array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3760960"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(106) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/05/11/robin-hood-atau-banditjpg-20230511110327.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(139) "Salvatore Giuliano dikenal sebagai pemimpin bandit yang kejam di Sisilia. Ia kerap bertingkah laku bak Robin Hood yang membela kaum miskin."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(106) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/05/11/robin-hood-atau-banditjpg-20230511110327.jpg"
      ["title"]=>
      string(22) "Robin Hood atau Bandit"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-05-11 11:03:35"
      ["content"]=>
      string(59658) "

Intisari-Online.com - Salvatore Giuliano dikenal sebagai pemimpin bandit yang kejam di Sisilia. Semua tindakannya membuat pusing polisi dan politisi di Italia. Meski dianggap bandit, ia kerap bertingkah laku bak Robin Hood yang membela kaum miskin.

---------------

Selama 20 tahun pertama, hidupnya tidak berbeda dengan kehidupan anak-anak muda Sisilia yang lain. Kecuali bahwa ia terkenal sangat pandai.

Pada tanggal 22 November 1922, ia dilahirkan sebagai putra bungsu dari empat bersaudara di desa Montelepre, Sisilia. Waktu berusia 13 tahun, ia dikeluarkan dari sekolah oleh orang tuanya, karena abangnya tertua Giuseppe harus masuk militer. Mereka menyuruhnya bekerja di ladang. Salvatore dipanggil “Turridu” untuk membedakannya dengan ayahnya yang bernama kecil sama.

Ibunya sangat dicintainya. Demikian besar cintanya kepadanya, sehingga masih dianggap agak luar biasa juga untuk orang-orang Sisilia walaupun mereka menganggap Mammia itu segalanya. Salvatore tetap memiliki perasaan demikian hingga ajalnya. Ibunya adalah patokan untuk menilai semua wanita dalam hidupnya.

Pada tahun 1940, Mussolini mulai memperluas jaringan telepon di Sisilia untuk persiapan Perang Dunia. Turridu, yang sudah berusia 17 tahun, mulai masuk jawatan telepon. Ia segera mendapat upah cukup sehingga mampu menggaji seorang pekerja ladang harian yang mengerjakan Campagna ayahnya. Beberapa bulan kemudian ia menjadi pemimpin kelompoknya. Akan tetapi para pekerja lain tidak mau dipimpin oleh seorang muda seperti dia. Terpaksa Turridu kembali ke rumah sampai ia dipanggil masuk dinas militer.

Waktu sekutu pada tanggal 10 Juni 1943 masuk ke daerah Sisilia, Turridu berada di kesatrian seperti beribu-ribu pemuda Sisilia lain. Gemuruh peperangan tidak pernah dialaminya.

Sebelum mendarat, tentara sekutu menyangka mereka akan menemukan jendela yang tertutup rapat dan jalan yang kosong. Oleh karena itu mereka sudah bersiap-siap untuk melakukan perlawanan. Akan tetapi bukan para partisan yang dijumpainya melainkan seluruh penduduk menyambut mereka yang sedang menang. Sisilia tidak pernah menganggap dirinya bagian dari Italia, apalagi setelah Fasis memerintah di Roma. 

Banyak sekali orang Sisilia yang beremigrasi ke Amerika dan di sana menurut tingkat kehidupan orang Sisilia — telah mencapai kemakmuran yang lumayan. Oleh karena itu mereka menganggap orang Amerika sebagai penyelamat karena orang Amerika mempunyai semua yang mereka idam-idamkan. Mulai dari mobil besar, rokok, pakaian, hingga sepatu.

Sisilia hanya bersorak sebentar. Italia beberapa bulan kemudian menyerah dan para separatis tidak berguna lagi untuk politik sekutu.

Saat itu, tidak ada orang yang dapat hidup jika tidak berdagang di pasar gelap. Penyelundupan, penipuan, dan penyogokan hal biasa. Tidak mengherankan, karena seorang polisi gajinya hanya cukup untuk membeli separuh roti di pasar gelap. Untuk memudahkan pengawasan, maka dilarang untuk membawa bahan pangan dari sebuah kota ke kota lain. Meski dilarang, itu dilakukan juga oleh banyak orang. Begitu pula Giuliano.

Dengan saudara-saudaranya ia mengatur perdagangan gandum ke Montelepre. Cara penyelundupan mereka sangat sederhana. Seorang memeriksa apakah jalan bebas dari gangguan dan yang kedua mengikuti dengan keledai yang bermuatan penuh. Akan tetapi pada tanggal 2 September tiba-tiba saja berdiri empat orang polisi di depan Giuliano. Tentu saja ia tidak mau memberi tahu namanya. Giuliano tidak mempunyai uang untuk menyogok polisi yang gampang menerima uang dan yang bersedia saja pura-pura tidak melihat. Maka terjadilah perang mulut yang biasa di Sisilia.

Waktu itu sekelompok penyelundup lain muncul, juga dengan seekor keledai yang penuh muatan. Mereka menghentikan kelompok dan tiga polisi menemui mereka. Hanya seorang yang tinggal menjaga Giuliano dengan sebuah senapan mesin Berreta.

Tampaknya kelompok lain itu lebih luwes dan lebih banyak uangnya. Lembaran uang lira masuk ke dalam saku polisi dan mereka boleh meneruskan perjalanan. Giuliano panas.

Ia meringkus polisi dengan tangan dan lutut. Dengan pukulan siku yang jitu, ia memukul senapan mesin dari tangan sang polisi. Giuliano kemudian melarikan diri. Segera saja ketiga polisi lain menembakkan senjata mereka dan tembakan-tembakan menutup jalan pelariannya. la tertembak dan tersungkur di tepi semak-semak. Tetapi sekali lagi ia mengangkat dirinya dan menembakkan senjata ke arah polisi yang terdekat. Tembakan itu tembakan maut. Dengan tembakan itu pula, maka kehidupannya sebagai seorang anak petani biasa telah berakhir. Sejak itu, dimulailah kehidupannya sebagai seorang pemimpin penjahat yang ditakuti orang.

Keterkejutan para polisi melihat rekan mereka meninggal cukup untuk memberikannya kesempatan melarikan diri. Ia kehilangan banyak darah. Tetapi hal itu tidak diketahui para polisi. Mereka hanya mengetahui bahwa ia bersenjata, menyembunyikan diri, dan sama bahayanya dengan binatang buas yang cedera. Mereka tidak mencarinya. Tanda pengenalnya jatuh dekat korban dan mereka mengetahui bahwa — meski ia tidak meninggal karena cederanya, ia pasti tertangkap.

