array(7) {
  [0]=>
  object(stdClass)#73 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3835245"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#74 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/08/04/85-george-nesbitt-detektif-awam-20230804052454.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#75 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(135) "George Nesbitt, seorang detektif amatir, menyelidiki hilangnya ibu dan adiknya. George menemukan kejanggalan dalam keterangan tetangga."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#76 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/08/04/85-george-nesbitt-detektif-awam-20230804052454.jpg"
      ["title"]=>
      string(38) "George Nesbitt Detektif Awam Cemerlang"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-08-04 17:25:05"
      ["content"]=>
      string(26604) "

Intisari Plus - George Nesbitt, seorang detektif amatir, menyelidiki hilangnya ibu dan adiknya. George menemukan kejanggalan dalam keterangan tetangga dan menemukan bukti bahwa adiknya telah menikah secara rahasia.

----------

Pemuda-pemuda di Harlan Iowa (Amerika) kecewa bercampur kagum ketika Miss Alma Nesbitt, salah seorang gadis tercantik di situ, berangkat ke daerah barat dengan tekad seorang perintis, Alma pergi ke Oregon, terdorong oleh keinginannya mendapatkan tanah yang luas untuk usaha pertanian dan peternakan. Sebuah “ranch” yang ia usahakan dan ia atur sendiri!

Mengapa bersusah payah ke Oregon jika ia hanya menghendaki sebidang tanah yang luas? Mengapa tidak meluluskan saja pinangan salah satu di antara petani kaya di Iowa yang memujanya?

Rupanya yang memikat Alma Nesbitt bukan terutama sebidang tanah, tetapi lebih-lebih romantika petualangan di daerah yang belum banyak dijamah orang. Bulan Maret 1899 ia berpamitan dari ibu dan kakaknya, George R Nesbitt.

Tak lama setelah keberangkatannya, Alma menyurati ibunya. Katanya ia telah mempunyai ranch sendiri di Oregon, letaknya 30 km dari Hood River, luasnya 160 acres, berbatasan dengan tanah seorang kenalan lama dari Harlan, yaitu Norman Williams. Pada akhir surat, Alma minta ibunya datang ke Oregon untuk tinggal bersamanya.

Sejak Mrs. Nesbitt berangkat, George Nesbitt Yang tetap tinggal di Harlan, tak banyak mendengar kabar tentang ibu dan adiknya. Tetapi dari satu dua surat yang ia terima dari mereka, George dapat menyimpulkan bahwa keadaan mereka baik, usaha pertanian dan peternakan berhasil, dan bahwa Norman Williams ternyata seorang tetangga yang ramah dan suka membantu.

Setahun berlalu. Kemudian tanggal 12 Maret 1900 George menerima sepucuk surat dari Alma. Katanya, ia dan ibunya akan segera pulang ke Harlan, Surat dikirim dari sebuah losmen di Grand Avenue, Portland. Mengapa dari alamat baru? Dan mengapa pula mereka mendadak memutuskan kembali ke kota asal? George menunggu dengan hati cemas tetapi juga gembira karena telah lama tak melihat ibu dan adik kandungnya.

George menunggu dan menunggu, tetapi Alma dan Mrs. Nesbitt tak muncul juga. Beberapa minggu kemudian George kirim surat kepada Norman Williams untuk menanyakan nasib ibu dan adiknya.

Williams tak dapat memberi keterangan. Selama bulan-bulan terakhir ia tak banyak bergaul dengan Alma karena gadis ini bekerja di The Dalles untuk mendapatkan modal bagi usaha pertaniannya pada musim tanam berikutnya, kata Williams. Selama di The Dalles, kata tetangga itu selanjutnya, kabarnya Alma menjalin hubungan cinta dengan seorang pemuda dan ada desas-desus bahwa Alma pergi entah ke mana dengan pemuda itu. Williams tak tahu siapa nama kekasih Alma ini.

Bulan demi bulan berlalu dan George terus mencari keterangan ke sana ke mari. Rumah losmen di Grand Avenue Portland yang ia surati menjawab bahwa Alma dan ibunya meninggalkan penginapan itu pada tanggal 8 Maret 1900 — tanggal yang tercantum dalam surat Alma yang terakhir. Tetapi pemilik losmen tak dapat memberi keterangan keinginan kedua wanita itu pergi.

George meneliti surat-surat kabar kalau-kalau ada berita tentang wanita hilang atau penemuan mayat-mayat yang tak dikenal. Ia menyurati kantor-kantor polisi dan biro-biro detektif. Kesemuanya tanpa hasil.

Empat tahun berlalu tanpa ada kabar tentang nasib Alma dan ibunya. kini George yang sementara itu telah berhasil mengumpulkan cukup kekayaan, bertekad untuk memecahkan teka-teki sekitar nasib ibu dan adiknya yang hilang tanpa jejak.

Orang boleh bertanya-tanya, mengapa George menunggu sampai empat tahun dan tidak bertindak lebih cepat atau lagi mengapa polisi yang mendapatkan laporan, tidak segera mengambil tindakan yang efektif untuk menjernihkan persoalan.

Bagaimanapun juga prestasi George Nesbitt dalam mencari ibu dan adiknya sungguh mengagumkan. Apalagi jika diingat bahwa lelaki ini orang biasa saja yang sama sekali belum pernah “makan garam” di bidang kedetektifan, sedangkan perkaranya sudah begitu tertimbun oleh waktu.

Tempat yang pertama-tama dituju oleh George adalah losmen di Grand Avenue, Portland. Pemiliknya ternyata masih sama seperti empat tahun yang lalu. Ia ketika Mrs. Nesbitt dan Alma menginap di situ.

Henry Winters — demikian nama pemilik losmen — hanya bisa memberikan keterangan samar-samar  itupun setelah ia meneliti buku tamu empat tahun yang lalu.

Nama Alma dan Mrs. Nesbitt memang tercantum di dalamnya. Mr. Winters masih lupa-lupa ingat akan dua orang wanita, yang di tahun 1900 pernah menyewa kamarnya. Yang satu masih muda dan cantik sekali, katanya. Gadis Ini beberapa kali didatangi seorang lelaki, yang bertengkar dengannya

“Ini saja ingat betul”, kata Winters, “Gadis itu rupanya berniat untuk pergi ke suatu tempat dan sedangkan si lelaki berusaha mencegahnya. Tidak mustahil bahwa gadis itu Miss Alma yang dicari”.

Sekalipun tak menentu sifatnya, informasi ini dicatat baik-baik oleh George dan ia hubungkan dengan keterangan Norman Williams tentang hubungan percintaan Alma dengan seorang pemuda dari The Dalles. Jika benar gadis itu adiknya, barangkali saja lelaki itu ialah lelaki yang dikenal Alma ketika ia bekerja di The Dalles. Barangkali pula Alma telah lari dengan orang itu.

Langkah berikutnya yang diambil George ialah berusaha menghubungi Norman Williams. Dari Portland ke Hood River naik kereta api, dari Hood River ke rumah Williams naik kereta yang ditarik kuda. Dari sais kereta itu, Stranahan, pemilik Fashion Livery Stables. sebuah perusahaan yang menyewakan kuda dan kereta, George mendengar bahwa Norman Williams sudah lama sekali tak kelihatan.

Informasi ini ternyata benar. George menemukan rumah Williams dalam keadaan bobrok tanpa penghuni, tanah pertaniannya tak terurus dan penuh tanaman liar. Juga bekas tempat tinggal Alma dan Mrs. Nesbitt ia temukan dalam keadaan yang sama.

Maka malam itu juga George kembali ke Hood River dan hari berikutnya ia menuju The Dalles dengan kereta milik Stranahan. Maksudnya hendak mencari jejak-jejak perkawinan Alma jika benar adiknya itu telah jatuh hati pada seorang pemuda di tempat tersebut. Tetapi dokumen-dokumen pemerintahan di situ tidak mencatat perkawinan seorang gadis bernama Alma.

Pejabat di The Dalles tak bisa membantu banyak, karena peristiwa yang diselidiki George telah lama berlalu. Detektif amatir kita hanya dapat memperoleh informasi, bahwa seorang pemuda bernama Fred Sturges, kaisar pada sebuah perusahaan makanan ternak, pada tahun 1900 menggelapkan uang sebanyak $ 3.000 dari perusahaan tersebut dan lari dengan seorang gadis. Dan gadis ini konon berasal dan Hood River.

Mendengar keterangan ini George berpikir sebagai berikut: Fred Sturges lelaki yang curang. Andaikan pencoleng ini berhasil memikat hati Atma, maka tak mustahil tujuannya hanyalah untuk mendapatkan keuntungan kekayaan dari gadis itu. Bukankah Alma memiliki tanah pertanian: seluas 160 acres?

Gagasan ini mendorong George untuk minta Keterangan pada Kantor Urusan Tanah di Portland. Kecuali itu George: memutuskan untuk pergi ke Vancouver, Washington, karena menurut keterangan, orang-orang yang buru-buru hendak kawin biasanya lari ke Vancouver karena di sini peraturan-peraturan perkawinan lebih longgar.

Penelitian dokumen-dokumen pada Kantor Urusan Tanah di Portland membawa hasil. Untuk pertama kali selama penyelidikan, George menemukan jejak nyata dari adiknya. Sebuah naskah pada arsip Kantor Urusan Tanah itu menyebutkan bahwa Alma Nesbitt memindahkan penguasaan tanahnya seluas 160 acres kepada Norman Williams pada tanggal 17 Maret 1900.

Nesbitt mempelajari naskah itu dengan seksama. Lalu ia menyatakan kesimpulannya kepada pejabat Kantor Urusan Tanah. Katanya: “Jelas bahwa dalam dokumen ini nama adik saya dipalsukan”. Menanggapi pernyataan George ini, Kantor Urusan Tanah di Portland berjanji akan mengusut perkara itu.

Kini George mulai menaruh curiga terhadap Norman Williams. Jika Alma meninggalkan tanahnya di Hood River, memang logis bila ia menjualnya kepada tetangga terdekat, yaitu Williams. Tetapi mengapa pemalsuan di atas? Mengapa pula Williams, ketika disurati George, tidak menyebut-nyebut soal jual-beli tanah itu?

George melanjutkan penyelidikannya, kini di Vancouver. Ia membolak-balik halaman buku catatan perkawinan-perkawinan yang berlangsung di kota ini pada tahun 1900. Tak ditemukan nama Alma Nesbitt dan Fred Sturges, kaisar yang melarikan uang $ 3.000 tersebut di atas.

George kini menggali lebih jauh lagi, yaitu meneliti buku tahun 1899. Betapa ia terkejut ketika matanya tertumbuk pada nama pasangan yang menikah pada tanggal 25 Juli 1899, yaitu Alma Nesbitt dan Norman Williams, keduanya tercatat sebagai orang berasal dari Hood River, Oregon.

Tak pernah George menduga bahwa di samping jiwa perintis, masih ada motif lain yang menarik Alma untuk berpetualang di daerah barat, yaitu motif percintaan dengan Norman Williams yang memang telah dikenal oleh Alma sebelum gadis ini meninggalkan Harlan.

Rupanya Alma dan Williams menikah secara rahasia. Kini George lebih curiga lagi terhadap lelaki itu, yang menyembunyikan kedudukannya sebagai suami Alma dan mengatakan bahwa Alma barangkali lari dengan seorang pemuda dari The Dalles.

George memberitahukan penemuannya ini kepada kejaksaan The Dalles, yang berjanji akan mencari Norman Williams. Setelah Itu George menyewa kereta Stranahan (pemilik Fashion Livery Stables yang telah kita temui di atas) untuk mendjelajahi seluruh wilayah sekitar Hood River. Semua sahabat-sahabat dan kenalan-kenalan Alma maupun Williams ia tanya. Ternyata tak seorang pun tahu bahwa mereka telah menikah.

Di antara keterangan-keterangan yang berhasil dikumpulkannya ada satu yang berharga. Seorang petani bernama Harry Mead yang kenal akrab dengan Williams bercerita sebagai berikut.

Pada suatu hari ia mampir di Tanah Williams. Baru saja ia masuk rumah, turun hujan deras sekali. Mead memandang keluar dan melihat segunduk karung-karung berisi gandum milik Williams kehujanan. Buru-buru ia memberitahukan hal ini kepada Williams sambil menyatakan kesediaannya untuk membantu menyelamatkan gandum yang berharga itu. 

Tetapi anehnya, Williams tidak mau, dan menjawab: “Jangan kau pusingkan itu gandum; mari kita minum kopi untuk menghangatkan tubuh. Belum pernah Mead melihat petani seceroboh Williams.

Aneh sekali tingkah laku Williams ini, pikir George. Sebab tidak benar apa yang dikatakan Harry Mead bahwa Williams seorang petani ceroboh. Bahkan sebaliknya, George selalu mengenal Williams sebagai petani yang rajin dan sangat cermat menjalankan usahanya. Perbuatan aneh seperti diceritakan oleh Harry Mead kiranya tidaklah tanpa sebab. Maka George mengaiak Harry Mead ke bekas rumah Williams. Berdua mereka naik kereta Stranahan pergi ke sana. Sampai tempat tujuan George minta ditunjukkan tempat karung-karung berisi gandum yang kehujanan itu. “Di sana”, kata Mead sambil menunjuk pada sebuah kandang ayam. “Cuma dulu kandang itu belum ada.”

Naluri George Nesbitt mengatakan bahwa tempat itu perlu digali. Selama satu jam George bekerja dibantu oleh Mead dan Stranahan, sampai sekopnya tertumbuk pada tanah keras. Satu-satunya benda yang mereka temukan adalah sebuah karung yang telah mulai membusuk. George mengamat-amatinya dengan teliti dan melihat bahwa pada karung itu terdapat noda-noda hitam.

Hari berikutnya, George menuju The Dalles sambil membawa karung itu. Benda ini ia serahkan kepada kejaksaan dan diterima oleh Jaksa Wilson.

Setelah mengamati baik-baik noda-noda pada karung tersebut Wilson berkata, bukan tidak mungkin noda-noda itu bekas darah. Lalu ia memutuskan untuk minta bantuan seorang ahli, nona Dr. Victoria Hampton.

Sementara itu jaksa Wilson mempunyai berita baik bagi George Nesbitt. Kini Norman Williams telah berhasil ditemukan tempat tinggalnya, ialah di Washington. Williams bahkan telah datang dengan sukarela ke The Dalles. “Anda akan segera saya pertemukan dengannya”, kata Wilson.

Pertemuan dan tanya jawab berlangsung di kantor kejaksaan, Williams perawakannya tinggi, rambutnya telah mulai memutih. Namun mukanya yang tampan, masih kelihatan muda sekalipun orang ini telah berumur 60 tahun. Dengan senyum penuh kehangatan ia menjabat tangan George Nesbitt.

Semua pertanyaan dijawab dengan lancar. Williams mengakui terus terang bahwa ia telah menikah dengan Alma. Tetapi atas kehendak Alma sendiri perkawinan itu ia rahasiakan. Dalam suratnya kepada George Nesbitt empat tahun yang lalu, ia tetap tidak menyebut-nyebut tentang perkawinannya dengan Alma. Sebab ia (Williams) ingin melindungi nama baik Alma yang menurut kabar mempunyai hubungan percintaan dengan seorang laki-laki bernama Fred dan bermaksud kawin dengannya.

Kini Norman Williams mengisahkan detail-detail tentang hubungannya dengan Alma sampai saat wanita ini hilang tanpa kabar.

Williams untuk akhir kali bertemu dengan Alma pada Tanggai 9 Maret 1900 (jadi sehari sebelum Alma menulis suratnya yang terakhir kepada George). Sebulan sebelum itu Alma menyatakan tak mau lagi berhubungan dengan Williams. Dengan ibunya wanita itu pergi ke Portland dan menyewa sebuah kamar losmen di sana.

Awal bulan Maret 1900 Alma kirim surat kepada Williams. Dalam surat itu ia menyatakan hendak kembali sebentar ke Hood River, yaitu pada tanggal 8 Maret untuk membicarakan beberapa persoalan dengan Williams.

Alma dan ibunya naik kereta api. Williams menjemputnya di stasiun Hood River dengan sebuah kereta yang disewanya dari the Fashion Livery Stable.

Sampai dirumah, Alma berbicara di bawah empat mata dengan Williams. Secara terus terang Alma menyatakan niatnya untuk menikah dengan Fred. Betapapun juga, ini adalah jalan yang sebaiknya untuk mereka berdua, Williams dan Alma.

Tetapi Alma ingin berpisah secara baik-baik dengan Williams. Maka wanita itu menyerahkan surat kuasa kepada Williams yang memberinya hak atas tanah miliknya.

Alma membuka rencananya selanjutnya. Katanya, ia bermaksud memulangkan ibunya ke Harlan, lowa. Tetapi ia, Alma sendiri, berniat pergi dengan Fred, entah ke mana.

Hari berikutnya Williams mengantarkan Alma dan ibunya ke stasiun Hood River, masih dengan kereta milik the Fashion Livery Stable. Sekian keterangan Williams tentang Alma dan Mrs. Nesbitt.

Interogasi dilanjutkan. Ditanya tentang surat-kuasa dari Alma yang memberinya hak atas tanah wanita itu, Williams menjawab bahwa dokumen itu hilang.

Mengenai tanah di bawah kandang ayam yang jelas bekas galian, dan mengenai karung bernoda hitam yang ditemukan oleh George Nesbitt, Williams memberi keterangan berikut. Dalam musim dingin tahun 1899 ia bermaksud membuat gudang bawah tanah, tetapi setelah galian selesai, rencana ia urungkan. Sekitar waktu itu kuda betinanya melahirkan dan mengotori sebuah karung. Karung bernoda darah itu ia lempar kedalam lobang tersebut di atas. Setelah itu lobang ia timbuni tanah.

Keterangan-keterangan Williams semuanya cukup masuk akal. Siapa gerangan pemuda bernama Fred yang membawa lari Alma? Samakah ia dengan Fred Sturges, pegawai yang menggelapkan uang $ 3.000 dari perusahaannya? Jaksa Wilson berniat menyiarkan berita tentang Fred ini di surat kabar dengan harapan dapat menemukan orangnya.

George kini kembali ke Hood River, masih naik kereta Stranahan.

Dalam perjalanan ini Stranahan menyarankan kepada George untuk memeriksa catatan tentang sewa-menyewa kereta milik perusahaannya. Sebab menurut Williams, pada tanggal 8 Maret 1900 ia menyewa kereta milik perusahaan the Fashion Livery Stable. Pada tahun 1900 the Fashion Livery Stable belum dibeli oleh Stranahan dari pemiliknya terdahulu, yaitu Langille. Tetapi catatan sewa menyewa semuanya ada di kantor Stranahan.

Keterangan Williams ternyata benar. Kenyataan ini diperkuat lagi oleh Langille yang waktu itu kebetulan mampir di kantor Stranahan. Langille masih menambahkan keterangan: “Ketika Williams datang untuk menyewa kereta, ia bersama-sama dua orang wanita, yang satu tua yang lain muda dan sangat cantik. Tetapi hari berikutnya, tanggal 9 Maret, ketika mengembalikan kereta, Williams sendirian saja”.

Jadi Williams tidak bohong.

Ke mana ia mesti mencari sekarang — George bertanya-tanya setengah putus asa. Tiba-tiba ia teringat pada pertanyaan Williams bahwa ia (=Williams) pada tanggal 9 Maret mengantarkan Alma dan ibunya ke stasiun Hood River.

Seketika itu juga George memutuskan untuk menyurati Oregon Railway Company, Ia minta agar perusahaan ini mencek buku laporan lalu lintas kereta api yang berangkat dari Hood River tanggal 9 Maret 1900. Siapa tahu, barangkali karena sesuatu hal yang luar biasa sang kondektur di waktu itu melihat Alma dan Mrs. Nesbitt.

Sambil menunggu jawaban, George meneruskan penyelidikannya. Semua keterangan Williams ia cek kebenarannya melalui para tetangga dan kenalan-kenalannya.

Jerih payah, ketelitian dan kesabarannya tidak tanpa hasil. Dari seorang penggemar kuda yang kenal baik sekali dengan Williams, George mendapatkan kesaksian pasti tentang kud betina yang diceritakan Williams, “Itu satu-satunya kuda betina milik Williams”, katanya. “Kuda itu melahirkan pada saat sedang disewakan oleh Williams kepada sebuah perusahaan penggergaji kayu”.

“Jadi kuda itu tidak di rumah Williams tanya George, “Jelas tidak, sebab saya melihat sendiri kuda itu melahirkan. Saya ingat betul karena pada waktu itu Williams merasa sangat kasihan pada kudanya, hingga ia mengatakan tak mau memiara kuda betina lagi. Kuda dan anaknya segera ia jual”.

Seorang kenalan lain mengisahkan, bahwa segera setelah» Alma dan Mrs Nesbitt pergi, Williams membuat onggokan kayu bakar. Onggokan yang tinggi sekali itu ia bakar, entah untuk apa.

Lalu datang jawaban dari Oregon Railway Company. Bunyi jawaban itu: Pada tanggal 9 Maret 1900 jelas tidak ada kereta api yang berangkat dari stasiun Hood River. Sebab mulai tanggal itu selama satu minggu lebih rel kereta api pada rute tersebut rusak akibat banjir besar. Sementara itu baik dari pengakuan Williams sendiri maupun dari kesaksian Langille, tak dapat diragukan bahwa tanggai 8 Maret Williams naik kereta bersama Alma dan Mrs. Nesbitt menuju rumahnya.

Cerita Williams menjadi makin lemah dengan munculnya Fred Sturges. Secara sukarela Fred datang pada polisi dan mengakui terus terang bahwa ia memang menggelapkan uang $ 3.000 dari kantornya. Ia pun mengakui bahwa ia menikah dengan seorang gadis dari Hood River. Tetapi gadis itu bukanlah Alma Nesbitt. Selanjutnya Fred Sturges menyatakan bersedia mengganti uang yang telah ia gelapkan. Pernyataan Fred Sturges tak dapat diganggu gugat. 

Kisah tentang percintaan Alma dengan seorang pemuda bernama Fred rupanya hanya isapan jempol.

Akhirnya datang kesaksian dari Dr. Victoria Hampton bahwa noda hitam pada karung yang ditemukan di bawah kandang ayam di halaman Williams, adalah noda darah manusia. Di samping noda darah, pada karung itu ditemukan pula beberapa helai rambut wanita.

Setelah terkumpul petunjuk yang cukup meyakinkan itu, Norman Williams ditahan. Rekonstruksi jalannya peristiwa seperti digambarkan oleh jaksa Wilson adalah sebagai berikut.

Setelah menikah secara diam-diam pada pertengahan tahun 1899, hubungan antara Williams dan Alma menjadi retak pada bulan Februari 1900. Inilah sebabnya mengapa Alma dan Mrs. Nesbitt pindah ke Portland.

