor. Sepanjang dinding tampak almari-almari dengan laci-laci dan rak-rak penuh ordner. Rupanya organisasi penjual obat bius ini bekerja rapi seperti suatu perusahaan dagang.
Di belakang sebuah media tulis duduk seorang laki-laki pendek tegap, kira-kira umur 50 tahun. Begitu melihat Burhan datang, orang itu segera berdiri dan melangkah maju untuk menyambutnya. “Amir”, orang itu memperkenalkan diri, sambil mempersilahkan Burhan mengambil tempat di kursi di depan meja tulisnya.
Lama lelaki itu memandangi Burhan, seolah-olah ingin menjajaginya dalam-dalam sebelum memulai pembicaraan bisnis. Burhan pun diam. Inilah otak komplotan perdagangan obat bius yang selama berbulan-bulan dicari.
“Saya menerima laporan, bahwa tuan bermaksud beli heroin dalam jumlah banyak. Tuan dapat beli 50 kilo, tentu saja harus bayar tunai. Harganya......”.
Kalimat ini belum terselesaikan, tiba-tiba telepon di mejanya berdering. Amir mengangkat gagang telepon dan mendadak mukanya menjadi tegang. Lalu pemimpin komplotan itu menjulurkan tangannya hendak menarik laci kanan media tulisnya. Cepat-cepat Burhan meloncat sambil menarik pestolnya. “jangan bergerak”, detektif itu berteriak sambil menodongkan moncong pistolnya.
Burhan mengambil tindakan ini karena secara insting ia menduga apa yang terjadi: Penjaga menara melihat polisi datang dan langsung menelepon Amir tentang bahaya yang mengancamnya.
Ada kemungkinan kini akan masuk seorang atau beberapa anggota komplotan untuk menyelamatkan pemimpin mereka. Burhan bersiap-siap menghadapi bahaya ini dengan mengambil posisi yang paling menguntungkan baginya, yaitu di belakang Amir dengan punggung membelakangi tembok. Dalam posisi ini ia dapat pula mengawasi pintu kamar dan melihat siapa yang masuk.
Dalam keadaan gawat ini, Burhan menekan tombol khusus pemancar hingga alat ini terus menerus memberikan isyarat. Ini berarti, bahwa rekan-rekanya harus secepat mungkin datang dan bahwa Burhan terancam bahaya maut.
Anak buah Amir membunyikan tanda bahaya. Sirene meraung-raung. Kemudian terdengar tembak-menembak. Tapi tak seorang pun datang untuk memberi pertolongan kepada Amir. Apakah anak buahnya mengira bahwa pemimpin mereka sudah lolos?
Tembak-menembak di luar makin gencar. Burhan tegang menunggu. Dalam keadaan ini detektif itu hanya bisa bertekad untuk menjual nyawanya semahal mungkin.
Terdengar langkah-langkah kaki mendekat. Burhan siap menembakkan pistolnya. Pintu dibuka dengari kasar. Dan Burhan mendengar namanya dipanggil: “Burhan, di mana kau? Ternyata suara rekannya sendiri.
“Masuk! Semuanya, sudah beres”. Burhan menjawab singkat.
Demikian pemimpin perdagangan gelap obat bius ini berhasil diringkus. Ternyata “Amir” adalah nama samaran. Namanya yang sebenarnya Abdullah Ozyrek. Vilanya digeledah dan ditemukan 320 kg opium dan heroin, laboratorium pengolah heroin, di ruang yang terletak di bawah.
Di Turki, perdagangan obat bius dilarang dan sangsinya bisa berupa hukuman mati. Untuk menyelamatkan jiwanya, Ozyrek bersedia buka mulut dan menyingkapkan rahasia-rahasia organisasi gelapnya. Maka seluruh jaringan komplotan gengster di Iran, Prancis, Italia dan beberapa negara lain dapat digulung.
Ozyrek juga mengakui, bahwa beberapa kali sebelum penangkapannya, ia mengirim heroin ke New York untuk Hassib Hamel. Obat bius selundupan ini berhasil disita di tempat dok-dok di Hudson.
Operasi ini oleh Buck Burhan diatur secara cermat. Sehari sebelum kapal muatan tiba, detektif itu sudah sampai ditempat tujuan kapal. Demikian Buck Burhan Berhasil menangkap basah Hassib Hamel — tepat pada waktu ia sedang menerima kiriman heroin dari Abdullah Ozyrek.
(Hanns Walther)
Baca Juga: Suatu Tragedi Keluarga
" ["url"]=> string(102) "https://plus.intisari.grid.id/read/553834056/menggulung-komplotan-heroin-dari-new-york-sampai-istanbul" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1690565863000) } } [3]=> object(stdClass)#85 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3835165" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#86 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/07/28/76-mrs-grace-humiston-mengusut-m-20230728051323.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#87 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(5) "Ade S" ["photo"]=> string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png" ["id"]=> int(8011) ["email"]=> string(22) "ade.intisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(140) "Seorang pengacara mengusut kasus hilangnya Miss Ruth Cruger di New York pada tahun 1917 menggunakan kecerdasan dalam menghadapi kepolisian." ["section"]=> object(stdClass)#88 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(7) "Histori" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(7) "history" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1367) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(23) "Intisari Plus - Histori" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/07/28/76-mrs-grace-humiston-mengusut-m-20230728051323.jpg" ["title"]=> string(57) "Mrs. Grace Humiston Mengusut Miss Ruth Cruger yang Hilang" ["published_date"]=> string(19) "2023-07-28 17:13:49" ["content"]=> string(33472) "
Intisari Plus - Seorang pengacara mengusut kasus hilangnya Miss Ruth Cruger di New York pada tahun 1917. Dengan kecerdasan dan ketangkasannya dalam menghadapi kepolisian, Mrs. Humiston mencari petunjuk-petunjuk untuk menemukan keberadaan korban.
----------
Mrs. Grace Humiston adalah seorang tokoh terkenal dalam dunia peradilan New York sekitar tahun 1917. Wanita berusia 46 tahun ini, sebagai pengacara memiliki bakat, kecerdasan dan keuletan yang jauh, melebihi banyak rekan-rekannya dari “jenis kuat”.
Pada tahun 1916 misalnya, ia berhasil menjernihkan suatu perkara yang dalam kronik kejahatan di New York termasuk paling sulit dipecahkan.
Ketika itu Mrs. Humiston tampil sebagai pembela Charles Stielow. Orang ini, yang dituduh melakukan dua pembunuhan, lima kali dinyatakan bersalah dan lima kali dijatuhi hukuman mati. Tetapi setiap kali Mrs. Humiston dengan energi dan ketangkasannya berhasil merenggutnya dari kamar eksekusi. Kemenangan gemilang dicapai oleh wanita pengacara itu ketika akhirnya ia dapat menemukan pembunuh yang sebenarnya dan dengan demikian berhasil menyelamatkan kliennya.
Sebelum itu Mrs. Humiston pernah pula mencapai prestasi serupa. Dua kali ia membela dua orang tertuduh yang naik banding, membuktikan bahwa mereka tidak bersalah hingga batallah hukuman mati yang telah dijatuhkan oleh pengadilan sebelumnya.
Pada lain kesempatan, Mrs. Humiston sebagai asisten jaksa Henry L. Stimson, berjasa besar dalam pembongkaran sebuah komplotan rahasia yang menggiring buruh-buruh dari utara ke selatan untuk diperah tenaganya dalam suatu kerja paksa di sana. Ketika itu secara incognito Mrs. Humiston menyelinap sendiri ke daerah tersebut dan berhasil memperoleh bukti-bukti yang diperlukan untuk menjatuhkan vonis.
Wanita pengacara itu juga menaruh minat besar terhadap masalah yang sangat urgen di kota New York masa itu, jalah komplotan gelap yang menculik gadis-gadis remaja dan menjerumuskan mereka ke dalam dunia pelacuran yang terorganisasi, khususnya mempekerjakan mereka di rumah-rumah di sekitar kampung-kampung militer. Mrs. Humiston kemudian membentuk the Morality League of America, yang akan menjadi salah satu kekuatan utama dalam penggulungan komplotan-komplotan semacam.
Dalam semua perjuangannya itu, Mrs. Humiston senantiasa bertindak sesuai dengan keyakinannya sambil berpegang teguh pada fakta-fakta tanpa mau bergeser sedikitpun walau mesti menghadapi pendapat dan kekuatan-kekuatan yang berlawanan.
Segi-segi dari kepribadiannya itulah yang pada suatu ketika membuatnya bertabrakan secara diametral dengan kepolisian New York City. Akibatnya cukup menggemparkan.
Pokok persoalan ialah hilangnya seorang gadis umur 17 tahun, Ruth Cruger, putri kedua Mr. Henry Cruger, seorang akuntan di New York. Terjadinya peristiwa itu sebagai berikut.
Pada suatu hari Mr. Cruger pergi ke Boston untuk sesuatu urusan kantor, dengan mengajak serta istrinya. Kedua putrinya, Ruth dan kakaknya, Helen, tinggal di rumah. Baru satu malam suami istri Cruger menginap di Boston, pada tanggal 13 Februari 1917 sekitar jam 10 malam datang telegram dari Helen “Harap pulang segera, Ruth hilang”. Seketika itu juga Mr. Cruger dan nyonya berangkat kembali ke New York, di mana mereka sampai keesokan harinya, pagi-pagi.
Dalam keadaan panik Helen melaporkan kejadian yang menimpa adiknya. Senin tanggal 12 Februari tak terjadi apa-apa, katanya. Selasa pagi, setelah saapan Ruth keluar rumah, dan kembali tengah hari. Pada waktu makan siang bersama kakaknya, Ruth menceritakan apa yang ia lakukan pagi itu.
Katanya ia mampir di bank di 125th Street untuk menguangkan cek sebesar 25 dollar. Setelah itu Ruth pergi ke toko dan bengkel sepeda motor, milik Alfredo Cocchi di 127th Street nomor 542, tak jauh dari rumah keluarga Cruger. Di sana ia menyerahkan sepatu skatingnya (ialah sepatu untuk meluncur di atas es) karena alasnya telah tumpul dan perlu dipertajam. Dari tempat AIfredo Cocchi Ruth pergi berbelanja, lalu pulang dengan uang satu dolar di dalam sakunya.
“Sehabis makan, kami ngobrol-ngobrol sampai jam dua”, Helen meneruskan ceritanya “Lalu Ruth bangkit dan berkata bahwa ia mau keluar sebentar untuk mengambil sepatu skatingnya di bengkel Cocchi. Ketika jam 6 sore Ruth belum juga kembali, saya keluar untuk mencarinya. Tempat yang pertama-tama saya kunjungi ialah toko sepeda motor Mr. Cocchi. Ia mengatakan bahwa siang itu Ruth memang datang untuk mengambil sepatu skatingnya, kira-kira beberapa menit setelah jam dua. Tapi lalu pergi lagi, entah kemana.”
Juga tetangga-tetangga tak ada yang dapat memberikan keterangan tentang Ruth. Akhirnya setelah agak malam, Helen merasa perlu menelegram ayah-ibunya.
Mr. Cruger, segera menghubungi pos polisi terdekat. Ia diterima oleh wakil komandan Alonzo Cooper. Pejabat ini rupanya kurang yakin bahwa persoalannya adalah serius. Namun ia berjanji akan mengusutnya dan untuk itu ia minta keterangan yang lebih mendetail tentang gadis yang hilang itu.
Ruth tingginya kurang lebih 1,55 meter, berat badan sekitar 54 kg, memakai blus putih dan jurk biru, mantelnya biru pula, sedangkan sepatunya berwarna coklat dan topinya hitam model kelasi.
Alonzo Cooper menugaskan detektif John Lagarenne untuk melakukan penyelidikan. Beberapa jam kemudian petugas ini telah kembali untuk menyampaikan laporan.
Bank tempat Ruth menguangkan ceknya, toko sepeda motor Cocchi dan toko-toko lain di sekitarnya, semua memberikan keterangan yang cocok dengan apa yang diceritakan Ruth kepada Helen. Dan benar juga bahwa sekitar jam dua siang, Ruth kembali ke toko Cocchi untuk mengambil sepatu skatingnya, tapi lalu pergi lagi. Ke mana, tidak diketahui dengan pasti.
Seorang fotografer bernama Fratik Leeman, yang studionya memberi pandangan pada toko Cocchi, menerangkan bahwa tanggal 13 Februari sekitar jam 14.30 ia melihat seorang gadis muda berdiri di pinggir jalan, tak jauh dari rumah Cocchi. Gadis itu membawa sebuah bungkusan. Tak lama kemudian datang sebuah taksi. Kendaraan ini berhenti di depan gadis tersebut. Seorang pria turun dari dalam taksi, memberi salam kepada si gadis, lalu berdua mereka masuk kedalam taksi yang segera pergi, entah kemana.
Gambaran yang diberikan oleh Mr. Lee tentang gadis yang dilihatnya, cocok benar dengan Ruth sebagaimana dilukiskan oleh ayahnya di depan polisi.
Selanjutnya Lagarenne berhasil menemukan supir taksi yang bersangkutan. Namanya Harry Rubien. Ia memberikan keterangan sebagai berikut. Penumpang lelaki yang menggunakan taksinya pada jam 14.30 tanggal 13 Februari itu, dijumpainya di 125th Street. Atas instruksinya Rubien membawa penumpangnya ke 127th Street (toko Mr. Cocchi terletak di pinggir jalan ini). Di sini penumpang laki-laki itu menjemput seorang gadis yang telah siap menunggunya di pinggir jalan. Dari 127th Street Rubien diperintahkan menuju ke sebuah stasiun metro (trem bawah tanah). Di situ Rubien berpisah dengan kedua penumpangnya.
Rubien membenarkan bahwa perawakan gadis yang naik taksinya, sesuai dengan lukisan yang diberikan Mr. Cruger. Tapi ia tidak berani memperkuat kesaksiannya dengan sumpah. Sedikit sekali ingatan tentang gadis yang memang tidak begitu ia perhatikan itu.
Atas dasar keterangan-keterangan di atas Cooper dan Lagarenne cenderung pada pendapat bahwa Miss Ruth sengaja Iari dari rumah rupanya dengan seorang pacar.
Mr. Cruger tegas-tegas menolak teori ini karena, ia tahu benar akan watak-watak anaknya yang selalu bersikap terbuka terhadap ayahnya.
Ruth yang baru saja lulus dari Wadleigh High School pada tanggal 1 Februari 1917, tidak mempunyai hubungan romantis, sekalipun mempunyai beberapa teman pria. Di antaranya Richard Butier, seorang mahasiswa Columbia University.
Richard tadinya bermaksud mengunjungi Miss Ruth pada tanggal 13 Februari. Tapi karena pada tanggal itu Mr. Cruger dan nyonya tak akan ada di rumah, maka kunjungan dibatalkan. Sebagai orang tua yang bertanggung jawab, mereka tidak menghendaki anaknya yang telah gadis menerima seorang kawan pria di rumah selagi ayah ibunya tidak ada.
Sore tanggal 14 Februari itu juga Lagarenne dan Cooper menghubungi Butier. Keterangan pemuda ini cocok dengan pernyataan Mr. Cruger. Richard Butler selanjutnya mengatakan, bahwa ia berkenalan dengan Miss Ruth beberapa bulan yang lalu ketika ada pertandingan sepak bola antara Columbia dan New York State University.
Setelah itu ia mendengar dari seorang sahabat, Seymour Many, bahwa Ruth merasa sakit hati karena Butier tidak mau menegurnya sewaktu beberapa kali ia berpapasan dengannya di jalan. Hal ini tidak ia sengaja, kata Butier, karena ia memang tidak melihat Ruth. Untuk memperbaiki hubungan, Richard bermaksud bertamu di rumah Ruth.
Pertemuan direncanakan pada tanggal 13 Februari. Tapi Ruth terpaksa membatalkan perjanjian karena orang tuanya pergi ke Boston. Pembatalan itu dilakukan oleh Ruth melalui Seymour Many. Sebab Ruth merasa malu tidak dapat menepati janji. Dan Richard Butler memperkuat keterangannya kepada polisi dengan menunjukkan secarik kertas berisi pesan dari Seymour Many tentang batalnya kunjungan kerumah Miss Ruth.
Keterangan Seymour Many kepada polisi, persis sama dengan pernyataan Richard Butier. Selebihnya, Seymour menerangkan bahwa ia melihat Ruth paling akhir pada tanggal 2 Februari dalam pesta dansa yang diselenggarakan di Wadleigh High School bagi siswa-siswa yang tamat. Setelah itu hanya satu kali ia berhubungan dengan Ruth, ialah ketika gadis ini melalui telefon minta kepadanya untuk menyampaikan pesan kepada Richard Butler bahwa pertemuan tanggal 13 Februari terpaksa batal.
Perbedaan pendapat antara polisi dan Mr. Cruger tetap tidak berkurang. Yang terakhir ini berkeyakinan bahwa anaknya telah menjadi korban kejahatan seksual dan barangkali lalu dibunuh, sedangkan polisi beranggapan bahwa teori mereka mendapat angin baik dari keterangan Richard Butler dan Seymour Many.
Karena Mr. Cruger merasa tidak mendapatkan pelayanan semestinya dari polisi, maka ia menempuh jalan sendiri. Malam itu juga ia minta jasa The Burns Detective Agency. Hari berikutnya ia menyampaikan protes Komisaris Woods, atasan Alonzo Cooper karena laporannya tentang hilangnya Ruth ditanggapi oleh polisi dengan sikap yang tidak serius. Tapi Komisaris Woods hanya menjawab bahwa ia percaya penuh kepada anak buahnya. Sementara itu ia berjanji akan melakukan segala-galanya yang mungkin untuk dapat menemukan Miss Ruth.
Hari Kamis tanggal 14 Februari para detektif dari Burns Detective Agency telah dapat melaporkan hasil penyelidikan mereka. Kesimpulan yang mereka ambil, tidak berbeda dari pendapat Mr. Cruger. Apalagi setelah laporan yang tidak disengaja dari Mrs. Cocchi.
Wanita ini dalam keadaan marah datang ke markas polisi dan bercerita: “Tadi malam suami saya mengatakan kepada saya, bahwa ia diancam oleh detektif-detektif swasta. Katanya ia akan dipukuli dan tokonya akan hancur jika ia tidak mau menceritakan apa yang terjadi atas Ruth Cruger. Bagaimana aku bisa cerita kalau aku tidak tahu persoalannya, kata suami saya. Dan ia takut akan dibunuh. Pagi ini ia meninggalkan rumah dan tak kembali lagi. Dugaan saya, ia melarikan diri. Sebab tadi pagi ia minta semua uang yang saya miliki 15 dolar.”