Jika Giuliano berhasil menghentikannya pendarahan, ia yakin ia masih dapat hidup sebab di Sisilia, semua petani adalah kawan desperados. Waktu sudah larut malam ketika ia datang ke rumah petani. Ia didudukkan di atas keledai dan dibawa ke sebuah gubuk untuk menyembunyikan diri. Giuliano masih percaya bahwa para polisi tidak mengetahui siapa dia sebenarnya. Akan tetapi teman-teman menyampaikan berita kepadanya bahwa ia sedang dicari karena membunuh. Ia dinyatakan fourilegge, orang di luar hukum. Hanya ada satu jalan keluar lagi yaitu masuk ke gunung.

Sudah lama pegunungan di Sisilia menjadi tempat persembunyian terakhir bagi mereka yang dicari. Kini sesudah Perang Dunia berakhir, daerah itu menjadi tempat pelarian bagi berbagai macam tentara. Di antara merekalah Giuliano hidup di bulan-bulan selanjutnya. Tetapi kalau mereka sebatang kara, Giuliano tidak demikian. Ia melihat ke arah Montelepre dan rindu ke Mammia-nya. Hanya orang berasal dari Sisilialah yang mengerti perasaannya.

Nanti jika Natal tiba, ia ingin berada di rumah. Ingin mencium aroma kue yang sarat kismis dan juga harum dupa. Ia ingin melihat keluarganya. Ia rindu dan percaya bahwa kerinduan itu merupakan alasan kuat untuk semua orang. Mungkin ia juga menyangka bahwa pada hari Natal diadakan gencatan senjata.

Tanggal 24 Desember merupakan hari penuh sinar matahari, meskipun hawa dingin. Giuliano memilih jalan menerobos ladang dan masuk rumah dari pintu belakang. Seluruh keluarga sedang berada di situ. Kebahagiaan meluap, sehingga Giuliano ingin pergi ke gereja bersama mereka. Tetapi ibunya tidak setuju. Dicapai kata sepakat bahwa ayahnya pergi ke gereja sendiri saja. Di rumah dimulailah persiapan untuk merayakan hari Natal secara meriah, sesuai tradisi Sisilia.

Tidak seorang pun dari mereka ingat untuk menyelidiki apa yang telah dilakukan tentara. Tentara melakukan hal yang termudah. Mereka menahan Giuliano tua sewaktu pergi ke gereja. Sersan menanyakan siapakah namanya. la menjawab, “Salvatore Giuliano.” Maka sersan menerangkan, “Kamulah orangnya yang kami cari-cari.” 

Si ayah mengetahui bahwa mereka menyangka ia itu anaknya karena nama yang sama. Waktu ia sampai di rumahnya, ia berteriak, “Hei, Maria, bukalah pintu, tidakkah engkau melihat bahwa polisi mengunjungi kita?” Giuliano Jr. memakai pakaiannya, mengambil senapannya, dan lari melalui jendela belakang. Kakaknya Marianina melihat bahwa tempat tidur Giuliano masih hangat. Tergesa-gesa ia menyembunyikan barang-barang saudaranya dan masuk tempat tidur, selimut ditarik sampai ke telinga. 

Dari pintu sersan bertanya, “Kamu itu lelaki atau wanita?” 

“Wanita,” jawab Marianina. 

“Kalau begitu, keluarlah dari tempat tidur.” 

Marianina tidak mau untuk bangun menghadapi seorang lelaki. Sersan berjanji untuk menunggu di belakang pintu. Marianina mempergunakan waktu itu untuk menyembunyikan barang-barang saudaranya dengan lebih cermat. Para polisi menggeledah seluruh rumah, namun tidak menemukan yang dicari. Mereka mengancam Giuliano tua bahwa ia akan ditahan jika tidak segera memberitahu di mana Turridu menyembunyikan diri. 

Akan tetapi si ayah bersikeras, “Saya tidak mengetahui di mana anak saya. Saya belum pernah mengkhianati seseorang. Untuk apa saya akan memulai hal demikian justru pada anak saya sendiri?”

Polisi merasa ditipu dan mengambil jalan lain. Mereka menahan seluruh keluarga Giuliano dengan harapan bahwa Giuliano akan keluar dari tempat persembunyian. Memang perhitungan mereka benar. Ia mencoba membebaskan keluarganya dengan cara berani yang agak primitif. Hanya bersenjatakan sebuah senapan, ia menunggu lewatnya iringan tahanan yang diangkut dalam tiga truk. Jika ia tadinya menyangka bahwa ia sendiri dapat membebaskan semua tahanan, maka kemudian ia mengakui bahwa itu mustahil. la membunuh seorang polisi, melukai seorang lagi, dan melarikan diri waktu ia melihat bahwa percobaannya gagal.

Akan tetapi serangan seorang diri untuk membebaskan keluarga yang tercinta ini malah menambah ketenarannya. Ini menjadi taktik yang kemudian digunakannya di tahun-tahun berikutnya. Ia menyerang dengan tiba-tiba dan kemudian ketika para polisi yang lebih terlatih dan lebih baik senjatanya itu sudah mengatur diri, ia menarik diri. 

Serangan Giuliano yang berikutnya malah menjadi aksi polisi besar-besaran yang melibatkan semua pos polisi di pulau itu. Untuk membebaskan kemenakannya, Lombardo, dari penjara di Palermo, Giuliano menyamar sebagai tukang kebun. Ia memberinya kikir baja lewat jendela sel dan menunggu datangnya malam. Pembebasan berhasil, namun kemenakannya tidak datang sendiri saja. Ia diikuti oleh selusin tahanan lain yang membawa sebagian besar persediaan senjata penjara itu. Orang-orang itu, yang sudah tidak mempunyai harapan lagi, menjadi inti kelompok Giuliano.

Sebenarnya mereka bisa tetap menjadi salah satu dari banyak kelompok yang menyembunyikan diri di pegunungan, yang hidup dari hasil rumah-rumah petani yang terpencil. Namun para separatis yang ditinggalkan oleh pemimpin mereka. Selain itu, tentara sekutu tidak membutuhkan pemuda pemberani dengan ide-ide kabur seperti Giuliano untuk mencapai cita-cita mereka yang tidak dapat lagi dicapai dengan cara legal.

Maka dengan demikian kelompoknya menjadi tentara separatis dan ia menjadi kolonel. Ia meminta 10 juta lira untuk mengembangkan tentaranya dan mendapat 1 juta serta izin memiliki senjata dan uang dengan cara pemerasan.

“Tentara separatis yang jumlahnya kira-kira 4.000 hingga 5.000 orang dibagi dalam dua korps utama. Yang satu teoritis dipimpin oleh Giuliano, bermarkas besar di Montelepre. Yang lainnya, yang dipimpin oleh Concetto Gallo, di San Mauro Caltagirone di Provinsi Catania.