Beberapa kali Williams mengunjungi Alma untuk memintanya agar mau kembali mengurungkan niatnya pulang ke lowa. Entah bagaimana, Williams berhasil meyakinkan Alma dan ibunya agar mau mengunjunginya di Hood River. Alma dan ibunya tiba di stasiun Hood River tanggal 8 Maret 1900, dijemput oleh Williams dan dibawa pulang ke rumahnya. Di sana mereka dibunuh oleh Williams.

Mayatnya dikubur di halaman rumahnya. .Untuk menyembunyikan kuburan itu, Williams menaruh karung-karung gandum di atasnya. Kemudian timbul gagasan, bahwa cara yang paling aman untuk menghilangkan bekas-bekas kejahatan, ialah dengan membakar mayat para korban. Maka mayat ia gali lagi dan ia bakar dengan api unggun besar.

Setelah itu bekas kuburan ia timbuni lagi dengan tanah. Untuk menghilangkan segala jejak, di atas bekas kuburan itu ia bangun sebuah kandang ayam.

Hasrat merebut tanah milik Alma, tampaknya bukan motif yang meyakinkan untuk menerangkan pembunuhan ini. Sebab bukankah Williams sebagai suami yang sah, berhak atas harta istrinya jika yang terakhir ini meninggal? Demikian pula sebaliknya?

Ada motif lain yang lebih masuk akal. Yaitu ternyata bahwa Norman Williams sudah beristri ketika menikah dengan Alma. Istri pertama itu datang melapor ketika mendengar bahwa Norman Williams ditangkap. Ia memperlihatkan surat nikahnya dengan Norman Williams tertanggal 29 Nopember 1898.

“Beberapa bulan setelah menikah, kami berpisah. Bulan Januari 1900 saya sakit dan memerlukan uang. Maka saya menyurati Williams untuk minta kembali uang yang pernah saja pinjamkan kepadanya. Pada alamat pengirim, saya cantumkan nama saya sebagai Mrs. Althea Williams”.

“Sepuluh hari kemudian, saya menerima surat dari seorang wanita bernama Alma Nesbitt, yang menanyakan bagaimana hubungan sebenarnya antara saya dengan Norman Williams. Saya tulis kembali, bahwa saya adalah istrinya”.

Kenyataan bahwa Williams sebenarnya telah kawin, rupanya meretakkan hubungan antara Alma dan Williams. Akibatnya, Alma meninggalkan Williams, barangkali sambil mengancam akan membeberkan seluruh tindakan Williams kepada istrinya yang sah. Atau barangkali Alma mengancam akan melaporkan kepada polisi bahwa Williams melakukan bigami. Dengan membunuh Alma, Williams dapat bebas dari segala tuntutan hukum dan sekaligus dapat menguasai tanah milik wanita itu.

Gambaran itulah yang disajikan oleh Jaksa Wilson ketika ia tampil di depan sidang yang mengadili perkara Williams pada tanggal 25 April 1904. Bukti berupa mayat para korban tidak ada. Tetapi keseluruhan keterangan sekitar hilangnya Miss Nesbitt dan ibunya, kesemuanya menunjuk Norman Williams sebagai pembunuhnya — sekalipun Williams tetap tidak mengaku.

Sementara itu yang paling mengesankan adalah kesaksian sarjana wanita, Dr. Victoria Hampton. Juri menyatakan Williams bersalah dan hakim Bradshaw menjatuhkan hukuman mati.

Setelah permintaan banding yang diajukannya tak terkabul, Norman Williams menjalani hukuman gantung pada tanggal 21 Juli tahun 1905.

(Charles Boswell & Lewis Thompson)

Baca Juga: Pembunuhnya Jadi Korban Ketiga

 

 

" ["url"]=> string(83) "https://plus.intisari.grid.id/read/553835245/george-nesbitt-detektif-awam-cemerlang" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1691169905000) } } [1]=> object(stdClass)#77 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3799242" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#78 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/07/28/13-gara-gara-seorang-bintang-fil-20230728053948.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#79 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(5) "Ade S" ["photo"]=> string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png" ["id"]=> int(8011) ["email"]=> string(22) "ade.intisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(147) "George Murray dan istrinya hidup bahagia. Namun kebahagiaan itu tidak bertahan selamanya. Suatu hari, George ditemukan tewas tertembak di kamarnya." ["section"]=> object(stdClass)#80 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/07/28/13-gara-gara-seorang-bintang-fil-20230728053948.jpg" ["title"]=> string(30) "Gara-Gara Seorang Bintang Film" ["published_date"]=> string(19) "2023-07-28 17:39:57" ["content"]=> string(22811) "

Intisari-Online.com - George Murray dan istrinya hidup bahagia. Namun kebahagiaan itu tidak bertahan selamanya. Suatu hari, George ditemukan tewas tertembak di kamarnya.

----------

George Murray adalah seorang pengusaha sukses di San Juan, Filipina. Bagi wanita, ia adalah lelaki idaman: kaya, tampan, dan bertubuh atletis. Perusahaannya, ETRACO (singkatan dari Equipment Trading Company), bergerak di bidang perdagangan berbagai alat dan perlengkapan teknik. Murray bendahara dan sekaligus pemilik setengah dari kekayaaan perusahaan.

Lelaki ini berasal dari Kansas City, Amerika Serikat. Pernah menjadi penyelidik kriminal dalam ketentaraan AS. Untuk posisinya itu, ia bertugas di Eropa, ikut membongkar perdagangan barang-barang ilegal, termasuk narkotika. Ketika Perang Dunia II berakhir, George Murray berada di Filipina dan tetap tinggal di negara ini.

la pandai bergaul dan mempunyai koneksi luas di kalangan politisi muda di Filipina. Murray tidak banyak bicara tentang aktivitas perusahaannya. Kadang-kadang ia menghilang dengan kapal pesiarnya yang bernama Mistress. Namun beberapa waktu kemudian, dia pun muncul lagi. Salah satu kapalnya sering bertolak dari pelabuhan bila malam telah tiba.

George Murray menikah dengan seorang wanita Filipina bernama Esther del Rosario. Perkawinan dengan janda muda yang memiliki empat orang anak dari almarhum suaminya itu, terjadi pada tahun 1947. Esther seorang istri yang baik dan terhormat. Perkawinan pertamanya bahagia tapi suaminya tidak berumur panjang. 

Setelah beberapa waktu hidup menjanda, Esther tidak menolak lamaran pengusaha asal Amerika yang tampan lagi kaya itu. Perkawinan kedua ini pun membuat iri banyak wanita. Hubungan George Murray dengan istrinya sangat mesra. 

Ketika itu tanggal 13 Agustus 1949. Murray dan istrinya menikmati ketenangan suasana sore di rumahnya. Mendengarkan musik di radio. Dan bila musiknya enak didengar, mereka akan berdansa. 

Jam 11 malam George Murray pamit pada istrinya dan mengatakan bahwa ia akan ke Manila. Tidak lama, hanya mau menemui seorang relasi yang akan bertolak ke Hong Kong keesokan harinya.

Esther tidak bertanya apa-apa bila suaminya bepergian untuk urusan kerja. Dan Murray sendiri juga tidak pernah melibatkan istrinya dengan suka duka pekerjaannya sebagai pengusaha. Ketika Murray pamit akan ke Manila, Esther juga tidak bertanya mengapa urusan dengan relasi dari Hongkong itu tidak diselesaikan di siang hari. Tapi Esther tidak bisa menghilangkan kecurigaan bahwa jangan-jangan kepergian suaminya itu ada kaitannya dengan wanita lain. 

Setelah berpamitan, Murray berangkat dengan mobil Cadillacnya ke Manila. Langit agak mendung dan ketika hampir sampai di tempat tujuan, hujan pun turun. la gelisah ketika terlambat sampai di Riviera, sebuah klub malam. Tapi orang yang dicarinya ternyata masih duduk dan menunggu. Ia seorang bintang film. Namanya Carol Varga. 

Murray mengenal gadis muda belia yang berambut hitam dan bermata kelam ini sejak beberapa waktu lalu. Saat itu kapal pesiarnya, Mistress, disewa untuk pembuatan film Sagur. Dalam film tersebut, Carol merupakan pemeran utama. Murray dan Carol tertarik satu sama sama lain. Carol memang cantik. Dan Murray memiliki kelebihan-kelebihan yang sering digambarkan pada seorang tokoh utama dalam film: maskulin, dinamik, tampan, dan kaya.

Hubungan mesra pun terjalin. Murray dan Carol sering melakukan kencan rahasia. Hubungan asmara pun semakin erat. Dan semuanya itu disembunyikan oleh Murray dari istrinya.

Pertemuan pada tanggal 13 Agustus 1949 di Riviera juga penuh dengan kemesraan. Seperti sepasang suami istri yang sedang berbulan madu, mereka menikmati keintiman di lantai dansa. Diselingi duduk berdua sambil menyesap anggur.

“Aku ingin menikahimu, Carol,” kata Murray sambil membuai kekasihnya di lantai dansa.

“Kamu sudah beristri,” jawab gadis itu.

“Itulah masalahnya, namun aku bisa mencari jalan keluar. Bagaimana dengan kamu sendiri? Apakah kamu bersedia menjadi istriku?”

“Ya, jika kamu bebas, George.”

“Itulah kata-kata yang sejak lama kutunggu darimu.”

Itulah keterangan Carol Varga tentang pertemuannya dengan George Murray malam itu. Dan Gadis ini menambahkan bahwa George malam itu dalam suasana mesra berkata, “Jika mati, aku berharap berada dalam pelukanmu.”

Ini kata-kata yang tidak akan mudah diucapkan oleh seorang laki-laki yang tahu kehalusan perasaan seorang kekasih. Tapi pada saat itu, kata Carol Varga, barangkali George Murray dalam keadaan agak mabuk. Pasalnya, ia terlalu banyak minum anggur. 

Menjelang jam 4 pagi, kedua kekasih itu berpisah. George Murray kembali ke San Juan. Ia langsung tidur begitu sampai di rumah karena terlalu lelah. Semua pakaiannya ditanggalkan, kecuali pakaian dalamnya.

Untuk terakhir kali ia memejamkan matanya. Sebab tak lama kemudian, sejumlah peluru mengakhiri hidupnya. Satu peluru menembus antara kedua matanya sehingga meninggalkan pecahan-pecahan tulang. Yang kedua melubangi sudut kanan mulutnya, membuat gigi-giginya menonjol keluar dari celah-celah bibir. Muka yang tampan itu berubah menjadi pemandangan yang mengerikan.

Seakan masih belum cukup, dua peluru lagi ditembakkan. Satu mengenai leher, satunya lagi menembus jantung. Kedua tembakan ini sebetulnya tidak perlu dilakukan sebab korban pasti sudah tidak bernyawa akibat dua tembakan sebelumnya. 

Bunyi tembakan membangunkan ketiga anjing boxer milik tuan rumah. Anjing-anjing itu menyalak keras. Penduduk San Juan bangun dalam suasana riuh karena pembunuhan yang terjadi pagi itu.

Polisi yang diberitahu lewat telepon pun segera datang. Mereka menjumpai Nyonya Murray yang bermuka muram. Keempat anaknya ketakutan dan semua berada di dekat nyonya yang malang itu.

Polisi memeriksa seluruh isi kamar. Jendela kamar terbuka. Gorden dan lantai dekat jendela basah karena air hujan yang masuk akibat tertiup angin. Tampaknya pembunuh menyelinap lewat jendela itu untuk masuk ke dalam kamar tidur yang terletak di tingkat atas. Rumah Murray bertingkat dua.

Senjata api yang digunakan untuk membunuh Murray tidak ditemukan di lokasi. Meja tulis almarhum dan laci-lacinya diperiksa. Di sana ditemukan beberapa berkas korespondensi. Di antara surat-surat itu, ada yang menjelaskan tentang aktivitas kapal Mistress.

Kapal milik Murray ini ternyata sering digunakan untuk penyelundupan. Seperti untuk mengangkut senapan-senapan, mesiu, radio, dan onderdil mobil. Semua itu dibawa ke pantai-pantai terpencil di Malaysia dan Indonesia. Penadahnya adalah kaum pemberontak dan perusuh.

Mengenai kejadian pagi itu, Nyonya Murray memberi keterangan sebagai berikut. “Ketika George datang dan naik ke ranjang, ia berpesan agar jangan dibangunkan sebelum jam 10.00 pagi. Saya tidak bisa tidur. Karena sudah pagi, saya turun ke lantai bawah. Saya kemudian membuat kopi. Ketika mau minum, saya mendengar suara tembakan dari atas. Saya lari ke atas dan berpapasan dengan pembantu. Saya ke kamar anak-anak. Ternyata mereka tidak apa-apa. Kemudian ke kamar kami, George sudah berlumuran darah. Saya menjerit ‘Kenapa kau, George?’ Tapi ia sudah meninggal.”

Kemudian Nyonya Murray menyuruh anak perempuannya yang paling tua untuk turun dan membangunkan Jose Tagle, sopir keluarga. Tagle diminta untuk segera memanggil dokter.

“Itu saja yang saya alami dan ketahui,” jawab wanita itu. 

Polisi bertanya apakah suaminya punya musuh.

“George memang punya beberapa musuh. Dan ia beberapa kali mendapat ancaman. Itulah sebabnya mengapa ia membawa revolver.” Tetapi senjata api milik Murray ini tidak dapat ditemukan.

Kegiatan Murray terkait perdagangan ilegal disorot polisi yang mencari titik terang dalam pengusutan peristiwa pembunuhan ini. Salah satu surat yang ditemukan di kamar Murray, diposkan di Hongkong. Pengirimnya, yang bernama Stewart, memesan amunisi M-1 kaliber 30 sebanyak 12.000 buah. Ia memintanya agar dikirim segera dengan kapal Mistress.

Masih ada surat lain, dari kapten Johnson, yang memberitahukan bahwa kiriman senjata dan amunisi sudah diterimanya dengan aman di suatu pantai di Malaysia. Johnson menambahkan, selama beberapa hari terakhir ia diawasi terus menerus oleh polisi Singapura. Johnson menyarankan kepada Murray agar berhati-hati.

Penyelidikan selanjutnya menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan Murray sejak bebas dari ketentaraan AS, memang meragukan. Ia berhenti dari dinas militer dengan rencana yang jelas. Pengetahuannya tentang kelebihan persediaan senjata dalam tentara AS di Filipina ia manfaatkan dengan baik.

Murray menjalin hubungan dengan orang-orang yang bisa membantunya dalam hal modal. Bisa dipahami bahwa mereka itu adalah petualang. Untuk kelancaran jalannya usaha mendapatkan senjata, Murray mendekati pula sejumlah politisi dan pejabat. Dengan memberi balas jasa, segalanya dapat berjalan dengan lancar. George Murray mendadak mempunyai semacam monopoli di Manila. Tanpa banyak kesulitan, ia dapat membayar kembali pinjaman-pinjamannya kepada relasi petualangnya.

Salah satu objek yang paling menguntungkan baginya ialah gudang alat-alat perang yang disebut Basis R. Gudang itu memiliki luas puluhan hektar. Murray berhasil mendapatkan kontrak dengan pemerintah Filipina untuk memindahkah persediaan barang-barang dari Basis R itu ke pos-pos tertentu.

Pengangkutan alat-alat perang oleh truk ETRACO ini kemudian menimbulkan kehebohan. Banyak material dan alat-alat lain hilang. Peti-peti yang seharusnya berisi senjata-senjata terbaru dari AS dan amunisi, ternyata hanya berisi kabel-kabel saja. Bahkan adakalanya peti itu kosong. Tidak ada pengecekan sistematis tentang peti dan kotak yang diangkut oleh perusahaan ETRACO itu. Peti-peti dalam keadaan terpaku rapat, bertumpuk-tumpuk, dan tertutup debu serta sarang Iaba-laba.

Skandal ini disorot oleh pers. Surat kabar setempat, Herald, menulis bahwa sejumlah tokoh-tokoh penting tersangkut dalam skandal ini. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh di lingkungan pemerintahan. Karena itu, menurut surat kabar, para penyidik diingatkan untuk berhati-hati saat melakukan penyidikan terhadap para tokoh yang terlibat.

Polisi berhasil menyingkap tabir komplotan perdagangan ilegal yang sangat berani ini. Dengan itu, timbul berbagai dugaan perihal penyebab kematian George Murray. Kemungkinan kematiannya berkaitan erat dengan tokoh-tokoh perdagangan ilegal ini.

Apakah George Murray oleh relasi-relasinya dianggap mengetahui terlalu banyak rahasia sehingga mereka merasa lebih baik untuk menyingkirkannya? Barangkali lelaki ambisius ini menjadi tamak dan ingin memperoleh bagian keuntungan yang terlalu besar? Ataukah mungkin terjadi semacam adu kekuatan di kalangan komplotan dan Murray memeras Iawan-lawannya dengan pengetahuan tentang rahasia mereka?

Di samping mencari petunjuk-petunjuk soal kegiatan Murray sebagai pedagang ilegal, polisi tidak mengabaikan keterangan tentang jalannya pembunuhan.

Satu hal yang aneh adalah bahwa anjing-anjing boxer milik keluarga Murray tidak menyalak ketika pembunuh masuk dari jendela. Padahal hewan itu sangat peka pendengarannya dan juga galak pada orang asing.

Suara kecil sedikit saja bisa membuat anjing-anjing itu bangun dan menggonggong. Ketiga anjing boxer itu baru mulai ribut ketika mendengar suara tembakan dari kamar tidur majikannya. 

Selain itu, polisi juga tidak menemukan jejak-jejak asing di kebun maupun di rumah. Jendela kamar tidur memang terbuka hingga timbul kesan bahwa pembunuh masuk dari sana. Tapi tidak terlihat bekas-bekas tangan ataupun kaki orang yang memanjat masuk. Dan jendela juga tidak memperlihatkan tanda-tanda bekas didobrak dengan paksa. Andai jendela dicongkel, anjing-anjing yang tidur di bawah jendela itu pasti terbangun dan menyalak. Dan ini tidak terjadi.

Ada satu hal lagi yang menimbulkan kecurigaan. Nyonya Murray menerangkan kepada polisi bahwa begitu mendengar tembakan, ia lari ke atas ke kamar anak-anak dan suaminya. Ketika naik tangga, ia berpapasan dengan Maria Natal, pembantu rumah tangga mereka. Tetapi Maria Natal ini tidak dijumpai polisi ketika memeriksa rumah.

“Ke mana gadis pembantu rumah tangga itu, Nyonya Murray?”

“Tidak tahu. Saya kira, ia meninggalkan rumah karena ngeri melihat kejadian itu.”

“Apakah dia tidak berpamitan ketika meninggalkan rumah?” 

“Saya tidak melihatnya lagi sejak saya berpapasan dengannya di tangga.”

Nyonya Murray tampak tenang ketika memberikan keterangan ini. Tapi salah seorang anggota kepolisian, Faustos, tidak puas mendengar penjelasannya.

Dua hal lain juga membuatnya curiga. Pertama, keesokan harinya setelah peristiwa pembunuhan itu, polisi kembali ke rumah keluarga Murray, dan memeriksa lemari pakaian. Ia melihat sehelai gaun malam tergantung di sama dalam keadaan baru dicuci. Kedua, keadaan kamar berubah. Kondisi itu berbeda dengan pemandangan setelah kejadian yang difoto oleh polisi. Foto ini memperlihatkan dua sarung tangan putih tergeletak di lantai. Kini tinggal satu sarung tangan sebelah kiri saja. Rupanya yang sebelah kanan sudah disingkirkan. 

Polisi sudah berpesan kepada Nyonya Murray, bahwa benda-benda di dalam tempat kejadian tidak boleh disentuh dan dipindahkan sebelum kasus ini selesai.

Mengapa sarung tangan sebelah kanan itu disembunyikan? Apakah ada noda darahnya? Atau sarung tangan itu hangus karena mesiu? Mengapa gaun malam Nyonya Murray segera dicuci? Apakah untuk menghilangkan noda-noda darah?

Faustos beranggapan lebih baik tidak menanyai Nyonya Murray secara langsung. Ia merasa lebih baik untuk mendapatkan keterangan dari Maria Natal, si pembantu rumah tangga. Oleh karena itu, Maria Natal harus segera ditemukan. 

Faustos keluar rumah dan menjelajahi halamannya yang luas. Di sana banyak semak-semak. Di antara semak-semak itu terdapat jalan sempit. 

Faustos mengikuti jalan di tengah semak belukar ini. Ternyata ia sampai pada sebuah pintu kayu. Gerendelnya ia putar. Pintu terbuka dan Faustos melihat sebuah jalan berlapis plesteran semen. Ia mengikuti jalan itu hingga tiba di sebuah rumah yang tersembunyi di belakang pepohonan.

Pintu rumah ia ketuk. Seorang gadis membukakannya. Gadis itu ialah Maria Natal. Dalam kondisi ketakutan, Maria menceritakan apa yang diketahuinya. 

Ia disembunyikan oleh nyonya rumah di tempat itu, sebelum rombongan polisi tiba untuk mengadakan pemeriksaan. Menurut gadis ini, Nyonya Murray berpesan, “Kamu tinggal di sini, jangan sampai terlihat oleh siapa pun.”

Maria Natal tidak dibawa kembali ke rumah majikannya, tapi langsung diangkut ke markas polisi. Di sana ia dimintai keterangan dan harus menandatangani surat pernyataan. 

Kisah Maria Natal sebagai berikut. 

“Jam setengah lima pagi saya dibangunkan oleh Nyonya Murray. Ia masuk ke kamarnya sambil menggendong putra bungsunya yang tidak bisa tidur. ‘Eddie tidak bisa tidur, biar ia tidur dengan kami,’ katanya. Kemudian Nyonya Murray keluar. Kira-kira setengah menit kemudian, saya mendengar letusan tembakan. Saya keluar dan turun ke lantai bawah menuju ke kamar kecil. Saya melihat Nyonya Murray keluar dari kamar tidurnya. Ia turun ke lantai bawah, lalu kembali lagi ke atas. Ketika saya naik lagi ke lantai atas, saya melongok ke kamar tidur. Saya melihat Nyonya Murray berdiri di situ dengan anak-anaknya. Tuan Murray tergeletak di ranjang dan berlumuran darah.”

Selanjutnya, kata Maria, Nyonya Murray berpesan kepadanya: “Jika kamu ditanya, jawab bahwa kamu mendengar bunyi seperti letusan gas mobil dan bahwa kamu duga mendengar anjing-anjing menyalak. Katakan bahwa saya saat itu ada di dapur dan kamu berpapasan dengan saya di tangga ketika kamu turun ke lantai bawah.”

Maria tidak mendengar anjing menggonggong sebelum ada letusan tembakan. Dan sore harinya, ia telah menutup dan mengunci pintu menuju ke lantai atas.