Laporan ini mempertajam perbedaan pendapat polisi dan Mr. Cruger. Yang terakhir ini semakin curiga terhadap Mr. Cocchi, “Tak ada bukti-bukti bahwa apa yang ia katakan kepada istrinya, adalah benar. Saya yakin bahwa ia tahu sesuatu tentang hilangnya Ruth dan karena itu merasa takut", kata Cruger kepada polisi.
Sementara itu pihak kepolisian mempersalahkan para detektif swasta yang mereka duga bertindak terlalu kasar dalam menginterview Mr. Cocchi.
Dan kepada Mr. Cruger mereka berkata: “Coba perhatikan toko Mr. Cocchi. Hanya ada dua ruangan. ialah toko itu sendiri yang sama tinggi dengan jalan dan satu ruang di bawahnya. Untuk turun ke ruang bawah tanah itu, seseorang harus keluar lebih dulu dari ruangan toko, lalu menuruni tangga yang terletak di sebelah luar dinding toko dan tempat ini banyak dilalui orang dan terbuka bagi pandangan umum. Dari dalam toko sendiri tak ada tangga ke ruang bawah tanah itu. Bagaimana mungkin Mr. Cocchi bisa melakukan tindakan kekerasan terhadap Ruth tanpa diketahui oleh tetangga-tetangga atau orang yang lewat! Lagipula toko dan ruangan bawah tanah itu telah diselidiki oleh polisi”.
Tapi argumen polisi ini tak dapat meyakinkan Mr. Cruger yang semakin percaya bahwa para petugas negara kurang cermat melakukan penyelidikan.
Dalam minggu-minggu berikutnya keluarga Cruger menjadi lebih cemas lagi akan nasib Ruth. Sementara itu beredar berbagai desas-desus: Ruth kelihatan di New jersey bersama-sama seorang laki-laki asing. Ia disekap sebagai tahanan dalam sebuah apartemen di Broadway. Seseorang melihatnya naik kereta api di sana atau di sini. Dan semua informasi itu ternyata hanya angin belaka.
Polisi menyusun teori baru: dari toko Mr. Cocchi barangkali Ruth langsung menjajal sepatu skatingnya di atas es Van Cortlandt Park dan tenggelam dalam kolam yang lapisan esnya tidak begitu kuat. Seluruh lapisan es dihancurkan, Ruth dicari di bawah air tapi tak ditemukan.
Bulan April perkara Ruth Cruger hilang dari halaman surat kabar dan hampir dilupakan oleh khalayak ramai. Tapi di samping keluarga Cruger, ada satu orang yang tetap masih memikirkan nasib gadis itu. Orang itu jalah Mrs. Felix Adler yang terkenal banyak melakukan pekerjaan cinta kasih.
la mengunjungi keluarga Cruger yang sementara itu telah kehabisan uang untuk mencari anak mereka yang hilang. Mrs. Adler mengusulkan supaya keluarga Cruger minta bantuan Mrs. Grace Humiston dan menyatakan bersedia menanggung biayanya. Mr. Cruger menyetujuinya dengan hati penuh terima kasih.
Mrs Humiston tampil dengan kegigihan dan keuletannya yang khas. Juga ia berpendapat bahwa Alfredo Cocchi perlu diteropong dengan cermat. Untuk itu ia minta bantuan seorang detektif swasta Julius J. Kron, yang pernah bekerjasama dengannya dalam penyelidikan kejahatan.
Berdua mereka melakukan penelitian yang mendalam dan menyeluruh tentang Alfredo Cocchi. Dan berhasillah keterangan-keterangan berikut dikumpulkan dari para tetangganya ketika Mr Cocchi tinggal di 83d Street.
Mr. Cocchi pernah ditahan karena menyerang seorang dokter 1969 yang menyampaikan keluhan tentang bengkel motornya yang kelewat bising.
Seorang tetangga lain menceritakan, bahwa pada suatu hari Mrs. Cocchi pernah mengeluh tentang suaminya yang biasa membawa perempuan-perempuan jalanan ke kamar di atas tokonya dan tidur bersama mereka.
Tahun 1915 Cocchi pindah ke 127th Street tapi di lingkungan yang baru ini ia ternyata tidak berusaha memperbaiki namanya. Yang paling mencolok adalah agresivitasnya terhadap kaum wanita.
Dua orang ibu rumah tangga, menyatakan Cocchi pernah berusaha memperkosa mereka selagi mereka mampir di tokonya. Kepada polisi mereka tidak berani menceritakan kejadian ini karena takut menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Dan kepada Mrs. Humisiton mereka baru bersedia membuka soal itu setelah menerima janji resmi bahwa pengacara tersebut tidak akan menyiarkan kejadian itu.
Selanjutnya seorang aktris Hongaria. Madame Mureal yang tinggal di West 169th Street dengan anaknya perempuan Philippa yang berumur 15 tahun, memberi keterangan berikut tentang pengalamannya ketika ia bersama anaknya di 127th Street dan bertetangga dengan Cocchi.
Philippa sebagai anak sering bermain-main di toko sepeda motor dan seringkali diboncengkan oleh Cocchi keliling-keliling kota. Melihat keakraban anaknya dengan Cocchi, Madame Mureal agak khawatir. Maka Philippa ia peringatkan jangan berteman lagi dengan Cocchi.
Pada suatu sore, dari jendela kamarnya, Madame Mureal melihat keakraban anaknya dengan Philippa dan menuntunnya ke ruang di bawah toko. Cepat-cepat Madame Mureal lari ke toko Cocchi dan langsung masuk ruangan bawah tanah. Di sana ia melihat Philippa dalam pelukan Cocchi. Anaknya pucat pasi dan berusaha melepaskan diri dengan memukuli lelaki itu dengan tinju yang kecil.
“Anda dapat membayangkan bagaimana saya memaki-makinya. Philippa segera saya ajak pulang, saya tenangkan hatinya. Saya rasa ia dapat mengatasi pengalaman yang menggoncangkan itu. Saya tidak lapor kepada polisi, karena tidak menghendaki Philippa terpaksa mengungkit-ungkit lagi kejadian yang tak senonoh itu. Seminggu kemudian saya pindah rumah untuk menjauhi rumah Cocchi”.
Di samping hubungannya dengan wanita-wanita, juga usahanya menunjukkan segi-segi yang tak sedap. Cocchi akrab sekali pergaulannya dengan polisi. Keuntungan usahanya tidak sedikit yang berasal dari mereparasi motor-motor polisi, terutama polisi bagian lalu lintas.
Di antara para tetangganya beredar cerita bahwa beberapa anggota kepolisian melakukan korupsi di kantor dengan kerjasama Cocchi, yaitu dengan melaporkan reparasi-reparasi yang sebetulnya tidak terjadi atau melaporkan pembelian onderdil-onderdil yang pernah mereka beli, Uang yang diterima dari kantor polisi dibagi bersama antara pengusaha bengkel dan petugas-petugas yang korup itu.
Cocchi juga sering menjadi perantara yang menghubungkan pelanggar-pelanggar aturan lalu lintas dengan beberapa polisi dalam rangka mencari penyelesaian secara damai. Di samping itu, kata orang, polisi yang suka berjudi, bisa mendapatkan kesempatan untuk menikmati kegemaran ini di rumah Cocchi.
Dari informasi-informasi yang berhasil dikumpulkannya, Mrs. Humiston melihat kemungkinan-kemungkinan berikut sehubungan dengan misteri sekitar hilangnya Ruth Cruger.
Pertama: Mungkin sekali polisi tidak begitu mendalam menyelidiki AIfredo Cocchi karena orang ini sahabat kental mereka.
Kedua: Karena Cocchi kenal baik dengan para petugas kepolisian dan tahu benar cara-cara kerja mereka, maka sukar masuk akal mengapa ia sampai melarikan diri kecuali jika ia merasa terlibat dalam kejahatan.
Akhirnya: mengingat kecenderungan-kecenderungan seksualnya Mrs. Humiston mempunyai dugaan kuat bahwa Cocchi mencoba memperkosa Ruth, dilawan oleh gadis ini dan bahwa lelaki itu kemudian membunuh korbannya untuk mencegah jangan sampai perbuatannya diketahui orang.
Pada tanggal 17 April Mrs. Humiston dan detektif Kron yang tetap mencari informasi di sekitar 127th Street dari tetangga-tetangga Cocchi, omong-omong dengan seorang pekerja bangunan, Peter McEntee. Setelah diinterview dengan teliti, lelaki ini ingat akan suatu peristiwa yang memperkuat teori Mrs. Humiston.
Pada tanggal 13 Februari demikian McEntee menjelang tengah malam setelah hilangnya Ruth, pada perjalanan pulang sehabis menghadiri sebuah rapat, ia lewat di depan bengkel Cocchi dan melihat orang ini keluar dari ruangan bawah tokonya dengan tangan dan pakaian kotor.
Kontan hari berikutnya, tanggal 18 April, Mrs. Humiston mendatangi rumah Mrs. Cocchi. “Saya bermaksud meneliti toko ini”, katanya. “Seperti nyonya ketahui, suami anda dicurigai. Saya kira ia tak perlu takut. Jika ia tak bersalah, hal itu hanya akan menguntungkan dia dan anda sendiri”.
Mrs. Cocchi marah sekali mendengar perkataan ini. Ia mengambil batu bata dan membuat ancang-ancang untuk melemparkannya ke arah Mrs. Humiston. “Enyah dari sini”, teriaknya. “Jangan kau berkeliaran di sini menggangguku". Buru-buru Mrs. Humiston meninggalkan rumah Cocchi.
Kini pengacara ini mengambil taktik lain. Ia menghubungi seorang detektif wanita, Matie Vanello, seorang gadis Italia yang pernah bekerja sama dengannya.
“Saya kira Mrs. Cocchi sedang kesulitan uang karena suaminya pergi. Coba barangkali ia dengan senang hati akan menerima Anda sebagai penyewa salah satu kamarnya. Dengan mondok di situ, Anda akan mendapatkan informasi-informasi tentang suaminya”, demikian saran Mrs. Humiston kepada Marie Vanello.
Siasat ini dilaksanakan detektif wanita itu sebagai pemondok berhasil mendapatkan kepercayaan dari Mrs. Cocchi. Tapi segera ia sampai pada kesimpulan bahwa wanita itu tidak tahu sama sekali di mana suaminya sekarang berada dan tak tahu pula mengenai soal Ruth Cruger.
Namun penyelinapan Marie Vanello di rumah Mrs. Cocchi membawa pula manfaat, karena dengan ini dapat diketahui bahwa Mrs. Cocchi memerlukan seorang montir baru. Sebab sejak kepergian suaminya, ia tidak kuat lagi membayar upah kerja montir lama.
Kebetulan detektif Kron pandai soal mesin-mesin. Maka begitu mendapat informasi di atas dari Marie Vanello datanglah hari berikutnya detektif Kron menghadap wanita itu. Ia mengaku sebagai bekas montir Indian Motorcycle Company yang terpaksa diberhentikan karena perusahaannya kekurangan order. Sekali lagi Mrs. Cocchi mencaplok umpan dengan menerima seorang detektif di dalam rumahnya.
Beberapa waktu kemudian, pada suatu pagi di bulan Mei terjadi sesuatu yang interesan. Ketika Marie Vanello sedang sendirian di rumah datang seorang pelaut Italia, kelasi kapal Vulcania yang baru saja datang dari Genoa. Pelaut yang masih muda itu menyangka berhadapan dengan Mrs. Cocchi dan dalam bahasa Italia menanyakan bagaimana kabarnya.
Marie terus terang menjawab dalam bahasa Italia pula bahwa ia bukan Mrs. Cocchi, Ia menanyakan untuk keperluan apa pelaut Itali itu mencari Mrs. Cocchi, tapi tidak memperoleh jawaban.
Sementara itu jelas bahwa si pelaut terpesona melihat detektif yang cantik itu. Ia mengajaknya makan malam hari berikutnya, di sebuah restoran Italia. Ajakan diterima.
Di restoran sehabis makan si pelaut tidak lupa memesan anggur dan brandy untuk mencapai suasana gembira dan mesra. Tapi Marie yang tetap waspada tiap kali berhasil mengosongkan isi gelasnya dengan membuang isinya secara diam-diam, jika partnernya sebentar keluar ruangan atau pergi kekamar kecil.
Akhirnya, setelah pikirannya mulai remang-remang karena pengaruh alkohol si pelaut mulai buka mulut. “Saya sahabat Cocchi”, katanya. “Bulan Februari yang lalu ia pergi ke Genoa dengan kapal saja. Ia sekarang tinggal di Bologna. Seminggu sebelum berangkat dari Genoa, saya mendapat surat darinya. Dalam surat itu ia minta kepada saya untuk mengunjungi istrinya dan menanyakan bagaimana keadaan tokonya di sini. Ia berpesan agar semuanya itu saya lakukan secara diam-diam”.
Keesokan harinya Marie menelpon Mrs. Humiston untuk menyampaikan informasi. Dan Mrs. Humiston pada gilirannya segera menelefon State Department di Washington. Dengan nada gigih ia mendesak agar instansi ini segera mengambil tindakan.
State Department mengabulkan permintaannya dengan mengirim kawat ke Italia dan minta agar AIfredo Cocchi dibayangi.
Sementara itu detektif Kron yang menyamar sebagai montir, berhasil pula menemukan sesuatu.
Seperti dikatakan, dari dalam ruangan toko Cocchi tidak ada tangga ke ruangan di bawahnya, jalan ke ruangan bawah itu adalah melalui tangga yang terletak di luar dinding toko. Tapi di dalam toko, detektif Kron menemukan alat instalasi pemanasan yang menghubungkan ruangan atas dengan ruangan di bawahnya hingga kedua ruangan bisa dipanasi di musim dingin. Alat itu dengan mudah bisa digeser dari tempatnya dan jika ini dilakukan, akan tampak sebuah lobang penghubung yang cukup besar untuk menjatuhkan tubuh seseorang sebesar Ruth ke dalam ruangan bawah.
Dan dalam ruangan bawah itu sendiri pun ditemukan hal yang mencurigakan, yaitu sebuah onggokan batubara yang digeser dari tempatnya yang lazim. Ketika Mrs. Cocchi sedang keluar rumah, detektif Kron menyelidiki onggokan batu bara itu. Pada lapisan paling bawah ia menemukan sebuah kuitansi pembelian onderdil sepeda motor, tertanggal 11 Februari 1917 dua hari sebelum hilangnya Ruth Cruger. Ini berarti bahwa onggokan batubara itu tak mungkin dionggokkan di situ sebelum tanggal 11 Februari. Dan Ruth Cruger hilang pada tanggal 13 Februari.
Setelah itu penggalian termasuk pada tumpukan sampah. Selagi Kron mencari lubang di dalam lantai Mrs. Cocchi masuk. Si montir tertangkap basah. “Di sini tidak ada gadis terpendam, tahu!” teriak Mrs. Cocchi. “Kau termasuk orang yang mati mencelakakan suamiku dan aku”. Lalu wanita itu membayarkan upah kerja montirnya yang pada saat itu juga ia enyahkan dari rumah.
Gara-gara nasib sial detektif Kron, pengusutan agak macet. Namun Mrs. Humiston tak kehilangan akal. Ia mengusulkan kepada keluarga Cruger dan kepada Mrs. Adler yang membiayai penyelidikan untuk membeli rumah Mrs, Cocchi. Usul ini diterima. Agar tidak timbul kecurigaan, pembelian tidak mereka lakukan sendiri, melainkan melalui sahabat yang bersedia menjadi perantara dan berbuat seolah-olah merekalah yang membeli.
Mrs. Cocchi memang sedang mengalami kesulitan ekonomi merasa senang dapat menjual rumahnya hingga dapat keluar dari kesukaran. Akta jual beli ditandatangani pada tanggal 16 Juni 1917, hari Jumat.
Keesokan harinya, Sabtu, Mrs. Humiston sudah bersiap-siap untuk memeriksa seluruh rumah, terutama lantai ruangan bawah tanah. Di ruangan ini terdapat sebuah peti alat-alat montir, terletak di sudut ruangan. Ketika ini mereka geser, ternyata lantai beton di bawahnya pernah dibongkar dan kini hanya ditutupi dengan tegel-tegel yang tak disemen.
Tegel-tegel mereka singkirkan dan tanah di bawahnya mereka gali, pada lapisan kira-kira 60 sentimeter dari permukaan lantai, mereka menemukan sepasang sepatu skating. Dan setengah meter lebih dalam lagi akhirnya ditemukan mayat seorang gadis identitas gadis itu sebagai Ruth Cruger antara lain terlihat dari cincin yang dipakainya ialah cincin tanda lulusan Wadleigh High School. Rambutnya yang hitam umur, tinggi, dan berat badan, kesemuanya menunjuk pada Ruth Cruger.
Menurut Dr. Otto Schultze, dokter penyidik dari New York Country, Ruth meninggal sejak pertengahan Februari dan dibunuh dengan pukulan benda keras yang menyebabkan tengkoraknya pecah. Mukanya dirusak. Gadis itu korban sadisme seksual seorang lelaki.
Baru sekarang polisi menunjukkan kesibukan yang sungguh-sungguh. Kini dengan membadainya kecaman-kecaman keras terhadap mereka dalam surat kabar, alat resmi penegak hukum itu mendadak bernafsu untuk bekerja sama dengan Mrs. Humiston dan keluarga Cruger.
Mereka menghubungi Kementerian Luar Negeri (State Department) di Washington yang langsung kirim kawat ke Florence, Italia.
Alfredo Cocchi ditangkap oleh polisi Italia di Bologna. Cocchi dituduh melakukan pembunuhan atas Ruth Cruger. Tapi usaha untuk membawa kembali lelaki ini dari Italia ke Amerika gagal. Italia yang tidak mengenal hukum mati menolak menyerahkan warga negaranya kepada pengadilan di lain negara yang dapat menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Sementara itu, di penjara Italia Alfredo Cocchi berusaha bunuh diri, tapi gagal. Oleh pengadilan di negaranya, Cocchi dinyatakan bersalah telah membunuh Ruth Cruger dan dijatuhi hukuman penjara dan kerja paksa selama 27 tahun.
Di depan pengadilan, Cocchi mengakui kesalahannya. Dalam pada pernyataan-pernyataannya mengenai hubungannya dengan beberapa anggota kepolisian New York cukup menghebohkan.
Detektif John Lagarenne memang telah menyelidiki toko sepeda motornya tapi hanya secara sepintas saja, kata Cocchi. Karena tahu, bahwa Cocchi akrab hubungannya dengan banyak anggota kepolisian maka Lagarenne ketika memeriksa rumahnya berkata saya sekedar melakukan tugas. Cukup pemeriksaan pokoknya aku sudah dapat mengatakan bahwa tugas telah kujalankan. Dan menurut Alfredo Cocchi sementara Lagarenne berkata demikian mayat Ruth terletak dalam lobang di sudut ruangan hanya tertutup peti kosong.
Dapat dibayangkan betapa besar kemarahan Henry Cruger kepada polisi New York yang lalai dalam penunaian tugas mereka.