Akan tetapi tanggal 3 Oktober 1945, Tentara Gallo dihajar habis oleh tentara pemerintah. Partai separatis dibubarkan.

Lain keadaan di bagian Giuliano. Dia baru memulai serangan di minggu terakhir bulan Desember. Waktu itu ia membuktikan taktik gerilyanya: serangan mundur, mondar-mandir, dan berpura-pura sombong. Ia selalu memiliki tentara yang jauh lebih sedikit daripada dikira. Waktu kubu-kubu pertahanannya diserang balik, mereka hanya menemukan peti-peti bekas peluru yang kosong.

Presiden Italia yang baru, Alcide de Gasperi, telah membentuk pemerintahan pada tanggal 4 Desember 1945. Namun ia segera menyadari bahwa para separatis lebih baik dihancurkan dengan cara kekerasan daripada dengan cara pemilihan. Jadi tentara Giuliano harus diserang dan dienyahkan dari Catania.

Perintah untuk melakukan serangan itu dikeluarkan di Roma, akan tetapi pelaksanaannya tidak juga dijalankan. Berita-berita dan laporan yang diterima di Roma juga tidak menyenangkan dan tidak dapat dipercaya. Penegak hukum tidak cukup untuk dapat melawan kelompok penjahat itu dengan berhasil.

Sepanjang bulan Januari, Giuliano dan kelompoknya malah berhasil menyerang dari belakang. Hampir setiap hari ada pertempuran di daerah di antara Montelepre dan Castellamare. Akhirnya, ketakutan akan serangan-serangan itu menyebabkan para anggota polisi hanya berani keluar jika naik panser.

Pada tanggal 26 Januari, Giuliano mencegat kereta api Palermo-Trapani dekat Partinico. Tampaknya ia telah mendapat keterangan-keterangan yang sangat baik, sebab kebanyakan penumpang membawa uang banyak. Di antara penumpang itu ada perwira Inggris, wartawan Italia, dan beberapa wanita. Mereka semua diperlakukan dengan sangat ramah. Pada si wartawan, Giuliano memberikan wawancara pendek di mana ia menerangkan bahwa penulis favoritnya adalah John Steinbeck.

Dalam waktu-waktu itu, kisah tentang Giuliano terkenal jauh di luar Sisilia. Seorang sersan yang ditempatkan di Partinico memutuskan untuk menyingkirkan Giuliano hanya dengan ditemani seorang ajudan. Ia pergi mengendarai jip ke Montelepre. Tiba-tiba tembakan merusak kedua roda depan. Mobil berhenti. 

Seorang lelaki muda, yang ciri khasnya adalah mata tajam dan senjatanya bertanya, “Apa yang Anda cari, Pak Sersan?”

Yang ditanya mencoba untuk tetap memperlihatkan kewibawaan, “Saya mencari bandit Giuliano.” 

“Buanglah senjata-senjata Bapak, yang dicari berdiri di depan Anda!” Kemudian Giuliano merawat luka ringan yang diderita sersan yang kebingungan itu. 

“Apakah Anda merawat saya dulu sebelum membunuh saya?” 

“Giuliano bukanlah seorang pembunuh yang keji. Berikanlah senjata-senjata Bapak dan pergilah!” Sang sersan seorang yang jujur dan dengan baik-baik melaporkan kejadian ini kepada atasannya.

Hal ini dan banyak kejadian lagi, menyadarkan polisi bahwa mereka membutuhkan dinas penyelidikan yang lebih baik. Mereka menggaji mata-mata. Salah seorang dari mereka adalah seorang anak muda yang menjadi teman Giuliano sejak bertahun-tahun. Giuliano tidak ragu-ragu barang sedetik pun untuk menembaknya, waktu ia mempunyai bukti-bukti bahwa temannya itu seorang pengkhianat.

Hukuman tembak itu berjalan sebagaimana hukum tembak lainnya, menurut suatu rencana yang ketat. Giuliano membiarkan korbannya untuk berdoa. Ia malah dipaksa untuk berbuat demikian. Kemudian lelaki itu ditembak mati. Sebelum korbannya ditembak, Giuliano berkata, “Saya, Giuliano, membunuhmu atas nama Tuhan dan atas nama Sisilia.”

Mayat para mata-mata pada malam hari dibawa ke tempat-tempat di mana mereka harus ditemukan pagi harinya. Selalu ada catatan yang mengancam bahwa setiap mata-mata lain akan mengalami nasib yang sama. Kadang-kadang catatan itu dibuat dalam bentuk sajak sebab Giuliano agak genit.

Karena kejadian-kejadian itu, maka di samping pujian, tumbuhlah ketakutan terhadap Giuliano. 

Pada suatu pagi Giuliano membunuh dua mata-mata lainnya, penata rambut dan istrinya, pada saat mereka sedang mencukur langganan. Kali ini tidak ada waktu untuk memberi catatan. Tetapi catatan itu tergantung di pintu pada hari berikutnya.

Kelompok Giuliano makin besar. Beberapa anggota terus saja mengerjakan pekerjaan yang biasa dan hanya jika dipanggil mereka siap. Anggota lain sudah puas dengan memberi berita-berita. Malahan tentara yang anggotanya kebanyakan tidak lebih tua dari 20 tahun itu mempunyai seorang kepala staf. Ia itu adalah Gaspare Pisciotta, sepupu Giuliano dan tangan kanannya. Waktu itu ia belum berusia 22 tahun. Gaspare berhak memakai bintang keperak-perakan yang sama dengan Giuliano dan juga memakai gesper ikat pinggang yang sama. Bintang dan gesper dari emas murni dibuat oleh seorang pandai besi anggota kelompok. Di tengah-tengah gesper Gaspare ada sebuah foto kecil Giuliano. Sedangkan milik Giuliano, tempat foto itu kosong. Turridu mencampurkan darahnya dengan darah Gaspare. “Tanpa Gaspare Pisciotta,” sumpahnya, “Salvatore Giuliano tidak dapat hidup.”

Gaspare adalah seorang anak muda yang tampan, yang selalu rapi sekali menjaga penampilan. Rambutnya yang berombak dan lebat agak panjang dan kumisnya selalu terpelihara. Bibirnya menggairahkan dan agak kejam. Bulu mata yang panjang membuat feminin. Pisciotta menjaga pengeluaran dan ia juga yang merencanakan detail-detail serangan.