Pembantu rumah tangga itu cukup awas mengamati kehidupan majikannya. Ia tahu bahwa Tuan Murray selalu membawa senjata api. Pada waktu tidur, senjata itu biasanya disimpan di bawah bantal atau diletakkan di atas meja; di samping ranjang. Sebelum berangkat ke Manila, pada tanggal 13 Agustus yang naas itu, Tuan Murray bertanya kepada istrinya apakah ia melihat revolvernya. Nyonya Murray mengaku tidak melihatnya.

Menurut Maria yang mendengar percakapan ini, Nyonya Murray berbohong. Sebab gadis itu melihat Nyonya Murray menyembunyikan senjata api itu di dalam kotak jahitnya.

Wanita ini, yang dengan lemah lembut dan sabar berusaha mempertahankan kemesraan hubungan dengan suaminya, ternyata tidak buta terhadap permainan suaminya. Ia masih bisa berdansa mesra dengan suami yang tidak setia itu. Tepat sebelum sang suami pergi menemui kekasih gelapnya di Riviera.

Setelah ditekan-tekan oleh polisi, sopir Nyonya Murray akhirnya memberikan keterangan tambahan. Begitu mendengar tembakan-tembakan, ia melongok dari jendela kamarnya di dekat garasi. Dan ia melihat bayangan seorang wanita di balkon, di luar kamar tidur majikannya. Wanita itu, tentunya Nyonya Murray, melemparkan sesuatu ke kandang anjing di bawah. Suaranya seperti sebuah logam yang dilemparkan dari atas.

Kandang anjing kemudian diperiksa. Ditemukan sebuah revolver, di dekat salah seekor anjing. Pemeriksaan senjata dan perbandingan dengan peluru-peluru yang ditemukan, membuktikan bahwa revolver itulah senjata untuk membunuh.

Nyonya Murray atas desakan polisi terpaksa menyerahkan sarung tangan sebelah kanan yang disembunyikannya.  Ketika diperiksa, ternyata terdapat sisa-sisa nitrat pada sarung tangan ini. Tentunya nitrat tersebut berasal dari ledakan peluru. Atas pertanyaan polisi, Nyonya Esther Murray mencoba memberikan keterangan lain. Katanya, dengan sarung tangan itu ia mengambil pupuk nitrat untuk tanaman-tanamannya di kebun.

Esther del Rosario Murray ditahan atas tuduhan membunuh suaminya. Proses peradilan menimbulkan banyak sensasi. Nyonya Murray tetap berpegang teguh pada pernyataannya yang semula bahwa suaminya dibunuh oleh orang yang masuk ke dalam rumah lewat jendela. Pembela berusaha menyelamatkan kliennya dengan teori pembunuhan oleh tokoh-tokoh yang berkaitan dengan perdagangan ilegal. 

Teori ini memang menarik, tapi bukti-buktinya tidak kuat. Bukti-bukti dan keterangan saksi mengarah pada Esther del Rosario Murray sebagai pembunuh. Wanita ini, yang dalam perkawinan pertama pernah merasakan cinta dan kebahagiaan, ingin mempertahankan kebahagiaan dengan suami keduanya. Awalnya ia mencoba dengan kelembutan. Namun ketika tidak berhasil, ia pun memilih jalan kekerasan. Ia memukul lebih dulu sebelum George Murray sempat menghancurkan kebahagiaannya dengan berselingkuh.

Hakim Ceferino de los Santos membacakan keputusan pengadilan. Sidang menyatakan tertuduh bersalah. Esther del Rosario Murray dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Beberapa kali permohonan naik banding diajukan. Tapi tidak berhasil. BuIan Oktober 1959 ia mulai menjalani hukumannya.

(Leonard Gribble)

Baca Juga: Siapakah Pembunuh Petani Kaya Itu

 

" ["url"]=> string(75) "https://plus.intisari.grid.id/read/553799242/gara-gara-seorang-bintang-film" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1690565997000) } } [2]=> object(stdClass)#81 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3761012" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#82 (9) { ["thumb_url"]=> string(110) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/05/11/apakah-dia-jack-the-ripperjpg-20230511110430.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#83 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(5) "Ade S" ["photo"]=> string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png" ["id"]=> int(8011) ["email"]=> string(22) "ade.intisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(123) "George Chapman dituduh membunuh tiga wanita dengan racun. Banyak orang mengaitkan pembunuh keji itu dengan Jack the Ripper." ["section"]=> object(stdClass)#84 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(110) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/05/11/apakah-dia-jack-the-ripperjpg-20230511110430.jpg" ["title"]=> string(27) "Apakah Dia Jack the Ripper?" ["published_date"]=> string(19) "2023-05-11 11:04:38" ["content"]=> string(30426) "

Intisari Plus - George Chapman dituduh membunuh tiga wanita dengan racun. Banyak orang mengaitkan pembunuh keji itu dengan Jack the Ripper yang terkenal sadis di London.

---------------

Jika seseorang akan dibunuh dengan racun, maka biasanya pembunuh memilih arsenikum. Sudah sejak beratus-ratus tahun, arsenikum merupakan “racun khas” untuk membunuh.

Pada tahun 1903 seorang pria setengah baya dihadapkan ke pengadilan di London. la dituduh membunuh tiga orang wanita dengan racun. Bukan arsenikum, melainkan antimonium. Cara-caranya pembunuhan menimbulkan sangkaan bahwa ketiga pembunuhan itu dilakukan oleh seorang penjahat saja. Apakah sangkaan ini mempunyai dasar, masih belum terjawab.

Tertuduh berusia 37 tahun, berasal dari Polandia dan bernama Severin Klosowski. Tetapi ia menamakan dirinya George Chapman dan diadili dengan nama itu. Di usia 15 tahun ia mulai belajar pada seorang mantri kesehatan di negara asalnya. Ia tamat belajar sebagai pembantu mantri dan penata rambut. Kemudian ia meneruskan pendidikan pada sebuah klinik. Sesudah mengabdi 1,5 tahun di ketentaraan, ia berimigrasi ke Inggris. Ia tiba kira-kira musim semi tahun 1887.

Di London tadinya ia mencari nafkah sebagai pembantu penata rambut, kemudian membuka salon di daerah Tottenham. Tetapi tidak lama kemudian usahanya itu gagal. la pergi ke tempat lain untuk menjadi pembantu penata rambut lagi. 

Pada bulan Agustus 1889, Klosowski menikah dengan seorang wanita Polandia bernama Lucy Barski. Tidak lama sesudah pernikahan, seorang wanita datang dari Polandia dan menyatakan bahwa dialah istri pria itu. Kedua wanita hidup bersama dengannya selama jangka waktu tertentu, lalu wanita yang datang terakhir kembali ke tanah airnya. Klosowski berimigrasi dengan istrinya yang lain ke Amerika Serikat.

Karena mereka tidak cocok, beberapa bulan kemudian si istri kembali ke Inggris. Suaminya menyusulnya tahun 1893. Di London mereka rujuk kembali dan mempunyai dua orang anak. Karena sering suaminya tidak setia, istrinya meninggalkannya. Mereka hidup terpisah.

Kini Klosowski menjalin hubungan dengan seorang wanita muda bernama Annie Chapman dan hidup bersama selama setahun. Sesudah wanita itu meninggalkannya, ia menamakan dirinya George Chapman. Dengan penukaran nama ini tampaknya ia ingin menghindari tuntutan-tuntutan banyak wanita yang telah ia hubungi selama beberapa tahun. Ia tidak mau mengaku pernah memakai nama yang terdahulu, juga kepada para petugas. Menurut undang-undang Inggris, seseorang dapat mempunyai nama baru jika sudah dipakai terus-menerus. Jika ini terjadi, maka nama lama hilang.

Sesudah berpisah dengan Annie Chapman, Chapman berkenalan dengan Nyonya Spink. Wanita tadi masih menjadi istri seorang kuli bernama Spink, yang baru saja meninggalkannya karena si istri pemabuk.

Sesudah Chapman pindah pondokan ke keluarga Ward, Nyonya Spink dan Chapman sering terlihat bersama-sama. Chapman menerangkan kepada orang lain bahwa mereka akan segera menikah. Di bulan Oktober 1895, mereka menyatakan kepada kenalan dan kawan-kawan bahwa mereka telah menikah. Padahal keterangan ini bohong, karena keduanya belum bercerai dengan pasangan masing-masing.

Nyonya Spink memiliki sedikit uang yang mereka pakai membeli salon. Ia membantu “suaminya” melayani langganan. Kadang-kadang ia juga mencukur langganan. Waktu itu belum biasa wanita mengerjakan hal itu.

Waktu usahanya tidak begitu maju, Nyonya Spink membeli piano dan bermain sambil suaminya melayani pelanggan. Karena “penataan rambut dengan musik” ini, salon itu terkenal di seluruh bagian kota dan menarik banyak langganan. Karena itulah Chapman banyak mendapat uang, sehingga ia mampu membeli perahu.

Di antara pelanggannya, ada seorang penjual obat. Chapman meminta padanya agar diberikan “tartar emetic”, racun antimonium. Si penjual obat menjual 30 gram racun yang jarang diminta itu. Ia memberikannya dalam botol dengan tulisan “racun”. Bersamaan dengan penjualan itu, ia juga menyuruh Chapman menandatangani buku racun. Chapman memberi tanda tangan dan menuliskan kata-kata yang sukar dibaca pada kolom yang isinya keterangan untuk maksud apa racun itu dibeli.

Salon kembali mengalami kemunduran, terutama karena Nyonya Spink pemabuk. Akhirnya salon terpaksa dijual.

Dalam tahun 1897, Chapman membeli restoran kecil di London dengan nama “Prince of Wales”. Nyonya Spink seorang wanita yang relatif sehat, tapi saat itu ia merasa sakit sekali jika sedang mendapat haid. Dalam waktu singkat, kesehatannya makin memburuk. Ia sering muntah-muntah hebat, bergantian dengan sakit rahim yang tidak tertahankan. Seorang tetangga yang diminta bantuan oleh Chapman, akhirnya memanggil seorang dokter. Dokter tidak begitu memedulikan keadaan si sakit. Nyonya Spink makin lama makin lemah dan meninggal pada tanggal 25 Desember 1897.

Di mata temannya, kematian ini dianggap sebagai akhir penderitaan yang teramat besar. Chapman pingsan, tidak dapat dihibur dan semua orang kasihan kepadanya. Tetapi meskipun demikian, restorannya dibuka pada hari itu juga. Dokter segera saja mengeluarkan surat kematian dengan sebab kematian ayan. Agar biayanya rendah, Chapman menyuruh menguburkan jenazah Nyonya Spink di kuburan massal.

Beberapa bulan sesudah kematian Nyonya Spink, di musim semi 1889, Chapman memasang iklan mencari seorang pramuniaga. Datanglah seorang gadis muda bernama Elisabeth Taylor, seorang anak petani yang hingga saat itu menjadi pembantu rumah tangga. Chapman melihat dan menerimanya. Segera saja gadis itu menjadi pacarnya dan sangat bahagia.

Pada suatu hari, Chapman menyatakan pada para pelanggannya bahwa ia telah menikah dengan “Bessie”. Sebenarnya ia hanya pergi ke pedesaan sehari dengan gadis itu. Karena masih saja berstatus beristri, maka ia tidak dapat menikahi gadis itu. Sama seperti yang sebelum-sebelumnya, ia tidak mungkin menikahi Nyonya Spink. Tetapi Bessie ikut “bermain” dan sesudah itu enak-enak saja menyuruh orang lain memanggilnya Nyonya Chapman.

Sesudah “perkawinan”, Elisabeth Taylor yang sebelumnya sehat dan kuat, mulai sakit-sakitan. Ia menjadi kurus sekali dan makin lemah. Akhirnya harus dibawa ke sebuah klinik. Waktu ia kembali ke rumah, Chapman memperlakukannya dengan buruk.

Para dokter di klinik dan juga dokter keluarga tidak mengerti apa penyakit “Nyonya Chapman”. Waktu dokter keluarga datang menengok ke rumah, ia heran menemukan pasien sedang memainkan piano. 2 hari kemudian 13 Februari 1901, gadis tersebut meninggal. Dalam surat kematian dokter keluarga, Dr. Stoker, menuliskan sebab kematian adalah kelelahan karena terlalu banyak muntah dan mencret. 

Dokter ini pun tidak menganggap perlu untuk menyelidiki sebab-sebab kematian yang aneh tersebut. Sekali lagi Chapman seperti tidak bisa terhibur. “Bessie” disenangi semua orang dan banyak yang prihatin pada Chapman setelah “istrinya” meninggal. Chapman menyuruh membuat batu nisan yang megah dan ia menulis sendiri beberapa syair untuk diukir di nisan itu.

Orang tua gadis yang meninggal selalu menyatakan bahwa Chapman orang baik. Waktu mereka melihat batu nisan, mereka menyatakan bahwa anaknya tidak mungkin mendapatkan suami yang lebih baik darinya.

Beberapa bulan sesudah meninggalnya Elisabeth Taylor, Chapman berkenalan dengan wanita yang akan menjadi korban ketiganya.

Di bulan Agustus 1901, Chapman membaca iklan. Seorang gadis muda berusia 20 tahun, bernama Maud Marsh, mencari pekerjaan sebagai pramuniaga. Chapman menyuruhnya datang dan segera saja Maud dimintanya untuk bekerja. 

Maud Marsh anak seorang pekerja dan sebelumnya tinggal di tempat orang tuanya. Waktu ia menceritakan kepada orang tuanya bahwa ia akan memulai pekerjaan baru, ibunya pergi ke restoran Chapman untuk melihat keadaan. Pada kunjungan itu, Chapman memberikan beberapa keterangan palsu. Ia menceritakan kepada ibu tadi, bahwa ia seorang duda dan di bagian atas masih ada keluarga yang tinggal. Dengan demikian, Chapman ingin memberikan gambaran bahwa rumah di mana anaknya akan tinggal itu rumah baik-baik. Ia berhasil. Si ibu setuju anaknya bekerja di situ.

Gadis itu belum lama bekerja, waktu ia menulis kepada ibunya bahwa majikannya telah menghadiahkan jam emas dengan kalung. Tidak lama kemudian, datang sepucuk surat lagi. Maud menyatakan kepada ibunya, majikannya meminta “beberapa hal” kepadanya. Jika ia menolak maka majikan akan mengusirnya.

Berita-berita ini membuat Nyonya Marsh agak risau, dan ia menasihati anaknya untuk kembali ke rumah. Sayang sekali, gadis muda ini tidak mengikuti nasihat tadi. Malah pada suatu hari Chapman datang dengannya dan dengan resmi meminangnya. Pada kesempatan itu Chapman memperlihatkan kepada orang tua Maud, sebuah surat wasiat. Surat tersebut menyatakan bahwa jika meninggal, Chapman akan mewariskan 400 ponsterling. 

Orang tua Maud tetap kurang percaya dan menasihati agar anak mereka berhati-hati. Waktu anak ini pada suatu hari menengok ayahnya yang sedang dirawat di rumah sakit, ia memakai cincin di jari. Ketika ditanyai apakah ia telah menikah, ia mengangguk. Perkawinan, katanya, telah diberkati di sebuah “tempat” Katolik di Bishopsgate Street.

Seperti biasa, maka kali ini pun Chapman menipu. “Upacara perkawinan” itu hanyalah naik kereta keliling London dengan Maud, kemudian kembali ke restoran dan berpesta pora dengan tamu-tamu merayakan “perkawinan”. Akal licik Chapman ini agak diganggu oleh Nyonya Marsh. Ia datang dan tidak mau begitu saja mempercayai apa yang telah diceritakan tentang upacara “perkawinan”. Ia curiga ada sesuatu yang tidak beres. Suaminya lebih-lebih lagi. Mereka meminta Chapman agar memperlihatkan surat kawin. Akan tetapi anak mereka mencegah dengan keras permintaan si ayah.

Beberapa waktu kemudian, Maud tiba-tiba jatuh sakit. Ia muntah terus-menerus, mencret, sakit peranakan, haus, dan mual tidak karuan. Tampak sangat menderita melihat “istrinya”, Chapman dengan segala kasih sayang merawatnya. Akan tetapi karena keadaan si sakit makin hari makin memburuk, diambil keputusan untuk membawanya ke rumah sakit.

Para dokter di klinik tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Mereka menyangka Maud menderita kanker, reumatik, atau sakit lambung dan dengan demikian sama sekali tidak dapat memberi analisa yang tepat. Tidak ada terpikir bahwa ini disebabkan suatu kejahatan. Padahal di dalam klinik keadaan pasien dengan segera membaik.

Baru saja Maud pulang ke rumah Chapman, penyakitnya kambuh kembali. Chapman berhasil mencegah Maud dibawa ke rumah sakit lagi. la memanggil dokter keluarga, Dr. Stoker, yang dulu pernah diminta bantuannya. Dokter tidak dapat menemukan sebab penyakit dan mencoba memberikan segala macam obat yang tidak menolong. Keadaan si sakit makin memburuk setiap hari dan dokter putus asa.

Sementara itu Chapman telah berganti restoran dan pindah ke sana. Dr. Stoker masih saja merawat pasiennya dan menjadi saksi bagaimana kekuatannya makin menurun.

Waktu ibu Maud dan seorang tetangga bergantian merawat Maud, Chapman menyatakan bahwa hanya dialah yang berhak membuat semua makanan dan minuman untuk Maud. Keadaan si sakit makin menyedihkan. Akhirnya keadaan demikian buruknya sehingga Maud hanya bisa minum saja.

Pada suatu hari terjadi sesuatu yang hampir saja membahayakan Chapman. la membuatkan minuman anggur dan soda untuk Maud. Si sakit meminum minuman itu, tetapi karena terlampau lemah, sisanya sebagian besar ada dalam gelas. Beberapa waktu kemudian, Nyonya Marsh dan tetangganya meminumnya juga. Akibatnya mereka muntah-muntah dan mencret.

Meskipun hal ini sebenarnya bisa menarik perhatian, tidak ada seorang pun yang curiga. Yang paling mengherankan ialah bahwa tidak ada yang curiga bahwa mungkin racun yang menjadi sebab penyakit yang misterius ini.

Baru waktu pasien sekarat, Nyonya Marsh curiga. la membicarakan hal ini dengan suaminya dan mereka kemudian meminta dokter keluarganya, Dr. Grapel, untuk memeriksa putri mereka.

Dr. Grapel segera pergi ke restoran Chapman dan memeriksa pasien di sana. Baru sebentar saja ia sudah mengetahui bahwa Maud keracunan. Tetapi ia belum mengetahui racun apa yang masuk ke dalam tubuh gadis malang itu. Jadi baru sekali itu seorang dokter menaruh syak.

la mengirim telegram ke Dr. Stoker dan mengabarkan bahwa penyakit wanita muda itu menurut pendapatnya adalah karena racun. Jika langsung diambil tindakan, mungkin jiwa pasien masih bisa tertolong. Chapman yang takut oleh kedatangan dokter lain itu segera memberikan racun dengan dosis baru sehingga beberapa jam kemudian Maud meninggal. Waktu ia meninggal, Chapman berpura-pura sedih. Ia berteriak-teriak seperti anak-anak.

Karena keterangan rekannya, Dr. Stoker menolak untuk memberi surat keterangan kematian. Ia merasa perlu dilakukan pembedahan mayat. Chapman marah mendengarkan itu dan meminta pertanggungjawaban.

“Saya tidak dapat menemukan sebab kematian,” kata dokter.

“Karena terlampau lelah, disebabkan adanya bengkak dalam usus,” jawab Chapman. 

“Apakah yang menyebabkan bengkak tadi?” 

“Karena selalu muntah dan mencret.”

“Apa penyebab muntah dan mencret?”

Chapman tidak menjawab. Kemudian ia menyatakan bahwa kematian disebabkan karena memakan daging kelinci yang mengandung arsenikum.

Dr. Stoker kemudian memutuskan untuk melakukan pembedahan mayat sendiri dibantu oleh tiga dokter lain. 

Waktu dibedah mula-mula tidak ditemukan apa-apa yang dapat menjelaskan soal penyebab kematian wanita muda itu. Dokter kemudian mengambil lambung dan organ-organ lain untuk dianalisa. Dalam bagian-bagian badan itu ditemukan antimonium. Zat ini dapat dicairkan dalam air dan terasa agak manis dan tidak enak. 

Dulu di beberapa daerah, majikan biasa memberikan sedikit antimonium dalam makanan agar para pembantu yang mencuri dari majikan jadi jera. Kadang-kadang antimonium juga dimasukkan di dalam gelas pemabuk, agar mereka jera. Peracunan dengan “batu pemuntah” sudah jarang dilakukan. Akibat dari “batu pemuntah” sama dengan akibat racun arsenikum, yakni muntah terus menerus, tidak dapat dihentikan (oleh karena itu dinamakan “batu pemuntah”) mencret, tidak bisa menelan, sakit lambung, kejang denyut nadi tidak teratur, dan pingsan. Mayat korban jadi awet, sehingga bertahun-tahun sesudah meninggal masih dapat dikenali kembali.

Pada tanggal 23 Oktober 1902 dikeluarkan perintah penahanan terhadap Chapman. Hanya dialah yang dapat memberikan “batu pemuntah” pada almarhumah. Bulan April 1897 diketahui ia telah membeli sejumlah racun itu dan tidak ada orang lain yang mempunyai kontak dekat dengan mereka yang sudah meninggal. Waktu diadakan pemeriksaan rumah, selain daripada 300 pon emas dan uang, ditemukan kaleng-kaleng yang mencurigakan, berisikan bubuk putih. Lalu ditemukan juga surat-surat keterangan yang membuktikan bahwa Chapman sebagai seorang Polandia, mempunyai kewarganegaraan Rusia, dan bernama Severin Klosowski. Selain itu, ada beberapa buku khusus mengenai bagaimana memakai racun dan buku kehidupan algojo bernama Bary.

Polisi menganggap mayat Nyonya Spink dan Elisabeth Taylor perlu digali untuk diperiksa. Kedua mayat masih baik, meskipun sudah beberapa lama dikuburkan. Menurut patolog yang melakukan pemeriksaan, wajah dan tangan Nyonya Spink seperti baru kemarin dikuburkan. Keadaan itu saja sudah menunjukkan bahwa ada racun di dalam tubuhnya. Pembedahan mayat membenarkan dugaan itu. Seperti dikatakan seorang ahli yang memeriksa, tubuh kedua wanita tadi bagaikan dicelupkan ke dalam antimonium.

Pemeriksaan dibuka di depan pengadilan di London pada tanggal 16 Maret 1903. Yang memimpin adalah seorang hakim yang paling populer di Inggris, Justice Grantham. Yang menjadi penuntut adalah Sir Edward Carson, pernah menjadi lawan Iscar Wilde. la dibantu tiga ahli hukum lagi. Sebagai pembela tersedia tiga orang pengacara.