Ia melancarkan serangan mereka dan minta agar Komisaris Polisi Woods digeser dari kedudukannya. Dalam hal ini Henry Cruger tidak berhasil. Namun keluhannya mendapat perhatian juga sejauh menyangkut petugas-petugas bawahan Woods. Diadakan pengusutan bagaimana mereka itu menggarap perkara hilangnya Mrs. Ruth dan apakah cara-cara mereka bekerja dipengaruhi oleh hubungan persahabatan mereka dengan Alfredo Cocchi.
Akibatnya, empat orang polisi diskors dari tugas sementara Kapten Alonzo Cooper dan detektif Lagarenne dituntut atas tuduhan sengaja melalaikan tugas. Mengenai Kapten Cooper, pejabat ini minta berhenti dari kedudukannya hingga tuntutan terhadapnya tidak dilanjutkan dengan sidang pengadilan. Tentang Lagarenne pada tanggal 21 Februari 1918 pejabat ini diadili dan dinyatakan bersalah.
(Charles Boswell dan Lewis Thompson)
Baca Juga: Meraih Impian Jadi Orang Kaya
" ["url"]=> string(101) "https://plus.intisari.grid.id/read/553835165/mrs-grace-humiston-mengusut-miss-ruth-cruger-yang-hilang" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1690564429000) } } [4]=> object(stdClass)#89 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3835187" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#90 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/07/28/74-kilasan-romansa-seorang-janda-20230728051141.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#91 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(5) "Ade S" ["photo"]=> string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png" ["id"]=> int(8011) ["email"]=> string(22) "ade.intisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(143) "Seorang pedagang roti melaporkan penemuan mayat wanita berlumuran darah. Polisi menemukan bukti yang mengarah kepada seorang janda yang hilang." ["section"]=> object(stdClass)#92 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/07/28/74-kilasan-romansa-seorang-janda-20230728051141.jpg" ["title"]=> string(37) "Kilasan Romansa Seorang Janda Berumur" ["published_date"]=> string(19) "2023-07-28 17:11:54" ["content"]=> string(32274) "
Intisari Plus - Seorang pedagang roti melaporkan penemuan mayat wanita berlumuran darah di Pawnee Road, Cranford, Amerika Serikat. Polisi melakukan penyelidikan dan menemukan bukti yang mengarah kepada seorang janda yang hilang, dan surat-surat dari seorang pria yang mengaku sebagai suaminya.
----------
Tanggal 23 Februari 1929 pagi hari pada saat kebanyakan orang baru bangun tidur, di kantor polisi kota Cranford Amerika Serikat, masuk sebuah laporan yang cukup mengejutkan. Pelapor adalah John Boyle, pedagang roti dari Ward Baking Company.
Seperti biasa pagi itu ia dengan sebuah mobil mengantarkan roti-roti ke rumah para langganan. Ketika sampai di Pawnee Road, demikian laporannya, ia melihat sesuatu yang menyala di pinggir jalan. Setelah mobil lewat dekat tempat tersebut, yang menyala itu ternyata mayat seorang wanita. Bibir, pipi dan mata korban berlumuran darah. “Tanpa berhenti, saya terus tancap gas lari kemari”, John Boyle mengakhiri ceritanya.
Polisi segera mengerahkan regu pemadam kebakaran dan bersama mereka bergegas-gegas menuju tempat kejadian. Sementara petugas pemadam kebakaran berusaha menguasai api yang masih mengganas, komandan polisi James Hennessy mengirim seorang anak buahnya untuk memanggil dokter dan jaksa setempat.
Bau bensin menusuk hidung. “Saya kira bukan peristiwa kecelakaan atau bunuh diri”, gumam James Hennessy sambil memandangi kepala korban yang berlumuran darah itu.
Tak lama kemudian Dr. Horre datang dan segera ia meIakukan pemeriksaan. Semua perhatian tertuju padanya ketika dokter itu memberikan kesimpulannya. Belum ada setengah jam wanita ini meninggaI, kata Dr. Horre. Dan ia tidak mati akibat terbakar, melainkan karena sebuah peluru yang menembus ubun-ubunnya, terus turun ke bawah lewat belakang hidung dan mulut, menerobos tengkuk, dan akhirnya bersarang di dalam tubuh entah di bagian mana.
“Peluru itu kaliber kecil”, dokter itu meneruskan. “Melihat jalannya peluru, ketika ditembak rupanya korban sedang duduk atau berbaring. Gambaran saya tentang jalannya peristiwa adalah sebagai berikut. Barangkali wanita ini ditembak di dalam mobil lalu diangkat keluar. Kemudian si pembunuh menyiramnya dengan bensin dan membakarnya—untuk mencegah jangan sampai korban dapat dikenali."
Lepas dari benar tidaknya teori yang dikemukakan Dr. Horre di atas, adalah jelas bahwa korban tak mungkin lagi dikenali berdasarkan garis-garis wajahnya yang telah hangus dan rusak termakan api. Para petugas harus mendasarkan identifikasi pada data-data yang lain.
Korban itu gemuk dan berperawakan tegap. Menurut perkiraan, umurnya sekitar 50 tahun. Pangkal rambutnya yang di sana-sini belum termakan api, berwarna coklat kemerah-merahan. Di beberapa tempat ada helai-helai yang telah memutih.
Pakaiannya sebagian besar telah menjadi abu. Namun masih bisa diambil kesimpulan bahwa wanita itu memakai kerudung bersulam benang emas, mantel coklat tua dengan pinggiran dari kulit berbulu hitam sedang gaunnya dari satin hitam.
Tak ditemukan hantas. Beberapa benda yang masih utuh ialah sepatu kulit berwarna hitam, sebuah cincin kawin, dua cincin bermata dan sebuah kalung. Di jalan yang bersalju itu tak dapat ditemukan jejak kaki ataupun ban mobil, karena salju sekeliling mayat korban telah meleleh karena panasnya api, sedangkan salju di jalan telah diinjak-injak oleh regu pemadam kebakaran.
Jenazah diangkut ke laboratorium dan para petugas kembali ke kantor masing-masing.
Menjelang tengah hari komandan Hennessy dan Jaksa David yang sedang berusaha memecahkan persoalan, menerima laporan tambahan dari seorang pedagang roti lain, Henry Denner.
Katanya hari itu, ia lebih pagi berangkat ke Cranford daripada John Boyle, kira-kira seperempat jam lebih dulu. Dan ia melihat sebuah mobil Cabriolet biru model lama sedang berparkir dekat tempat ditemukannya mayat. Denner tidak memperhatikan merk mobil ataupun nomor polisinya.
“Saya hanya ingat bahwa mobil itu dikemudikan oleh seorang lelaki. Saya tak dapat mengatakan apakah di dalamnya duduk seorang wanita. Tapi saya ingat benar apa yang saya lihat. Pagi itu jalanan penuh salju, maka saya tajam-tajam pasang mata karena takut kalau-kalau selip masuk selokan”
Kini polisi menemui Dr. Horre di ruang pemeriksaan mayat. Ketika mereka sampai di sana, baru saja dokter itu mengeluarkan sebuah peluru dari paru-paru sebelah kanan korban. Peluru itu berukuran 32, berlapis baja dan menunjukkan tanda-tanda ditembakkan dengan sebuah pistol Colt otomatis.
Selanjutnya almarhumah ternyata mempunyai beberapa gigi palsu pada rahang atasnya sebelah kiri. Gigi palsu itu belum lama terpasang.
Sebuah data kecil yang lain tak luput dari perhatian dokter Horre: jari telunjuk tangan kanan korban bengkok secara tak normal. “Ini bukan akibat hangus oleh api”, komentarnya. “Ketika wanita ini masih hidup, keadaannya telah demikian. Tulang-tulang jari itu menunjukkan bekas-bekas lama keretakan. Saya berani bertaruh bahwa jari ini telah bertahun-tahun bengkok.”
Sekilas harapan untuk dapat menentukan identitas korban timbul ketika para petugas memeriksa sepatunya. di dalam sepatu sebelah kanan terdapat ganjal penyangga lengkung telapak kaki. Baik sepatu maupun alat penyangga itu ditandai dengan merek dan nama pabrik pembuatnya: the Friedman-Shelby Company, St.Louis, Missouri. Ukurannya 5 1/2 -C, nomor seri 85985-H.
Jaksa David kirim kawat ke St. Louis, tapi ternyata pabrik sepatu tersebut hanya dapat menelusuri nomor seri sepatu sampai pada beberapa agen besar. Sedangkan sebuah agen besar di Pittsburgh yang menerima sepatu dengan nomor seri tersebut di atas, kebetulan melayani separuh daerah Pennsylvania dan ……… tak pernah mencatat nomor seri sepatu-sepatu yang dikirimkannya ke agen-agen pengecer.
Pada perhiasan-perhiasan almarhumah pun tak ditemukan petunjuk-petunjuk yang bisa menolong memecahkan persoalan. Juga pada cincin kawinnya yang terbuat dari platina tidak tertera sesuatu nama.
Dalam keadaan demikian, di samping mencari-cari sebuah mobil Cabriolet biru model lama yang bisa dilakukan polisi ialah: 1) meneliti dengan seksama semua berita-berita atau iklan-iklan koran dan surat-surat edaran tentang seseorang yang hilang; 2) melalui koran-koran dan dengan surat edaran menanyakan siapa yang merasa kehilangan anggota keluarga, seorang wanita, dengan ciri-ciri seperti terdapat pada korban dari Pawnee Road itu. Surat edaran mereka kirimkan tidak saja ke markas polisi di kota-kota besar di seluruh Amerika, tapi juga kepada setiap sheriff dan komandan polisi kota-kota kecil di seluruh bagian barat Pennsylvania.
Bulan Februari dan juga seluruh bulan Maret berlalu tanpa ada perkembangan baru dalam pengusutan.
Akhirnya dalam bulan April Jaksa David menerima Sepucuk Surat Dari komandan polisi Greenville, sebuah kota tambang batubara di Pennsylvania. Harry Barber – demikian nama komandan polisi itu – pada tanggal 6 April kedatangan tamu dua orang wanita, Nyonya Staub dan Dodds. Kedua wanita ini ke kantor Polisi untuk menyatakan kegelisahan mereka tentang nasib seorang sahabat wanita yang bernama Mildred Small Mowry.
Mrs. Mowry adalah seorang janda. Almarhum suaminya, Benjamin Mowry, seorang pekerja tambang batubara meninggal 10 tahun yang lalu. Sejak kematian suaminya, Mrs. Mowry bekerja sebagai pengasuh anak pada keluarga-keluarga setempat. Ia hidup dengan hematnya dan berlaku sebagaimana layaknya seorang wanita yang telah mendekati usia 50 tahun. Paling sedikit demikianlah keadaannya sampai awal tahun lalu, 1928.
“Ketika itu tiba-tiba Mildred mulai bertingkah seperti seorang gadis yang sedang tergila-gila pada pacarnya”, cerita kedua wanita di atas kepada komandan Barber dengan nada mengecam. “Ia beli pakaian-pakaian baru dan setiap minggu ke salon kecantikan. Bulan Mei ia diam-diam berpergian entah ke mana. Dan sekembalinya ia menjadi lebih ke gadis-gadisan lagi. Tak lama setelah itu ia membuka Rahasianya kepada kami. Katanya ia akan menikah. “Tunanganku seorang dokter”, katanya. “Nama depannya Dick, tapi nama lengkapnya tak akan saya katakan sekarang. Pokoknya tampan, deh! Ehemmm! Ehemmm!” Cerita Mildred dengan bangganya.
“Bulan Agustus Mildred pergi lagi. Sekembalinya dari perjalanan ini ia mengatakan telah menikah, tapi untuk sementara waktu belum dapat tinggal bersama suaminya, seorang dokter. Sebab, katanya, sang suami yang sedang membuka sebuah klinik di New York, belum berhasil mendapatkan perumahan yang layak.”
“Tak terjadi hal-hal yang luar biasa sampai satu setengah bulan yang lalu. Ketika itu, tanggal 15 Februari, saya bertemu dengan Mildred. Ia membawa koper, hendak pergi ke stasiun. Dari mukanya tampak jelas bahwa Mildred baru saja menangis. “Aku akan ke New York ikut suamiku, entah ia sudah mendapatkan rumah atau belum”, katanya. “ telah berminggu-minggu suamiku tak kirim berita dan aku takut kalau-kalau terjadi sesuatu. Selamat tinggal, selamat tinggal, Sayang! Aku akan kirim surat kepadamu dan memberi kabar Bagaimana keadaanku. Tapi sejak itu ia sama sekali tak ada kabarnya”, demikian Mrs. Staub dan Dodds mengakhiri ceritanya.
Di samping itu Mrs. Staub dan Mrs. Dodds memberikan gambaran tentang apa yang mereka ketahui mengenai barang-barang milik Mildred: mantel dengan pinggiran berbulu, pakaian dari bahan satin hitam, 3 cincin dan sebuah kalung– semuanya cocok dengan apa yang dilukiskan oleh Jaksa David dalam surat edarannya.
Setelah memeriksa gigi korban, Dr. Sturtevant pun menyatakan bahwa identitas wanita itu tak dapat disangsikan lagi: ia adalah Mrs. Mildred Small Mowry. Penemuan ini segera dilaporkan kepada Jaksa David di New Jersey.
Sementara itu komandan Barber menuju tempat kediaman almarhumah di Greenville dengan membawa serta William A. Wagner, wakil komandan Pinkerton National Detective Agency (sebuah organisasi detektif swasta yang terkenal di Amerika) yang sejak beberapa waktu diminta bantuannya untuk mencari pembunuh korban dari Pawnee Road.
Di rumah kosong itu banyak bukti-bukti ditemukan antara lain 17 pucuk surat yang ditandatangani oleh “Dick” – seorang lelaki yang menyebut dirinya pada sampul surat: Dr. Richard M. Campbell, Apartemen 404, West Forty-second Street 110, New York City.
Kumpulan surat-surat tersebut meliputi jangka waktu 9 bulan yaitu dari bulan Februari sebelum tahun terjadinya pembunuhan sampai bulan November. Dr. Campbell dan Mrs. Mowry Saling mengenal lewat sebuah klub korespondensi. Bulan Mei 1928 mereka untuk pertama kali bertemu muka di Washington DC dan 3 bulan Kemudian, tanggal 28 Agustus, menikah di Elkton, Maryland.
Surat-surat “Dick” kepada Mrs. Mowry bernadakan cinta yang berlebih-lebihan. Mungkinkah lelaki ini menikah janda yang cukup berumur itu hanya karena menginginkan harta bendanya?
Bagaimanapun juga dari dokumen-dokumen yang ditemukan di rumah Mrs. Mowry ternyata bahwa pada tanggal 25 Agustus 1928 (tiga hari sebelum menikah) wanita itu menentukan rekeningnya di sebuah bank di Greenville dengan menarik kembali uangnya sebanyak $1200. Kemudian pada tanggal 29 Agustus– sehari setelah menikah– membuka rekening bersama atas nama Dr. dan Mrs. Richard M. Campbell pada New Brunswick National Bank, New Jersey dengan setoran pertama sebanyak $1000.
Sebelum kembali ke New Jersey, detektif Wagner menelepon polisi Baltimore agar mengirim petugas ke Elkton guna menyelidiki Apakah benar ada orang bernama Dr. Richard M. Campbell yang pada tanggal 28 Agustus 1928 menikah dengan seorang wanita bernama Mrs. Mildred Mowry.
Hari berikutnya datang jawaban: Memang benar, dan perkawinan itu diresmikan di hadapan pendeta W.G. Harris. menurut kesaksian pendeta ini dokter Campbell berperawakan sedang, telah beruban matanya berwarna abu-abu, sekitar 60 tahun dan berwajah tampan. Alamatnya Yosemite Avenue 370, Baltimore. Tapi setelah dicek, ternyata rumah dengan alamat itu kosong.
Setelah mendapatkan informasi di atas, detektif Wagner menghubungi New Brunswick National Bank. Keterangan yang diberikan oleh bank ini memperkuat dugaan bahwa Campbell mengincar kekayaan Mrs. Mowry. Menurut catatan pada bank tersebut, alamat tempat tinggal Dr. Campbell adalah rumah istrinya di Greenville. Tetapi yang lebih menarik perhatian polisi adalah kenyataan bahwa sang dokter telah mengambil kembali hampir seluruh uang yang baru saja ia setorkan sebulan sebelumnya di New Brunswick National Bank atas nama dia dan istrinya. Sisa simpanan tinggal satu dua dolar.
Kini detektif Wagner menampung jalan yang tampaknya paling baik untuk menemukan Campbell yaitu mencari alamat yang digunakan oleh lelaki itu dalam korespondensinya dengan Mrs. Mowry: Apartemen 404, West Forty-second Street 110, New York City. Alamat ini ternyata kantor Louis Mirel, yang memberi pelayanan kepada pedagang-pedagang kecil dengan menyediakan perlengkapan kantor dan telepon.
“Oh iya, Dr. Campbell selama 1 tahun menerima surat-suratnya melalui kantor saya. Kadang-kadang ia kemari untuk mengambil kiriman-kiriman untuknya”, demikian keterangan Mirel.
“Surat-surat apa?”, tanya Wagner.
“Rupanya surat-surat pribadi dan tulisan pada sampul memberi kesan bahwa pengirimnya seorang wanita. Dan bulan Februari seorang wanita datang kemari mencarinya. Ia mengaku istrinya Dr. Campbell”, Mirel menjawab.
Ketika ia, Louis Mirel, mengatakan tak dapat memberi keterangan dimana Campbell bisa ditemui, wanita itu tampak bingung tak tahu apa yang mesti diperbuat, karena di New York dia seorang diri.
Maka lelaki itu menasehatkan kepadanya untuk menginap di Laura Spellman Hall–sebuah losmen milik sebuah perhimpunan wanita– dan berjanji akan memberitahukan alamat penginapan itu kepada Dr. Campbell jika yang terakhir ini datang di kantornya.
“Beberapa hari kemudian Campbell memang datang dan ia saya beritahu bahwa istrinya menunggunya di alamat tersebut”, Mirel mengakhiri ceritanya.
Berdasarkan petunjuk ini detektif Wagner lalu menuju Laura Spellman Hall. Di sana memperoleh keterangan bahwa seorang wanita dengan ciri-ciri seperti Mrs. Mowry memang pernah menginap di losmen tersebut. Wanita itu, yang tercatat dalam buku tamu dengan nama Mrs Campbell, datang di Laura Spellman Hall pada tanggal 16 Februari, tapi telah meninggalkan tempat penginapan ini pada tanggal 21 Februari bersama dengan seorang lelaki yang telah ubanan bermata abu-abu dan berwajah tampan.