Dalam kelompok mereka ada seorang pemain musik bernama Lorenzo yang memberi pelajaran gitar pada Giuliano. Juga ada ahli senjata Vittorio Vitale dan dua orang pemimpin bandit yang terkenal yang membawa serta orang-orang mereka. Frank Manino yang terpandai, Castrenze Madonia, kakak beradik Genovese, dan juga kakak beradik Cucinella yang pada tahun 1946 menjadi wakil-wakil pemimpin tentara separatis Giuliano.

Tanpa pertolongan mafia, Giuliano tidak dapat bertahan demikian lamanya. Mafia menjamin perlindungan jika ada pengkhianatan dan Giuliano membalas dengan perampokan dan pemerasan. 

Pada tanggal 20 Maret, polisi menahan Ibu dan kakak-kakak Giuliano. Mereka, atas nasihat Giuliano, telah berlindung di Palermo. Reaksi Giuliano yang pertama adalah kemarahan. Di Palermo dan di kota-kota lain keterangan-keterangan yang ditempelkan di dinding-dinding menasihatkan penduduk agar jangan masuk bis ataupun trem di mana ada polisi, karena ada kemungkinan diserang mendadak. 

Kepada Ibu dan kakak-kakaknya, ia mengirimkan bingkisan yang besar-besar. Ia menulis, “Keluargaku yang tersayang, saya sarankan agar kalian siap sedia. Sebab saya akan datang untuk membebaskan kalian.” Akan tetapi kali ini mereka tidak membutuhkan bantuannya, sebab 23 hari kemudian mereka dibebaskan.

Hasrat Giuliano untuk membenarkan semua kelakuannya, sering membuatnya bagaikan pembela orang miskin dan yang ditindas. Akan tetapi kebanyakan anggota kelompoknya tidak sebaik itu. 

Kini pada orang-orang yang dibunuh ada catatan lain yakni, “Giuliano tidak akan merampok mereka yang miskin.” Hal ini dapat dilihat pada suatu kejadian. Pada suatu hari Giuliano melihat bagaimana seorang pengemis meminta sedikit susu dari seorang petani. Si petani dengan kejam mengusir si pengemis. Kemudian Turridu, bersenjatakan lengkap, pergi ke petani yang dengan ketakutan menawarkan anggur dan roti. Akan tetapi Giuliano tidak mau. “Saya hanya ingin secawan susu.” 

la segera mendapatkan apa yang dimintanya. Tetapi petani heran melihat, bahwa Giuliano memasukkan susu ke dalam senapan mesinnya. la bertanya, “Hei, mengapa kamu menuangkan susu itu ke dalam senapan?” 

“Kamu memberikan susu itu karena takut terhadap senapanku dan bukan karena ingin kauberikan padaku,” jawab Turridu. “Jika engkau sekali lagi mengusir seorang yang miskin dan menghinanya, maka engkau akan berurusan dengan Giuliano.”

Giuliano menerangkan, “Saya tidak ada perasaan bersalah dan tidak mengerjakan sesuatu secara diam-diam. Saya memikul seluruh tanggung jawab di hadapan Tuhan dan umat manusia untuk semua yang telah saya kerjakan. Jika keadilan memintanya, maka saya membunuh. Tapi Giuliano belum pernah mengotori tangan dengan darah, hanya karena uang saja.”

Pembelaan orang-orang miskin dengan bantuan pengadilan pribadi ini mengangkat namanya. Seorang pedagang rempah-rempah dan pangan yang meminta bunga terlalu tinggi untuk uang tunggakan yang lama ditembak atas nama Tuhan dan Sisilia. Yang berikutnya adalah seorang pegawai pos. la sudah beberapa lama mencuri surat dan paket yang berisi uang ataupun barang. Matinya juga terkena peluru Giuliano atas nama Tuhan dan Sisilia.

Giuliano telah menentukan bahwa memang sudah seharusnya merampok yang kaya untuk diberikan kepada yang miskin. Suatu hari, seorang wanita tua yang akan diusir dari rumahnya, menemukan setumpuk uang di dekat tempat tidurnya pada hari berikutnya. Seorang petani yang panennya dirusakkan, juga telah menerima hadiah yang serupa. Giuliano tidak pernah mengeluarkan banyak uang untuk dirinya. Juga waktu setiap minggu uang jutaan melalui tangannya. 

la memakai beberapa barang mewah sebagai perhiasan pribadi, akan tetapi itu hanya merupakan barang mainan dan bukan barang-barang yang benar-benar berharga. Selain dari gesper emasnya, ia masih mempunyai jam tangan yang menunjukkan bulan, minggu, hari, dan jam. Jam itu selalu dikaguminya bagaikan seorang anak yang mengagumi mainan yang sudah lama diinginkan. Akhirnya ia memakai sebuah cincin berlian yang sangat indah. Ia mengambil perhiasan itu dari Pangeran Pape dari Pratemono.

Cara mengambil cincin itu khas Giuliano. Ia datang mengunjungi istri pangeran sekitar jam 5 sore, berpakaian rapi dengan setelan jas biru. Ia masuk kamar tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, mencium tangan istri Pangeran. Ia bertingkah laku sedemikian rupa, seakan-akan lebih sering menginjak lingkungan masyarakat atas alih-alih batu-batu karang di pegunungan.

Tadinya istri Pangeran menyangka bahwa ia salah seorang bawahannya yang ingin lapor bahwa ia sudah sehat kembali. 

Tetapi Giuliano menerangkan dengan perkataan-perkataan yang jelas dan dipilih baik-baik, “Mungkin Anda salah sangka, Ibu yang terhormat. Saya adalah Giuliano, orang yang dikejar-kejar, Giuliano yang tersohor.” ia tidak pernah memakai kata bandit ketika menyebutkan namanya.

“Anda bergurau, anak muda!” 

“Saya tidak bergurau dan saya datang untuk mengambil perhiasan Anda.”

“Anda tidak beruntung, Tuan. Perhiasan saya ada di bank di Palermo.”

“Nyonya yang terhormat,” cetus Giuliano, “saya sama sekali tidak mau meragukan pernyataan Anda, akan tetapi saya mengetahui bahwa perhiasan itu ada di dalam rumah ini. Saya juga harus mengatakan bahwa teman-teman saya sudah menculik cucu-cucu Anda. Mereka akan dikembalikan jika saya sudah mendapat perhiasan itu.”

Nyonya Pangeran terpaksa tunduk. Ia memiliki perhiasan yang sangat indah antara lain mutiara-mutiara tua. Sewaktu hendak meminta diri, Giuliano mencium tangan istri Pangeran lagi dan pada waktu itu melihat cincin berlian tadi. 