Publik menaruh perhatian. Orang yang datang melebihi tempat yang tersedia. Perhatian tetap besar hingga akhir persidangan. Hakim sekitar jam 11 masuk ke ruang sidang. Tertuduh dibawa masuk. Saat dibawa ke polisi, Chapman tampak tidak peduli. Tapi di pengadilan ia seakan-akan senewen dan ketakutan. Ia menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan suara perlahan, tidak tetap, dan ragu-ragu.

Penuntut utama dalam pembukaannya hanya memberikan singkatan bukti-bukti. Pembela dalam posisi sulit, ingin mencari keuntungan dari fakta bawa Chapman seorang asing. Tetapi pernyataan ini tidak dianggap serius oleh juri. Chapman selama pledoi pembelanya menangis tersedu-sedu, tetapi tidak menggerakkan perasaan juri.

Sesudah mendengar keterangan tidak kurang dari 37 saksi, maka seorang wakil penuntut dan seorang pembela memberikan pendapat dengan singkat.

Dalam penjelasannya hakim tidak memberi peluang untuk bebas sedikit pun pada tertuduh. Para dokter yang tersangkut mendapat kecaman habis-habisan dan mereka disalahkan karena begitu lama bisa dikelabui oleh tertuduh. Penuntut masih agak membela para dokter dan menerangkan bahwa untuk seorang dokter bukanlah keputusan yang mudah untuk menuduh seseorang melakukan pembunuhan. Sebab jika tidak terbukti, maka dokter pun akan terkena akibatnya. Tetapi para hakim tidak bisa menerimanya.

Para juri membutuhkan waktu 10 menit untuk perundingan mereka. Waktu Chapman diberitahu bahwa ia dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan, ia tidak mempunyai kekuatan untuk membantah. Ia juga membisu waktu para hakim menjatuhkan hukuman mati. Hukuman ini dianggap sebagai ganjaran setimpal dan tidak ada seorang pun yang setuju terhukum meminta pengampunan kepada menteri dalam negeri.

Hingga pelaksanaan hukuman ia tidak memperbolehkan seorang pun juga datang kepadanya di penjara, bahkan tidak juga istrinya yang orang Polandia yang ingin melihatnya. Satu-satunya orang yang ia izinkan adalah seorang pastor Rusia-Ortodoks.

Sampai saat terakhir, ia menyatakan dirinya tidak bersalah dan juga tidak mengakui dirinya sebagai Severin Klosowski. Pada tanggal 7 April 1903 ia dihukum gantung dan di penjara Wandsworth di London.

Pada waktu pemeriksaan terhadap Chapman sudah berakhir, dan perkara mencapai tahap pengadilan, maka di kalangan kepolisian tercetus dugaan bahwa Chapman indentik dengan seorang pembunuh yang sudah lama dicari dan diberi julukan “Jack the Ripper” oleh masyarakat.

Pembunuhan pertama yang diduga dilakukan Jack the Ripper terjadi di pagi hari tanggal 31 Agustus 1888. Korbannya seorang wanita pelacur, Mary Ann Nicholls. Tidak lama sesudah kejahatan ini dilakukan, badan korban ditemukan di Buck’s Row di Whitechapel.

Leher wanita tadi disayat dari telinga satu ke telinga yang lain dan perut bagian bawah dipotong-potong. Dokter polisi menduga bahwa mayat dibunuh kira-kira setengah jam sebelum diletakkan di tempat ia ditemukan. Dari cara menyayat diambil kesimpulan bahwa si pelaku sangat ahli menggunakan pisau, sebab sama sekali tidak terdengar jeritan apa pun. 

2 hari kemudian terjadi pembunuhan kedua yakni pada tanggal 8 September 1888, tidak jauh dari tempat kejadian yang pertama. Korban lagi-lagi seorang pelacur, dengan nama Annie Chapman. Badannya menunjukkan cedera mengerikan yang sama seperti Nicholls. Waktu diperiksa lebih lanjut ditemukan beberapa bagian dalam telah hilang. Yang menjadi pertanyaan ialah senjata apa yang dipakai si pelaku. Tidak dapat ditentukan apakah itu bayonet prajurit, pisau penjual daging, atau pisau bedah dokter. Dokter pengadilan menyatakan bahwa ini semua mungkin dipakai.

Juga kali itu tidak ditemukan si pembunuh. Polisi telah menahan beberapa penjahat yang terkenal di sekitar itu, namun mereka dapat memberikan alibi dan harus dibebaskan kembali. Akhirnya yang berwajib menjanjikan hadiah 100 ponsterling bagi orang yang berhasil menangkap pembunuh. Lagi-lagi itu tidak membuahkan hasil.

3 minggu tidak terjadi apa-apa. Lalu penduduk daerah Whitechapel di London sekali lagi dikejutkan. Seorang pelacur dibunuh lagi. Pada tanggal 30 September pagi, orang menemukan mayat Elisabeth Stride di Berners Street dengan leher yang tersayat. Kali ini pada badan wanita muda itu tidak ditemukan cedera lain. Sebelah tangannya memegang buah anggur dan di tangan lain beberapa bonbon. Kali ini pun tidak ada bekas-bekas yang dapat dijadikan petunjuk untuk menemukan si pelaku.

Pada malam itu juga dibunuh pula seorang wanita lain, Catherine Eddows, tempat kejadiannya sekitar 10 menit dari tempat pelacur sebelumnya ditemukan. Korban ini termasuk pelacur di Whitechapel.

Dari kejadian-kejadian ini terbukti bagaimana cepatnya si pelaku bekerja dan betapa pandainya ia mengelak yang berwajib. Pada jam 01.30 seorang petugas polisi masih mengelilingi tempat di mana terjadi kejahatan dan ia tidak melihat apa-apa. 15 menit kemudian seorang laki-laki menemukan mayat di tempat yang sama, leher gadis disayat dan badan dipotong-potong.

Pembunuhan ganda di Whitechapel ini menimbulkan kepanikan di antara para pelacur di Whitechapel. Dan tentu saja mengguncang London. Hadiah penangkapan dinaikkan dari 100 ponsterling menjadi 1.000 ponsterling.

Kira-kira pada waktu yang bersamaan, polisi menerima sepucuk surat dan sebuah kartu pos, yang katanya dikirim oleh si pelaku (akan tetapi mungkin dari orang lain). Di sini untuk pertama kali disebutkan nama Jack the Ripper. Dalam surat dikatakan:

“Saya masih terus mencari korban di antara pelacur, dan saya tidak akan berhenti membunuh mereka dengan keji, hingga yang terakhir. pembunuhan yang terakhir yang paling hebat. Saya tidak memberinya kesempatan untuk berteriak. Bagaimana Anda mau menangkap saya? Saya mencintai pekerjaan saya dan akan selalu mencari korban. Anda akan segera mendengar kabar dari saya. Pada pekerjaan berikutnya nanti, saya akan memotong telinga si wanita dan akan mengirimkannya ke polisi. Pisau saya begitu .... dan tajam. Mudah-mudahan Anda baik-baik saja, dengan hormat Jack the Ripper.

Pada kartu pos yang datang beberapa hari kemudian, ia mengabarkan tentang pembunuhan ganda:

“Kali ini pembunuhan ganda. Nomor satu sebentar menjerit, saya tidak dapat dengan segera membunuhnya. Tidak mempunyai waktu memotong telinga untuk polisi…… 

Jack the Ripper.

Polisi mengirimkan kopi surat-surat tersebut kepada koran-koran terpenting, dengan permintaan untuk memuatnya. Diharapkan bahwa dengan cara itu maka masyarakat bisa membantu mengenal si pelaku dari caranya menulis. Tidak ada yang melapor kepada polisi.

Penduduk London baru saja menenangkan diri kembali, waktu pada tanggal 9 November terjadi lagi suatu pembunuhan. Di sebuah rumah di Dorset Street ditemukan mayat seorang wanita yang dibunuh dengan keji. Seorang dokter yang dipanggil menerangkan bahwa ia belum pernah melihat badan yang begitu disiksa. Wanita yang bernama Mary Jane Kelly, malam itu masih terdengar menyanyi. Ia dibunuh saat sedang tidur di kamarnya.

Karena kejadian yang mengejutkan ini, menteri dalam negeri memerintahkan polisi untuk menjanjikan kebebasan bagi semua komplotan si pembunuh, jika mereka mau memberi keterangan sehingga dapat membantu polisi menangkap pembunuh. Cara ini juga tidak berhasil.

Sesudah istirahat lebih dari setengah tahun, pada tanggal 18 Juli 1889 pagi, wanita lain dibunuh dengan cara yang sama seperti yang sebelumnya. Kejahatan ini pun dilakukan cepat sekali. Seorang petugas polisi sedang makan di bawah sinar lampu jalan, seperempat jam sesudah tengah malam. 10 menit kemudian ia meninggalkan tempat itu untuk berbicara dengan seorang rekan. 50 menit sesudah tengah malam, ia kembali ke lampu tadi, di situ ada mayat seorang wanita. 40 menit sesudah tengah malam hujan turun sedikit. Karena tanah di bawah badan wanita itu kering, tetapi pakaiannya basah, maka kejahatan diduga dilakukan antara 25 menit dan 40 menit sesudah tengah malam.

Siapa Jack the Ripper itu belum pernah terungkap. Dari waktu ke waktu seseorang menyatakan telah menemukan jawaban atas teka-teki ini, akan tetapi tidak satu pun hipotesis yang diajukan dapat dipercayai sepenuhnya. Yang paling mendekati ialah dugaan bahwa George Chapman itu identik dengan Jack the Ripper, mengingat:

Jack the Ripper melakukan rentetan pembunuhan yang pertama bulan Agustus tahun 1888 di daerah kota London bernama Whitechapel. Chapman tiba di London pada tahun 1888 serta bekerja beberapa lama di daerah ini. Wanita yang waktu itu hidup bersamanya, kemudian menerangkan kepada yang berwajib, bahwa Chapman baru pulang jam 3 atau 4 pagi. Ia tidak tahu apa sebabnya.

Cara Jack the Ripper melakukan kejahatan mengungkapkan bahwa ia mempunyai pengetahuan dan keterampilan medis. Chapman berpendidikan pembantu mantri kesehatan dan telah bekerja beberapa tahun pada seorang mantri dan di sebuah klinik. Jadi ia mempunyai pengetahuan tentang anatomi dan sebagai bekas prajurit ia telah dididik di bagian pembedahan.

Salah seorang saksi yang pernah melihat Jack the Ripper dengan Kelly menerangkan bahwa orang itu berusia antara 34-35 tahun, berambut hitam, dan berkumis. Ujung kumis melengkung ke atas. Keterangan ini tepat dengan rupa Chapman, yang selalu tampak lebih tua dari usia yang sebenarnya.

Pada bulan Juli 1889 terjadilah pembunuhan “Ripper” yang terakhir. Pada bulan Mei 1890 Chapman membuka sebuah salon di kota Jersey City, Amerika Serikat. Menurut kabar, di situ juga terjadi pembunuhan-pembunuhan yang hampir sama. Semuanya itu tiba-tiba berhenti pada tahun 1892.

Pendapat bahwa Chapman dan Jack the Ripper itu identik, bukan saja dikatakan oleh penulis yang telah menerbitkan akta-akta tentang Chapman, akan tetapi juga oleh petugas polisi kriminal yang diberi tugas memeriksa pembunuhan-pembunuhan di Whitechapel. Petugas-petugas kriminal ini dan seseorang dari Scotland Yard bertahun-tahun mencoba mengungkapkan kejahatan ini. Namun hanya sampai pada sangkaan-sangkaan belaka. 

Banyak hal mendukung bahwa Chapman dan Jack the Ripper itu identik. Namun semua tidak bisa dibuktikan bahkan hingga Chapman dihukum mati. Dengan demikian, maka George Chapman alias Severin Klosowski dalam akta-akta sejarah kriminal hidup terus sebagai seorang yang misterius.

(Maximilian Jacta) 

Baca Juga: Suatu Tragedi Keluarga

 

" ["url"]=> string(71) "https://plus.intisari.grid.id/read/553761012/apakah-dia-jack-the-ripper" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1683803078000) } } [3]=> object(stdClass)#85 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3726517" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#86 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/03/27/intisari-plus-235-1983-40-ia-ter-20230327113449.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#87 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(5) "Ade S" ["photo"]=> string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png" ["id"]=> int(8011) ["email"]=> string(22) "ade.intisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(141) "Bau busuk luar biasa tiba-tiba menyeruak dari apartemen seorang pensiunan yang hidup sendiri. Saksi mata melihatnya terakhir kali berbelanja." ["section"]=> object(stdClass)#88 (8) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["show"]=> int(1) ["alias"]=> string(5) "crime" ["description"]=> string(0) "" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/03/27/intisari-plus-235-1983-40-ia-ter-20230327113449.jpg" ["title"]=> string(32) "Ia Terakhir Kelihatan Berbelanja" ["published_date"]=> string(19) "2023-03-27 11:35:02" ["content"]=> string(34177) "

Intisari Plus - Bau busuk luar biasa tiba-tiba menyeruak dari apartemen Helmer, seorang pensiunan yang hidup sendiri. Saksi mata melihatnya terakhir kali ketika ia keluar berbelanja.

---------

Alexander Helmer, seorang pensiunan, hidup sendirian di apartemennya di Melrose, Bronx, New York. Kerjanya sehari-hari hanya menonton orang lewat dari jendela apartemennya di lantai tiga. Kalau tiba saat makan, ia makan sendirian di dapur, ditemani surat kabar.

Sebagai orang tua, kebutuhan Helmer akan makanan tidak seberapa. Tetapi setiap hari ia selalu berjalan jauh ke Supermarket A & P, yang letaknya sembilan blok dari apartemennya. Ia segan berbelanja di bodega milik orang Puerto Rico dan di toko-toko milik orang Italia di dekat apartemennya, karena suram dan lebih mahal beberapa sen. Helmer ini pelit. Celananya ia pakai sampai bagian paha dan bagian pantatnya sudah tipis berkilat.

Sebetulnya selisih harga beberapa sen tidak sesuai dengan pengorbanannya untuk berjalan begitu jauh. Tetapi Helmer senang pergi ke A & P yang besar, terang dan penuh orang. Di sana dan dalam perjalanan, ia bisa mengangguk pada orang-orang yang sering dijumpainya. Ia juga bisa bercakap-cakap dengan manajer supermarket. Pokoknya, pergi dan pulang dari supermarket itu merupakan puncak kegiatannya setiap hari. Belanjaannya hanya berupa seliter susu, satu roti tawar dan barang-barang kecil.

 

Sering membual

Tanggal 9 Oktober 1964, menjelang siang, ia pergi ke A & P. Hari Jumat itu matahari bersinar dan udara sejuk. Pria berumur 72 tahun itu memakai beberapa lapis pakaian, mengenakan alat bantu dengarnya dan pergi ke luar.

Sejak saudara perempuannya meninggal sepuluh tahun yang lalu, ia benar-benar sendirian dan hampir tidak pernah dikunjungi orang. Kalau kebetulan bertemu dengan pemilik bangunan itu, ia juga tidak menegur atau pun mengangguk. Empat tetangganya yang apartemennya di lantai tiga juga hampir tidak peduli padanya. Pernah ia masuk rumah sakit selama dua minggu dan tidak seorang pun dari mereka menyadari ketidakhadirannya.

Lewat dari 399 East 160th Street, ia tampak “hidup” dan bercakap-cakap dengan beberapa kenalan yang tua pula, di sebuah taman. Mereka itu pemilik toko dan manajer sebuah pompa bensin. Kadang-kadang ia juga melewatkan sebagian waktunya di situ.

Kepada orang-orang dan beberapa tetangga yang tidak dikenalnya dengan baik, ia sering membual dengan memberi tahu bahwa keuangannya mantap. Ia tidak mempunyai ahli waris dan bisa saja lawan bicaranya itu ia jadikan ahli waris dalam surat wasiatnya. Ia mempergunakan cara yang sama untuk memelihara hubungan perkenalannya dengan dua orang janda yang sudah sepuluh tahun tidak pernah bertemu dengannya. Dengan keduanya, ia berkirim-kiriman kartu Natal. Bersama kartu Natal itu, dikirimkannya juga kartu nama pengacaranya dengan pesan: Simpan kartu ini, saya akan mengingatmu dalam surat wasiat saya.

Helmer memang berhasil mengumpulkan uang sampai $ 22.000, yang ditanamkannya dalam saham-saham. Tetapi pada saat ini, ia tidak bermaksud mengeluarkan uang dalam jumlah cukup besar untuk siapa pun juga, termasuk untuk kakaknya, George, yang dirawat di rumah jompo. Ketika manajer rumah jompo itu meminta Helmer menyumbang untuk kakaknya yang sudah pikun dan yang keuangannya sudah surut, Helmer menolak dan buru-buru kabur dari rumah perawatan tersebut. Ia tidak pernah kembali ke sana.

Tetapi anehnya, ia kadang-kadang membawa uang beberapa ratus dolar di sakunya, sedangkan beberapa ratus lagi ditaruhnya di apartemennya, walaupun tidak dipergunakan.

Tengah hari, di A & P, Helmer memasukkan barang-barang yang dibutuhkannya ke kereta dorong dan kasir menghitung, berapa yang mesti dibayarnya untuk seliter susu, setengah liter es krim, beberapa tomat dan apel, sebuah roti tawar, setengah lusin telur dan beberapa benda kecil lain. Setelah membayar empat dolar dua puluh sen, Helmer membawa belanjaannya ke luar. Ia berjalan dengan santai di Melrose Avenue. Jalan itu cukup besar dan ramai. Bus lewat dari dua jurusan. Mobil-mobil lalu lalang dan sepanjang hari banyak orang berjalan di trotoar. Pemandangan ini menyenangkan untuk pria yang sepanjang hari tinggal di apartemen saja.

Di tepi jalan berderet bangunan-bangunan apartemen murah, yang terdiri atas dua sampai enam tingkat. Bagian bawah biasanya berupa toko kecil. Tidak ada tempat luang untuk pepohonan atau pun tanaman di muka gedung. Selain bangunan apartemen, di situ juga ada bank, bioskop dan bahkan pabrik kecil.

 

Tidak takut ditodong

Alexander Helmer tidak peduli pada pemuda-pemuda yang berkumpul di sudut-sudut jalan. Ia juga tidak takut ditodong dan dianiaya, walaupun dalam sakunya ia membawa 189 dolar. Di masa mudanya, ketika ia masih bekerja sebagai pengantar susu, ia pernah ditodong dua kali, tetapi tidak dianiaya.

Bahkan Helmer tidak curiga pada sekelompok pemuda yang luntang-lantung di muka toko Vega-Baja Self Service, yang letaknya tepat di muka gedung tempat apartemen Helmer berada. Mereka cuma berbisik-bisik sebentar dan pura-pura tidak peduli ketika Helmer mendekat. Orang tua ini mendorong pintu kaca berjeruji besi, yang merupakan pintu masuk gedung tempat apartemennya berada. Lalu ia menaiki tangga, mengeluarkan serenceng kunci untuk membuka sebuah pintu kayu, masuk melalui pintu itu, lalu membiarkannya tertutup sendiri.

Pintu kayu itu tidak selalu terkunci. Gedung itu bertingkat enam, di tengahnya ada tangga untuk mencapai tingkat-tingkat atas. Setiap tingkat terdiri atas lima apartemen. Bangunan ini dimiliki dan dikelola selama 40 tahun oleh Ny. Anna Ambos, janda seorang dokter. Wanita ini sudah berumur 72 tahun dan tidak puas dengan kejorokan serta ketidakamanan di daerah tempat tinggalnya, yang dahulu bersih dan aman. Untuk pengaman, ia memasang tiga gembok ekstra di pintu muka dan lubang untuk mengintip.

Dulu, di lantai bawah ada switchboard dan telepon. Kini cuma ada dua jajar tombol dan sebuah bel di pintu kayu.

Siang itu, ketika Helmer menghilang di belakang pintu kayu, pemuda-pemuda di seberang rumahnya berbisik cepat-cepat dan seorang di antaranya tiba-tiba lari menyeberang. Ketika ia mendorong pintu kayu dan pintu itu terbuka, ia memberi tanda kepada teman-temannya yang segera menyerbu masuk. Mereka menaiki tangga yang tadi dinaiki Helmer. Tidak seorang penghuni rumah pun yang melihat mereka masuk. Helmer sudah menaiki dua undak tangga dan kini berada di muka pintu apartemennya, No. 2-B. la membuka pintu dengan tangan kanan dan memeluk tas belanjaannya dengan tangan kiri. Ketika pintu terbuka, dicabutnya rencengan kunci dan dimasukkannya ke dalam sakunya. Begitu ia masuk, sejumlah pemuda tiba di sebelah kiri dan belakangnya. Tiba-tiba saja ia terjerembab ke dalam dan terdorong beberapa langkah ke pintu dapur di sebelah kanannya.

Dengan kaget dan takut, ia melihat dua pemuda di depannya dan pemuda ketiga di muka pintu. Yang dua orang mengambil tas belanjaan dari tangan Helmer yang tidak berdaya, untuk ditaruh di lantai di luar dapur. Yang ketiga masuk ke dapur. Helmer dengan panik berbalik dan berteriak serak. Ia mencoba menjambak pemuda itu dengan tangannya yang tua. Orang yang tadi mengambil belanjaannya, menangkap lengan Helmer dan orang tua ini berteriak lebih keras lagi. Tiba-tiba saja pemuda di depannya menghunus pisau dan menikam Helmer dengan kuat berkali-kali. Setiap kali mata pisaunya tenggelam dalam tubuh Helmer dan kalau ditarik ke luar warnanya merah darah.

Tiba-tiba saja Helmer berhenti berteriak. Tubuhnya lunglai. Pria yang memeganginya kini melepaskan Helmer, sehingga Helmer jatuh dengan wajah menimpa ubin dapur. Topi cokelatnya melayang jauh. Alat bantu dengarnya juga copot dan jatuh dekat muka Helmer, tetapi kawatnya yang halus masih menyangkut.

Helmer terbujur tanpa bergerak. Darah hangat membasahi pakaian yang ditindihnya dan mengalir ke lantai. Ia tidak mendengar para penyerangnya bergerak sekelilingnya menggeratak dapur, laci, dan peti. Ia tidak mendengar apa yang mereka katakan dan juga suara pintu dibanting ketika mereka meninggalkannya. Mereka menuruni tangga, berpencar dan keluar mengambil dua jurusan yang berlawanan, tanpa dicurigai siapa pun juga. Wajah mereka memudar dari otak Helmer yang perlahan-lahan mendingin dan berhenti bekerja.

 

Banyak lalat

Sembilan hari kemudian, pada hari Minggu pagi, tanggal 18 Oktober 1964, seorang saksi Jehovah masuk ke gedung di 399 East 160th Street. Ia memijat bel pada pintu bertuliskan 1-B. Begitu Ny. Smith membuka pintu, ia segera saja berbicara mengenai “kebenaran Tuhan” dengan cepat, karena memang sudah hafal. Kemudian ia menawarkan sebuah majalah The Watchtower, publikasi resmi sekte agama itu. 