Setelah menemui jalan buntu ini, detektif Wagner kembali menyelidiki rumah di Yosemite Avenue, yaitu alamat Campbell seperti tercantum dalam surat-surat kawinnya.Di sana menginterview tetangga-tetangga dan mencari informasi di kantor-kantor setempat. Dan Wagner berhasil memperoleh sebuah keterangan berharga ialah bahwa rumah kosong di Yosemite Avenue itu memang milik seorang lelaki bernama Henry Colin Campbell yang berasal dari Salisbury, Maryland.
Maka berangkatlah Warner ke Salisbury. Di kota ini nama Henry Colin Campbell ternyata cukup terkenal. Campbell tiba di Salisbury dari Chicago pada tahun 1925.
Tak lama setelah kedatangannya, ia mendepositokan uang tunai sebesar $40.000 pada bank setempat, lalu membeli sebuah perkebunan besar. Dengan mewahnya ia hidup di situ bersama istrinya, Rosalea. Di mata penduduk Salisbury Campbell terkenal sebagai orang yang pernah menjabat direktur periklanan.
Tahun 1927 Campbell mengalami kesulitan ekonomi hingga terpaksa menjual perkebunannya. Pada awal tahun 1928 bersama istrinya ia meninggalkan Salisbury dan sejak itu tak diketahui di mana mereka tinggal. “ Barangkali menumpang di rumah salah seorang saudaranya. Mr. Campbell pernah mengatakan bahwa ia mempunyai beberapa kakak laki-laki”, kata seorang bekas kenalannya.
Campbell seperti dilukiskan oleh tetangga-tetangganya di Salisbury, mirip dengan Campbell yang kemudian menikah dengan Mrs. Mildred Mowry. Namun Wagner tidak yakin bahwa mereka adalah lelaki yang sama. Mungkin Dr. Campbell, suami Mildred adalah saudara lelaki Campbell pemilik perkebunan di Salisbury itu–pikir detektif itu. Tapi bagaimanapun juga kini Wagner pun merasa setapak lebih dekat dengan orang yang dicarinya.
Sekarang ia menghubungi polisi Chicago untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang Campbell, sebagai bekas direktur periklanan. Jawaban yang diberikan oleh Polisi Chicago mengatakan bahwa Campbell adalah orang yang sangat cakap dalam bidang periklanan. Ia pernah bekerja pada Portland Cement Association selama 11 tahun, dari 1945 sampai 1925. Gajinya yang terakhir sebanyak $26.000 setahun. Di masa itu ia menulis buku-buku, diantaranya berjudul ‘Bagaimana menggunakan semen dalam konstruksi beton’, yang waktu itu dianggap sebagai salah satu buku standar.
Setelah itu Campbell pergi dari Chicago karena Portland Cement Association menghapuskan jabatan direktur periklanan dan menyerahkan urusan advertensi kepada sebuah biro iklan. Jadi Campbell orang baik-baik.
Tapi sehari setelah memberi keterangan di atas, polisi Chicago memberikan laporan tambahan yang menampilkan segi yang tak sedap dalam kehidupan Henry Colin Campbell yang sepintas lalu tampaknya seperti seorang lelaki teladan.
Di tahun 1924 ia pernah dituntut oleh seorang wanita bernama Emma Bullock Campbell. Emma yang berasal dari Richmod, Virginia, menuduh Campbell melakukan bigami. Lelaki ini menikahnya pada tahun 1911 di Omaha, Nebraska– kata Mrs. Emma– dan tiga tahun kemudian, tanpa bercerai, meninggalkannya dan menikah lagi dengan Rosalea McCready, yang kini hidup dengan Campbell.
Emma tadinya bertekad hendak menuntut Campbell di depan pengadilan tapi kemudian lelaki ini berhasil meredakan kemarahan Emma dan membereskan persoalan dengan semacam uang ganti rugi sebanyak $5000.
Setelah mendapatkan keterangan tambahan ini detektif Wagner merubah sedikit pandangannya atas duduknya perkara. Kini ia mulai yakin bahwa Dr. Richard dan Campbell dan Henry Colin Campbell bukanlah kakak beradik melainkan satu oknum yang sama.
Kini ia teringat pada mobil Cabriolet biru model lama, yang kemungkinan besar tersangkut dalam perkara pembunuhan di Pawnee Road. Barangkali saja mobil biru itu milik Campbell dan tercatat atas namanya.
Dengan menanyai biro-biro kendaraan bermotor tak akan terlalu sukar untuk mendapatkan keterangan apakah ada sebuah mobil Cabriolet biru yang tercatat atas nama Campbell. Wagner mulai dengan menghubungi tempat yang terdekat–New Jersey. Ternyata usahanya telah berhasil. “Di kantor kami tercatat sebuah mobil Pontiac biru milik Henry Colin Campbell. Alamatnya Turtle Park away 249 Westfield”, bunyi jawaban.
Wagner bener mendatangi rumah ini, tapi untuk sekian kalinya ia menemui rumah kosong. Lalu detektif itu menemui pemilik rumah tersebut yang bertempat tinggal tak jauh dari alamat di atas. Dari orang ini Ia mendapat keterangan bahwa Campbell tadinya telah menandatangani kontrak dan untuk membeli rumahnya dengan harga $25.000. Dari jumlah itu Campbell baru membayar $250. Sejak itu ia tak pernah membayar lagi–sampai akhirnya pada tanggal 8 Maret yang baru lalu ia pindah rumah.
“Ke mana?” tanya Wagner.
“Entah. Tempat tinggalnya yang baru juga dirahasiakan. Maklum kan Campbell punya banyak hutang dan bukan dari saya saja”, kata pemilik rumah.
Setelah mendapatkan izin, para petugas kini memeriksa isi bekas tempat tinggal Campbell di Tuttle Parkway 249 itu. Mereka menemukan rongsokan koper dan sebuah tas wanita di sesuatu sudut yang tersembunyi. Barangkali benda-benda itu bekas milik Mrs. Mildred Small Mowry, pikir Detektif Wagner. Dugaan ini semakin kuat ketika ia menemukan huruf inisial “M.S.M” di bagian dalam koper. Namun segala penemuan ini tidak menjawab pertanyaan, di mana Campbell sekarang.
Para petugas meneruskan menggeledah seluruh isi rumah, sampai sobekan-sobekan kertas dalam keranjang sampah mereka teliti satu per satu. Akhirnya Wagner menemukan secarik kartu alamat sebuah perusahaan angkutan di kota Elizabeth, New Jersey yang melayani orang-orang yang pindah rumah.
Wagner menelepon alamat itu dan mendapat jawaban bahwa memang perusahaan tersebutlah yang mengangkut barang-barang Campbell ketika meninggalkan rumahnya yang lama di Tuttle Parkway 249. Dan sekarang Campbell bertempat tinggal di Madison Avenue, 471, Elizabeth.
Wagner dan pembantu-pembantunya bergegas-gegas menuju ke alamat ini. Letaknya ternyata hanya beberapa puluh meter dari kamar, di mana mayat Mrs. Mowry disimpan selama hampir 2 bulan, menunggu pengusutan pembunuhnya.
Pada pintu apartemen di Madison Avenue 471, memang terpampang papan nama Campbell. Di sini Wagner disambut oleh seorang wanita berwajah simpatik.
“Memang, saya Nyonya Campbell”, kata wanita itu “Suami saya tidak ada di rumah. Apakah ini sesuatu urusan dagang?”
“Ya”, jawab Wagner. “Di mana kami dapat menemuinya?”
“Well, sekarang ia masih di kantornya, di New York. Ia bekerja pada Perserikatan Agen Batubara ACDA Broadway 120.”
Lalu, setelah melihat jam, wanita itu menambahkan: “Sekarang hampir jam 17.00. Satu jam lagi ia pasti pulang kalau tak ada acara lain yang mendadak. Sebaiknya Tuan kembali lagi kemari 1 jam lagi?”
“Baiklah” kata Wagner, lalu minta diri. Tapi ia dan pembantunya tidak pergi jauh melainkan menyebar di jalan-jalan sekitar, berlindung di tempat tersebut untuk mengawasi pintu rumah yang baru saja mereka tinggalkan.
Jam 18.10 seorang lelaki berambut putih dan berperawakan sedang tampak memasuki Madison Avenue dan berhenti di depan rumah nomor 471. Pada saat orang itu merogoh saku untuk mencari kunci pintu, Wagner mendekat. Sambil memegang bahunya detektif itu berkata: Mr. Henry Colin Campbell, bukan? Anda kami persilahkan ke markas. Ada sesuatu yang ingin kami bicarakan.”
Campbell ternyata seorang tahanan yang juga sangat penurut. Ia sama sekali tidak melawan, tidak menyangkal identitasnya dan tanpa liku-liku ia mengakui segala kejahatannya.
Di dalam kantong jasnya, polisi menemukan sebuah pistol Colt otomatis ukuran 32. “Senjata inilah yang saya gunakan untuk menembak Mrs. Mowry,” Mr. Campbell terus terang mengaku.
Kejahatan-kejahatan lain yang pernah dilakukan Henry Colin Campbell kemudian terungkap akibat pemeriksaan pembunuhan Mrs. Mildred Small Mowry. Tapi baiklah lebih dulu kita ikuti rekonstruksi kejahatannya di Pawnee Road.
Setelah perkebunannya di Maryland bangkrut ia pindah ke Westfield. Di sini berniat melakukan lagi usaha di bidang periklanan tapi tak mempunyai modal. Tanpa melepaskan gagasannya untuk mendirikan biro-biro iklan, ia bekerja pada Perserikatan Agen Distribusi Batubara. Gajinya tak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Saya sadar akan kemampuan saya memikat wanita”, katanya. “Jika saya berhasil mengambil hati beberapa wanita yang kaya, pasti saya akan dapat mengajak mereka membiayai rencana biro iklan itu.”
Untuk mendapatkan kenalan-kenalan wanita menggabungkan diri dengan sebuah klub korespondensi. Alamat yang digunakannya ialah kantor Louis Mirel di Forty-second Street,, New York City. Ketika berkenalan dengan Mrs. Mowry, Campbell sama sekali tidak berniat menikahinya atau mengambilnya sebagai kekasih. Tetapi janda itu segera saja menentukan sikapnya: Jika ingin menggunakan uangnya, Campbell lebih dulu harus memperistrinya.
“Tapi saya merasa terjebak sebab Mrs. Mowry ternyata sedikit saja harta bendanya”, kata Campbell tanpa mengingkari bahwa ia telah menyikat habis seluruh uang tabungan Mrs. Mowry.
Dengan dalih sedang sibuk mengurusi pendirian sebuah Klinik di New York dan belum punya Rumah yang memenuhi syarat, Dokter Campbell meninggalkan Mrs. Mowry di Greenville. Surat-suratnya kepada wanita ini makin lama makin jarang. Memang secara lambat laun dan tak terasa Campbell bermaksud meninggalkan sama sekali janda itu.
Ketika Mrs. Mowry mencarinya di New York, Campbell bingung karena takut kalau kalau wanita itu mengetahui bahwa ia telah beristri dan menuntutnya di depan pengadilan atas tuduhan beristri dua. Setelah menjemput Mrs. Mowry di penginapan Laura Spellman Hall, Campbell membawanya dengan mobil keluar kota.
Segala usahanya untuk membujuk wanita itu agar kembali ke Greenville dan menunggu “perumahan” dengan sabar, tak membawa hasil.
Mrs. Mowry bersikeras ingin mengikuti saya. Karena berjam-jam naik mobil, ia lelah dan mengantuk, akhirnya tertidur di pangkuan saya. Saya merasa putus asa dan sebelum saya sadari, ia saya tembak mati.
Setelah membakar mayat korbannya, Campbell langsung menuju rumahnya yang lama di Westfield. Di sana membakar kompor dan hantas Mrs. Mowry dan menyembunyikan sisa-sisa rongsokannya di tempat tersembunyi dalam rumah itu.
“Istri saya sama sekali tidak tahu menahu tentang hubungan saya dengan Mrs. Mowry. Iya juga tidak menaruh curiga ketika hari itu saya pulang terlalu malam. Dikiranya karena urusan kantor”.
Kisah kejahatan Herry Campbell dengan disertai fotonya menjadi berita utama dalam koran-koran di Amerika. Dan beberapa hari kemudian masuk dua buah laporan yang semakin memperkuat petunjuk-petunjuk bahwa pembunuh ini adalah seorang penipu kelas wahid.
Laporan pertama datang dari U(nion) (P)acific R(ailroad) di Omaha. Bunyi laporan: Ketika bekerja pada perusahaan ini sebagai kepala bagian pendidikan, Campbell tercatat sebagai bujangan, dan bertunangan dengan 5 orang gadis sekretaris UPR sekaligus. Tapi kemudian ia ternyata telah mempunyai istri, Emma, dan meninggalkan wanita ini tanpa menceraikannya untuk menikah dengan Rosalea McCready.
Laporan kedua datang dari New York City. Seorang panitera pengadilan di kota itu, ketika melihat foto Henry Colin Campbell di harian-harian, lalu teringat kepada seorang penipu bernama Henry Colin Close yang menggelapkan uang sebanyak $10.000 milik Firma Folmer & Schwing di New York dan melarikan diri ke Meksiko.
Pemerintah Meksiko menyerahkan Close, yang kemudian diadili oleh Court of General Session, New York diputuskan bersalah dan mendapat hukuman 7 tahun penjara di Sing Sing. Kemungkinan besar Henry Colin Campbell adalah sama dengan Henry Collin Close tersebut.
Bukan saja fotonya mirip sekali, tapi juga keduanya menunjukkan sifat-sifat yang mirip satu sama lain. Henry Colin Close pernah menikah dengan tiga istri sekaligus di New York: dalam pada waktu ia masih mempunyai seorang istri lagi di Morris-town, New Jersey di mana Henry Colin Close mengaku-ngaku sebagai seorang dokter yang mengepalai sebuah rumah sakit chajalan.
Pemeriksaan selanjutnya membenarkan semua laporan di atas. Henry Colin Campbell mengakui segala kejahatan yang pernah ia lakukan selama puluhan tahun. pembunuh dan penipu yang telah beruban itu menyatakan bahwa ia mendapatkan hukuman penjara untuk pertama kali pada usia 21 tahun Karena melakukan suatu pemalsuan titik perkara Henry Colin di depan pengadilan dalam bulan Juni 1929 ia diputuskan bersalah telah melakukan pembunuhan secara terencana. ia dijatuhi hukuman mati di atas kursi listrik. pelaksanaan hukuman ini terjadi pada tanggal 17 April 1930 dipenjara Trenton.
(The Burning Woman, Charles Boswell & Lewis Thompson)
Baca Juga: Penghuni Terakhir
" ["url"]=> string(82) "https://plus.intisari.grid.id/read/553835187/kilasan-romansa-seorang-janda-berumur" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1690564314000) } } [5]=> object(stdClass)#93 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3561316" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#94 (9) { ["thumb_url"]=> string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/11/11/bermodal-asuransi_vlad-deepjpg-20221111034605.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#95 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(120) "Dua penjahat punya jenis kejahatan penipuan asuransi. Namun ketika mereka memalsukan kematian, polisi jadi turun tangan." ["section"]=> object(stdClass)#96 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/11/11/bermodal-asuransi_vlad-deepjpg-20221111034605.jpg" ["title"]=> string(17) "Bermodal Asuransi" ["published_date"]=> string(19) "2022-11-11 15:46:21" ["content"]=> string(28641) "
Intisari Plus - Dua penjahat punya jenis kejahatan penipuan asuransi. Namun ketika mereka memalsukan kematian, polisi jadi turun tangan.
-------------------
Suatu pagi yang dingin tahun 1985 di Manhattan, Gene Hanson dan John Hawkins hendak pindah dari apartemen mereka di Lexington Avenue. Mereka menyewa orang untuk mengepak dan memindahkan perabotan bergaya Victoria, berbagai barang seni patung dan lukisan yang mahal. Semua barang itu hati-hati dibungkus terpal, lalu dimuat ke dalam sebuah truk besar tertutup.
Pada saat istirahat siang, dan tinggal sedikit barang yang akan dimuat, Hanson mengajak para pekerja itu untuk makan siang di sebuah restoran. Hawkins tidak ikut makan karena punya urusan penting.
Begitu para pekerja tidak lagi kelihatan, Hawkins membawa truk itu ke suatu tempat, beberapa blok dari sana. Di tempat itu sudah menunggu truk lain yang sangat mirip bentuk dan ukurannya. Dia meninggalkan truk pertama dengan muatan berharganya, lalu membawa truk kedua kembali ke apartemennya. Truk kedua, yang disewa dari tempat penyewaan lain oleh seorang teman yang tidak menaruh prasangka apa-apa, berisi sampah. Dengan bentuk, ukuran, dan terpal penutup yang sangat mirip, para pekerja sedikit pun tidak curiga sekembali dari makan siang.
Truk pertama menuju ke tempat penyewaan perabot - yang disewa Hanson dan Hawkins beberapa bulan sebelumnya dan telah diasuransikan. Sedangkan truk kedua dikemudikan oleh Hawkins ke New Jersey, lalu sampah muatannya dibuang ke sebuah tempat pembuangan sampah.
Truk kedua yang sudah kosong muncul di Harlem keesokan harinya, setelah seseorang yang kebetulan lewat, menelepon polisi karena mendengar ketukan dan teriakan dari dalam sebuah truk yang diparkir di tepi jalan.
Begitu polisi membebaskannya, Hanson menyatakan, mereka dibajak oleh beberapa orang Amerika Latin yang bersenjata api. Para pembajak membawa truk itu ke sebuah gudang, mengosongkan isinya, menguncinya di dalam truk, dan meninggalkannya di jalan.
Gambaran dari Hanson dinilai Detektif John Miles dari Kepolisian New York kurang meyakinkan dan malah aneh. Namun, John Miles yang telah menjalani profesi selama puluhan tahun menduga semua itu karena Hanson masih kaget dan stres.
Kepolisian New York mencatat semuanya, kecuali kenyataan bahwa sebenarnya semua barang berharga itu hanya barang sewaan.
Dengan melampirkan salinan keterangan polisi sewaktu mengajukan klaim, Hanson dan Hawkins dapat dengan mudah menembus sistem yang rumit dalam Chubb Insurance. Pemeriksaan yang dijalaninya pun sederhana saja.
Beberapa minggu kemudian, mereka berdua telah menerima cek senilai lebih dari AS $ 109.000. Penipuan yang sempurna.
Modal ganteng
John Hawkins lahir di St. Louis, Missouri, tahun 1963. Orang tuanya bercerai kurang dari dua tahun kemudian. Ibunya yang cantik tidak mengalami kesulitan untuk segera mendapatkan pekerjaan pada sebuah kasino di Las Vegas.