“Ah, ini yang paling indah dari semua perhiasan! Anda mengizinkan bukan?” Dan ia meloloskan cincin dari jari istri Pangeran.

Nyonya Pangeran menyatakan tegas-tegas bahwa itu cincin pertunangannya, kenang-kenangan dari cinta pertama dan cinta satu-satunya. 

“Dalam hal ini, saya tidak akan menjualnya,” kata Giuliano, “namun akan saya pakai sendiri.”

Cerita ini tentu tersiar ke mana-mana dan memperkuat dugaan bahwa Giuliano ada hubungan asmara dengan seorang istri Pangeran (tidak disebutkan siapa).

Pada hakikatnya kehidupan asmara Giuliano tetap merupakan sebuah teka-teki meskipun orang-orang Sisilia terkenal bukan pria-pria alim. Sejak cinta monyetnya di masa kanak-kanak, tidak ada bukti lain mengenai hubungan cinta yang sungguh-sungguh. Tampaknya tidak ada wanita lain selain ibunya yang memiliki peranan penting dalam hidupnya.

Anggota-anggota kelompok yang melakukan petualangan erotis yang membahayakan keamanan kelompok, diperlakukan dengan sangat keras. Bahkan “kakak kandungnya” Gaspare Pisciotta pernah diikat telanjang pada pohon dan dicambuk karena ia bermain cinta. Apakah karena ia pacar yang kecewa dan bukan seorang pemimpin kelompok yang memikirkan keamanan, masih diragukan. Ada banyak bukti bahwa Giuliano homoseksual dan ia lebih tertarik pada Gaspare.

Untuk Gaspare yang menderita penyakit TBC, ia telah mendatangkan Streptomycin seharga 700 dolar dari Amerika. Hal ini menyebabkan Gaspare kembali ke kelompok Giuliano, padahal tadinya ia sudah mantap menerima amnesti dan kembali ke kehidupan normal.

Pada waktu-waktu itu sudah kentara adanya retak-retak pertama di dalam kelompok. Yang berwatak keras ingin mereka memperkeras serangan hingga menjadi bandit-bandit sesungguhnya. Sedangkan mereka yang lemah, yang ragu-ragu dan ingin kembali ke kehidupan biasa. Sedangkan Giuliano masih saja bermimpi tentang perang kemerdekaan politis.

Percobaan-percobaan untuk melibatkannya ke dalam kehidupan politis di pulau itu tidak kurang. Bahkan seorang uskup datang ke Montelepre, untuk menyadarkan Giuliano dari mimbar. Walikota Montelepre yang muda dan idealistis juga sudah mencoba untuk membubarkan kelompok Giuliano di pertemuan-pertemuan yang dilakukan secara diam-diam. Tapi sia-sia saja. 

Percobaan-percobaan itu sia-sia karena tiga hal.

Sesudah 3 tahun berperang bersama kelompoknya, tabiat Giuliano jadi lebih keras, lebih cepat marah. Beberapa dari bandit-banditnya tidak bisa dilepaskan, meskipun mereka itu memiliki kekejaman yang tidak ia sukai sama sekali. Jika ia ingin mengambil keputusan, ia harus memperhitungkan mereka.

Berita-berita dalam media massa internasional membuatnya angkuh sehingga ia merasa dirinya sederajat berunding dengan kepala-kepala negara. Salah satu buktinya adalah ia menulis surat kepada presiden Amerika saat itu, Harry S. Truman. Intinya ia ingin Sisilia menjadi negara bagian Amerika Serikat. Surat itu tak pernah dibalas.

Banyak politisi yang dulu sebelum perang bekerja sama dengan Giuliano, saat itu jadi khawatir. Mereka takut jika Giuliano akan membuka rahasia yang sebenarnya lebih baik tidak diungkapkan. “Teman-teman politisi ini serta mafia merupakan perlindungan bagi Giuliano.

Berulang-ulang terjadi perampokan, pemerasan, penculikan dan penembakan. Konon semua dilakukan Giuliano.

Jika kini kita membaca laporan-laporan polisi mengenai kasus itu satu-persatu, maka orang akan takut melihat sistematik para penjahat itu. Jumlah tebusan sering melebihi 10 juta lira. Meskipun berapa tepatnya tidak dapat dikatakan, sebab setiap korban diharuskan tutup mulut.

Bagi seorang yang berdarah panas seperti Giuliano, ini bukanlah kehidupan. Sekali lagi ia mencari hubungan dengan politik. Giuliano membiarkan dia dan kelompoknya disewa untuk melawan komunis. Akan tetapi sebelum itu terjadi, ia memberikan selingan sedikit. Ia telah berjanji kepada kakaknya, Marianina, untuk menghadiri perkawinannya. Berapa orang polisi ada di situ. 

Pesta perkawinan diselenggarakan pada tanggal 24 April di rumah keluarga. Perkawinan diberkati oleh pastor setempat. Pastor diberitahu oleh salah seorang pengikut Giuliano, bahwa bos akan datang. Semua di rumah siap akan tetapi ibu Maria meminta agar masih ditunggu sejenak. Tiba-tiba aliran listrik mati. Maria membawa lampu-lampu dan memberikan isyarat untuk mulai. Saat upacara, Giuliano muncul dan berdiri di belakang mempelai.

Sesudah upacara, maka pastor mencoba untuk menasihati Giuliano. 

Kemudian orang bertanya kepada pastor, mengapa ia tidak melaporkan pertemuannya dengan Giuliano kepada polisi. Ia hanya mengangkat bahu dan menjawab, “Karena mereka tidak berani untuk keluar jika malam sudah tiba, maka tidak ada gunanya untuk memberitahu mereka.”

Seminggu sesudah upacara, pada tanggal 1 Mei, Giuliano memulai serangan-serangannya terhadap para komunis dengan peristiwa berdarah Protella della Ginestra.

Tanggal 1 Mei adalah hari pesta bagi penduduk desa-desa sekelilingnya. Kesempatan yang ditunggu-tunggu untuk bertemu berpesta dan berbincang-bincang dengan membawa serta seluruh keluarga.

Giuliano ingin menggunakan kesempatan itu untuk membunuh sekretaris salah satu partai komunis di depan mata hadirin.

Untuk itu ia telah mempersiapkan kira-kira selusin banditnya dengan tiga senapan mesin. Senapan mesin itu akan ditembakkan di atas kepala hadirin untuk menahan mereka, sementara ia membunuh atau menculik sekretaris. Tetapi semuanya berakhir sangat berbeda.