Ny. Smith, yang tidak mau repot-repot melayani orang itu, mencari-cari uang kecil dari dompetnya. Ketika itulah pria itu berbisik, “Kalau dinilai dari baunya, di lantai tiga mestinya ada mayat.” 

Ny. Smith cuma mengira membaui makanan basi, ketika ia naik ke tingkat itu. Tetapi ia hampir muntah ketika sampai di atas, karena sangat bau. Ia cepat-cepat lari ke lantai bawah untuk memberi tahu Ny. Ambos.

Dengan berkeluh kesah dan bersusah payah, Ny. Ambos naik dibuntuti Ny. Smith. Di lantai tiga, ia mengendus-endus pada setiap pintu masuk apartemennya. Tiba-tiba ia berlari ke pintu bertuliskan A-2 dan meminta penghuninya, seorang wanita Italia setengah baya bernama Ena Varela, untuk menelepon polisi. 

“Cepat!” pinta Ny. Ambos. “Di gang sangat bau, seperti bau bangkai manusia. Rasanya dari pintu Helmer.”

15 menit kemudian, mobil polisi berhenti di muka gedung. Dua polisi muda disambut oleh Ny. Ambos yang tampak senewen. Walaupun sangat bau, tapi polisi-polisi itu bersikap tenang dan profesional ketika membuka pintu apartemen Helmer yang terkunci. Ny. Ambos tidak mempunyai duplikatnya. Tetapi ia memberi tahu polisi, bahwa mereka bisa masuk ke apartemen Helmer lewat sebuah jendela kamar, yang bisa dicapai dari apartemen A-2.

Polisi bisa mencapai jendela itu, tetapi terpaksa tidak jadi masuk karena bau busuknya bukan main, sementara gerombolan lalat tampak seperti awan tebal. Mereka kembali ke mobil, meminta pertolongan bagian darurat lewat radio.

 

Menurut polisi: mati wajar 

Dua petugas bagian darurat datang. Mereka masuk melalui jendela setelah memakai kedok gas. Mereka sudah terbiasa melihat hal-hal yang ngeri. Tetapi melihat tubuh Helmer yang gembung membusuk dan sebagian habis dimakani belatung, mereka tergugah juga. Dengan pertolongan gunting, mereka memotong saku belakang celana sebelah kanan pada mayat dan menemukan 189 dolar 80 sen. Mereka juga menemukan rencengan kunci, terdiri atas empat buah pada kantung lain. Sementara itu mereka tidak henti-hentinya diganggu lalat dan seperti akan tercekik karena pengap.

Mereka memeriksa ruangan-ruangan lain dan tidak menemukan barang berharga. Ada tiga buku bank yang seluruhnya mencatat jumlah uang $ 650 kurang sedikit.

Mereka tidak bisa mengetahui apakah Helmer mengalami kekerasan atau tidak. Mereka juga tidak mungkin membalikkan mayat itu. Jadi diduga Helmer seperti banyak penghuni kota besar lain - meninggal karena serangan jantung tanpa ketahuan.

Detektif Stephen McCabe datang ke apartemen itu pukul tiga siang. la diperbolehkan masuk oleh polisi penjaga yang merasa sial sekali, karena kebagian menjaga di tempat bau itu. McCabe menutup hidung dan mulutnya rapat-rapat dengan saputangan. la disambut serbuan lalat dan hampir saja terpeleset oleh darah dan belatung yang terinjak sepatunya. Tetapi ia memaksakan dirinya memeriksa tubuh Helmer. 

Ketika ia keluar, wajahnya pucat dan keningnya penuh keringat. McCabe menyalakan cerutu dengan harapan bisa mengusir bau busuk dan lalat, lalu kembali lagi ke dalam. Sesudah keluar masuk tiga kali (kalau dijumlahkan, ia berada di dalam tidak lebih dari sepuluh menit), ia merasa sudah cukup melihat yang perlu dilihatnya. Di kantor polisi, ia mengetik, memberi laporan pendek. Katanya, tampaknya kematian itu wajar.

 

Sudah acak-acakan

Kini tibalah giliran pemeriksaan kedokteran pada mayat. Keesokan harinya, pukul 10.30, Detektif Salvatore Russo dari bagian pembunuhan di Bronx, menerima telepon dari kenalan lamanya, dr. Charles Hochman, wakil kepala pemeriksa kedokteran di Bronx, yang sudah berpengalaman 35 tahun dalam bidang ilmu forensik. Ia meminta Russo datang ke tempat kerjanya. Di sana, Hochman menunjukkan lima bekas tusukan pisau pada tubuh Alexander Helmer, yang kini sudah dibuka pakaiannya. Tusukan pada bagian kiri tubuh itu ada yang terjadi di bagian jantung, ada pula di bagian atas lambung. Dari salah sebuah di antaranya menonjol usus.

Beberapa menit kemudian Detektif Stephen McCabe diberi tahu, bahwa mayat yang ditemukan kemarin adalah korban pembunuhan dan ia diminta datang ke kantor. Rasanya McCabe seperti ditinju. Ia malu, karena ia terlalu cepat memeriksa mayat sehingga “kecolongan”.

McCabe yang masih merasa malu karena kecerobohannya, memasuki lagi apartemen 2-B pada tanggal 19 Oktober pagi. Di lantai dapur, di atas genangan cairan coklat yang berbelatung, terdapat bubuk putih tebal, yaitu desinfektan yang disebarkan Ny. Ambos setelah mayat diangkat dan polisi pergi kemarin sore. Bubuk itu bukan hanya memudarkan bekas-bekas posisi tubuh, tetapi juga berarti sedikitnya satu orang sudah berada di apartemen itu tanpa pengawasan polisi. Jadi tidak ada jaminan keadaan di sana masih sama seperti ketika ditinggalkan oleh polisi.

McCabe yang berusaha menahan diri agar tidak muntah (karena bau bangkai hanya berkurang sedikit saja), juga mendapatkan tas belanjaan bukan lagi berada dekat pintu dapur, melainkan di ruang tengah. Petugas pengangkut mayat memindahkannya, supaya ada tempat lebih luas untuk mengeluarkan mayat dari dapur. Lebih gawat lagi: polisi-polisi yang memeriksa laci-laci dan sebagainya menyebabkan sidik jari pada pegangan laci dan Iain-lain jadi terhapus. Ketika itu juga Detektif Salvatore Russo datang. la merupakan penanggung jawab utama penyelidikan pembunuhan ini.

Apakah Helmer dibunuh karena sakit hati? Di lantai dapur ada permen karet yang masih terbungkus dan bungkusan permen karet di meja dapur milik Helmer. Apakah orang tua yang memakai gigi palsu itu makan permen karet? Ada tas belanjaan yang isinya sudah busuk. Rupanya orang tua ini tidak sempat membenahi belanjaannya. Apakah pembunuh menunggunya membuka pintu depan, lalu membuntutinya? Mengapa uang pada dompet di saku Helmer tidak diambil? Apakah pembunuh mencari barang yang lebih berharga di laci-laci, sehingga tubuh korban dibiarkan saja? Di dapur ada kotak logam kosong. Mungkin saja kotak uang Helmer. Tetapi di seluruh apartemen tidak ditemukan uang sesen pun.

 

Serba kurang cermat

Russo memberi tahu McCabe bahwa ia memerlukan juru foto dan orang-orang yang biasa mengambil sidik jari. McCabe menelepon ke kantor, lalu ia memeriksa isi kantong belanjaan Helmer. Isinya telur busuk, tomat yang berjamur, susu basi yang sudah keluar dari kantung kertasnya dan es krim yang sudah meleleh. Pokoknya, semua barang tidak berguna dan serba bau. Tetapi di atas barang-barang itu ditemukannya kertas bersih dari cash register A & P, bertanggal 9 Oktober. 

Pasti benda-benda semacam itu tidak akan dibiarkan sehari dua hari di luar lemari es. Jadi hampir bisa dipastikan, bahwa 9 Oktober merupakan tanggal terjadinya kejahatan. McCabe mengembalikan isi kantung ke tempat semula, tetapi kertas cash register yang dianggapnya berharga ini diselipkannya ke dompet.

Sekali lagi apartemen diperiksa dengan teliti. Juru potret sibuk dengan kamera dan blitz, petugas yang mengambil sidik jari membubuhkan bubuk pada pegangan pintu, laci dan sebagainya.

McCabe dan Russo memeriksa foto-foto, surat-surat, rekening-rekening dan kertas-kertas lain yang mungkin bisa memberi jalan untuk menangkap si pembunuh.

Petugas pengambil sidik jari cuma menemukan satu sidik jari yang dianggap berguna di atas pegangan pintu lemari es. Di bagian-bagian lain mereka cuma menemukan sidik-sidik buram yang tidak bisa dipakai dalam penyelidikan. Sayang petugas laboratorium polisi tidak mengambil darah kering dari pintu lemari es dan juru potret lupa memotret kantung belanjaan di dekat pintu. Jadi tidak ada bukti bahwa benda itu pernah ada dan di mana letaknya, kecuali dari keterangan para polisi.

McCabe juga mengambil permen karet dan bungkus kosongnya. Bersama dengan kertas dari cash register A & P, benda ini mestinya ia serahkan pada petugas khusus yang disebut Police Property Clerk. Tetapi McCabe lalai. Ia menyimpannya di lemari kantornya sendiri. Ini memberi peluang pada pembela kelak, untuk meragukan barang-barang bukti ini.

 

Ny. Ambos

Harta benda Helmer tidak menunjukkan siapa pembunuhnya. Polisi hanya bisa menemukan nama orang-orang yang bersurat-suratan dengannya, pengacaranya, toko yang mereparasi alat bantu dengar, rumah sakit tempat ia pernah dirawat dan hal-hal yang tidak bisa membantu polisi mengetahui identitas pembunuhnya.

Mereka mewawancarai tetangga-tetangga Helmer, tetapi tidak ada hasilnya. Mereka mewawancarai Ny. Ambos dan mengalami kesulitan. Bukan hanya wanita itu bercerita ngalor-ngidul, tetapi juga aksen Jermannya sulit diikuti dan keterangannya tidak tepat. Katanya, ia terakhir melihat Helmer satu setengah minggu yang lalu, pukul tujuh malam lewat sedikit. Ketika itu ia akan mengunci pintu depan gedung. Helmer masuk membawa kantung kecil. Sedangkan kantung yang ditemukan di apartemen Helmer berukuran sedang.

“Sekecil apa?” tanya polisi.

“Tidak besar, tidak kecil sekali, pokoknya kecil!” jawabnya sewot. “Helmer naik ke atas,” kata wanita tua itu. “Pemuda-pemuda Spanyol turun beberapa menit sebelum Helmer naik.”

“Pemuda Spanyol seperti apa?” 

“Dua pemuda yang kulitnya terang, yang menyatakan mencari sepupunya di atas. Mereka di atas cuma beberapa menit.”

“Mereka tidak kembali?” 

“Tidak. Saya sendiri yang mengunci pintu setelah Helmer naik dan saya naik ke tempat Ny. Varela. Saya melihat darah tercecer di lorong tingkat itu. Saya kira ada orang mendapat kecelakaan kecil. Jadi saya pinjam kain pel dari Ny. Varela untuk menyekanya.” Ny. Ambos tidak pernah melihat Helmer lagi.

“Tidak ada yang mengikuti Helmer ke atas dan tidak ada orang yang turun sebelum Anda naik ke tempat Ny. Varela?” 

“Pasti tidak.” 

“Hari apa itu?” 

“Kamis.” 

“Anda pasti bukan tanggal 9?” 

“Pasti.” Ny. Varela juga menguatkan bahwa hari itu pasti hari Kamis.

 

Mengajak polisi berdamai 

Pengacara Helmer dihubungi. la memberi tahu bahwa Helmer meninggalkan kira-kira $ 22.000 dalam bentuk saham. Sebagian besar diwariskannya pada Palang Merah. Sebagian kecil kepada seorang janda di Sheffield dan sebagian lagi untuk seorang janda tua. Kedua-duanya bebas dari kecurigaan dan kedua-duanya tidak mengira akan mendapat warisan.

Kakak Helmer, George, di rumah jompo juga tidak mungkin dicurigai. la sudah pikun.

Polisi juga mencari tahu, kalau-kalau ada orang sakit jiwa berasal dari Melrose yang baru dilepaskan dari rumah perawatan. Polisi mendatangi rumah-rumah sakit, untuk mengetahui kalau-kalau ada pasien yang minta dirawat karena luka bekas gigitan dan sebagainya. (Siapa tahu Helmer melawan.) Pemeriksaan laboratorium terhadap pakaian Helmer tidak menghasilkan apa-apa.

Polisi memperkirakan pembunuh Helmer seorang junkie dan mugger, yaitu seorang pecandu obat bius dan perampok yang biasa menganiaya korbannya, seperti yang banyak terdapat di daerah itu. Jadi polisi tidak mencari jauh-jauh.

Russo memberi tanda di peta-peta, kira-kira enam blok sekitar apartemen tempat tinggal Helmer. Ia memberi tahu McCabe bahwa mereka akan mencari pembunuh di antara kriminal dan punk yang tinggal di daerah itu. Mereka meminta bantuan polisi yang berpatroli di tempat-tempat itu, untuk mencarikan punk yang tadinya kesulitan uang, lalu tiba-tiba royal. Daftar nama orang-orang itu dikumpulkan, lalu seorang demi seorang ditanyai, antara lain di mana mereka berada pada tanggal 9 Oktober dan apa yang mereka lakukan. Setelah itu keterangan mereka diuji.

Walaupun sudah banyak orang Puerto Rico, Negro dan Italia yang diperiksa, tetapi hasilnya nihil. Suatu hari, tiba giliran Toro Ramirez. Itu bukan nama aslinya. Nama aslinya disembunyikan oleh polisi untuk alasan legal.

Toro yang berumur 20 tahun, tinggal kira-kira lima blok dari tempat Helmer dibunuh. la pernah empat kali ditahan dan saat ini sedang menjalani hukuman percobaan setelah merampok. la khawatir harus masuk penjara lagi. la mengajak polisi “berdamai” saja. Artinya ia akan memberi tips kepada polisi, tetapi polisi jangan menyusahkan dia.

 

Pecandu heroin

Entah apa yang dikatakan Toro kepada polisi. Mungkin ia berkata bahwa ia mendengar seseorang membual telah membunuh seorang tua. Mungkin juga ia menceritakan beberapa hal yang dilihatnya. Dari keterangannya, polisi mendapat sebuah nama yang tidak ada pada daftar, tetapi beberapa kali disebut dalam pemeriksaan orang-orang lain sebelum Toro.

Russo dan McCabe tidak mempunyai nama Doel Valencia dalam catatan mereka, karena ketika ia terakhir ditahan sudah dua tahun yang lalu. Ia terkenal sebagai pecandu obat bius dan maling. Di antara dua teman tetapnya, terdapat dua bersaudara Ortiz, yaitu Alfredo dan Carlos, yang tinggal di 406 East 160, yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggal Helmer. Dari gedung itu, dengan mudah mereka bisa memandang ke jendela ruang duduk Helmer.

Nama kedua Ortiz bersaudara ada dalam daftar Russo tetapi mereka belum ditanyai. Dari catatan polisi diketahui, Carlos sudah sejak berumur 12 tahun menjadi langganan polisi, karena melakukan pelanggaran seks, obat bius dan mencuri. Alfredo, setelah merampok dijatuhi hukuman tiga tahun dengan masa percobaan, karena masih muda. Tetapi seminggu yang lalu ia dimasukkan ke penjara karena memiliki dan menjual heroin.

Russo dan McCabe saling berpandangan. Apakah sekali ini mereka memperoleh jejak yang berguna dalam pengusutan?

Polisi mulai menangani Doel Valencia malam itu juga. Valencia tidak mirip orang Puerto Rico. Tidak ada tanda-tanda Indian dan Negro pada penampilannya. Ia tidak berpendidikan, sehingga sulit baginya untuk mencari pekerjaan yang wajar. Pada umur 16 tahun ia sudah dijatuhi hukuman percobaan, karena mencuri bahan bangunan dari pekarangan sekolah. Pada umur 17 tahun ia sudah mempergunakan obat bius dengan teratur dan umur 18 tahun ia sudah mempunyai teman hidup yang memberinya seorang anak. Teman hidupnya itu tinggal di rumah ibunya sendiri.

Kebutuhan Valencia akan heroin ialah dua sampai tiga kantung sehari. Itu berarti 40-100 dolar seminggu, padahal sebagai tukang pak, gajinya cuma 60 dolar seminggu. Itu pun kalau ia bekerja penuh dan ini jarang terjadi karena ia kecanduan obat bius.

Ia tinggal di rumah kakaknya, Idalia, yang bekerja sebagai perawat di rumah sakit. Ia diberi tahu, bahwa ia dibawa ke kantor polisi karena peristiwa perampokan bersenjata.

 

Ortiz bersaudara 

McCabe mencatat tanya jawab yang terjadi. Menurut Valencia, tanggal 9 Oktober ia pulang ke rumah pukul 07.00 malam, makan, mengunjungi “istrinya”, berjalan-jalan dan pergi ke Brook Avenue pukul 9,30 malam. Ia pulang pukul 11.30 malam. Ia menyangkal berada dekat-dekat 399 East 160 Street. Bahkan katanya, ia tidak tahu daerah itu dan tidak mengenal siapa pun di sana. 

Ketika diminta menyebutkan nama teman-teman akrabnya, ia tidak menyebutkan nama Ortiz bersaudara, meskipun diketahui ia banyak bergaul dengan mereka. Tetapi ia mengaku sering berada di 156th Street dan Melrose Avenue. Ia menyangkal segala tuduhan.

Pagi itu Russo dan McCabe menemui Alfredo serta Carlos Ortiz, yang sama-sama kecil, pucat dan kurus. Walaupun Alfredo berumur 18 dan Carlos 17, tetapi mereka tampak seperti berumur 13 atau 14 tahun. Ibu mereka baru berumur 35 tahun. Mereka berasal dari keluarga sangat miskin. Masa kanak-kanak Ortiz bersaudara hampir tidak berbeda dari Valencia.

Carlos selalu berganti-ganti pekerjaan: tukang cuci mobil, tukang antar barang dan sebagainya, tetapi cuma betah beberapa hari saja mengerjakan suatu pekerjaan. Ia juga pecandu obat bius. Sejak kira-kira dua bulan sebelum kematian Helmer, ia tidak bekerja.

Alfredo tidak banyak berbeda. Pecandu kelas berat ini pernah bekerja sebagai pengepak barang bersama-sama Valencia.

Mereka tinggal di 156th Street dan setengah tahun sebelumnya di 160th Street.

Tetapi ini baru merupakan permulaan saja dari pergulatan yang sulit antara polisi dalam menghadapi ketiga tersangka, yang kelak di pengadilan mengaku digebuki polisi.

Tanggal 8 Maret 1965, pengadilan Bronx County Courthouse, dipenuhi oleh manusia, padahal udara dingin sekali. Hari itu Alfredo Ortiz, Carlos Ortiz dan Doel Valencia dihadapkan ke pengadilan, dengan tuduhan membunuh Alexander Helmer.

Sidang dipimpin oleh Hakim D. Davidson. Penuntut dalam sidang ini ialah Alexander Scheer dan para pembela ialah Kenneth Kase (untuk Valencia) dan James Hanrahan (untuk Ortiz bersaudara). Sidang berlangsung 20 hari. Selama itu didengar lebih dari 20 saksi.

Kemudian tibalah saatnya Hakim Davidson mempersilakan juri membuat keputusan. Ia menerangkan, juri hanya boleh memilih satu di antara dua, yaitu menyatakan terdakwa bersalah melakukan pembunuhan yang disebut Murder in the First Degree atau menyatakan terdakwa tidak bersalah. Ternyata juri tidak bisa membuat keputusan, sehingga sidang pun harus diulangi lagi.

 

Pembela-pembela yang hebat 

Setahun lewat sejak sidang pertama berlangsung. Pada tanggal 21 Maret 1966, Alfredo, Carlos dan Doel yang selama ini ditahan di Brooklyn House of Detention, dibawa lagi ke pengadilan.

Pembela Kenneth Kase (yang cuma dibayar sebagian kecil saja oleh kakak Valencia) dan James Hanrahan (yang berhenti mendapat pembayaran dari Ny. Pomales) sudah meninggalkan mereka.

Karena mereka tidak mempunyai uang, pengadilan menunjuk pengacara-pengacara lain, yang masing-masing dibayar $ 1.000 oleh City of New York, bukan oleh pihak terdakwa.

Setiap terdakwa mendapat dua pengacara. Yang seorang sebagai pembela utama dan yang seorang lagi sebagai asistennya di ruang sidang. Asisten boleh dikatakan tidak mempunyai banyak pekerjaan, jadi pengadilan menawarkan jabatan ini pada Kase dan Hanrahan, supaya mereka bisa memperoleh masing-masing $ 1.000, sehingga kerugian tahun yang lalu tidak terlalu besar. Kase menerima jabatan ini dan menjadi asisten Ny. Mary Johnson Lowe yang membela Alfredo. Hanrahan menolak. Sekali ini Carlos dibela oleh Samuel Bernstein, yang mendapat asisten Thomas Casey. Valencia mendapat pembela Herbert Siegal dengan asisten Philip Peltz.

Alexander Scheer tetap menjadi penuntut. Ny. Mary Johnson seorang wanita Negro yang menarik. Setelah lulus dari Columbia University, ia tidak bekerja di perusahaan di New York untuk mendapat gaji besar, tetapi tetap tinggal di Bronx membela orang-orang miskin. Kantornya reyot di Melrose dan harus dikunci terus pintunya karena tidak aman, padahal ia pembela orang-orang kecil dengan bayaran yang luar biasa murahnya.

Siegal yang membela Valencia, juga pembela kriminal yang berhasil. Kantornya mewah di Wall Street. Dalam praktek pribadinya, ia mengenakan bayaran tinggi sekali pada kriminal kelas kakap yang bergerak dalam lalu lintas heroin. Ia menikmati pertarungan dengan penuntut dan lebih tertarik pada kasusnya daripada kliennya. Ny. Lowe, seperti juga Siegal, yakin klien mereka dipukuli supaya membuat pengakuan yang sesuai dengan perkiraan polisi.

Sekali ini Ny. Ambos mengoreksi keterangannya yang lalu. Katanya, ia terakhir bertemu dengan Helmer bukan hari Kamis, tetapi hari Jumat pukul 07.00 malam. Siegal menuduh McCabe yang menyuruh Ny. Ambos melakukan koreksi ini, tetapi McCabe menyangkal.

Sekali ini pun sejumlah saksi didengar keterangannya dan pengacara serta penuntut mengadu kecerdikan.