Hawkins sudah tampan sejak masih kecil. Matanya biru tua, kulit kecokelatan, dengan rambut hitam berombak. Di usia sangat muda dia sudah sadar bahwa ketampanannya memikat banyak orang, terutama wanita. Dia pun memanfaatkannya untuk memanipulasi banyak orang. Bukan hanya merayu gadis sebayanya, melainkan juga wanita sepantaran ibunya. Hawkins menjalani kehidupan yang bebas dari aturan mana pun.
Ketika tinggal dengan ayahnya di Florida yang bekerja sebagai tukang las, dia belajar mengelas. Namun, pekerjaan itu dirasanya sangat berat juga kotor. Sebelum berusia 17 tahun, ia telah yakin tidak akan sanggup hidup demikian bersahaja. Dia pun pergi ke tempat yang dianggapnya lebih menjanjikan di California Barat.
Di sana dia mencoba menjadi pemain film. Celakanya, banyak sekali pemuda tampan yang menjadi pesaingnya. Rupanya, Hawkins tidak cukup sabar untuk “belajar” selama bertahun-tahun sebelum meraih kesuksesan.
Kembali ia menggunakan keahliannya. Hawkins pun terjun sebagai gigolo, menemani wanita tua kaya, kadang pria juga, menembusi kehidupan malam California Barat yang gemerlapan. Ia berpindah dari satu pesta ke pesta lain, bergaul dengan banyak insan Hollywood, termasuk orang-orang kaya baru dan para penipu ulung. Pada sebuah pesta tahun 1981 dia bertemu Gene Hanson.
Pekerja keras
Melvin Eugene Snowden lahir Ocala, Florida, tahun 1941. Orang tuanya bercerai kala ia masih bayi. Saat berusia lima tahun, ibunya menikah lagi dengan Cecil Hanson dan namanya pun berubah menjadi Gene Hanson. Pada 1965 Hanson mengikuti wajib militer, catatan sidik jarinya terarsip di Pentagon.
Usai menjalani wajib militer, Hanson sempat berganti-ganti pekerjaan tidak tetap sebelum akhirnya pindah ke Atlanta awal 1970-an. Di sana ia bekerja di perusahaan pakaian jadi. Kerja keras dan kemampuannya memahami dunia mode membuat kariernya melesat. Selain itu, pada masa-masa itu Hanson mulai menjalani perilaku homoseksual secara sembunyi-sembunyi.
Setelah pertemuan pertama pada 1981 - yang membuat Hanson dan Hawkins saling tertarik - keduanya segera memutuskan pindah ke New York.
Dengan pengalamannya, Hanson dapat bekerja di sebuah perusahaan sepatu di bagian suplai untuk berbagai toko mewah di New York. Karena tugasnya, ia sering bepergian ke Eropa. Dengan pekerjaan itu ia mendapat penghasilan cukup besar. Sedangkan Hawkins, dengan bantuan beberapa temannya di Hollywood, bekerja sebagai bartender di bar eksklusif. Kariernya meroket, dalam arti ia cepat populer. Ia pasti diundang dalam pesta-pesta penting. Penghasilannya pun tidak kalah dibandingkan dengan Hanson, apalagi bila ia juga melayani urusan ranjang.
Yang pasti, uang milik Hawkins juga berasal dari mengedarkan narkoba - baik di tempat kerja maupun dalam pesta-pesta pribadi. Obat terlarang itu diperolehnya dari seorang dokter, Richard Boggs.
Richard Peter Boggs lahir di Hot Springs, Dakota Selatan, tahun 1933. Segera setelah menjadi dokter, Boggs menikah dengan Lola Cleveland pada 1961. Ironisnya, pada saat yang sama ia baru sadar akan ketertarikannya secara seksual kepada sesama jenis. Selanjutnya, keluarga Boggs mengadopsi dua bayi, laki-laki dan perempuan. Sayangnya, pada 1976 rumah tangganya bubar. Semenjak itu ia lebih bebas menjalani kehidupan seksualnya.
Walaupun ia dokter yang hebat, masa krisis menghampiri pula. Awal tahun 1980-an ruang praktik pribadinya mulai sepi. Biar begitu, Boggs tetap menghamburkan uang untuk mencari kepuasan seksual dan menikmati narkoba. Untuk memenuhi kebutuhan keuangannya, Boggs mulai menjual obat terlarang. Salah satu pelanggannya Gene Hanson dan John Hawkins yang dijumpainya di bar khusus untuk kaum homo.
Doyan asuransi
Selain tampan, Hawkins pun berotak encer, terutama melakukan penipuan asuransi. Suatu ketika Hawkins membeli sebuah mobil jelek seharga AS $ 5.000, lalu membakarnya di sebuah jalan sepi. Kemudian ia melapor ke polisi bahwa dia menjadi korban perampasan mobil. Perusahaan asuransi membayar klaimnya sebesar AS $ 9.000. Maka ia pun mendapatkan keuntungan AS $ 4.000 untuk satu hari kerja.
Kali lain dia terbang ke Los Angeles, lalu meminta seorang teman untuk menyewa mobil dan pura-pura melakukan tabrak lari terhadap dirinya. Hawkins mengalami “kecelakaan” di sebuah jalan sepi. Dokter yang memeriksanya, Richard Boggs, menyatakan Iuka-lukanya cukup parah sehingga dia tidak dapat bekerja selama sedikitnya tiga bulan. Perusahaan asuransi pun mengganti kerugian itu sebesar AS $ 25.000.
Pada 1985 Gene Hanson dan John Hawkins meninggalkan New York, alasannya karena rezeki Hawkins di klub itu memudar. Klub tersebut sepi semenjak merebaknya virus HIV-AIDS. Dengan membawa uang hasil klaim asuransi perabotan antik dan barang seni, mereka pindah ke Lexington, Kentucky.
Juni 1985 Hanson dan Hawkins membuka perusahaan pakaian sendiri. Pengalaman Hanson sebagai karyawan yang baik ternyata tidak bisa banyak digunakan untuk pengusaha yang baik. Terbukti ia tidak mampu mengontrol berbagai aspek dalam usahanya. Pun setali tiga uang dengan Hawkins yang ketahuan hanya berbakat menyalurkan kenikmatan seksual dan menggunakan narkoba.
Dalam dua tahun perusahaan mereka bangkrut. Hawkins berinisiatif untuk kembali menerjuni kegemarannya bermain asuransi. Segera Hawkins dan Hanson membeli polis asuransi yang jumlahnya cukup berarti. Jika salah satu dari mereka meninggal dunia, yang lainnya akan memperoleh uang sebanyak hampir AS $ 1,5 juta dari dua perusahaan asuransi, Farmer’s New World Insurance dan Golden Rule Insurance.
Tidak lama setelah membayar premi pertamanya, Gene Hanson mulai mengeluh kepada beberapa orang bahwa dadanya sering sakit. Dia belum berusia 50 tahun tetapi rupanya stres telah mengganggu jantungnya, komentar teman-temannya.
Desember 1987 Hanson meninggalkan California untuk beristirahat dari pekerjaan karena kondisi kesehatannya memburuk. Sebelum pergi Hanson memperbarui surat wasiat yang menyatakan, bila dia meninggal, semua miliknya diwariskan kepada John Hawkins. Dia juga ingin tubuhnya dikremasi serta tidak seorang pun kerabatnya yang perlu diberi tahu. Surat wasiatnya itu dinyatakan sah secara hukum.
Jenazahnya kaku
Pukul 07.00, 16 April 1988, telepon 911 berdering. Rupanya dari dr. Richard Boggs.
“Ada yang bisa dibantu?” tanya operator.
“Eh ... pasien saya menelepon, mengeluh nyeri di dada. Dia datang ke tempat praktik saya, lalu tiba-tiba pingsan. Saya berusaha menyadarkannya.”
Petugas kesehatan segera tiba di 540 North Central Avenue, tempat praktik Boggs. Namun, mereka tidak dapat masuk karena pintu depan terkunci. Beberapa saat kemudian Boggs muncul sambil marah-marah karena mereka begitu lama tiba.
Para petugas kesehatan segera masuk dan menemukan seseorang berjanggut terbaring di lantai ruang pemeriksaan. Pria itu sudah meninggal. Rupanya, inilah alasan Boggs marah-marah.
Para petugas kesehatan sempat heran, jika korban meninggal beberapa menit lalu seharusnya tubuhnya masih hangat. Namun jenazah ini menunjukkan tanda-tanda kematian yang sudah lebih lama: kulit keunguan karena pengendapan darah di bagian-bagian tubuh yang lebih rendah, juga kakunya jari-jari, rahang, dan leher mayat.
Dua polisi yang sedang berpatroli, Tim Spruill dan James Lowrey, datang membantu. Dari dompet korban, mereka menemukan kartu kredit dan fotokopi akte kelahiran atas nama Melvin Eugene Hanson, tetapi tanpa foto.
Kepada kedua polisi itu Boggs menjelaskan, sekitar pukul 03.00, Gene Hanson menelepon Boggs yang sedang tidur di rumah. Ia mengeluhkan nyeri di dada. Mereka berjanji untuk bertemu di tempat praktik Boggs. Hanson tiba sekitar pukul 05.00.
Setelah memeriksa, Boggs menemukan kondisinya cukup parah. Dia pun menyarankan Hanson untuk segera ke rumah sakit. Namun, Gene Hanson menolak karena takut dengan rumah sakit.
Sementara Hanson berbaring di meja pemeriksaan, Boggs membuat beberapa catatan. Tiba-tiba Hanson terjatuh dari meja. Ia sudah tidak bernapas, jantungnya telah berhenti berdetak.
Boggs berusaha memberikan pernapasan buatan, tapi gagal. Ia segera menelepon 911, tetapi hanya ada nada sibuk. Kembali dia mencoba memberikan pernapasan buatan, lalu menelepon lagi ke 911, tetap nada sibuk. Usahanya menelepon baru memberikan hasil pada kali ketiga. Secara keseluruhan usahanya itu membutuhkan waktu sekitar 45 menit.
Lowrey melihat beberapa kejanggalan. Ia menghubungi 911, terbukti langsung tersambung dalam beberapa detik. Boggs pun tampak terlalu segar untuk seorang yang baru saja melakukan pernapasan buatan selama 45 menit.
Lowrey yakin ada yang salah. Namun sebagai petugas patroli, bukan tugasnya untuk membuat kesimpulan. Dia memasukkan pengamatannya ke dalam laporan, selanjutnya Detektif James Peterson yang akan menyelidiki.
Peterson mencari informasi dari pemeriksa jenazah, Craig Harvey. Craig mendapati hal aneh tentang penetapan waktu kematian. Menurut dia, kematian terjadi sekitar pukul 03.00, tetapi Boggs mengatakan sekitar pukul 06.00.
Pendapat Craig sejalan dengan Lowrey. Kekakuan mayat menunjukkan kematian berlangsung lebih awal dari waktu yang dikatakan Boggs. Setelah melakukan pemotretan, mengambil sidik jari, menimbang, dan mengukur, Craig memasukkan jenazah itu ke kamar mayat.
Otopsi dilakukan oleh dr. Evancia Sy. Dia mendapati tidak ada patah atau memar, tidak ada bukti kematian akibat kekerasan. Namun, ia juga tidak menemukan tanda jatuh dari meja pemeriksaan beberapa saat sebelum kematian, sebagaimana pula tidak ada tanda telah dilakukan pernapasan buatan.
Dia mengambil contoh jaringan, darah, dan Iain-lain. Ditemukan, kadar alkohol dalam darah jenazah sangat tinggi, kira-kira tiga kali lipat dari batas maksimal hukum di California. Itu sesuai dengan kondisi hati yang menunjukkan kecanduan alkohol yang menahun.
Evancia agak bingung karena tidak menemukan secara pasti penyebab kematian. Namun, ia juga tidak punya alasan untuk terus menahan mayat itu. Akhirnya, dia melepaskan jenazah untuk dimakamkan.
Seminggu kemudian Boggs menghubungi Evancia untuk menanyakan penyebab kematian, Evancia berterus terang, belum membuat kesimpulan karena masih ada keraguan. Dengan ramah Boggs memberikan riwayat pemeriksaan kesehatan Hanson, bahwa sudah bertahun-tahun dia mengalami gangguan jantung.
“Apakah Hanson menderita infeksi virus?” tanya Evansia.
“Ya, beberapa hari sebelum kematiannya,” jawab Boggs.
Ini dia! Dalam foto jaringan jantung terdapat noda kecil di sekitar pembuluh darah yang mengalirkan darah ke jantung. Itu pasti infeksi yang baru saja terjadi. Segera ia mengeluarkan surat kematian. Isinya, jenazah yang dikenal sebagai Gene Hanson meninggal karena penyebab yang wajar, serangan jantung.
Akhir April 1988 John Hawkins datang untuk mengkremasi jenazah Gene Hanson. Abunya dia buang ke laut.
Bukan Gene
Kecurigaan kuat tentang siapa yang sebenarnya tewas di ruang praktik Boggs justru menghinggapi Norman Mac Rae, penyelidik swasta yang bekerja untuk Farmer’s New World Insurance. Walau meninggal secara wajar, kematian Hanson sangat dekat dengan waktu dia mulai diasuransikan. Ada kecurigaan, Hanson menyembunyikan penyakitnya. Jika benar, pihak asuransi bisa tidak membayar atau setidaknya klaim yang dibayarkan tidak sebesar perjanjian.
Mac Rae memperoleh riwayat kesehatan Hanson dari Boggs plus surat kematian dari Evancia. Hal itu belum memberikan petunjuk apa-apa. Di sisi lain John Hawkins - sebagai ahli waris Hanson - terus mendesak Farmer’s untuk segera mencairkan uang klaim asuransi sebanyak AS $ 1 juta.
Sebagaimana umumnya perusahaan asuransi yang memiliki prosedur atas klaim asuransi, Farmer’s pun meminta kepada Detektif Peterson untuk mendapatkan foto mayat itu dan fotokopi SIM Hanson. Butuh waktu lima minggu bagi Peterson untuk memperoleh fotokopi SIM Hanson dari Sacramento. Sekilas, data dalam SIM itu persis sama dengan orang yang meninggal: tinggi dan bobot badan, warna mata dan rambut, juga kumis dan janggut. Namun, gambar di dua foto itu berbeda. Korban yang meninggal terlihat lebih muda dari Hanson yang 46 tahun.
Polisi selalu mencocokkan sidik jari orang yang meninggal karena penyebab yang meragukan, tetapi tidak pada orang yang meninggal secara wajar. Karena “Hanson” meninggal di tempat praktik dokter yang mengenalnya dengan baik, semula tidak ada keraguan akan identitas jenazah. Namun, Peterson meragukan kesamaan antara foto jenazah dengan foto di SIM Hanson. la pun memerintahkan untuk membandingkan sidik jari jenazah dengan yang tercantum pada SIM. Memang tidak cocok!
Untuk lebih memastikan, Peterson meminta arsip sidik jari Hanson di Pentagon. Perlu beberapa minggu sebelum data itu tiba. Kini Peterson yakin, mayat itu bukan Gene Hanson.
Peterson segera menghubungi kedua perusahaan asuransi untuk menunda pembayaran klaim kepada John Hawkins. Beruntunglah Golden Rule Insurance hampir mengirimkan AS $ 450, tetapi sempat dibatalkan. Berbeda dengan Farmer’s New World Insurance yang sudah membayarkan AS $ 1 juta.
Kepolisian Los Angeles menugaskan Karl Stoutsenberger (29) untuk memeriksa kasus itu. Polisi patroli yang pertama tiba di TKP, Spruill dan Lowrey, juga para petugas kesehatan, memberinya informasi, pada hari kejadian Boggs tampak aneh. Sementara petugas kamar mayat memberi tahu Karl, betapa saat itu Boggs sangat mendesak untuk segera mengeluarkan mayat Hanson guna dikremasi. Selain itu ada juga perbedaan waktu kematian antara perhitungan pemeriksa jenazah dengan laporan Boggs.
Jika bukan Gene Hanson yang meninggal di ruang pemeriksaan Boggs, lalu siapa? Jika dia meninggal bukan karena serangan jantung, lantas karena apa?
Mayat siapa?
Stoutsenberger segera menghubungi Peterson. “Apakah penyelidikan pembunuhan sudah dilakukan?” tanyanya.
“Belum,” jawab Peterson tenang. “Surat kematian yang dikeluarkan oleh dokter yang mengautopsi menyatakan kematian secara wajar, mana mungkin diadakan penyelidikan pembunuhan?”
Stoutsenberger menemui dokter yang mengautopsi, Evancia. Setelah mereka berbincang panjang lebar, Evancia mulai merasa tidak yakin akan pernyataannya tentang penyebab kematian yang wajar itu. Ia pun kembali mempelajari arsip-arsipnya.
Pada 25 Augustus 1988 dikeluarkan perintah pengadilan yang melarang John Hawkins menggunakan uang hasil klaim asuransi sampai kasus ini tuntas diselidiki. Sayangnya terlambat, Hawkins sudah mencairkan semua uang itu dan raib.
Stoutsenberger bekerja sama dengan Mike Jones, polisi yang khusus menangani kejahatan asuransi. Keduanya berusaha membuat janji bertemu dengan Boggs, tetapi selalu gagal. Baru dengan ancaman panggilan pengadilan akhirnya Boggs bersedia ditemui. Namun, keterangan yang dia berikan sangat kacau dan berubah-ubah. Dia mengaku tidak mengenali foto Hanson yang asli, tetapi yakin foto pria yang meninggal di tempat praktiknya itu adalah Hanson.
“Anda berbohong,” kata Jones.
“No comment” jawab Boggs sambil membuang muka.
Stoutsenberger dan Jones yakin bahwa Boggs berbohong. Namun, sebelum menuntut Boggs lebih jauh, Jones lebih memprioritaskan untuk mencari tahu identitas sebenarnya dari mayat itu.
Dengan data dari National Crime Information Center, Jones menyelidiki orang-orang yang dilaporkan hilang pada bulan saat ditemukannya mayat di tempat praktik Boggs. Akhirnya muncul satu nama, Ellis Greene (32). la terlihat terakhir kali malam tanggal 15 April 1988, malam sebelum pembunuhan, di sebuah bar khusus untuk kaum homo. Jones membandingkan sidik jari mayat itu dengan sidik jari Greene di Angkatan Darat, tempat Greene pernah bertugas. Ternyata cocok.
Stoutsenberger dan Jones mencari informasi tentang malam terakhir Greene. Bartender mengatakan, melihat Greene mabuk dan memanggil taksi untuk mengantarkannya pulang. Supir taksi bernama Russel Leek ingat membawa penumpang itu sekitar tengah malam, tapi tidak ingat di mana Greene turun.
Pada 30 September 1988 Jones ke rumah Boggs. Penggeledahan menghasilkan penemuan cukup banyak narkoba ilegal. Boggs ditahan dengan tuduhan mengedarkan narkoba. Untung, ia dapat dibebaskan dengan jaminan oleh keluarganya. Ia belum dapat dituduh terlibat kasus tewasnya Ellis Greene karena masih terganjal satu hal, yakni surat kematian yang ditandatangani oleh Evancia yang menyatakan Greene meninggal secara wajar.