Salah seorang bandit mungkin salah memperhitungkan jarak untuk senapan mesinnya. Para penembak sepertinya merasa dirinya cukup mampu untuk menembak pembicara di panggung dan karena itu telah memegang senjata terlalu rendah. Tembakan-tembakan pertama mengenai para pemegang bendera. Seorang gadis cilik menyangka bahwa rentetan tembakan berarti permulaan dinyalakan petasan dan bertepuk tangan. Beberapa detik kemudian, sebutir peluru menghilangkan tangan kanannya. Di sampingnya seorang anak lelaki berusia 13 tahun tersungkur jatuh. 

Seorang bocah lain yang melihat kudanya tergeletak, lari ke orang tuanya dan berteriak, “Papa, mereka membunuh kuda kita.” Akan tetapi sebelum ia sampai ke keluarganya, ibunya mati dan kakaknya yang cedera menjerit kesakitan. Seorang ibu yang melarikan diri, sama sekali tidak sadar bahwa ia menggendong mayat yang terkena peluru di tengah mata.

Kejadian itu jauh berbeda dengan rasa adil Giuliano yang sudah sering dikatakannya. Meskipun besar kemungkinan bahwa pembunuhan massal itu tidak disengaja, ia memikul tanggung jawabnya. Menurut keterangannya, semua itu terjadi tanpa ada unsur kesengajaan. Ia telah memerintahkan untuk menembak di atas kepala para hadirin dan salah seorang penembak telah salah perhitungan. 

Pembunuhan anak-anak diambilnya sebagai bukti bahwa ia tidak bersalah. “Apakah saya ini mempunyai batu dan bukan jantung dalam dada?” 

Total ada delapan orang yang terbunuh dan orang yang luka-luka. Penembakan lamanya 10 menit dan ditemukan 800 selongsong peluru di tempat pengikut Giuliano menembakkan senjata. Akan tetapi bukti-bukti tersebut lenyap dengan misterius sesudah polisi mengumpulkannya.

Terjadi pemogokan di seluruh Italia, debat sengit di parlemen dan sidang istimewa di senat. Senator Partai Komunis Li Causi terang-terangan menyatakan bahwa Inspektur Polisi Messana bekerja sama dengan Giuliano dan berbagai badan kepolisian disalahkan. Sekali lagi ibu Giuliano ditahan. Polisi di Montelepre diperkuat, diadakan interogasi bertubi-tubi. Beberapa anggota kelompok melarikan diri ke Kasbah di Algier atau Tunisia, yang lain bergabung dengan tentara sukarela.

Akan tetapi Giuliano juga tidak diam. Jawabannya bukan saja pemboman dan selebaran, akan tetapi ia juga mengirim surat pada koran-koran untuk membela diri secara moral. Surat-surat itu penuh salah tulis, akan tetapi urutan pemikirannya jelas.

Tetap saja ada serangan kecil-kecilan yang tidak menarik perhatian dan yang hanya menyusahkan penduduk yang tidak bersalah di Montelepre. Polisi membiarkan bandit dan bandit membiarkan polisi. Kelompok Giuliano makin merenggang. Idealisme yang tidak tegas akan rusak, hanya menunggu kapan meledaknya.

Lalu terjadi apa yang tidak dapat dimengerti. Giuliano membunuh lima orang anggota mafia. Dengan demikian ia tidak hanya melawan pemerintah, tapi akhirnya juga menjadi musuh mafia. Itu lebih bahaya daripada bermusuhan dengan seluruh tentara Italia!

Bagi mereka yang mengenal keadaan di Sisilia, sudah jelas bahwa ajal Giuliano hanya soal waktu belaka sesudah ia membunuh lima orang mafia tadi.

Alasan untuk pembunuhan adalah pengkhianatan. Kelima orang itu dahulu merupakan perantaranya yang kemudian disadari oleh polisi. Perkiraan tentang kekuatan kelompoknya pada waktu itu ada di antara 1.500 dan 12.000 orang. Yang jelas, uang pembayaran tetap diambil dari hasil uang tebusan.

Yang membuat Giuliano memiliki harga diri adalah perhatian yang diberikan media massa kepadanya. Ia memberikan wawancara pada wartawan-wartawan serius. Sambil tertawa-tertawa kecil ia membaca cerita-cerita bohong yang diberikan oleh nyonya-nyonya yang katanya ditahan olehnya. Para nyonya itu melukiskan guanya yang morat-marit sebagai gua yang penuh kemewahan. Kenyataannya lebih prosais, akan tetapi juga lebih menarik. Giuliano tidak mempunyai markas besar yang tetap. Ia hidup di desa-desa di pegunungan, di mana saja ia mau. Semua orang miskin adalah temannya dan di daerahnya di Sisilia hanya bermukim orang miskin. Bersandar pada mereka, Giuliano mengira ia dapat melawan mafia.

Polisi sadar mereka tidak bisa menangkap Giuliano dalam perlawanan satu lawan satu. Jadi mereka buat rencana baru. Hampir 2.000 polisi ditempatkan di Montelepre pada permulaan tahun 1949. Tugas mereka menjalankan penangkapan, sehingga dengan demikian, semua teman dan keluarga para bandit berada di belakang jeruji besi. Maksudnya agar bandit marah dan gelap mata. 

Untuk setiap orang yang mengenal hubungan erat antar keluarga di Sisilia, rencana itu merupakan rencana yang baik. Akan tetapi Giuliano menguasai orangnya dengan baik-baik sehingga tidak terjadi apa-apa. Ia mengajukan syarat jika ia harus meletakkan senjata. Itu adalah amnesti untuknya dan pengikutnya. Serta kebebasan Sisilia dari Italia.

Selain itu, ia membuat suatu memorandum mengenai sejarah kelompoknya. Dokumen yang berbahaya sebab mengungkapkan banyak anggota kelompoknya. Di sisi lain, dokumen itu menjadi penyokongnya yang saat itu mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan politik Italia. Kemudian ada dokumen kopian yang muncul. Kopian-kopian itu palsu. Dokumen orisinal sampai kini hilang. Yang mengetahui sudah meninggal ataupun menutup mulut.

Dalam rangka serangan diplomatis ini, Giuliano mengirim seorang anggota parlemen Sisilia ke menteri dalam negeri dengan tawaran perlawanan jika mereka menjamin amnestinya dan pembebasan para tahanan. Mungkin pada waktu itu Giuliano juga sudah bosan akan kehidupan sebagai bandit. 

Menteri dalam negeri dengan terbuka menjawab bahwa ia tidak berunding dengan para bandit dan menaruh 5 juta lira atas kepala Turridu. Kemudian Giuliano meminta bapak menteri-menteri untuk berduel, seperti di Abad Pertengahan. Syarat-syarat membuktikan keangkuhan jika Giuliano menang, maka ia menjadi ketua perwakilan rakyat. Akan tetapi jika ia dikalahkan, maka ia akan menghadap polisi.