Tetapi sekali ini mereka menyatakan Alfredo dan Carlos bersalah.

Mengenai Valencia, enam juri menyatakan ia tidak bersalah dan enam lagi menyatakan ia bersalah.

Ny. Pomales pingsan, Alfredo hampir pingsan, tetapi Carlos lebih tenang. Setahun kemudian Pengadilan Tinggi menjatuhkan hukuman seumur hidup pada Alfredo dan Carlos Ortiz, sedangkan Valencia dibebaskan.

(Morton M Hunt)

Baca Juga: Agar Jadi Lelaki Sejati

 

" ["url"]=> string(77) "https://plus.intisari.grid.id/read/553726517/ia-terakhir-kelihatan-berbelanja" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1679916902000) } } [4]=> object(stdClass)#89 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3355963" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#90 (9) { ["thumb_url"]=> string(103) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/07/01/mata-mata-di-scrubsjpg-20220701063531.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#91 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(135) "George Blake, seorang ahli penyamaran berkebangsaan Soviet, dianggap sebagai tahanan teladan oleh para sipir, sampai ia melarikan diri." ["section"]=> object(stdClass)#92 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(7) "Histori" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(7) "history" ["id"]=> int(1367) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(23) "Intisari Plus - Histori" } ["photo_url"]=> string(103) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/07/01/mata-mata-di-scrubsjpg-20220701063531.jpg" ["title"]=> string(19) "Mata-mata di Scrubs" ["published_date"]=> string(19) "2022-07-01 18:35:43" ["content"]=> string(21670) "

Intisari Plus - George Blake, seorang ahli penyamaran berkebangsaan Soviet, menjalani masa hukuman selama 42 tahun di penjara Wormwood Scrubs, London. Para sipir penjara beranggapan ia adalah tahanan teladan, sampai ia melarikan diri.

------------------------

Malam datang lebih cepat di Sabtu, 22 Oktober 1966. Langit mendung dan dinginnya angin utara mengingatkan pengunjung Rumah Sakit Hammersmith di London bahwa musim dingin akan tiba. Di sepanjang sisi rumah sakit tersebut terdapat sebuah gang kecil yang memisahkan rumah sakit itu dengan penjara Wormwood Scrubs. 

Di gang tersebut, tepatnya di depan sebuah salon mobil, duduk seorang pria yang tampak gelisah dengan buket bunga krisan di tangannya.

Siapa pun yang melihatnya akan beranggapan bahwa ia berencana mengunjungi keluarganya di rumah sakit. Namun, jika perhatikan dengan saksama, akan terlihat ia sedang berbicara pada buket bunga krisannya dengan nada yang tidak sabar. 

Pria itu adalah Sean Bourke, dan sebenarnya ia sedang menggunakan walkie talkie yang tersembunyi di balik buket bunga. Ia akan melakukan suatu tindak kriminal yang serius.

*

Wormwood Scrubs merupakan sebuah bangunan Victoria kuno. Ia adalah tempat tinggal bagi banyak tahanan London. Kebanyakan dari mereka dijatuhi masa hukuman yang singkat, dan tidak ada seorang pun yang dianggap berbahaya. Di antara perampok, pencuri mobil, dan penadah, tersebutlah seorang mata-mata yang tidak terkenal bernama George Blake, mantan anggota senior MI6, agen rahasia Inggris. 

Ia telah mengkhianati setidaknya 42 agen lainnya demi pasukan komunis Soviet, serta menyerahkan rahasia informasi vital lainnya pada musuh Inggris.

Pengadilannya di tahun 1961 merupakan suatu sensasi tersendiri. Ia dijatuhi hukuman 42 tahun penjara, hukuman terlama yang pernah diberikan pada mata-mata di masa perdamaian. 

Blake ditempatkan di Wormwood Scrubs, bagian barat London, karena agen rahasia Inggris perlu menginterogasinya dari waktu ke waktu. Karena markas mereka di London, akan lebih mudah bila Blake ditahan di dekat mereka.

Namun, itu bukanlah keputusan yang tepat. Blake adalah seorang yang pintar, dengan sejarah yang luar biasa mengagumkan. Lahir di Geor Behar, Belanda, dari perpaduan ibu Belanda dan ayah Yahudi, ia besar dengan keyakinan pada paham komunis. Ia berjuang bersama pejuang Belanda ketika negaranya diduduki tentara Nazi pada tahun 1940, kemudian kabur ke Inggris tahun 1943. Lalu ia bergabung dengan Angkatan Laut Kerajaan, di mana ia kemudian direkrut menjadi agen rahasia Inggris. 

Meski tertangkap di Perang Korea, ia mampu bertahan selama tiga tahun di penjara Korea Utara. Dalam perjalanannya kembali ke Inggris, ia diyakinkan bahwa komunis merupakan sistem yang terbaik bagi pemerintahan, dan ia terus membocorkan rahasia kenegaraan pada Soviet, pemimpin komunis di dunia selama 10 tahun.

Tentu saja, Blake adalah tahanan yang populer di Scurbs. Perawakannya tinggi dan menawan. Ia mengajar tahanan yang buta huruf agar bisa membaca dan menulis. Ia juga sangat sopan dan mudah diajak kerja sama oleh sipir penjara. Beberapa tahanan lainnya bersimpati dengan paham komunisnya, yang lainnya merasa hukuman yang diterimanya terlalu kejam. 

Di antara tahanan itu ada Sean Bourke (penjahat kecil), Pat Pottle, dan Michael Randle (dua orang aktivis yang dipenjara karena aksi demo mereka di pangkalan udara Amerika di Inggris). Tiga orang tersebut telah dibebaskan dari penjara belum lama ini, dan memutuskan untuk membantu Blake melarikan diri.

Sekarang, Bourke diliputi rasa gelisah di luar sana, di keremangan malam, sementara Blake berdiri di aula D yang terang, bercakap-cakap dengan seorang tahanan mengenai apakah acara gulat di televisi asli atau hanya rekayasa. 

Rupanya penjaga penjara terlalu asyik menyimak percakapan tersebut sehingga ia tak menyadari, tahanan lainnya (teman Blake) sedang memindahkan dua bingkai kaca sebuah jendela besar di atas kepalanya.

Percapakapan berakhir, Blake kembali ke selnya. Ia meraih walkie talkie (yang belum lama ini diselundupkan ke dalam penjara) dan melongok ke luar jendela. Kini aula tadi benar benar kosong, semua penjaga dan tahanan sedang asik nonton film akhir pekan yang diputar setiap Sabtu malam.

Tanpa terlihat, ia menyelinap keluar ke dinginnya angin malam dan loncat ke atas atap, di bawah jendelanya. Dari sana ia meloncat ke bak sampah, lalu turun ke bawah. Di depannya menjulang tembok setinggi enam meter.

"Sean, Sean, kau bisa mendengar suaraku?" bisiknya ke walkie talkie sambil bersembunyi di bawah bayang-bayang. 

Namun, tak ada jawaban. Bourke sedang sibuk. Sejoli pasangan muda sedang bercumbu di dalam mobil yang terparkir di dekatnya. Ia sama sekali tidak ingin ada yang melihat pelarian ini. Dengan berpura-pura menjadi penjaga penjara, ia berusaha mengusir pasangan muda tersebut.

Blake menunggu seakan-akan harus menunggu selamanya. Jantungnya berdebar kencang, dan rasa takut mencekam seperti tinju di perutnya. Bingkai kaca jendela yang hilang pasti akan segera ketahuan, sedangkan ia hanya punya beberapa menit untuk kabur. 

Blake sudah mendekam dalam penjara Wormwood Scrubs selama empat tahun yang menyengsarakan, dan kunjungan agen rahasia Inggris semakin lama semakin sering. la tahu mereka akan segera memindahkan dirinya ke penjara dengan tingkat keamanan super tinggi di luar London, dan ia tidak mungkin kabur dari sana. Ini merupakan satu-satunya kesempatan yang ia punya untuk melarikan diri.

Tiba-tiba walkie talkie Blake berbunyi.

"George? Apa kau di sana? Syukurlah! Ini, aku lemparkan tangganya sekarang."

Suasana masih sunyi. Lalu terdengar suara tangga yang terbuat dari tali merayap di tembok.

"Oke, Sean, pegang erat-erat, aku datang," bisik Blake. Kemudian ia keluar dari bayang-bayang, lari ke tembok dan memanjat tangga tersebut. Tentu ia akan segera terlihat oleh penjaga.

Ia memanjat asal-asalan, mencengkeramkan tangannya ke tembok bata yang kasar. Blake tidak bertubuh atletis, dan aktivitas fisik tersebut segera membuatnya kelelahan. Sesampai di ujung atas tembok, sambil terengah-engah, ia memandang ke bawah melihat Bourke dan mobilnya. 

Kebebasan hanya terpaut sekian detik darinya, Blake sudah tidak sabar lagi untuk bebas, ia tidak dapat menunggu lebih lama lagi. Daripada turun lewat tangga, ia lebih memilih loncat dari atas, akibatnya pergelangan tangannya patah dan wajahnya terluka mendarat di bawah.

"Ya, Tuhan," kata Bourke, "Apakah kau baik-baik saja? Itu tidak perlu dilakukan!"

la membantu temannya berdiri dan memapahnya ke jok belakang mobilnya. Lalu ia duduk di jok depan dan menyalakan mesin. Mobil menyala, Bourke menginjak gas dan menyebabkan orang-orang di sekitarnya bubar serta menabrak bumper belakang mobil yang ada di depannya. 

Sebelum pemiliknya sempat keluar, Bourke sudah bergerak maju meninggalkannya, menuju lalu lintas kota malam itu, meninggalkan pusat London.

"Kita berhasil! Kita berhasil!" soraknya gembira.

Di jok belakang, Blake memegang pergelangan tangannya yang patah dan menahan rasa sakit setiap kali terjadi guncangan. Selain itu, darah yang menetes di wajahnya membuat ia terlihat seperti orang gila.

Segala peristiwa yang pernah dialaminya di penjara terbayang-bayang dalam benaknya. Penderitaan, kepengapan penjara, rasa sayur lobak yang basi, penghuni Scurbs yang menakutkan. 

"Ya, Tuhan, apa yang harus kulakukan untuk membayar empat tahun yang sudah hilang itu!" serunya. 

Blake gembira luar biasa. Beberapa saat kemudian, ia terlihat lebih serius.

"Ini belum berakhir bukan? Aku harus menyembuhkan ini," katanya sambil mengangkat tangannya. "Lalu, aku harus keluar dari negeri ini."

"Semua ada waktunya, George, semua ada waktunya," kata Bourke. "Pertama-tama kita harus pergi ke tempat persembunyian yang kutemukan untukmu, lalu makan."

*

Perjalanan tersebut tidak memakan waktu lama, dan sepengetahuan mereka, tidak ada yang mengikuti. Bourke telah menyiapkan kamar untuk Blake di sebuah rumah di suatu jalan yang lusuh, tak dikenal, tak jauh dari penjara. Bourke parkir di depan rumah tersebut. Mereka menunggu sampai jalanan sepi, lalu segera masuk ke rumah sebelum ada yang melihat mereka.

Di dalam, Bourke membersihkan luka di wajah Blake dan membalut sebisanya pergelangan tangannya yang patah Kemudian ia pergi dan meninggalkan mobilnya cukup jauh dan kembali dengan sebotol brandy.

"Ini akan menghilangkan rasa lapar kita," katanya sambil tertawa. "Lihatlah apa yang aku punya untuk makan malam!"

Bourke segera membakar dua kerat daging steak. Begitu matang, ia memotong-motong jatah Blake. Ia melihat kawannya makan dengan rakusnya. Namun tak lama, Blake seperti tidak sanggup mencerna makanannya.

"Empat tahun makan makanan penjara," ia tertawa, "Sekarang baru bisa makan seperti ini. Tidak heran kalau aku merasa mual!"

"Minumlah brandy ini," saran Bourke, "Itu akan membantu pencernaanmu!"

*

Selesai makan, Blake dan Bourke berdiskusi tentang aksi pelarian tadi.

"Banyak masalah yang harus kami hadapi untuk mengeluarkanmu dari sana," kata Bourke.

la menceritakan pada kawannya, bagaimana ia, Pottle, dan Randle berusaha menghubungi keluarga Blake untuk mengumpulkan dana demi mewujudkan rencana pelarian tersebut, juga bagaimana mereka kecewa karena Bourke tidak mengumpulkan nota bon setiap barang yang dibelinya.

"Lagipula, bagaimana mungkin mendapatkan nota bon dari sebuah paspor palsu?" kata Bourke.

la menjelaskan pada Blake bagaimana mereka merencanakan semua ini, mulai dari mobil untuk kabur, walkie talkie, tangga dari tali, sampai pada paspor palsu. Biaya yang keseluruhannya mencapai tujuh ratus poundsterling itu mereka dapat dari uang mereka sendiri ditambah pinjaman dari beberapa teman.

Ketika mereka sedang asyik-asyiknya minum sambil makan stroberi, acara televisi yang sedang mereka tonton disela sekilas info. Seorang pria membaca berita dengan serius:

"Mata-mata Soviet, George Blake, telah melarikan diri dari penjara Wormwood Scrubs di London. Pelarian tersebut dilakukan kira-kira pada pukul setengah tujuh malam tadi. Blake kabur dari penjara dengan memanjat tangga di tembok yang dilemparkan oleh seorang temannya. Diyakini kedua buronan tersebut kabur menggunakan mobil kecil berwarna biru menuju arah barat, keluar dari London."

Foto terbaru Blake muncul di layar televisi. Foto yang di ambil di dalam penjara itu membuatnya tampak jahat.

"Sekilas info!" kata Bourke. "Mereka bahkan tidak menunggu waktu acara berita. Kau adalah orang yang paling dicari di seluruh Inggris!"

Brouke tertawa, sebaliknya Blake memasang wajah serius "Aku harap tidak ada yang melihat kita masuk ke dalam rumah ini," katanya. "Setiap polisi di London akan mencariku."

*

Keesokan harinya, Bourke pergi mencari dokter. Blake tahu bahwa Bourke memang mempunyai banyak teman dan jaringan, tapi pelajaran yang didapatnya selama menjadi mata-mata telah mengajar dirinya bahwa tidak ada satu orang pun yang benar-benar dapat dipercaya. Setiap kontak yang mereka lakukan seperti ini semakin membuka kesempatan terjadinya pengkhianatan.

Sekitar siang hari, Bourke kembali membawa seorang dokter dan setumpuk koran. Dokter itu seorang muda yang terkesan serius. Ia menyapa Blake dengan dingin, lalu mengobati pergelangan tangan Blake yang patah. Rasanya sangat sakit, Blake menenggak wiski Bourke untuk menghilangkan rasa sakit yang menyerangnya.

Setelah sang dokter pergi, Blake berkata, "Apakah kau yakin ia tidak akan mengkhianati kita? Kelihatannya ia bukan orang yang ramah."

"Jangan khawatir," kata Bourke. "Dia ada di pihak kita. Mungkin ia hanya sedikit khawatir karena mengobati seorang buronan. Sekarang lihat ini ..."

Bourke menunjukan koran-koran hari itu pada Blake. Semuanya dipenuhi dengan berita pelarian. Salah satu koran memberi komentar yang berlebihan pada bunga krisan yang dibawa Bourke. Koran tersebut memberi gambar ilustrasi Bourke sebagai dalang tindak kriminal ini yang bersembunyi di balik bayang-bayang, serta menulis bahwa bunga krisan tersebut merupakan sarana komunikasi yang misterius.

Keduanya menertawakan cara media memberitakan pada publik bagaimana mereka melarikan diri. Mereka juga sangat terkesan pada teori salah satu koran yang mengatakan bahwa seorang pengganti telah dikirim ke tempat ia dipenjara sementara Blake yang asli telah kembali ke Rusia menjadi agen ganda. 

Bagaimana pun, semua publikasi ini adalah kabar buruk. Wajah Blake ada di halaman muka setiap surat kabar kota, dia selalu muncul di televisi setiap kali sekilas info ditayangkan. Mereka harus amat sangat hati-hati. 

Meski dokter yang menangani pergelangan tangannya tidak pernah mengadukan mereka, keduanya tetap berpikir adalah lebih baik jika mereka pindah ke tempat yang tak jauh dari sana, dan tinggal di rumah seorang teman dari Randle dan Pottle. Namun, hal itu merupakan bencana. Istri teman tersebut memberitahu psikiaternya bahwa mereka menyembunyikan seorang buronan yang dicari-cari polisi.

Bourke juga membuat kesalahan konyol. Lepas dari segala perencanaan melarikan Blake, ia telah membeli mobil tersebut atas nama dirinya sendiri, buruknya hal ini telah terlacak oleh polisi. Sekarang fotonya juga ikut terpampang bersama foto Blake di halaman muka setiap surat kabar dan namanya selalu disebut dalam berita-berita, baik di radio maupun di televisi.

Di awal November, mereka pindah ke rumah Pat Pottle yang juga berada di London. Merasa lelah sembunyi dalam pengejaran ini, Blake sudah tidak tahan lagi ingin keluar dari Inggris. 

Namun, sudah dua minggu ia kabur, nama dan fotonya masih saja dipampang di setiap koran dan televisi. Tentu sangat berisiko sekali keluar dari Inggris dengan cara yang wajar, naik ferry atau pesawat terbang, sekalipun menggunakan paspor palsu.

Pottle dan Randle berusaha mengubah penampilan Blake. Mereka memberinya obat Meadinin yang akan menggelapkan warna kulit Blake, juga menjemurnya di bawah lampu sorot secara intensif. Sayangnya usaha tersebut sia-sia. Blake tetap mudah dikenali. Akhirnya, Randle muncul dengan kelicikan baru.

la memiliki mobil VW Combi yang besar. Blake bisa bersembunyi di tempat penyimpanan selimut. Sementara Randle dan keluarganya akan mengaku pada petugas perbatasan bahwa mereka akan berjalan-jalan ke Jerman Timur. Saat itu negara tersebut dikuasai Soviet. Dengan demikian Blake akan aman di sana.

Perjalanan tersebut lancar dan aman tanpa satu rintangan apa pun. Blake diturunkan di luar Berlin. Ia langsung mengenalkan dirinya pada prajurit Jerman pertama yang ia temui, namun tak seorang pun yang mempercayai kisahnya. Ia dibawa ke Berlin. 

Untungnya seorang agen rahasia Soviet yang mengenalnya secara pribadi datang untuk menjemputnya Ketika agen rahasia itu masuk ke ruangan dan memeluknya, serta berkata, "Ini memang dia! Memang dia!" Blake lega semua masalahnya telah berakhir. 

 

Setelah Pelarian

Blake mendapat penghargaan dari sekutu Soviet. Ia diangkat menjadi Kolonel KGB (agen rahasia Soviet) dan diberi tempat tinggal nyaman di sebuah apartemen di Moskwa. 

Ia telah meninggalkan istri dan tiga orang anaknya di Inggris, tetapi menikah lagi dengan gadis Rusia dan dikaruniai seorang putri. la bekerja sebagai peneliti bidang politik dan ekonomi di Universitas Moskwa. Sampai sekarang ia masih hidup dan tidak menyesali masa lalunya. 

Ketika baru-baru ini ia ditanyai apakah dengan runtuhnya komunis Soviet, ia merasa segala jerih payahnya menjadi sia-sia, ia menjawab, "Saya pikir tidak ada salahnya membiarkan diri Anda mempercayai suatu konsep yang mulia, atau percobaan yang mulia, walaupun akhirnya tidak sukses."

Masa depan Sean Bourke suram. Karena tidak setenar Blake, ia berhasil terbang keluar dari Inggris dengan menggunakan paspor palsu. Ia terbang ke Berlin dan dikirim ke Moskwa untuk bersatu kembali dengan Blake. Keduanya sangat kompak, dan pemerintah Soviet menempatkan mereka di apartemen yang sama. Namun, keretakan di antara keduanya tak terhindarkan. 

Blake bisa bersikap manis bila segalanya sesuai dengan keinginannya, tapi ia juga bisa menjadi sombong dan bersikap menyebalkan. Bourke bahkan menyangka bahwa Blake telah meminta KGB untuk melenyapkan dirinya.

Bourke kembali ke tanah kelahirannya, Irlandia, dan menulis sebuah buku berjudul The Springing of George Blake (Kisah Pelarian George Blake). Ia menyamarkan bagian Pottle dan Randle demi menghindari penangkapan terhadap diri mereka. Bukunya menjadi best seller, dan ia kembali menulis, namun karya selanjutnya tidak disertai kesuksesan seperti yang pertama. Akhirnya, ia menjadi alkoholik dan mati sendirian di dalam mobilnya, di Irlandia, tahun 1982.

Peran Pat Pottle dan Michael Randle dalam pelarian Blake diketahui publik pada tahun 1989 ketika surat kabar Inggris menerbitkan kisah sensasional tersebut. Keduanya ditangkap dan diseret ke pengadilan. 

Meski mereka telah melanggar hukum, para juri di pengadilan bersimpati pada keduanya, sehingga mereka dibebaskan dari hukuman. Pat Pottle meninggal tahun 2000, sedangkan Michael Randle masih berprofesi sebagai penulis dan jurnalis, juga seorang peneliti di Departemen Studi Perdamaian, Univesitas Bradford. (Nukilan dari buku: TRUE ESCAPE STORIES Oleh Paul Dowswell)

 

" ["url"]=> string(64) "https://plus.intisari.grid.id/read/553355963/mata-mata-di-scrubs" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656700543000) } } [5]=> object(stdClass)#93 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3304570" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#94 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/tewas-sehabis-mengisi-kupon-lote-20220603021537.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#95 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(130) "George Whittaker seorang penggemar judi lotere ditemukan tewas usai memasang nomor. Siapa yang menginginkan kematian-kematian ini?" ["section"]=> object(stdClass)#96 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/tewas-sehabis-mengisi-kupon-lote-20220603021537.jpg" ["title"]=> string(34) "Tewas Sehabis Mengisi Kupon Lotere" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-03 14:16:03" ["content"]=> string(38124) "

Intisari Plus - George Whittaker seorang penggemar judi lotere ditemukan tewas usai memasang nomor. Beberapa hari kemudian anaknya juga menyusul dengan penyebab kematian sama. Siapa yang menginginkan kematian-kematian ini?

-------------------------

Tak seorang pun merasa aneh mendengar George Whittaker mati secara mendadak. Soalnya, sudah lama ia dirongrong jantung, hati, maupun ginjalnya. Ia ditemukan mati dalam posisi duduk di meja kerjanya. Kegiatan terakhir yang dilakukannya rupa-rupanya mengisi kupon lotere.

Tak banyak yang berduka atas kematian George Whittaker. Tidak juga anak perempuannya.

Ia hanya menunggu jasad itu disingkirkan agar dapat membersihkan dan membereskan barang-barang yang berserakan di kamar itu.