Evancia bekerja keras memeriksa kembali semua contoh jaringan dan darah yang diambil, juga mempelajari berbagai buku tentang penyakit jantung. Pada November 1988 dia membuka kembali kasus itu dengan mencantumkan pada surat kematian, “penyebab belum dapat ditentukan”.
Modalnya besar
Gene Hanson yang tentu masih hidup, hidup berpindah-pindah antara Florida dan California selama beberapa bulan setelah kematian Greene. Sejak identitas asli Ellis Greene terungkap, Hanson mengikuti terus perkembangan kasus itu lewat surat kabar. Dia terus waspada dengan berkali-kali mengganti alamat dan identitas.
Gene Hanson punya alasan kuat untuk khawatir. Ia yakin dirinya dibayangi oleh kepolisian California, FBI, juga sekelompok detektif pimpinan Vince Volpi, yang disewa oleh Farmer’s New World Insurance.
Volpi berhasil menemukan Erik De Sando, salah seorang kekasih John Hawkins. Dari tempat sampah De Sando ditemukan sebuah nomor telepon di Miami atas nama Wolfgang von Snowden. Volpi ingat, Gene Hanson terlahir denga nama Melvin Eugene Snowden. Sayangnya, ketika tempat tinggal itu didatangi, Gene Hanson sudah lama pergi.
Mike Jones yang menyelidiki rumah dan tempat praktik Boggs menemukan nomor telepon yang pernah dihubungi Boggs tidak lama sebelum dan setelah kematian Greene. Nomor telepon ini membawa Jones pada sebuah rumah yang disewa atas nama Ellis Greene, tapi penyewanya juga sudah tidak ada.
Nama Hanson dan nama-nama samarannya yang diketahui dimasukkan ke dalam data komputer sebagai “Orang yang Dicari” ke seluruh Amerika.
Pada 29 Januari 1989 petugas di bandara Dallas, Dave Berry, mencurigai seorang calon penumpang yang tampak gugup. Pria itu bernama George Soule. Naluri mendorong Berry untuk menggunakan haknya memeriksa tas milik Soule. Di dalammya ditemukan beberapa dokumen atas nama Wolfgang von Snowden dan Ellis Greene, juga sebuah buku dengan judul “Cara Membuat Identitas Baru”. Berry yakin, orang ini Gene Hanson.
Segera Mike Jones, Vince Volpi, dan Iain-lain menginterogasi, tetapi pria itu tetap menolak memperkenalkan identitasnya. “Soule” alias Hanson ditahan di Texas. Ketika ditanya apakah dia sanggup membayar AS $ 5 juta sebagai uang jaminan pembebasan, pria itu menjawab, “Sanggup, asal saya diizinkan untuk ‘mati’ beberapa kali lagi”. Nah ‘kan!
Setelah Hanson, giliran Boggs mendapat pengawasan 24 jam. Pada 3 Februari 1989 Boggs ditangkap ketika keluar dari tempat praktiknya dengan membawa koper. Dalam tahanan Boggs menyatakan dirinya tidak bersalah. la mengatakan bahwa penghasilannya yang lebih dari AS $ 200.000 dolar per tahun tidak perlu membuat dia melakukan penipuan asuransi, apalagi membunuh. Namun, dia tetap dikenai tuduhan pembunuhan terhadap Ellis Greene.
John Hawkins ternyata lebih sulit ditangkap. Dengan sejumlah besar uang tunai di tangan, ia punya modal untuk menghilang. Ia memasang iklan di surat kabar menawarkan pinjaman uang. Orang yang berminat diminta menelepon ke kamar hotel tempatnya menginap. Dia akan menanyakan tempat dan tanggal lahir, nomor SIM, serta berbagai data lainnya.
Dengan data-data itu dia membuat berbagai dokumen palsu: akte kelahiran, SIM, dan paspor. Berbekal sangat banyak uang dan setidaknya enam identitas palsu, Hawkins bepergian hampir ke seluruh dunia.
Meski berusaha untuk tidak menarik perhatian pihak kepolisian, jejak keberadaannya sedikit demi sedikit mulai terendus. Juli 1991 seorang wanita Belanda yang menonton tayangan televisi tentang kasus ini menginformasikan bahwa dia mengenal seorang pria bernama Bradley Bryant, yang kemungkinan adalah John Hawkins, berada di Italia.
Tanpa perlawanan pria itu langsung ditahan, tetapi dia menolak menyebutkan namanya. Setelah menjalani pemeriksaan yang teliti, didapati dia telah berusaha untuk mengubah wajahnya. Tetapi sidik jarinya telah membuka rahasianya, yang memang John Hawkins. Tanda pengenal lain yang cukup aneh - tetapi sangat dikenal pasangan Hawkins - adalah bagian kelaminnya yang kekurangan pigmen.
Karena Italia tidak mengenal hukuman mati, disepakati John Hawkins akan dipindah ke Amerika. Juli 1992 Hawkins diekstradisi ke California. Ia dihadapkan pada tuntutan membunuh demi keuntungan materi, penipuan asuransi, dan pencurian besar-besaran.
Dr. Michael Baden dari Kepolisian New York yang sudah lebih dari 20.000 kali melakukan otopsi yakin, Greene meninggal karena mati lemas, meski tidak terungkap cara yang dilakukan Boggs untuk menghabisi korbannya.
Boggs dihukum penjara seumur hidup tanpa ada kemungkinan mendapatkan pembebasan bersyarat. Sedangkan Gene Hanson dan John Hawkins dijatuhi hukuman mati yang eksekusinya berlangsung pada tahun 1996.
Baca Juga: Investigasi Lewat Buku Akuntansi
" ["url"]=> string(62) "https://plus.intisari.grid.id/read/553561316/bermodal-asuransi" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1668181581000) } } [6]=> object(stdClass)#97 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3305952" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#98 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/adu-pintar-dengan-penyelundup-he-20220603053855.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#99 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(145) "Seorang gemuk tiba di bandara Olympic, tidak ada yang menarik dengan kopernya. Namun, lain halnya ketika petugas bandara menggeledah isi dadanya." ["section"]=> object(stdClass)#100 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/adu-pintar-dengan-penyelundup-he-20220603053855.jpg" ["title"]=> string(36) "Adu Pintar dengan Penyelundup Heroin" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-03 17:39:40" ["content"]=> string(50984) "
Intisari Plus - Pada saat seorang gemuk tiba di bandara Olympic, tidak ada yang menarik dengan kopernya. Namun, ketika petugas bandara menggeledah isi dadanya yang tertutup setelan jas itu, terlihat pita yang mengait plastik berisi 1 kg heroin.
-------------------------
Seorang pria gemuk bersetelan jas kerut merut berbaris bersama para penumpang lain yang baru turun dari pesawat Olympic di Bandara John F Kennedy, New York. Pesawat itu datang dari Athena lewat Roma dan Paris.
Mereka membuka koper masing-masing di hadapan petugas pabean, yang melakukan pemeriksaan rutin dengan terampil. Kalau ternyata koper tidak berisi barang terlarang, petugas memberinya coretan dengan kapur.
Pria gendut itu juga membuka kopernya. Isinya biasa: pakaian dalam, buku saku cerita kriminal, dan alat cukur. Seorang petugas sejak tadi tidak tertarik pada koper itu. Yang menarik perhatian justru si pemilik koper yang berdiri kaku seperti memakai baju besi.
Segera saja tubuh pria gemuk itu digeledah. Ternyata dada pria itu terlibat erat dengan pita yang biasa dipakaikan kepada pasien bedah. Di bawah pita itu didapati tiga kantung plastik, masing-masing berisi 1 kg heroin murni.
Beberapa saat kemudian dua agen khusus pabean ngebut dari markas besarnya di Manhattan untuk menangani kasus itu. Seorang di antaranya bernama Albert W. Seeley, yang selama 20 tahun di New York Police Department bekerja memerangi kejahatan terorganisasi.
Kawannya ialah Edward T. Coyne, yang 6 tahun berpengalaman di pabean dan belum lama ini pindah ke Biro Narkotik Federal. Ketika itu tanggal 6 Mei 1967.
Cuma "keledai"
Hari itu juga pria gemuk yang mencoba menyelundupkan 3 kg heroin itu diinterogasi. Menurut paspornya, ia bernama Andre Pontet. la tidak bisa berbahasa Inggris. Dengan bantuan penerjemah Prancis pun pembicaraan berlangsung tersendat-sendat.
Katanya, ia memperoleh paspor dari seorang pria di Buenos Aires, Argentina, yang menjanjikan AS $ 3.000 kepadanya. Ia tidak tahu siapa orang yang memberinya paspor itu, kecuali bahwa pria itu juga orang Prancis.
Ia disuruh mengambil heroin di Roma untuk dibawa ke New York. Apa yang dikerjakan orang Prancis itu di Buenos Aires? Ia tidak tahu. Katanya, banyak orang Prancis di Buenos Aires, terutama mereka yang semasa perang menjadi kolaborator Nazi.
Jelas bagi polisi, Pontet ini cuma "keledai", yaitu istilah yang diberikan kepada para pembawa obat bius.
Seeley meminta sidik jari Pontet diperiksa oleh Interpol. Sementara itu Seeley berpikir: selama bertahun-tahun ini mereka sudah menangkapi para pembawa obat bius dari Prancis, lewat jalan yang sudah mereka kenal, dari Marseille di Prancis Selatan ke New York.
Kini tiba-tiba ada pembawa heroin yang mengambil jalan lain. Mustahil orang itu dipanggil dari Buenos Aires di Argentina untuk pergi ke Roma, lalu membawa heroin ke New York?
Keesokan harinya, Minggu, Interpol di Paris berhasil mengidentifikasi sidik jari yang dikirim dari New York. Andre Pontet ternyata Ange Luccarotti, seorang penjahat Korsika yang tiga tahun sebelumnya kabur dari penjara Prancis.
Coyne ingat, mereka pernah berurusan dengan Luccarotti sebelumnya. Dari berkas yang ada diketahui bahwa tahun 1965 seorang bernama Nonce Luccarotti dihukum karena mencoba menyelundupkan 100 kg heroin ke AS dalam sebuah lemari es milik seorang anggota tentara yang kembali dari Eropa. Apakah Nonce itu saudaranya Ange?
Di Washington, D.C. pihak pabean maupun petugas penanggulangan narkotik menanggapi dengan skeptis saja penemuan itu. Mereka sibuk menangani ancaman yang dianggap paling besar, yaitu dari French Connection, yang mempunyai laboratorium yang ditangani para gengster Korsika.
Para penjahat itu mengirimkan heroin langsung dari Marseille ke New York. Buat apa harus berputar-putar dulu?
Seeley berpendapat lain. Bisa saja para penyelundup itu memakai jalan memutar untuk mengelabui yang berwajib. Seeley berkeyakinan, para kurir yang dipakai untuk melakukan perjalanan yang rutenya tidak lazim itu ialah orang-orang yang belum dikenal oleh para petugas AS, tetapi para pemasoknya mungkin sama. Teorinya itu diabaikan.
Tiga bulan kemudian para petugas di Port Everglades, Florida, menangkap tiga kurir yang membawa 12 kg heroin. Mereka masing-masing memakai visa turis yang dicap di Buenos Aires. Heroin itu diikat erat ke tubuh mereka seperti yang didapati pada tubuh Ange Luccarotti.
Bulan Agustus itu juga, Royal Canadian Mounted Police menjaring dua orang dari Buenos Aires di Bandara Internasional Montreal. Suami-istri itu membawa 16 kg heroin di tas bawaan mereka yang diberi dasar palsu.
Nama-nama dan alamat
Tanggal 5 Desember tahun itu juga Biro Sentral Nasional Interpol di Madrid, Spanyol, melaporkan penangkapan tiga kurir. Salah seorang di antaranya orang Prancis bernama Micki Soule. Mereka digerebek di sebuah bar yang sering dikunjungi para pembawa obat bius.
Di antara surat-surat yang tidak sempat dibuang oleh Soule terdapat nama Jack Grosby dan Jose Colon. Menurut catatan, Colon itu beralamat di 3379 Broadway, New York. Di salah seorang lain yang ditangkap ditemukan coretan peta jalan. Pada peta itu ditulis Tabaquiria Ricardo.
Tabaquiria Ricardo di 3379 Broadway di West Side, Manhattan, merupakan salah sebuah toko cerutu dan tembakau di daerah itu, yang menjual pula pipa, film, alat-alat tulis, dan Pepsi Cola. Toko itu milik Luis Stepenberg (40), yang sejak dua tahun lalu berkongsi dengan Jose Colon. Stepenberg memiliki pula Stepenberg Cigar Store di 2541 Broadway dan di nomor 3555.
Jack Grosby adalah seorang Yahudi Argentina, yang nama aslinya Jacobo Grodnitzky. Pria jangkung berusia 41 tahun itu berambut pirang dan bermata biru. la sama sekali tidak memperlihatkan ciri-ciri Amerika Latin. la tinggal dalam sebuah apartemen mewah dekat Central Park di New York dengan pacarnya, Eva Santos, seorang wanita Argentina yang sangat cantik.
Kalau Jack Grosby ganteng, Luis Stepenberg gendut dan kelihatan lebih tua daripada umurnya. Dua belas tahun yang lalu ia pindah dari Buenos Aires ke AS, mengikuti jejak ayah dan adiknya, yang masing-masing mengusahakan toko permata.
Sebelum menjadi makmur, ia bekerja menjadi tukang cuci piring di sebuah restoran di New Jersey bersama Jack Grosby. Itu terjadi 10 tahun sebelum 1967. Kemudian ketika ia mengusahakan jual beli mobil bekas, Grosby menjadi salesman-nya.
Stepenberg menjadi warga negara Amerika pada tahun 1960, tetapi tetap memegang kewarganegaraan Argentinanya. Sudan tiga kali ia berurusan dengan yang berwajib, dua di antaranya berhubungan dengan pemalsuan surat-surat, namun setiap kali ia dibebaskan karena tidak terbukti bersalah.
Keterangan itu tentu mencurigakan. Jadi, Interpol memasukkan toko tembakau Stepenberg di 3379 Broadway ke dalam berkas mereka.
Tanggal 1 Januari 1968, bagian obat bius di Interpol menjumlahkan hasil penangkapan yang dilakukan oleh pabean AS. Biro Narkotik Federal dan Mounties (Kanada) terhadap para penyelundup obat bius yang berasal dari Buenos Aires.
Seluruhnya ada 21 orang yang terjaring. Seeley dan Coyne merasa risau. Mereka mengira yang tertangkap itu tidak berarti, walaupun obat bius yang disita polisi 700 kg dalam waktu 8 bulan ini.
Soalnya, paspor orang-orang yang ditangkap itu menunjukkan mereka sudah beberapa kali bolak-balik. Berapa bawahan mereka yang lolos? Berapa pula rekan-rekan mereka yang lolos?
Pada masa itu di AS saja ada sekitar 315.000 pecandu heroin, sekitar setengahnya berada di New York City. Obat bius itu bukan cuma menghabiskan uang, menimbulkan kejahatan, tetapi juga merusakkan badan dan jiwa, bahkan mematikan.
Orang-orang yang tertangkap biasanya berhasil ditahan di luar dengan jaminan tinggi dan mereka pun melenyapkan diri, pasti dengan surat-surat palsu.
Iklan jual "kucing"
Sementara itu Seeley dan Coyne bersama-sama rekan mereka di Biro Narkotik berhasil menemukan kartu bisnis Ristorante El Sol, Buenos Aires di beberapa kurir. Dari polisi federal Argentina diketahui restoran itu milik seorang Prancis yang sering berurusan dengan polisi internasional, Augusto Jose Ricord.
Dari berkas Interpol diketahui Ricord ini mempunyai pelbagai alias, yaitu antara lain Lucien Darguelles dan Andre Cori. Restorannya tampak terhormat.
Pria asal Marseille itu semasa berumur 16 tahun sudah berurusan dengan polisi karena mencuri dan memeras. Umur 20 tahun ia ketahuan mengusahakan serangkaian rumah pelacuran. Ketika Nazi berkuasa ia menjadi informan Gestapo dan pemungut pajak. Tahun 1947 ia kabur ke Buenos Aires, karena dituduh merampok dan berkhianat. Di Amerika Latin ia membangun jaringan pelacuran di tiga negara: Argentina, Brasil, dan Venezuela.
Walaupun "rapornya jelek", namun ia tidak tercatat pernah melakukan kejahatan terorganisir sejak 1963. Bulan Juni 1968 namanya sekali lagi muncul, sekali ini di Markas Biro Narkotika Federal di New York City.
Sebuah surat kaleng yang diposkan di Brussels, Belgia, tanggal 2 Juni meminta sejumlah uang kepada badan itu dengan imbalan sebagai berikut:
- Keterangan mengenai kelompok-kelompok di Eropa dan Amerika Selatan yang mengekspor obat bius ke AS.
- Pembeli-pembelinya di AS.
- Nama rekan-rekan usaha Ricord - Cori.
Penulis surat kaleng itu meminta pihak yang berwenang memperhatikan iklan di Koran Le Soir di Brussels, yang bunyinya: "Jual kucing. Telepon ...." Kalau para petugas penanggulangan narkotik tertarik pada tawarannya seperti yang tertera di surat kaleng, harap menghubungi nomor itu dan memberi tahu identitasnya.
Demikianlah iklan jual kucing itu muncul selama dua minggu dan para petugas menghubungi pemasang iklan yang temyata seorang kurir yang tidak puas, yang merasa dirinya ditipu oleh sindikat obat bius.
Nama-nama, tanggal, alamat yang disebut kurir itu kemudian diperiksa oleh polisi dan terjalinlah suatu gambaran. Ricord mestinya kepala dari sindikat itu di Buenos Aires dan Stepenberg importir utamanya di AS. Namun tak ada bukti-bukti yang cukup, yang menghubungkan teri-teri yang sudah terjaring dengan dua kakap itu.
Tukang sapu menemukan sekantung bubuk putih
Akhir musim panas 1968 di Buenos Aires terjadi perampokan bank yang dilakukan oleh perampok bersenjata yang berbicara bahasa Prancis. Jadi, polisi menggerebek orang-orang Prancis yang diketahui merupakan pentolan-pentolan penjahat. Ricord sempat menyembunyikan diri.
Pada saat ia tidak muncul itu heroin yang berhasil disita di bandar-bandar udara AS juga menurun drastis, seakan-akan kurir-kurir berhenti terbang menyeberangi Samudera Atlantik.
Al Seeley tidak percaya kalau Ricord menghentikan usaha yang sangat menguntungkan itu. Mungkin mereka berganti tipu.