Dalam kedua hal, ibunya harus dibebaskan. Dengan marah, Scelba menyuruh mengadakan penyelidikan parlementer pada bulan Mei 1949 dan menempatkan lebih banyak tentara lagi ke Sisilia. 

Langsung Giuliano membalas dengan caranya sendiri. Ia mengunjungi rumah orang tuanya di siang bolong, tetapi berseragam sebagai sersan polisi. Hal yang lucu itu berhasil. Polisi yang ditempatkan di rumah memberi hormat dan menjawabnya dengan sikap militer. Waktu ia pergi, mereka memberi hormat. Tetapi Giuliano berbalik dan senjata Beretta sudah siap. Semburan senjatanya membunuh dua orang. 

Roma tidak bisa tinggal diam. Satuan istimewa dibentuk, diberi senjata lengkap dan dilemparkan ke Sisilia. Sikap anti Giuliano digaungkan dan selalu ada berita-berita tentang tentara penggempur, pasukan payung, dan pasukan pengintai.

Akhirnya sebuah divisi lengkap dengan semua peralatan dikerahkan melawan Giuliano. Hasilnya: Giuliano melanjutkan merampok. Media massa tidak mau menerbitkan surat-suratnya. Oleh karena itu pagi berikutnya semua dinding rumah di Palermo penuh corat-coret semboyan-semboyannya. 

Ia tidak dapat ditangkap, baik dengan menggerakkan tentara dalam jumlah besar, maupun dengan penangkapan. Hanya ada satu jalan yaitu pengkhianatan. Dan jalan ini melalui mafia, yang begitu sembrono diperlakukan Giuliano. Sesudah berbulan-bulan berjuang dengan sia-sia maka para wakil pemerintah memutuskan untuk mencari hubungan dengan mafia yang tidak dihormati. Keduanya bersatu melawan Giuliano.

Kapan keadaan itu diketahui Giuliano tidak dapat diketahui, akan tetapi mungkin sangat lambat. Sebab keangkuhan dan kegenitannya tidak membiarkan persengkongkolan begitu saja. la harus mencari keterangan maka ia melarikan diri. Berminggu-minggu tidak terjadi apa-apa. Tidak ada perampokan, tidak ada pemerasan. Juga tidak ada tulisan-tulisan di dinding-dinding yang bersifat angkuh dan yang biasa bagi para penduduk Palermo jika mereka pagi-pagi pergi ke tempat kerja.

Apakah Giuliano mulai takut? Wibawanya terlampau besar dan para petani serta wartawan tidak percaya akan hal demikian. Maka ini mungkin saat tenang sebelum badai.

Giuliano kini masuk tentara sukarela, kata orang. Atau Giuliano di Spanyol sedang mempersiapkan tentara untuk membebaskan Sisilia. Atau Giuliano sedang di Amerika untuk berbicara dengan Presiden Truman mengenai bantuan bagi Sisilia.

Semuanya desas-desus dan sangkaan. Bertahun-tahun kemudian baru diterangkan soal waktu tenang itu. Saat itu, Giuliano berunding dengan pasukan yang harus membasminya. Oleh karena itu ia menghentikan semua provokasi. Sebagai gantinya, ia minta agar orang-orangnya dan dirinya dijamin untuk melarikan diri dengan aman. Tetapi rupanya tidak diterima.

Beginilah ia menemui ajalnya 

Desa Castelvetrano letaknya 75 km dari Montelepre dan gunung-gunung melindunginya. Desa Sisilia yang kecil ini dihiasi poster-poster pemilihan.

Tanggal 5 Juni menjelang fajar para reporter melihat di sebuah halaman belakang, seorang laki-laki bagaikan sedang tidur nyenyak di pasir. Ia berbaring miring muka mengarah ke tanah, lutut naik, dan lengan kanan ke atas kanan. Pada jari manisnya, berkilau sebutir berlian kena cahaya matahari yang mulai naik. Ia mengenakan kaos oblong tanpa lengan, celana linen, kaos kaki pendek, dan sandal. Tangannya bersih dan terawat, akan tetapi rambutnya seperti agak kusut karena tidur dan tidak dicukur. Di pinggulnya sebelah kanan tergantung tempat revolver yang terbuka. Senjatanya terletak beberapa sentimeter dari mukanya di tengah genangan darah. Di samping tangan kanan ada sepucuk senapan mesin Beretta. Giuliano telah meninggal.

Nama-nama mereka yang telah membunuhnya diketahui semua orang: Luca, pemimpin komando khusus dan Perenze sersannya.

Komando khusus untuk memberantas penjahat di Sisilia telah mendengar bahwa Giuliano akan berada di Castervetrano pada tanggal 1 Juli malam. Komando itu dinamakan demikian agar tidak usah mengaku dibentuk untuk menangkap Giuliano. 

Semua persiapan sudah diatur. Para petugas polisi berpakaian preman menyebar diri di jalan-jalan. Sejak jam 9 malam sampai jam 2.30 subuh keesokan harinya, Sersan Perenze dan orang-orangnya sudah menanti. Agak jauh dari situ, polisi yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Luca menunggu kabar dari sebuah pemancar kecil.

Pada jam 3.15 mereka melihat dua lelaki bersenjata melewati Via Gagini tanpa menyembunyikan diri. Senapan mereka tampak jelas. Empat orang polisi mencegat mereka dan memerintahkan agar berhenti. Kedua orang tadi mencoba melarikan diri. Polisi memberi tembakan. Salah satu masuk ke dalam jalan samping dan yang seorang lagi dikejar Sersan Perenze.

Si bandit mempertahankan diri dengan berani. la menggunakan senjata yang dilengkapi dengan tempat peluru tambahan berisikan 40 butir peluru yang ditaruh di ujung senapan. Perjuangannya berlangsung hingga jam 3.50, jadi selama 35 menit. Giuliano berlari ke kiri kanan, sambil mencari perlindungan di belakang dinding-dinding. Ini berlangsung sejauh 1 kilometer. la selalu berganti-ganti tempat sementara cengkeraman Perenze dan kelompok yang dipimpinnya makin lama makin menjepitnya.