Yang mengejutkan justru hasil autopsinya. Kematiannya bukan karena rongrongan jantung, hati, maupun ginjalnya, tetapi akibat nikotin murni, sebangsa racun pembasmi hama tanaman.

"Mungkin ia bunuh diri," demikian Sersan Hopkins menduga.

"Tidak. Bukan bunuh diri," sergah Inspektur Maxwell yakin. "Bunuh diri pun punya motif tertentu seperti dalam suatu kasus pembunuhan. Ia tak punya alasan untuk melakukannya."

Nikotin rupanya punya daya bunuh seketika. Hanya dalam beberapa detik setelah barang beracun itu masuk ke dalam tubuh, selesailah sudah hidupnya.

 

Tak punya musuh

Kalau bukan Whittaker sendiri yang melakukannya, tentu ada orang lain di kamar itu pada saat kematiannya. Akan tetapi menurut putrinya, tak ada seorang pun bersamanya sejak Pak Whittaker masuk ke ruang kerjanya setelah sarapan. Nona Whittaker mendapati ayahnya mati saat ia hendak memberi tahu ayahnya bahwa makan siang sudah siap. Ketika itu pukul 13.00.

Satu-satunya dugaan yang menarik yaitu seseorang dengan cerdik memanfaatkan kebiasaan Whittaker minum obat yang berupa pil dan kapsul. 

Racun pembunuh itu dimasukkan ke dalam salah satu botol yang berisi pil atau kapsulnya, sampai pada suatu saat "obat" itu terminum olehnya. Dengan cara itu orang tidak perlu membuat rencana kapan dan di mana ia hendak membunuhnya. Karena itu si pembunuh tidak perlu repot dengan alibinya.

Setelah hasil autopsi diketahui, Maxwell mendatangi Laura Whittaker lagi. Laura Whittaker bukan tipe orang yang mudah diinterogasi begitu saja. Ia duduk sambil menatap tajam tamunya.

"Bukankah saya sudah memberikan semua informasi yang saya ketahui kepada Pak Inspektur? Saya tidak mau Anda terus mendesak saya," tambahnya kesal.

"Bukan begitu, Nn. Whittaker. Saya sekadar melaksanakan tugas. Salah satunya menanyai Anda. Nah, tahukah Anda siapa nama kawan-kawan dekat ayah Anda?"

"Mengapa Bapak menaruh curiga kepada kawan-kawan ayah saya?"

"Kami belum mencurigai siapa pun, Nona. Belum. Kalau begitu, ayah Anda punya musuh?" "Tidak." "Jadi, semua orang menyukainya?"

"Tidak juga. Tak mungkin juga setiap orang suka padanya. Coba Bapak pikir! Apakah Bapak akan mencari orang lantas membunuhnya hanya karena Bapak tidak suka pada orang itu? Kalau itu yang terjadi, tentu banyak sekali orang yang sudah lenyap dari muka Bumi, termasuk kita."

Benar juga, pikir Maxwell. Lalu tiba-tiba ia bertanya, "Apakah Nona yang menjadi pewaris almarhum Pak Whittaker?"

"Tentu saja," jawabnya tenang. "Cukup besar tentunya?" "Ya. Karena saya adalah anak satu-satunya."

Sang inspektur lantas berdiri mengakhiri wawancara hari itu yang tampaknya tak membuahkan hasil apa-apa.

Ketika sampai di pintu keluar, tiba-tiba Maxwell berbalik, teringat pada sesuatu.

"Boleh saya tahu siapa di antara kawan-kawan ayah Anda yang paling akrab dengannya?" Putri Pak Whittaker itu diam sebentar, lalu jawabnya, "Mungkin, ... Pak Underwood." Nn. Whittaker lantas menutup pintu dan kembali ke kamarnya, membiarkan Maxwell sibuk mencari-cari apa yang dapat ia peroleh dari wawancara kali ini.

 

Racun hama

“Anak perempuannya sendiri yang melakukannya," kata Hopkins merasa pasti. "Kata orang, Nn. Whittaker sangat membenci ayahnya, lantaran ayahnya selalu membebaninya dengan pekerjaan. Karena itu ia menunggu kesempatan untuk membunuhnya." 

"Bisa saja begitu. Tetapi, bagaimana ia bisa mendapatkan nikotin itu?"

"Itu soal mudah, asal kita tahu caranya." Sersan Hopkins tahu karena ia suka berkebun, sedangkan Maxwell tidak. "Apakah Inspektur tahu hama yang menyerang tanaman tomat? Namanya whitefly. Hama itu bisa kita temukan di kebun kaca. Satu-satunya obat yang dapat membasmi mereka cuma nikotin. Hanya dengan membubuhkan tanda tangan dan mengatakan bahwa obat itu dibeli untuk keperluan pertanian, Anda akan memperolehnya dengan mudah."

"Dari mana Nn. Whittaker tahu soal itu?" 

"Ah, dia 'kan punya kebun!"

Sang inspektur tidak begitu yakin dengan analisis yang dikemukakan Hopkins. Tetapi ia merekam semua informasi itu dalam benaknya. Siapa tahu bermanfaat. Ketika Maxwell lewat di depan sebuah bar, hatinya tergerak untuk memasukinya dan tiba-tiba ia teringat pada Underwood, nama yang pernah disebut oleh Laura Whittaker.

Hanya tampak dua orang pengunjung di bar itu. Mereka duduk di satu meja yang terletak di sudut. Kedua orang itu terkejut ketika mereka tahu Maxwell yang datang. Dengan cara yang dibuat-buat mereka lantas mengalihkan pembicaraan mereka ke soal meninggalnya Whittaker yang sedang hangat dibicarakan.

 

Si Kuda dan si Dekil

Maxwell tak begitu kenal dengan kedua orang itu. Yang wajahnya mirip kuda itu adalah Sam Bowyers, seorang dokter hewan. Yang seorang lagi bertampang lusuh, nyaris seperti almarhum George Whittaker. Namanya Peter Underwood. 

Dulu ia seorang guru. Tidak hanya tampangnya yang lusuh. Kerah bajunya dekil, sebuah kancingnya lepas, dan pada jas dalamnya ada noda telur.

Dengan tenang Maxwell berjalan mendekati meja mereka. "Boleh saya duduk?" tanyanya sambil lantas duduk di kursi satu-satunya yang masih ada di meja itu. Karena tak seorang pun menyahuti, ia pun melanjutkan, "Kalau tidak salah Anda sedang membicarakan kasus kematian Pak Whittaker?"

"Apa salahnya?" jawab Bowyers penuh semangat. 

"Kalau terjadi sesuatu yang aneh, mengapa tidak membicarakannya?"

"Memang benar," Maxwell mengakui. "Sebenarnya saya hanya ingin tahu kapan Anda berdua terakhir kali bertemu dengan Pak Whittaker? Soalnya," ia cepat-cepat menambahkan ketika melihat wajah Bowyers tiba-tiba bersemu merah karena marah, "kami ingin mengetahui keadaan pikiran Whittaker yang malang itu sebelum ia bunuh diri. Kalau memang dia melakukannya."

Karena tak segera ada jawaban dari kedua orang itu, Maxwell pun berpaling ke dokter hewan itu. "Bagaimana dengan Bapak?"

Terdengar derai tawanya mirip keledai kesakitan, meskipun tampangnya seperti kuda. "Sialan dia!" umpatnya. "Akhir-akhir ini saya tak pernah mendekati rumah itu. Tetapi karena setiap hari mengirimkan surat tagihan kepadanya, saya harus membeli perangko, maka saya masukkan saja surat-surat itu ke kotak suratnya. Dengan begitu saya bisa menghemat

uang."

"Anda tidak masuk ke rumahnya?"

"Percayalah, Pak Inspektur."

Kini giliran Maxwell menanyai Underwood. Orang ini sebentar mengamati kuku-kuku jarinya yang habis digigit-gigit, lantas ia menjawab singkat, "Tidak!"

"Tidak bagaimana, Pak? Bukankah yang saya tanyakan kepada Bapak kapan terakhir kali Bapak bertemu dengan Pak Whittaker?" "Saya tidak ingat." Rupanya ia tidak suka ditanya begitu. Apakah karena ia merasa bersalah? Inspektur pun tak tahu jawabannya.  Pagi hari barangkali?" desak Maxwell.

"Oh, tidak, tidak."

Anda berbohong, pikir Maxwell Ketika kemudian ia meninggalkan kedua orang itu, yang terlintas di benaknya adalah wajah Peter Underwood. Ia pantas menjadi orang pertama yang patut dicurigai. Kecuali mengelak ketika ditanya, Underwood tampaknya tidak suka ketika nama Whittaker disebut-sebut.

Disuntik saja kapsul obatnya

Nah, apa yang kira-kira menyulitkan Anda, Pak Inspektur?" tanya dr. Griffiths ketika Maxwell menemuinya. Ia duduk bersandar di kursinya sambil menatap tamunya dalam-dalam.

"Anda tentu sudah mengetahui hasil autopsi Pak Whittaker?" Griffiths mengangguk tenang. "Luar biasa. Pak Whittaker punya banyak keluhan penyakit, tetapi tiba-tiba ia meninggal justru karena sesuatu yang lain." 

"Apakah keadaan kesehatannya buruk sekali?" 

"Tidak lebih buruk dari kebanyakan orang. Memang, jantungnya sedikit lemah, tetapi tidak terlalu mengkhawatirkan bagi orang seusia dia. Rupanya ia mati bukan karena serangan jantung." 

"Benar. Tetapi karena nikotin. Tolong Anda ceritakan soal nikotin itu! Inilah sebenarnya maksud saya datang menemui Anda."

"Oh, itu racun yang berbahaya sekali. Pak Inspektur sendiri tentu sudah mengetahuinya. Racun itu bisa merenggut nyawa seseorang begitu cepat, bagaikan kilat," jelasnya dengan wajah tenang, meskipun agak ngeri.

Seperti kebanyakan dokter, Maxwell pun akrab dengan kematian. Tetapi baru kali ini ia menghadapi kematian yang sekejam itu. “Menurut Sersan Hopkins, orang biasa menggunakan nikotin untuk membasmi whitefly di kebun kaca. Benarkah itu?"

"Ya. Aneh ya, orang tak dapat membeli obat di apotek tanpa resep dokter. Tetapi untuk mendapatkan nikotin yang sangat mematikan itu orang cukup membubuhkan tanda tangan dan menyatakan untuk apa barang itu dibeli."

"Menurut Anda apakah Pak Whittaker itu adalah tipe orang yang bisa melakukan bunuh diri karena alasan tertentu? Saya pikir, Andalah yang lebih mengenalnya ketimbang orang lain."

"Whittaker melakukan bunuh diri? Saya tidak tahu pasti." 

"Kalau begitu, mungkin ada orang yang memalsukan salah satu dari pil-pil yang biasa diminumnya?" 

"Itu tidak mudah. Tapi bisa juga dilakukan."

"Kalau Anda, bagaimana melakukannya?" 

"Saya? Kalau saya, nikotin itu saya suntikkan ke dalam salah satu kapsulnya."

Maxwell mengangguk-angguk lesu. "Kalau begitu, saya akan mencari orang-orang yang memiliki kebun kaca dan tanaman siapa yang terserang hama itu."

"Itulah yang mesti Anda lakukan. Eh, maaf! Banyak pasien yang tengah menunggu saya. Pintu selalu terbuka kalau Anda perlu bantuan." Ketika Inspektur hendak melangkah pergi, dokter itu menambahkan, "Perlu Anda ketahui juga, saya punya kebun dan juga kebun kaca. Kadang-kadang tanaman tomat saya pun diserbu hama itu. Oh, ya, satu lagi. Saya juga punya apotek sendiri."

"Terima kasih atas informasi Anda."

"Selamat bekerja," kata dokter yang kemudian memanggil pasiennya yang pertama.

 

Putrinya curiga

"Anda punya kebun?" tanya Maxwell.

Nn. Whittaker hanya menjawab dengan pandangan matanya ke luar jendela. Maxwell mengikutinya. Halaman rumput dan hamparan bunga tampak di luar sana. "Kebun kaca?" Maxwell mendesak. "Tidak," jawab wanita itu singkat. "Kalau begitu, tak ada whitefly?"

"Whitefly?"

"Ya. Serangga kecil sebangsa kupu-kupu yang biasanya menyerang tanaman tomat. Satu-satunya obat pembasmi hama itu adalah nikotin."

"Sungguh Inspektur," kata Laura Whittaker yang mulai mengerti arah pertanyaan Inspektur itu. "Saya tak memiliki kebun kaca dan tanaman tomat. Apalagi obat pembasmi hama itu. Selamat pagi, Pak Inspektur!"

Maxwell lantas meninggalkan wanita itu dengan perasaan kecewa.

Ternyata Laura Whittaker tidak tinggal diam. la mencatat nama-nama orang yang belakangan ini menjadi tamu ayahnya dan kapan mereka datang. Masing-masing nama itu ditelitinya secara terinci. 

Nama yang kira-kira tidak masuk hitungan dicoret, sampai akhirnya ia menemukan nama orang yang menurut perkiraannya dapat menyelesaikan kasus ini. Terakhir kali, orang itu bertengkar dengan ayahnya.

Namun, ia perlu meyakinkan dugaannya itu. Caranya, ia undang orang itu minum teh. Akan ia ceritakan kepadanya apa saja yang ia ketahui, apa yang ia curigai, dan apa pula yang telah ia dengar tentang kasus kematian ayahnya. Ia akan menyarankan kepada orang itu agar sebaiknya tutup mulut saja seperti dirinya.

Ia pun menulis surat undangan itu. Dalam surat yang ditulisnya dengan hati-hati, ia menyisipkan ancaman. Samar-samar memang, tetapi cukup bikin penasaran calon tamunya–kalau memang orang itu punya rasa bersalah—untuk mengetahui apa yang sesungguhnya tidak atau diketahui oleh Nn. Whittaker.

Selesai menulis, ia pun memposkannya, lantas mampir ke toko membeli kue dan gula. Malam itu ia tidur dengan perasaan puas telah melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Namun, rupanya ia telah menandatangani sendiri surat kematiannya

 

Kedatangan tamu

Kurang dari 24 jam setelah mewawancarai Laura Whittaker, Maxwell datang lagi. Bukan untuk mewawancarainya, tapi untuk mengetahui bagaimana dan mengapa wanita itu kini sudah tidak bernyawa lagi.

Ny. Simpson yang melaporkan kejadian itu kepada polisi. Ia curiga karena botol susu dibiarkan saja tergeletak di tangga rumah, padahal biasanya cepat diambil.

Bersama Sersan Hopkins, Maxwell mendobrak pintu depan. Mereka pun naik ke lantai atas. Di kamar mereka segera menemukan Laura Whittaker yang sudah tak tertolong lagi. Di atas meja dekat ranjang tempat Nn. Whittaker terbaring, terlihat sebuah gelas tergeletak dengan sedikit genangan air susu di dekatnya. 

Mungkin tertumpah ketika gelas itu terempas." Di atas rak dijumpai sebuah botol kecil. Botol itu praktis kosong, tapi masih ada sisa yang dapat dianalisis.

"Benar, 'kan! Apa saya bilang!" kata Hopkins bersemangat. "Nn. Whittaker-lah pembunuhnya, tapi karena tak kuasa menghadapi rasa bersalahnya, ia kemudian bunuh diri."

Maxwell tidak sependapat. Ia sendiri cenderung wanita itu mati karena dibunuh.

"Ya," Hopkins beralasan ketika melihat keraguan di wajah Inspektur, "kalau orang membunuhnya, kecil kemungkinannya si pembunuh membiarkan botol itu begitu saja hingga orang lain mudah menemukannya. Menurut saya, setelah Nn. Whittaker membunuh ayahnya, ia menyisakan sedikit agar sewaktu-waktu bisa memanfaatkannya lagi."

"Itulah yang bikin pusing. Lalu di mana ia menyimpan botol itu? Padahal setelah kematian Whittaker kita telah mengoperasi seluruh tempat ini. Seseorang telah membunuh Laura Whittaker dan mencoba mengatur begitu rupa hingga ia tampak seperti bunuh diri."

Para wartawan baru saja tiba ketika mereka turun ke lantai bawah. Hopkins membantu membawa peralatan mereka, lalu bergabung lagi dengan Maxwell di dapur. Mereka menemukan gelas porselen bekas Nn. Whittaker minum teh dekat bak cuci dan di atas meja ada semangkuk gula, kue yang sudah terpotong, dan beberapa biskuit. 

Kemudian mereka menuju ke ruang tamu. Di sini Maxwell melihat sesuatu, lantas ia jongkok memperhatikannya.

"Coba lihat! Ada yang tertumpah di sini," katanya sambil menunjuk noda kecil di karpet kepada Hopkins. Bagaimanapun cara membersihkannya, noda itu masih gampang diduga: noda air teh!

"Noda inilah yang membuka jalan menuju kematiannya," Maxwell berteori. "Orang itu sengaja menumpahkan tehnya dan kemudian ketika Nn. Whittaker pergi mengambil lap untuk membersihkannya, kesempatan itu dipergunakannya untuk memasukkan racun itu ke dalam gelasnya. Laura Whittaker takkan pernah tahu apa penyebab kematiannya."

 

Jas robek

Maxwell duduk di karpet sambil menatap Hopkins. "Kita harus memeriksa tumpahan air susu dan juga sisa-sisa yang tertinggal dalam gelas itu. Hai, jas Anda terkoyak rupanya!" katanya sambil menunjuk pada robekan kecil mirip mulut katak di siku jas milik Hopkins.

"Sialan!" gerutunya ketika melihat robekan di sikunya. "Kapan robeknya? Pagi tadi ketika berangkat, jas saya tidak apa-apa. Kalau sudah robek tentu istri saya melihatnya."

"Mungkin lengan Anda tersangkut pegangan tangga. Makanya kalau berjalan sikunya jangan ke mana-mana, Bung!"

"Saya ingat, Inspektur! Mungkin saja itu terjadi ketika saya membantu para wartawan mengangkat barang-barang mereka naik ke lantai atas."

Wajah Inspektur tampak memikirkan sesuatu. "Naik tangga dengan siku melebar karena membawa sesuatu? Nah, ... saya jadi berpikir, Sersan pun takkan memperhatikan siku Anda bila sedang mengangkat tubuh seseorang lewat tangga, bukan?"

Mereka saling memandang. Kegembiraan tiba-tiba muncul di wajah mereka. Kemudian mereka naik ke tangga yang sempit itu. Di beberapa bagian jari-jari pagar tangga itu terlihat pernisnya sudah memudar. Juga di beberapa tempat kayu pegangannya terlihat kasar. 

Kedua detektif itu sampai merangkak-rangkak mengamati jengkal demi jengkal setiap anak tangga dan pegangannya. Tiba-tiba Inspektur tersenyum puas ketika menemukan benda yang mereka cari. Dengan hati-hati benda itu diselipkannya ke dalam dompet.

"Kita sudah menemukan pembunuhnya, tinggal pertanyaannya sekarang, siapakah orang itu?" katanya.

 

Tukang peras

Maxwell dan Underwood duduk berhadapan di meja tamu yang agak berantakan di tempat tinggal Underwood. Sang inspektur agaknya kecewa melihat tuan ramah yang tak lagi mengenakan jasnya yang kehilangan satu kancingnya. 

Kini sweater yang lusuh menempel di badannya. Inspektur belum punya cukup alasan untuk memeriksa seluruh isi lemari Underwood.

"Apakah pada hari sebelum Nn. Whittaker meninggal, Anda minum teh bersamanya?" tanya Maxwell mengawali percakapan kali ini.

"Saya tak pernah minum teh bersama wanita itu," jawabnya sengit. "Bahkan dulu pun tidak."  

"Dulu pun tidak? Apa maksud Anda?"

Underwood tampak jengkel, sepertinya menyesali jawabannya yang terakhir itu.

"Saya kenal mereka sebelum saya tinggal di sini," jawabnya sengit.

"Bisakah Anda ceritakan lebih banyak lagi?"

Kedua pipinya yang pucat itu bersemu merah. Tampaknya ia menahan marah. "Kisahnya begini. Beberapa tahun yang silam, saya adalah anak buah Pak Whittaker. Ketika itu ia menjabat sebagai kepala sekolah di Dewvon." "Anda tidak suka pada Pak Whittaker?"

"Tidak."

"Mengapa?"

Underwood ragu-ragu, tapi kemudian katanya, "Pak Whittaker memecat saya tanpa alasan yang jelas. Ketika itu agak sulit bagi seorang guru seperti saya untuk mendapatkan pekerjaan lain yang baik tanpa surat keterangan dari bekas pimpinan."

"Sebenarnya apa yang telah Anda lakukan?"

Lagi-lagi Underwood ragu-ragu,  tapi kemudian ia berkata, "Ini semua adalah kisah lama." Wajahnya murung memandang ke luar jendela.

Kita sudah

menemukan

pembunuhnya,

tinggal pertanyaannya

sekarang, siapakah

orang itu?"

katanya.”

"Ketika itu saya kadang-kadang kekurangan uang. Kebetulan saya diberi tanggung jawab memegang uang iuran para murid yang akan dipakai berlibur ke Swis. Saya pakai saja uang itu. Soalnya, saya baru akan terima gaji seminggu sebelum akhir bulan, sedangkan uang iuran itu pun belum akan segera dipergunakan. 

Demi Tuhan, saya bermaksud mengembalikan semua uang yang saya pinjam itu saat terima gaji. Tetapi Pak Whittaker keburu tahu. Ia tak mau mengerti setiap penjelasan atau janji-janji saya. Sebaliknya, dia  justru memecat saya."

"Ia tidak mengancam menuntut Anda ke meja hijau?"

"Pak Whittaker takkan menuntut kalau saya mau menandatangani surat pengakuan untuk meyakinkan bahwa saya tidak akan melakukannya lagi, katanya. Mau tak mau saya pun setuju, sebab kalau sampai kasus ini tersebar, cemarlah nama saya."

Mereka diam agak lama. Kemudian Maxwell bertanya lagi, “Sudah berapa lama Anda tinggal di sini?"

"Sejak pensiun 5 tahun yang lalu."

"Jauh sebelum Anda, Pak Whittaker pun sudah tinggal di daerah ini sejak ia pensiun. Lalu, mengapa Anda datang dan tinggal di daerah yang sama kalau Anda memang begitu membencinya?"

"Saya punya alasan kuat." Diam lagi. Dengan suara yang hampir-hampir tak terdengar Underwood melanjutkan. "Sejak kejadian itu, Pak Whittaker memeras saya. Karena itulah saya tinggal di sini dengan satu tujuan, membalas sakit hati saya, kalau ada kesempatan. Tapi, saya tak pernah melakukannya. Saya sangat berterima kasih kepada orang yang  telah melakukan apa yang tak berani saya perbuat sendiri."

"Menurut Anda, siapa kira-kira orang itu?"