Tanggal 27 Juli 1968, pukul 16.45, seorang tukang sapu naik ke pesawat yang baru tiba dari Frankfurt di Bandara Dulles, Washington. Ia menuang isi tempat sampah dari WC pesawat.
Ternyata di dalamnya ada kantung plastik berisi 0,5 kg bubuk putih di antara kertas-kertas tisu bekas pakai. Karena curiga, tukang sapu itu memanggil petugas pabean, yang mengendus-endus dan mencicipi isi kantung plastik itu. Rasanya lebih asam daripada cuka dan sepahit kina. Tak salah lagi heroin!
Para petugas lantas mencari di tempat-tempat lain di WC. Di balik dinding WC ditemukan 11 kantung plastik lain yang masing-masing berisi 0,5 kg heroin. Dengan hati-hati, kantung-kantung itu semua ditaruh ke tempat semula.
Kira-kira pukul 18.00, pesawat berangkat lagi. Namun, di WC kini duduk seorang petugas yang menyamar, George Festa. Pesawat itu menuju ke St. Louis, Denver, dan San Francisco.
Ketika tiba di St. Louis, para penumpang turun. Petugas mengecek WC. Semua kantung plastik masih ada. Para penumpang naik lagi ke pesawat yang akan melanjutkan perjalanan. Festa melihat salah seorang penumpang baru yang berpakaian rapi duduk di dekat WC. Kira-kira 20 menit sebelum pesawat mendarat di Denver, penumpang yang baru naik di St. Louis itu masuk ke WC sambil membawa tasnya. Festa memperhatikannya dengan saksama.
Ketika orang itu keluar, Festa yang sejak tadi menunggu, masuk ke WC. Festa memeriksa tempat-tempat di mana kantung plastik tadi berada. Semua kantung sudah lenyap.
Pukul 21.00, 709 mendarat di Denver. Pria yang mengepit tas ke WC tadi diam-diam diikuti oleh Festa. Ternyata ia memesan tempat di loket United Airlines, untuk terbang dengan flight 178 ke New York pukul 04.00 keesokan harinya.
Penerbangan itu berlangsung tanpa berhenti. Festa lantas memberi tahu lewat telepon ke markas besarnya di New York. Ia sendiri memesan tempat di pesawat yang sama.
Keesokan malamnya, pria yang mengepit tas itu, Willie Wouters, ditangkap di Bandara Kennedy di New York oleh Edward Coyne dan Mortimer Benjamin yang sudah menunggunya. Wouters yang tampaknya lelah tidak berusaha mungkir. la mengaku pernah melakukan 10 kali perjalanan serupa. la memperoleh AS $ 3.000 sekali jalan.
Heroin itu dibawa masuk ke AS oleh orang lain, yaitu Joseph Villeda, orang Prancis kelahiran Maroko. Villeda menyembunyikannya di WC. Wouters akan naik ke pesawat yang sama di AS dan mengambil heroin domestik, ia tidak diperiksa. Heroin itu dibawa untuk Jack Grosby di New York.
Sebelum lewat tengah malam hari itu juga, Villeda dan Grosby sudah ditangkap. Grosby sejak semula mempunyai keyakinan bahwa orang-orang yang bekerja untuk Ricord selalu bisa ditahan di luar dengan uang jaminan dan kalau sudah di luar mereka kabur dengan mempergunakan surat-surat palsu.
Ternyata orang yang menawarkan jaminan baginya ialah Luis Stepenberg. Pengacara Grosby bisa menawar uang jaminan dari AS $ 100.000 menjadi AS $ 50.000. Percuma saja Coyne protes dalam pemeriksaan pendahuluan di pengadilan. Coyne yakin Grosby kabur ke Brasil, seperti sudah dilakukan oleh Jose Colon, rekan dagang Stepenberg, pada tanggal 29 Juli. Stepenberg sendiri tidak bisa dicari. Entah ke mana ia bersembunyi.
Penyemir sepatu ingin kaya
Tanggal 27 November lima orang pria minum-minum di sebuah kelab malam di Jenewa untuk merayakan "kemenangan" mereka. Seorang di antaranya bernama Philippe Moulon. (59). Walaupun penampilannya mirip guru besar universitas, sebenarnya ia bekas direktur sebuah bank di Swis. Orang-orang yang ditraktirnya ialah Jack Grosby, Luis Stepenberg, dan dua kurir.
Moulon tahu cara lain yang lebih anggun untuk menggantikan cara lama yang sudah ketahuan untuk mengangkut obat bius.
Stepenberg membeli heroin dari Moulon dengan harga AS $ 7.500 per kilo untuk dijual AS $ 12.000 - 13.000 per kilo. Stepenberg merasa pasti akan segera menjadi kaya, punya kurir sendiri, dan tempat menyimpan heroin sendiri.
Bulan Desember 1968 Luis Stepenberg berada di Hotel Copacabana, Rio de Janeiro. Ia memanggil seorang tukang semir sepatu. Cosme Sandin yang berumur 22 tahun itu sudah empat tahun menjadi penyemir sepatu. "Senhor Luis" sering muncul di hotel itu, walaupun ia menyewa sebuah apartemen tidak jauh dari sana.
"Kau mau kaya?" tanya Stepenberg kepada pemuda yang sedang memulas sepatu dengan semir.
"Siapa yang tidak mau, Senhor Luis?" jawab pemuda itu dengan tercengang. "Namun, bagaimana caranya?"
"Gampang. Yang perlu kau kerjakan hanyalah pergi membawa beberapa koper ke New York."
Beberapa hari kemudian pemuda miskin yang penghasilannya cuma AS $ 30 seminggu itu sudah mempunyai paspor dan visa turis yang bisa diperbaharui setiap 6 bulan sekali selama 4 tahun.
"Empat hari lagi kau berangkat. Sampai ketemu di bandara. Namun, ingat, jangan menghubungi aku selama 4 hari ini."
Tanggal 20 Desember Cosme dijemput Stepenberg ke Bandara Internasional Galeao. Mereka berdesakan dalam mobil bersama Jack Grosby, pacar Jack, yaitu Eva Santos, dan seorang wanita lain. Keadaan bandara itu ingar bingar seperti biasa. Penuh suara tawa, air mata perpisahan, dan peluk cium. Cosme bengong-bengong saja.
"Perhatikan pria dekat kios koran itu, Nak," kata Stepenberg. "Dia akan sepesawat denganmu, tetapi ia tidak akan menghubungimu sebelum tiba di New York. Mulai di New York, kau ikuti semua perintahnya."
Cosme memandang pria bertubuh kecil gemuk yang matanya menonjol dan rambutnya bercambang itu. Pria berumur 30-an itu sedang membolak-balik majalah.
Varig flight 855 mengudara sepanjang malam. Pria bercambang itu, Jimmy Cohen, sia-sia saja mencoba memejamkan matanya. Selama seminggu ini terjadi hal-hal yang luar biasa dalam hidupnya.
Tanggal 12 Desember yang lalu ia masih menjadi wakil kepala koki di kapal SS Independence, yang berlayar di Laut Tengah ke Jepang dan Rusia. Ia kenal Stepenberg dan Grosby ketika mereka bertiga bekerja menjadi pelayan restoran di New Jersey.
Setelah itu kadang-kadang saja ia bertemu mereka di Konsulat Jenderal Argentina di Manhattan. Tiba-tiba ia mendapat telegram untuk datang ke Rio menemui Stepenberg. Katanya, ada objekan besar.
"Kau mau cepat kaya?" tanya Stepenberg. "Yang harus kau kerjakan hanyalah memindahkan koper-koper di New York dari sebuah rumah ke rumah-rumah lain. Ambil di suatu tempat, setorkan ke tempat lain. Karena upah "memindahkan sebuah koper" sama dengan gajinya selama dua tahun di kapal, Cohen terbujuk.
"Mana barangnya?" tanyanya cepat. "Nanti dulu. Pekerjaan ini berbahaya. Kau bisa ditangkap. Namun, kalau kau ditangkap, sabar saja. Mungkin kau dibui dua tiga bulan. Kalau keadaan sudah reda, akan ada pengacara kepadamu dan mengurusmu. Yang penting, selama di bui kau jangan ngomong dengan siapa-siapa. Kau boleh menyuruh Cosme Sandin untuk memindah-mindahkan koper itu. Jadi, risikonya kurang. Ongkos jangan dipikirkan.
Stepenberg memberi instruksi. Setibanya di New York, Cohen hams menyewa rumah tertentu di Queens, New York. Koper-koper mesti ditaruh di situ. Cohen sendiri dilarang pergi ke sana. Kecuali kalau diberi instruksi. Rumah itu ialah untuk orang-orang Prancis yang datang membawa heroin.
Cohen baru boleh datang ke rumah itu kalau mendapat perintah dari seseorang di New York. Stepenberg memberi suatu alamat kepada Cohen waktu mereka berada di bandara, yaitu alamat orang yang harus didatangi di New York.
Kalau Cohen sudah menyewa rumah, satu perangkat kunci rumah itu harus diserahkannya ke alamat tersebut. Stepenberg dengan wanti-wanti berpesan pada Cohen agar sekali-sekali jangan datang ke rumah sewaan itu, kalau tidak diperintah ke sana.
Semur ikan palsu
Di Bandara Galeao, sebelum berangkat tadi, Cohen didekati Stepenberg. "Itu orang yang akan bekerja untukmu," katanya menunjuk pada Cosme. Tetapi jangan berbicara dengannya sekarang."
Stepenberg menyerahkan dua sampul tak beralamat kepada Cohen. Yang sebuah terbuka, isinya AS $ 2.000, untuk pembayar ongkos-ongkos Cohen dan Cosme Sandin di New York. Yang sebuah lagi ditutup rapat, untuk diserahkan ke Tabaquiria Ricardo kepada seseorang bernama Eduardo Poeta.
Selama dalam perjalanan, Cosme Sandin yang belum pernah terbang merasa takut-takut senang. Jimmy Cohen duduk empat baris di mukanya, tetapi pria itu melirik pun tidak.
Tanggal 21 Desember 1968, ketika para penumpang turun di Bandara Kennedy, Cosme mendapatkan Jimmy Cohen di sisinya. "Saya Jimmy. Kita sama-sama naik taksi," katanya.
Di taksi Cosme diberi tahu bahwa ia hams tinggal di Hotel YMCA yang murah di tengah Manhattan dan ia harus menunggu instruksi di sana. Ia memberi Cosme sedikit uang dan berjanji akan menghubungi Cosme setiap hari. Ongkos menginap ia bayar duluan untuk seminggu. "Enak betul bekerja untuk Senhor Luis," pikir Cosme.
Awal Februari Cohen mendapat rumah seperti yang diinginkan Stepenberg di 68-19 Dartmounth Street, Forests Hills, Queens, yaitu di daerah tempat tinggal. Walaupun ia menyewa atas namanya, namun teleponnya didaftar atas nama Julio Silverberg, yaitu nama seorang pelayan yang pernah dikenalnya di New York. Kunci-kunci duplikat rumah itu diserahkannya kepada Poeta.
Hari-hari berlalu, namun tiada kabar berita dari Stepenberg, sehingga Cohen gelisah. Kini sudah dua bulan ia berhenti menjadi koki. Uang pemberian Stepenberg mulai menipis untuk membiayai hidupnya dan hidup Cosme Sandin.
Di luar pengetahuannya dan kelompok Stepenberg, pihak yang berwenang sudah mencium bau rencana licik Moulon sebelum rencana itu ditawarkan kepada Stepenberg. Bulan November 1968 seorang informan Eropa sudah memberi kisikan kepada Seeley dan Coyne bahwa Moulon, si mantan bankir itu, mempunyai rencana sebagai berikut:
Moulon menanam modal dalam mesin pengalengan. Bersamaan dengan itu ia dan para rekannya mendirikan perusahaan ekspor di Malaga, pantai selatan Spanyol. Dari sini mereka mengadakan kontak dengan pabrik makanan di pelabuhan Vigo, yang jaraknya lebih dari 1.000 km.
Pabrik makanan itu menjual makanan kaleng paella dan semur ikan kod ke sebuah importir di New York. Untuk promosi di pasar-pasar swalayan New York, diperlukan contoh produk, label, dan kaleng-kaleng kosong.
Kaleng-kaleng kosong itu sebagian diisi dengan heroin oleh Moulon. Tiap kaleng ikan kod ukuran tingginya 7,5 cm dan garis tengahnya 10 cm. Kaleng paella garis tengahnya 15 cm dan tingginya 5 cm. Tiap dua ikan kod isinya 24 kaleng dan tiap dua paella isinya 12 kaleng.
Kaleng itu ditutup rapat di pabrik pengalengan Moulon, lalu diberi label yang ditandai. Ada yang kuning, hijau, merah, dan hitam. Penerima di New York bisa mengenali pelanggan dan harga dari warna-warna itu.
Siapa pelanggan yang menerima barang-barang Moulon itu? Seeley dan Coyne menemukan importir baru: Panamian Chemical and Food Products Company, yang belum lama mengimpor makanan.
Importirnya berkebangsaan Prancis: Christian Serge Hysohion dan Charles Darge, menyewa tempat di Whitestone, Queens. Dua pengiriman pertama dilakukan langsung dari Vigo dan tidak berisi heroin. Pengiriman ketiga berupa minyak zaitun dalam kaleng. Kiriman itu berisi 10 kg heroin, tetapi baru diketahui kemudian oleh Seeley.
Gara-gara buruh mogok
Namun, tidak ada petunjuk yang mengaitkan Stepenberg dengan operasi itu, sehingga para pelanggan yang sebenarnya tidak diketahui. Pada bulan Desember ada perkembangan baru. Kapal Swedia SS Ragunda berlayar dari Malaga membawa 700 dos ikan kod kalengan.
Ketika kapal itu tiba di New York, buruh-buruh pelabuhan sedang mogok. Baru pertengahan Januari 1969 muatan bisa dibongkar. Selama para buruh mogok, Seeley dan Coyne mendapat kesempatan memeriksa hampir 17.000 kaleng ikan kod dengan mempergunakan alat yang memakai sinar X. Kaleng-kaleng dalam dos yang ditandai temyata berisi heroin. Seluruhnya ada 702 kaleng. Supaya berat kaleng itu sama dengan kaleng yang berisi ikan sungguhan, pemalsu memberinya logam pemberat.
Kaleng-kaleng itu dikembalikan ke dosnya. Importirnya, pria Prancis bernama Hysohion, diamat-amati dengan saksama, begitu pun gudangnya, Whitestone di Queens. Seeley dan Coyne juga mendapat izin menyadap telepon orang Prancis itu.
Diketahui kaleng-kaleng itu dibuka di sana oleh si importir, lalu datanglah kurir Moulon dari Eropa untuk mengambil bayaran. Hysohion dan kurir itu kelihatan meninggalkan rumah untuk mencari taksi. Ketika itulah mereka disergap polisi.
Hysohion saat itu membawa tas berisi 21 kg heroin. Konon mereka akan pergi menitipkan tas itu di tempat penitipan barang di Grand Central Station.
Philippe Moulon diciduk bersama 14 orang lain yang namanya dikirimkan ke Interpol di Bern, Madrid, Paris, dan Roma.
Sehari kemudian SS Grundsund tiba. Ketika kaleng-kaleng paella yang diangkutnya diperiksa, ditemukan 24 kg heroin dari 400 kaleng.
Hysohion dan kurir yang tertangkap dengannya dikenai hukuman 30 tahun. Moulon cuma kena 6,5 tahun, karena kesehatannya buruk. Namun, Luis Stepenberg masih belum bisa dibuktikan bersalah.
Si penyemir sepatu resah
Tanggal 12 Maret, Jimmy Cohen sedang resah karena luntang-lantung saja dihubungi Stepenberg dengan telepon dari Buenos Aires. la disuruh datang ke Argentina. Stepenberg hadir bersama Grosby. Katanya, mereka sudah menemukan cara pengiriman baru dan Cohen mesti menemui pembeli yang berniat membeli banyak, yaitu Felix Martinez di New York.
Cohen yang sedang resah karena luntang-lantung saja dihubungi Stepenberg dengan telepon dari Buenos Aires. la disuruh datang ke Argentina. Stepenberg hadir bersama Grosby. Katanya, mereka sudah menemukan cara pengiriman baru dan Cohen mesti menemui pembeli yang berniat membeli banyak, yaitu Felix Martinez di New York.
Kalau Cohen tahu pembeli lain, ia boleh saja menjual heroin kepada orang itu, tetapi ia harus yakin dulu orang itu mau membeli banyak dengan uang kontan. Harga tiap kilo heroin ditentukan AS $ 13.500. Namun, Cohen tidak boleh menjual heroin tanpa persetujuan Eduarto Poeta.
Pada kesempatan itu Cohen juga diajari kata-kata sandi. Ia dipesan agar jangan berbahasa Inggris di telepon, melainkan berbahasa Spanyol.
Tempat pertemuan dengan Martinez ditentukan: Bioskop Coliseum di Broadway. Cohen sampai muak menonton beberapa film sehari dengan rokok merek tertentu di pangkuannya sebagai tanda pengenal, tetapi Felix Martinez tidak muncul juga.
Berkali-kali ia mesti mengalami hal itu, sebelum Martinez menampakkan diri. Heroin dari Stepenberg baru muncul bulan Juni. Itu pun cuma 1 kg, yang harus diambilnya di rumah kosong yang dulu disewanya. Ini untuk pertama kalinya ia datang ke rumah itu.
Cohen mulai mengerti bahwa ia tidak boleh ke sana supaya tidak bertemu muka dengan kurir. Kalau sampai berjumpa, kurir itu bisa mengenali wajahnya dan kalau kurir tertangkap, ia bisa terembet-rembet.
Sesudah mendapat bayaran dari Martinez, ia menelepon Poeta di Tabaquiria Ricardo, memberi tahu, "Keluarga saya baik-baik saja. Kalau kau datang, saya mempunyai sesuatu untukmu." Poeta datang. Cohen menyetorkan pembayaran dari Martinez, dipotong upahnya sebesar AS $ 1.000.
"Martinez ingin membeli banyak," kata Cohen, yang bersemangat karena ingin mendapat upah banyak pula. Poeta tenang-tenang saja. Sementara itu Cosme Sandin, si bekas penyemir sepatu, juga resah, karena tidak bekerja apa-apa. Kapan ia bakal menjadi kaya? Cohen mencarikan pekerjaan baginya sebagai pencuci piring. Cosme saat itu sudah mendapat pacar dan hidup bersama di kamar sewaan, bukan di YMCA lagi.
Ditolak karena kampungan
Angka kematian di AS akibat heroin meningkat terus dengan drastis. Kadang-kadang jarum suntik masih melekat di lengan korban. Sementara itu Stepenberg dan Grosby dengan pacarnya sudah keluyuran lagi di New York.