"Kalaupun saya tahu, saya takkan mengatakannya kepada Anda. Saya hanya berharap Anda mengerti, kalau saya yang membunuh Pak Whittaker, tentu saya tidak akan menceritakan maksud-maksud saya tadi secara terus terang kepada Anda."

Saya harap orang ini mengatakan yang sebenarnya, pikir Inspektur setelah melihat ekspresi wajah Underwood penuh kebencian ketika bercerita tadi.

 

Sakit hati

Sam Bowyers orangnya besar. Apa saja yang mengenai dirinya tampak serba besar. Dari jasnya yang kotak-kotak hitam putih yang mencolok sampai topi lakennya yang bertepi lebar.

"Minum teh bersama Nn. Whittaker?" ia mengulangi pertanyaan Maxwell. "Pak Inspektur yang terhormat, saya tak pernah punya urusan dengan wanita itu. Untuk apa saya minum bersamanya?" 

"Anda punya perasaan apa terhadap ayahnya?" tanya Maxwell. Bowyers berdiri. Matanya tajam menatap lantai, lalu katanya, "Sungguh pahit. Benar-benar picik kalau saya mempersoalkan uang yang cuma setengah ponsterling itu, tapi toh saya tetap mempersoalkannya. "Ada apa dengan uang itu?"

"Itu terjadi kira-kira 6 bulan yang lalu. Seharusnya saya melupakan kejadian itu, tetapi tidak. Suatu hari anjingnya yang kecil dan bagus bulunya itu pingsan tertabrak mobil. Whittaker membawanya ke klinik saya. Melihat keadaannya, binatang yang malang itu tak punya harapan lagi untuk hidup. Namun, masih ada kemungkinan bisa tertolong. Lalu saya sarankan agar ditinggalkan saja anjing itu. 

la setuju. Inilah pangkal masalahnya. Whittaker tidak mau membayar ongkosnya, sebab katanya anjing itu toh sudah tak tertolong lagi. Soal suntikan yang saya berikan pada anjing itu katanya pula bukan tanggung jawabnya. 

Bahkan menurut Whittaker saya bekerja hanya demi uang setengah ponsterling itu. Pernahkah Anda mendengar hal yang begitu aneh macam itu? Rasanya saya ingin membunuh bangsat itu!"

"Anda melakukannya?"

"Melakukan apa?" tanyanya tak mengerti.

"Membunuh Pak Whittaker."

"Mungkin saya bisa menghabisi nyawa orang gara-gara uang setengah juta ponsterling misalnya. Demi uang setengah ponsterling? Tentu tidak!"

"Selain ongkos yang dianggapnya terlalu tinggi itu, adakah alasan lain mengapa Pak Whittaker bersikap begitu terhadap Anda?"

"Terhadap saya? Dengan cara macam apa? Mengapa ia bersikap begitu?"

"Bagaimana saya tahu! Kebetulan saya tahu bahwa Pak Whittaker melakukan pemerasan terhadap seseorang di daerah sini. Apakah Anda juga diperlakukan seperti orang itu?"

"Apa motif yang pantas bagi seseorang untuk melakukan pembunuhan? Saya mengerti maksud Anda, Pak Inspektur. Pemerasan! Pantas ia selalu banyak uang. Sampai suatu kali saya berpikir ingin sekali-sekali minum wiski bersamanya. Sebelum berurusan dengan anjingnya itu. Kalau saya tahu hal itu, saya akan, akan ...."

"Memangnya nikotin?" sambung Maxwell tanpa pikir panjang.

"Bisa jadi," Bowyers mengiakan. "Sebab profesi saya sebagai dokter hewan memungkinkan hal itu. Karena itu jangan coba-coba meminta bantuan saya kalau toh nanti tak mau membayar juga ongkosnya!"

"Saya takkan berani begitu," Maxwell berjanji. Lantas ia beranjak pergi.

 

Mengundang pembunuh 

"Ada perkembangan baru?" tanya dr. Griffiths ketika Maxwell menemuinya lagi.

"Ya. Apakah saya mengganggu Anda?"

Griffiths hanya menggeleng. "Kita bicara dulu soal Nn.Whittaker. Ia punya gambaran yang cerdik tentang identitas pembunuh ayahnya. Sayangnya, si pembunuh agaknya mengetahui hal itu, sehingga ia memutuskan untuk menyingkirkan wanita itu sebelum ia sempat berbicara. Seperti kita ketahui, ia pun telah melakukannya. Tetapi orang itu telah membuat kesalahan besar."

Maxwell diam. Griffiths pun tak berkomentar apa-apa. Setelah beberapa saat Inspektur meneruskan ceritanya.

"Saya pikir, Nn. Whittaker menulis surat atau menelepon orang itu, memintanya datang untuk minum teh bersamanya. Tetapi, kata-katanya dalam surat itu atau nada suaranya di telepon membuat orang tersebut curiga.” 

“Lantas bersiap-siaplah orang itu untuk melakukan niatnya. Juga Nn. Whittaker. Ia membeli kue dan gula untuk menjamu tamunya. Menurut wanita penjaga toko, Nn. Whittaker tak pernah membeli kue dan gula. Nah, ketika orang itu minum bersama Nn. Whittaker, saya yakin ia berusaha mengalihkan perhatian wanita itu–dengan sengaja menumpahkan tehnya di atas karpet—sehingga ia punya kesempatan memasukkan nikotin dalam gelas Nn. Whittaker.”

 “Anda tahu apa yang kemudian terjadi. Nn. Whittaker segera mati setelah meminumnya. Menurut pemikiran saya, si pembunuh lalu memindahkan mayat korbannya ke lantai atas, kemudian mengatur segalanya agar Nn. Whittaker tampak seperti bunuh diri. Itu semua masih dugaan saja tentunya, tetapi bisa saja terjadi begitu."

"Dugaan Anda tidak mengada-ada dan mungkin sekali terjadi begitu," Griffiths menanggapi. "Sampai sejauh itu, segalanya beres. Tetapi kemudian si pembunuh mungkin menyadari bahwa ia harus menghilangkan jejak. Di sinilah ia membuat kesalahan. Dicucinya bersih-bersih gelas bekas minum korbannya, lalu ditaruhnya kembali di lemari.” 

“Tak ada yang tersisa di gelas itu. Sementara itu gelasnya sendiri diletakkan begitu rupa untuk memberi kesan gelas itu bekas minum Nn. Whittaker. Anehnya, dalam gelas itu ada sisa-sisa gula. Padahal Nn. Whittaker tak pernah minum pakai gula. Tanpa disadarinya, ia membuka sendiri rahasia pembunuhan yang telah dilakukannya."

Meskipun ren

na pembunuhan

itu mudah dilaksanakan,

tetapi saya

senantiasa siap menghadapi

kemungkinan

yang terburuk.

Karena itu saya.."

Maxwell menatap Griffiths yang tengah duduk sambil diam memperhatikannya. "Meskipun sudah diduga kasus itu adalah pembunuhan, sampai kini belum sebenarnya pembunuh itu. Kami punya satu petunjuk lagi," kata Maxwell kemudian.

 

Sepotong wol dan amplop maut

Maxwell mengambil bungkusan kecil dari sakunya dan mengeluarkan potongan kain wol berwarna hijau kebiruan dari bungkusan itu. Lantas ditempelkannya potongan wol itu di lengan jas dokter itu. Pas betul warnanya! "Corak yang bagus," Maxwell memuji. "Wol Lovat kata orang." Dengan nada hati-hati Maxwell pun bertanya, "Mengapa Anda melakukannya?"

Tampak Griffiths menghela napas dalam-dalam. Terdengar nada suaranya yang berat ketika ia menjawab pertanyaan itu. "Ia sendiri menghendakinya. Ia tidak pantas hidup di dunia ini. Bertahun-tahun ia membuat orang hidup dalam kegelisahan dan ketakutan." 

Sebentar ia diam menatap potongan wol yang masih melekat di lengannya, lalu katanya, "Pemerasan lebih kejam daripada pembunuhan. Lebih baik membunuh orang itu daripada membiarkan orang lain hidup dalam kegelisahan dan ketakutan. Menyiksa batin inilah yang dilakukan Whittaker."

"Apakah Pak Whittaker punya pengaruh yang kuat terhadap Anda?" tanya Maxwell.

"Ya. Itu terjadi beberapa waktu yang lalu. Saya masih muda sekali ketika itu. Saya merasa bersalah melanggar etika profesi saya. Tidaklah selalu mudah menghadapi pasien yang  sangat cantik. Saya bisa dicoret dari daftar jika ada yang mengetahui perbuatan saya. Whittaker-lah yang mengetahui semua itu. Sejak itu ia pun memeras saya."

Maxwell diam. "Bagaimana Anda melakukannya?" katanya kemudian.

"Mudah sekali. Saya tahu ia penggemar sepakbola. Setiap Kamis mengisi lotere. Saya pun sekali-sekali membeli juga. Pada hari itu saya menyiapkan racun. Selembar sampul yang berisi kupon saya ambil, kemudian pada tutupnya saya olesi sedikit racun. Dengan membawa sampul itu, saya temui Whittaker, pura-pura bertanya apakah ia mau menunggu pembayaran berikutnya, karena saya sedang mengalami kesulitan uang.” 

“Kalau ia menanggapi secara baik-baik, mungkin saya akan memakluminya. Namun ternyata tidak. Ia malah tertawa dan jawabannya sungguh menyakitkan. Itulah yang semakin membulatkan niat saya. Tidak usah mencari kelengahannya.” 

“Saya tukar saja sampul yang saya bawa dengan sampulnya yang tergeletak di sudut meja. Saya pun pergi meninggalkannya sambil mengucapkan selamat malam. Anda bisa menduga apa yang kemudian terjadi. Ia mati setelah lidahnya menjilat tutup sampul itu."

"Barangkali Anda akan lolos dari kecurigaan, andaikata tidak membunuh anak gadisnya pula," kata Maxwell.

"Saya pun harus menyingkirkannya, sebab saya tahu Nn. Whittaker takkan tinggal diam. Saya sungguh menyesal telah membunuh wanita itu. Entah bagaimana ia tahu saya ini pembunuh ayahnya. Ia pun mengancam hendak memeras saya. Bagaimana saya bisa tahan, Pak Inspektur! Lepas dari pemerasan yang satu, datang pemerasan yang lain. Ya, terpaksa saya melakukannya."

Ia tersenyum pada Inspektur, lalu berkata,. "Meskipun rencana pembunuhan itu mudah sekali dilaksanakan, tetapi saya senantiasa siap menghadapi setiap kemungkinan yang terburuk. Karena itu saya ...." Ia menarik laci di mejanya dan mengeluarkan selembar amplop.

"Saya ingin Anda tahu bahwa saya tidak pernah membiarkan orang lain menderita karena ulah saya. Bila seseorang ditangkap karena dicurigai sebagai pelaku pembunuhan itu, saya akan membeberkan semuanya. Pernyataan ini saya katakan agar yang berwenang tidak menemui banyak kesulitan.

Griffiths menempelkan sampul itu ke bibirnya dan menjilat tutupnya. Tahu-tahu napasnya tersendat-sendat sebelum akhirnya tubuh yang tak bernyawa itu tergeletak di atas meja. Sampai itu pun melayang jatuh dari tangannya. 

Maxwell sangat gemetar menyaksikan kejadian yang tak terduga di depan matanya. Terlambat. Griffiths tak bisa ditolong lagi.

(Gavin Monroe)

" ["url"]=> string(79) "https://plus.intisari.grid.id/read/553304570/tewas-sehabis-mengisi-kupon-lotere" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654265763000) } } [6]=> object(stdClass)#97 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3257706" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#98 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/28/kisah-ketujuh-belas-cooper-baumg-20220428070901.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#99 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(132) "Gara-gara tersambar petir, seseorang bisa sembuh dari penyakit menahun. Fenomena Time Twin dari Raja George II ternyata mengagumkan." ["section"]=> object(stdClass)#100 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(7) "Misteri" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(7) "mystery" ["id"]=> int(1368) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(23) "Intisari Plus - Misteri" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/28/kisah-ketujuh-belas-cooper-baumg-20220428070901.jpg" ["title"]=> string(47) "Polisi Berkuda Kanada dan Menulis Tentang Angin" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-29 10:13:42" ["content"]=> string(10543) "

Intisari Plus - Gara-gara tersambar petir, seseorang bisa sembuh dari penyakit menahun. Fenomena Time Twin dari Raja George II ternyata mengagumkan. Sepasang saudara punya jadwal melahirkan anak yang sama.

---------------------------------------

Tiga Puluh Lima Tahun Botak

TAHUN 1971, seorang pengendara truk jarak jauh, Edwin Robinson, menjadi buta dan hampir tuli akibat kecelakaan hebat di jalan. Para dokter memberi tahu, harapannya kecil untuk bisa sembuh. 

Selama bertahun-tahun, ia mencoba menyesuaikan diri dengan kemalangannya. Suatu hari, ketika badai mengamuk, ia pergi ke halaman belakang rumahnya untuk memeriksa ayam-ayam peliharaan yang disayanginya. Ketika ia melewati sebuah pohon poplar, petir menyambar dan ia pingsan.

Dua puluh menit kemudian ia tersadar dan ternyata ia bisa melihat kembali, bahkan lebih baik daripada sembilan tahun sebelumnya. Pendengarannya pun pulih sepenuhnya. 

Sebulan setelah kecelakaan itu, ia mendapat bonus tambahan. Ia menceritakan kepada The New York Times bahwa rambut mulai tumbuh kembali di kulit kepalanya yang botak. Padahal sudah 35 tahun ia botak dan tadinya mengira kebotakan itu akibat keturunan, suatu kondisi yang harus ia terima seperti kebutaan dan ketulian.

 

Sama dengan Raja

SALAH satu kasus terkenal mengenai Time Twin (orang yang dilahirkan pada waktu yang bersamaan tetapi bukan saudara kandung) dialami oleh Samuel Hemming. la lahir pada hari yang sama dan waktu yang sama dengan George II, yaitu 4 Juni 1738. 

Sang rakyat jelata dan raja berpenampilan sangat mirip dan hidup mereka berjalan mengikuti garis yang mirip pula, walaupun tentu saja tingkatnya berbeda. Hemming mulai menjadi tukang besi pada hari George naik takhta.

Keduanya menikah 8 September 1761. Jumlah anak mereka sama dan jumlah anak laki-laki dan perempuannya sama. Mereka jatuh sakit dan mengalami kecelakaan pada waktu yang bersamaan dan keduanya meninggal 19 Januari 1820 karena hal yang sama. 

George IV juga memiliki orang yang bak pinang dibelah dua dengannya. Time Twin-nya. itu lahir pada jam yang sama dengannya. Cuma saja kembarannya pembersih cerobong asap yang dianggap rendah, tapi sama tersohornya dalam perkara berjudi, merayu perempuan, dan menghamburkan uang. 

Keduanya juga tergila-gila pacuan kuda. Pangeran memacu kuda, si pembersih cerobong asap memacu keledai. Ketika pangeran disepak kuda, hari yang sama itu juga "kembarannya" disepak keledai. Keduanya memerlukan waktu yang sama untuk pulih dan ketika pengeran bangkrut, begitu pula si pembersih cerobong asap.

 

Dua Kelahiran

TANGGAL 7 November 1984, Gail McClure dan saudara perempuannya, Carol Killian, melahirkan bayi perempuan di Lutheran Hospital, Mesa, Arizona. Jarak kelahiran anak mereka cuma satu jam. Tiga tahun kemudian, hal yang sama mereka ulangi lagi di rumah sakit itu. 

Tanggal 11 Februari 1987, Gail mendapat anak laki-laki, Benjamin. Empat puluh lima menit kemudian Carol mendapat seorang anak perempuan lagi, Christie, lewat bedah caesar yang dilakukan oleh dokter yang menolong kelahiran keempat anak itu. 

"Sesudah pengalaman pertama, kami sepakat untuk mengulanginya lagi," kata Gail. "Kami mencoba untuk merencanakan hari kelahiran pada bulan Maret, tetapi kami keburu hamil lebih dulu. Lalu kami tidak membicarakannya lagi, karena kami kira rencana sudah kacau." 

Baru setelah hamil tiga bulan mereka menyadari bahwa hari kelahiran anak-anak mereka diperkirakan sama lagi. Gail sebenarnya diramalkan melahirkan tanggal 1 Februari dan Carol seminggu kemudian. "Ternyata ia menunggu saya," kata Gail. "Menakjubkan tidak?"

 

Mengandung Bersamaan

TIGA kakak-beradik dari keluarga Kelley di New York, hamil pada saat yang bersamaan tahun 1981. Februari 1982, mereka melahirkan berselang tidak lebih dari 34 jam. 

Tahun 1982, Margaret Wright (27) dan kakaknya, Dianne (29), melahirkan bersama-sama. Oktober 1984, Margaret kembali ke rumah sakit untuk melahirkan lagi. Demikian pula adiknya, Wendy (23). Keduanya menderita mulas bersama-sama, tetapi Margaret melahirkan enam jam lebih dulu daripada Wendy. Putra Margaret, Samuel, beratnya 4 kg. Wendy mendapat anak perempuan, Heidi, yang beratnya 3,35 kg. Keduanya ditempatkan berdampingan di kamar bersalin dan dokter hilir mudik dari yang satu ke yang lain. Menurut kedua wanita itu, kelahiran bareng itu benar-benar kebetulan. "Saya tercengang ketika tahu Wendy hamil," kata Margaret. "Sebetulnya kami diramalkan melahirkan beda dua minggu, tetapi kami berdua berdoa supaya bisa melahirkan bareng. Ketika saatnya tiba, doa kami dikabulkan. Wendy melahirkan terlambat seminggu dan saya terlalu cepat seminggu." "Kami berdua menderita mulas bersamaan. Saya sangat tertolong mengetahui Margaret sama kesakitannya dengan saya. Saya terus-menerus meyakinkan diri saya bahwa saya akan bisa melewatinya karena Margaret bisa."

 

Menulis Tentang Angin

CAMILLE Flammarion, astronom Prancis yang termasyhur di abad XIX, merupakan juga seorang peneliti okultisme. Penelitiannya terutama tentang pemunculan hantu-hantu yang mungkin ada hubungannya dengan soal hidup setelah mati. 

Dalam bukunya L'Inconnu (The Unknown,Yang Tidak Dikenal), yang diterbitkan pada 1900, ia mencatat bahwa ketika ia sedang menulis mengenai angin dalam karya besarnya tentang atmosfer (JJAtmosphere), angin kencang menjeblakkan jendelanya, mengangkat kertas-kertas yang tidak dibundel, yang baru saja ditulisinya dan membawanya pergi. Beberapa hari kemudian, ia terheran-heran menerima cetakan percobaan dari penerbitnya. Isinya bab yang hilang terbawa angin itu. Angin menerbangkan kertas-kertas itu ke jalan yang dilalui oleh kurir penerbitnya. Orang itu sering bertindak sebagai kurir bagi Flammarion. Ia memunguti kertas-kertas yang berserakan dan membawanya ke penerbit seperti biasa

 

Teka-teki Silang

PERSIAPAN Sekutu untuk menyerbu ke Eropa tahun 1944 dirahasiakan dengan sangat rapat. Tiap langkah operasi militer yang disebut dengan sandi "Operation Overlord (Aktivitas Tuan Tanah)", diberi nama sandi sendiri-sendiri. Di antara yang paling penting terdapat Neptune, sandi untuk rencana angkatan laut; Omaha dan Utah mengacu pada dua pantai Prancis tempat pendaratan akan dilakukan, dan Mulberry adalah nama sandi pelabuhan-pelabuhan buatan yang akan digunakan untuk memasok daerah-daerah pantai yang diduduki paling awal sebelum penyerbuan dilakukan. 

Tiga puluh tiga hari sebelum tanggal penyerbuan yang direncanakan, nama-nama itu mulai muncul d teka-teki silang di Daily Telegraph yang terbit di London. Tanggal 2 Juni, hanya 4 hari sebelum penyerbuan dilancarkan, sandi Overlord muncul, sebagai padanan untuk "tokoh penting seperti ini kadang-kadang mencuri juga". 

Pihak sekuriti mendatangi kantor-kantor Telegraph di Fleet Street, karena yakin mata-mata Nazi sudah mengetahui rahasia ini. Yang mereka temukan ternyata seorang guru sekolah yang kebingungan, bernama Leonard Dawe. Ia sudah mengumpulkan teka-teki silang dari koran selama 20 tahun. Ia berhasil meyakinkan para petugas sekuriti yang menginterogasinya bahwa ia tidak bersalah. Ia memang tidak bersalah, kecuali melakukan suatu kebetulan yang menggemparkan.

 

Polisi Berkuda Kanada

KETIKA Ny. C.L. Watt dari Adelaide, Australia Selatan, masih gadis remaja, ia ingin sekali bertemu dengan "seorang dari polisi berkuda Kanada yang penuh glamor itu". 

Setelah dewasa, ia pergi ke Kanada. Namun selama hampir tiga tahun di sana, cita-citanya belum terkabul juga. Kemudian ia harus pergi dari Vancouver ke Toronto dengan menumpang Canadian Pacific Railway. Suatu malam, di restorasi kereta yang penuh sesak, ia diberi tempat duduk satu-satunya yang masih kosong di meja untuk empat orang. Ketiga tempat lain diisi tiga pria. Yang seorang berseragam angkatan darat, yang seorang berpakaian sipil, dan yang ketiga seorang pemuda berambut pirang yang tampak keren dalam seragam lengkap Mountie (polisi berkuda Kanada), jas merah dsb. 

Dua pria lain mengajaknya bercakap-cakap, tetapi Mountie yang jangkung dan tampan itu mula-mula cuma duduk diam mendengarkan, lalu dengan tegas ia berbicara, "Anda orang Australia?" Ny. Watt mengiakan. "Saya juga!" 

Polisi Berkuda Kanada itu orang Australia! Peristiwa kebetulan itu ternyata tidak berakhir di situ. Ia menanyakan tempat asal Ny. Watt di Australia. Ternyata ia juga berasal dari Adelaide dan bahkan dari pinggiran kota yang sama, Semaphore. 

"Dari sekian banyak anggota Polisi Berkuda Kanada, satu-satunya yang saya temukan setelah tiga tahun ternyata berasal dari kota saya," kenang Ny. Watt. "Sekarang saya sudah menjadi manula, tetapi saya sering mengenang pertemuan dengan Mountie saya di masa yang sudah lama silam."

 

Greenberry Hill

THE New York Heraldic November 1911 memberitakan bahwa Sir Edmundbury Godfrey dianiaya dengan kejam sampai tewas di tempat bernama Greenberry Hill. Tiga orang yang diadili untuk kejahatan itu dan kemudian dihukum gantung bernama Green, Berry, dan Hill.



" ["url"]=> string(92) "https://plus.intisari.grid.id/read/553257706/polisi-berkuda-kanada-dan-menulis-tentang-angin" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1651227222000) } } }