Pada bulan Agustus, Eugene Kremen, orang Puerto Rico yang menjadi kepala pelayan dan pernah dihukum gara-gara berjual beli obat bius, ingin membeli 2 kg heroin dari Stepenberg yang sudah dikenalnya 8 tahun. "Tidak menjual ketengan," kata Stepenberg dengan tersenyum. la sudah menjadi cukong besar.
Kremen itu sebenarnya sudah menjadi kaki-tangan polisi dan pembelian itu dimaksudkan untuk menjebak Stepenberg, tetapi ternyata tidak berhasil.
Kalau Cohen menganggur, Poeta sebaliknya. la kewalahan melayani pembeli, sehingga ia mengangkat asisten, Emilio Cordero, yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan administrasi di toko tembakau di 3555 Broadway.
Suatu hari Poeta mendapat perintah dari Stepenberg untuk mengambil empat koper berisi 200 kg heroin di sebuah tempat parkir. Barang itu mesti dibawa ke apartemen Cordero. Ternyata 33 kg dari 200 kg heroin itu mutunya di bawah standar.
Karena panik, ke-33 kg heroin yang mutunya di bawah standar itu dituang Poeta ke tempat cuci piring dan diguyur dengan air sampai lenyap. Augusto Jose Ricord marah, ketika tahu kelancangan Poeta, sebab menurut peraturan, barang yang tidak sesuai dengan permintaan mesti disimpan dulu untuk diambil oleh agen-agen Ricord. Stepenberg bukan cuma harus mengganti rugi (dengan menaikkan harga jualnya), tetapi juga kehilangan sebagian kepercayaan Ricord.
Enam bulan setelah masuk ke AS, Cosme yang belum mendapat tugas apa-apa ditelepon sendiri oleh Stepenberg. "Kau harus ke Eropa, Nak dan harus membawa koper," katanya.
Cosme disuruh menunggu di depan Kedubes Argentina. Di sini Carlos Royas, kaki-tangan Stepenberg, memberinya uang untuk membeli tiket dari New York ke Lisabon, lalu Paris, dan kembali lagi ke New York. Ternyata setiba di Paris, Cosme diberi tahu tidak ada koper yang mesti dibawanya.
Ia boleh kembali dengan tangan kosong ke New York. Soalnya, orang-orang di Eropa tidak percaya kepada Cosme, yang pasti akan menarik perhatian pihak yang berwenang di Bandara Kennedy, karena sikapnya yang kampungan dan takut-takut. Karena itulah utusan Stepenberg itu ditolak.
Sementara itu Martinez kecewa, karena heroin bagiannya tidak datang-datang, sehingga Poeta mesti minta maaf dengan dalih pembawanya tertangkap. Cohen juga gelisah, sebab bisnis ini tidak mengalirkan uang deras baginya seperti yang ia bayangkan semula, sebab jatah heroin bagi Cohen ternyata tersendat-sendat. Stepenberg sendiri tambah lama tambah kaya.
Ngompol
Tahun 1970, pihak pabean menambah orang dan dana untuk memerangi narkotika. Badan-badan yang tadinya bersaing kini bersatu menangani hal itu bersama-sama, karena insaf akan bahaya yang mengancam orang-orang muda mereka.
Bureau of Narcotics and Dangerous Drugs (BNDD), New York Police Department (NYPD) dan Social Investigations Unit (SIU) masing-masing mempunyai kelemahan dan kekuatan sendiri-sendiri. Kini mereka saling melengkapi. Dari SIU diturunkan para detektif: Richard Bell, Mario Martinez, dan Douglas Reid, ditambah dengan Luis Martinez.
Gedung tempat apartemen Cohen ternyata termasuk yang diawasi, sebab terkenal sebagai tempat berdagang obat bius. Buat orang luar, Cohen itu pengusaha toko yang mengimpor peralatan elektronik dari Argentina.
Barang-barang elektroniknya tidak terbukti pernah disalahgunakan untuk mengimpor obat bius. Namun, sejak obat bius ketahuan diselundupkan dalam barang-barang elektronik pada tahun 1967, semua peralatan elektronik dicurigai. Cohen sendiri tidak curiga dirinya diamati.
Tanggal 3 Januari sore, Poete datang sendiri ke apartemennya. "Nah, sekarang saatnya sudah tiba bagimu untuk menjadi kaya," katanya. "Buktikanlah kau bisa menjualnya." Cohen sekali lagi pergi ke rumah di Dartmouth Street mengambil heroin yang disembunyikannya di sana.
Penjualan pertama baru bisa dilakukan 12 hari kemudian kepada Frank Hughes, bekas temannya di kapal. Temannya ternyata minta kredit. Stepenberg memberi izin. Tanggal 15 Januari ada orang lain yang menelepon ingin membeli heroin. Orang itu sebetulnya informan, tetapi Cohen tidak tahu.
Ketika si informan menelepon, di sebelahnya ada Detektif Richard Bell, yang mendengarkan dengan saksama. Telepon Cohen pun disadap. Cohen memiliki surplus 17 kantung plastik heroin yang berarti 8,5 kg. Benda itu ia taruh di atas lemari pakaian pacarnya di Elmhurst. Cuma 0,5 kg ia tinggalkan di apartemennya sendiri untuk dibeli oleh Hughes.
Tanggal 17 Januari para polisi yang mengamati melihat Hughes masuk ke apartemen itu. Mereka menunggu sebentar sebelum mendobrak pintu yang dirantai. Jimmy Cohen menggigil ketakutan sampai terkencing-kencing.
Malam itu juga para detektif mengambil heroin dari apartemen pacar Cohen. Walaupun Stepenberg berpesan agar Cohen jangan sekali-kali menyebut namanya, di sini ia menyerah juga. Ia menyebut Stepenberg dan Jack Grosby. Namun, di Dartmouth Street para polisi tidak menemukan apa-apa. Akhirnya, Jimmy Cohen bersedia menjadi informan, dengan harapan mendapat pengampunan.
Cohen tidak tahan
Cohen tidak tahu bahwa malam itu juga Felix Martinez tertangkap, tetapi dibebaskan lagi karena tidak ada bukti. Sebaliknya, Felix Martinez tidak tahu Cohen ditangkap dan ia merasa kasihan.
Ia menghubungi Poeta lewat telepon dan mereka bertemu dalam sebuah mobil di tempat yang ditentukan. Ia minta Poeta menolong Cohen. Namun, Poeta malah gemetar. "Kita harus menunggu 60 hari dulu," katanya. Martinez merasa terguncang. Poeta dianggapnya tidak setia kawan. Ia lantas pergi menjual 1,5 kg heroin dengan harga AS $ 15.000, supaya bisa membayar jaminan yang diminta untuk pembebasan Cohen, yaitu AS $ 15.000.
Polisi menaruh Cohen di sebuah apartemen, tempat ia boleh tinggal dengan pacar dan tiga anak pacarnya. Polisi juga menyewa apartemen di sebelahnya untuk mengawasi Cohen. Lalu Cohen diminta menghubungi Stepenberg.
Stepenberg berjanji akan menemui Cohen di luar Radio City Music Hall di pusat Manhattan. Cohen akan main sandiwara untuk membantu polisi. Ia harus merebut kepercayaan Stepenberg lagi. Kepada Stepenberg ia berkata tidak menyebut-nyebut nama Stepenberg di hadapan polisi dan Stepenberg berpesan agar ia jangan berurusan dengan heroin dulu sekarang, karena pasti diawasi polisi.
Sementara itu Cosme Sandin, bekas penyemir sepatu, juga mulai rewel. Ia dijanjikan akan mendapat upah besar dengan memindah-mindahkan koper, tetapi sampai saat ini ia cuma berhasil menjadi pencuci piring. Ia menelepon Cohen 68 kali dan datang ke apartemen Cohen di Queens 35 kali.
Cohen kasihan juga kepada pemuda itu. Sampai bulan Mei mereka sering duduk-duduk di balkon yang dipisahkan dengan penyekat plastik dari tetangga, yang tidak lain dari polisi. Supaya tidak dicurigai, Cohen diberi uang oleh polisi untuk membeli kokain enam kali dari Felix Martinez dan orang-orang lain. Kokain itu kemudian diserahkan kepada polisi.
Namun, usaha menjebak Stepenberg lewat Cohen terasa lama sekali bagi polisi. Jadi, polisi menyadap Stepenberg di apartemennya yang baru di West End Avenue. Sialnya, Stepenberg saat itu berada jauh di Madrid, Spanyol.
Usaha pengiriman heroin berjalan terus dari Eropa ke Buenos Aires atau Montevideo lewat darat, sungai, dan udara ke Paraguay. Lalu lewat Panama benda itu dibawa dengan pesawat-pesawat kecil ke Florida dan dari sana diangkut dengan bus ke New York, tanpa harus berurusan dengan petugas pabean.
Baru akhir musim panas 1970 Stepenberg kembali ke New York. Stepenberg melarang Cohen untuk menghubungi dengan cara apa pun. Lama-kelamaan Cohen tidak tahan lagi, ia menelepon ke rumah ayah Stepenberg, karena tahu pasti pria itu menjenguk ayahnya.
Mereka berjanji untuk bertemu di luar Radio Music Hall lagi. Cohen tidak mau memenuhi anjuran polisi untuk memakai alat perekam pembicaraan, karena Stepenberg katanya suka memeriksa baju orang. Ia takut ketahuan. Jadi, seorang polisi merekam pertemuan mereka dengan kamera dari balkon sebuah bank di seberang tempat itu.
Cohen berhasil meyakinkan Stepenberg bahwa ia masih bisa dipakai tanpa ketahuan polisi, namun Stepenberg berhati-hati. Cohen dilarang memakai telepon untuk berhubungan. Cohen juga hanya dipertemukan dengan Poeta berulang-ulang di pelbagai tempat, tetapi tidak diberi pekerjaan. Hal itu berlangsung sampai menjelang akhir Juli, sehingga Cohen merasa mangkel.
Cordero lenyap
Akhir Juli Stepenberg menelepon Cohen dua kali. Dengan bahasa kode, ia memberi tahu barang sudah datang dan pertemuan akan diatur.
Polisi pun mengamati Tabaquiria Ricardo dari kejauhan. Mereka menyiapkan peralatan berupa kamera untuk memfilmkan peristiwa yang terjadi (kamera itu dilengkapi dengan lensa-lensa elektronik), telepon khusus, radio dua arah, teropong, dan juga makanan serta minuman.
Pukul 09.00, tanggal 27 Juni, telepon Stepenberg berdering. 0- perator transatlantik memberi tahu bahwa Tuan Meniska ingin berbicara dari Swiss. Segera terdengar suara Jack Grosby, yang selain ditangkap oleh Stepenberg, juga oleh Detektif Mario Martinez. Lewat kata-kata sandi yang dipelajarinya dari Cohen, detektif itu tahu 10 kg heroin sudah datang.
Sabtu itu, seperti setiap Sabtu Stepenberg berada di Kelab Malam Caborro-Jeni di Broadway. Ia agak sebal waktu melihat Cosme Sandin masuk. Pasti ini suruhan Cohen, pikirnya (dan ternyata memang demikian).
Dengan anggukan kepala, Stepenberg menyuruh bekas penyemir sepatu itu menunggu di bar. "Senhor Luis," katanya, "saya sudah 1,5 tahun tinggal di Amerika, tanpa bekerja, tanpa mendapat uang. Saya harus melakukan sesuatu untuk mendapat uang supaya bisa pulang ke negara saya." Pada saat itu Detektif Luis Martinez, yang selama ini menyamar sebagai tetangga Cohen, berada di meja sebelah, sambil membelakangi Cosme.
"Sekarang saya belum bisa berbuat apa-apa. Nanti tiba saatnya kau hams bekerja keras," kata Stepenberg. Dari omongan itu Luis Martinez menarik kesimpulan akan tiba kiriman besar. Jadi, Stepenberg dan Poeta diawasi terus.
Carlos Rojas tiba-tiba muncul di New York. Ia diketahui sebagai pentolan juga. Ia juga diikuti. Diketahui keesokan harinya Stepenberg, Poeta, dan Cordero mengobrol dua jam di sebuah restoran. Pukul 20.00 Poeta didapati menuju ke Bandara La Guardia bersama Emilio Cordero.
Cordero yang membawa aktentas itu antre tiket, lalu naik ke pesawat pukul 21.00 yang berangkat ke Miami. Poeta kembali ke kota untuk melapor lewat telepon kepada Stepenberg bahwa Cordero sudah berangkat.
Karena sejak tadi keberangkatan Cordero dianggap penting, maka tiga petugas penanggulangan narkotik, yaitu Detektif Richard Bell, atasannya Jerry Carey, dan agen khusus James Guy ikut dalam pesawat yang ditumpangi Cordero. Sementara itu para petugas di Miami dikabari. Namun, Cordero bisa menghilang dari pandangan mereka di antara orang-orang yang memenuhi bandara.
Tanggal 7 Juli Stepenberg mengantar Poeta ke Bandara Kennedy. Detektif Mario Martinez dan dua rekannya ikut naik ke pesawat yang ditumpangi Poeta. Di Miami, Poeta masuk ke tempat menelepon dan tidak lama kemudian ia dijemput oleh Carlos Rojas dan Cordero.
Mereka naik ke mobil Chevrolet, lalu makan malam. Dari restoran Poeta kembali ke bandara. Ketika itu sudah pukul 03.00. Ia tidak berhasil mendapat tempat di pesawat menuju New York. Ia pun menginap di Airport International Hotel dengan nama Eduardo Arroyo.
"Selamat ulang tahun!"
Sementara itu petugas BNDD yang mengikuti Cordero kehilangan jejak lain. Poeta terus diikuti. Ia kembali ke New York dan menghubungi Stepenberg. Ia diikuti terus. Namun, sesungguhnya polisi kecolongan. Yang datang membawa heroin dalam jumlah besar dari Miami bukanlah Poeta, melainkan Cordero bersama sedikitnya enam wanita kurir. Masing-masing membawa dua koper.
Datang pula pelanggan Stepenberg yang paling top, Henry Wood, bersama para pengawal bersenjatanya. Pesanannya sudah ditandai 50 kg. Dua ratus kilogram heroin bersama para pembawanya naik taksi dan beriring-iringan ke Eighth Avenue.
Pada saat itu Stepenberg sendiri menonton balet dan baru pulang lewat tengah malam. Tanggal 10 Juli polisi menangkap pembicaraan telepon antara Poeta dan Stepenberg. "Selamat ulang tahun," kata Poeta. Menurut Jimmy Cohen, artinya kiriman sudah tiba dengan selamat dan sudah selesai didistribusikan. Sekali lagi pihak yang berwajib kalah.
Sementara itu Poeta curiga, karena banyak orang tidak dikenal lalu-lalang dekat toko tembakaunya. Ketika naik mobil juga ia mendapatkan dirinya dibayangi. Jadi, cepat-cepat diteleponnya Stepenberg dari kamar belakang tokonya.
"Saya dibuntuti seperti di buku-buku," katanya.
"Matikan telepon," perintah Stepenberg.
Ia lantas menghilang dengan mengelabui polisi. Mobilnya ia parkir di Broadway. Ia masuk ke kelab malam dan tidak keluar-keluar lagi sampai kelab malam itu tutup. Polisi yang mengawasi mobilnya kecele, ketika mobil itu diderek oleh sebuah perusahaan kendaraan ke tempat penyimpanan. Stepenberg sendiri sudah lenyap. Poeta juga lenyap. Ternyata Jack Grosby juga tidak ketahuan ke mana. Interpol dimintai bantuan.
Kemudian diketahui Grosby ada di Hotel Centra Princessa sejak 3 Juli. Dari sana ia melakukan pembicaraan telepon dua kali ke Jenewa.
Jimmy Cohen dimintai bantuan untuk meminta hubungan dengan Luis Stepenberg. Cohen menulis surat yang disampaikannya kepada ayah Stepenberg. Ayahnya itu memerintahkan adik Luis Stepenberg mengeposkan surat itu ke suatu alamat. Alamat itu tentu saja jatuh ke tangan polisi.
Tanggal 11 Agustus Jimmy Cohen ditelepon pengacara Stepenberg. Artinya, suratnya yang dialamatkan ke Jenewa sudah tiba. Namun, polisi Swis tidak bisa menemukannya. Di alamat itu mereka malah berhasil menjaring Grosby. Stepenberg entah ke mana.
Edward Coyne dan James Guy didatangkan dari AS ke Jenewa untuk menemui Grosby. Coyne dikenali Grosby sebagai orang yang pernah menangkapnya tahun 1968, namun kelihatannya ia tidak sakit hati.
Grosby tidak mau menyebut nama, namun dalam beberapa hal ia berterus terang. Antara lain ia bertugas mendepositokan uang hasil penjualan heroin di bank Swis. la mendapat komisi 5% dan selama dua tahun ini sudah mendapat AS $ 70.000.
Stepenberg tidak ada di Jenewa, katanya. la ada di Madrid. Ternyata Stepenberg sudah tidak ada di Madrid. la dikejar ke Prancis dengan bantuan Interpol. la berhasil ditangkap ketika paspornya diperiksa di Nice, Prancis Selatan. Coyne dan Guy diterbangkan ke Prancis. Stepenberg menyangkal sampai kedua petugas negara itu perlu menggertaknya dengan kata-kata sandi, yang mereka pelajari dari Cohen.
Poeta pun berhasil ditangkap di Madrid. Mula-mula ia menyangkal dan merasa mempunyai beking kuat. "Seperti Luis Stepenberg dan Jack Grosby?" tanya Guy.
"Mereka pun sudah kami tahan." Poeta jadi lemas.
Stepenberg dan Poeta diekstradisi ke Amerika Serikat dan diadili di Brooklyn, New York, 9 Februari 1971. Grosby masih bisa berjuang menentang ekstradisi di Jenewa. Jadi, ia diadili in absensia.
Stepenberg sesumbar bahwa ia pasti lolos. Namun, ternyata begitu banyak orang yang mau menjadi saksi untuk memberatkannya, termasuk Cosme Sandin, yang menjadi pencuci piring, padahal ia dijanjikan akan menjadi kaya oleh Senhor Luis, dan tentu saja Jimmy Cohen.
Sementara Stepenberg diadili, Augusto Ricord ditangkap di Paraguay dan diekstradisi ke AS bulan September 1972 dan diganjar 20 tahun penjara.
Grosby diekstradisi juga bulan Februari 1971. Ia dan Poeta memilih memberi jasa kepada pihak yang berwajib dengan imbalan kebebasan daripada dihukum berat. Grosby, Poeta, dan Jimmy Cohen mengganti namanya, lalu lenyap.
Bagaimana Stepenberg? Tanggal 11 Maret 1971, ketika keputusan belum dijatuhkan, ia ditemukan meninggal akibat serangan jantung di selnya di Federal House of Detention.
(Richard Collier)
" ["url"]=> string(81) "https://plus.intisari.grid.id/read/553305952/adu-pintar-dengan-penyelundup-heroin" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654277980000) } } }