Akhirnya ia sampai di sebuah jalan yang terang benderang dan kosong. Di depan dan di belakangnya ada polisi. Polisi lain bersembunyi di dua tempat di setiap sisi jalan. Setiap percobaan melarikan diri selalu gagal. Ia menembakkan 52 tembakan dari senapan mesinnya, kehilangan banyak darah dari luka di punggung. Jepitan yang terdiri dari 530 orang makin lama makin menyempit. Ia masuk ke sebuah halaman di sebelah kanan jalan. Ia jatuh bangun dan berputar-putar seperti orang yang tidak sadar, sehingga ia tidak melihat senapan mesin besar yang digunakan Sersan Perenze. Akhirnya ia terjatuh penuh tembakan sebelum ia dapat menggunakan revolver otomatis yang ditariknya dengan kekuatan terakhir dari ikat pinggangnya. Giuliano tidak meninggal dengan segera. Masih kira-kira 10 menit terdengar rintihan. 

Penduduk Castelvetrano dengan rasa cemas menunggu di belakang pintu dan jendela yang tertutup, mereka bertanya-tanya kapan berakhirnya tembak-menembak yang sudah berlangsung setengah jam. Sersan Perenze mengetuk beberapa pintu, akan tetapi tidak ada yang menjawab. Oleh karena itu ia mendobrak sebuah pintu untuk mengambil air yang ingin diberikan kepada orang yang sedang sekarat.

Namun mulut Giuliano telah tertutup untuk selamanya. Dengan demikian berakhirlah petualangan bandit Giuliano. Kemudian dimulai penyelidikan kriminal mengenai Giuliano. Hasil pemeriksaan mayatnya tidak diumumkan. Ini tidak seperti biasanya tetapi ada alasan yang kuat. Meskipun Giuliano mempunyai bekas darah yang besar di kaos oblong di bagian punggungnya, akan tetapi di bawahnya tidak ada luka. Di bagian kiri di mana hampir tidak ada darah, ia mempunyai luka dua tembakan. Menurut letak mayat, maka darah telah mengalir ke atas!

Mengapa Giuliano justru pergi ke Castelvetrano yang penuh petugas keamanan sampai-sampai ke atap rumah? Ada beragam dugaan, seperti:

Tidak satu pun benar waktu diselidiki. Sementara itu, para reporter menemukan hal-hal yang kurang masuk akal dalam keterangan polisi. Mereka menemukan bahwa jalan di mana katanya Giuliano membela diri berjam-jam lamanya hanya kurang dari 100 meter panjangnya. Dan saksi-saksi yang mendengar menyatakan bahwa tidak mungkin telah ditembakkan 300 peluru. Setiap saksi menyatakan hanya ada 5 atau 6 tembakan.

Sandal Giuliano begitu bersih dan rapi, sepertinya baru dibersihkan. Masa keadaannya demikian sesudah pertarungan berjam-jam?

Para dokter pengadilan menyatakan bahwa seseorang yang luka baru meminta air jika sudah lewat beberapa jam. Bukan beberapa menit kemudian.

Lagi pula mayat Giuliano telah menunjukkan kelainan yang terjadi paling cepat 12 jam sesudah ajal dan di kamar mayat ia segera dikelilingi es. Timbul pemikiran, mungkin Giuliano sudah lebih lama meninggal daripada yang disebutkan dalam keterangan resmi.

Pemerintah dan polisi tidak bisa bertahan. Media massa terang-terangan menuduh mereka memberi keterangan yang membingungkan. Hanya keterangan resmi baru dapat menolong situasi atau berita-berita kemenangan lain.

Dan berita-berita itu segera datang. 

Katanya enam orang pemimpin bawahan Giuliano telah ditahan. Tidak lama kemudian keterangan diralat. Mereka sudah ditahan sebelum meninggalnya Giuliano. Maka orang teringat kalimat yang diucapkan ibu Giuliano waktu melihat mayat anaknya, “Mereka telah mengkhianatinya!” Tuduhan itu ditujukan pada Manino, salah seorang wakilnya yang paling cerdas.

Polisi dengan panjang lebar memberi keterangan tentang penangkapannya. Pada tanggal 27 Juni, sekitar sore hari, seorang anggota mafia dari Partinico berjalan dengan sebuah kereta penuh tomat ke Alcamo. Ia melihat semak-semak bambu yang dedaunannya bergerak, meskipun tidak ada angin sama sekali. Dari semak-semak keluarlah Manino dengan seorang bandit lain. Ketiganya, saling mengenal baik. Waktu Manino mendengar bahwa anggota mafia pergi ke Castelvetrano, maka kedua bandit ikut, disembunyikan di timbunan tomat. Akan tetapi pengikut mafia langsung pergi ke sebuah pos polisi dan menyerahkan kedua bandit tersebut.

Itu mungkin cerita yang disukai publik. Akan tetapi sama sekali tidak benar, seperti juga keterangan mengenai matinya Giuliano. Tidak ada kereta dari Partinico akan membawa tomat ke Castelvetrano yang terletak di pantai selatan dan jauhnya lebih dari 70 kilometer. Sama saja sepertinya membawa garam ke laut.

Hanya satu hal yang tidak diragukan orang bahwa mafia ikut campur dalam menangkap kedua bandit itu. Apakah mereka juga turut andil dalam mengakhiri hidup Giuliano? Tentang hal itu, tidak ada yang berbicara. Hanya satu yang dapat memberikan keterangan. Ia adalah Gaspare Pisciotta, kawan terdekat Turridu.

Bulan Desember 1950 ia pun tertangkap. Akan tetapi anehnya bukan oleh komando khusus Luca, tetapi oleh polisi biasa.

Bisa jadi itu adalah kebetulan. Tidak kebetulan ialah bahwa media massa telah mengumumkan keterangan dari Pisciotta, sebelum pengacara Pisciotta mengajukannya ke pengadilan. Keterangan itu berbunyi:

“Saya, Gaspare Pisciotta, telah membunuh Giuliano sewaktu ia tidur. Saya telah melakukan itu karena sudah ada janji dengan Menteri Dalam Negeri Scelba. Saya tidak menjual jiwa saya meskipun saya ditawari berjuta-juta lira. Saya datang kemari atas kemauan bebas, untuk memberi kesaksian dan tidak ada yang menahan saya. Saya telah datang, agar terjadi keadilan.”

Apa yang diberikan sebagai kesaksian dan juga kesaksian orang lain tampaknya membenarkan apa yang terjadi. Demikianlah sedikit demi sedikit terungkap jalan kejadian pada malam naas itu.

Pada malam hari tanggal 4 Juli itu Giuliano tidur di rumah nomor 54 di Via Serefino di Castelvetrano, milik seorang pengacara temannya. Di malam hari, datanglah Gaspare Pisciotta, berpakaian perlente, dan tidak bersenjata. Ia masuk ke kamar Giuliano yang terbangun dan tanpa syak apa pun menerima sebuah pil tidur. Keduanya tidur dalam satu tempat tidur. Agaknya kemudian Gaspare membunuh Giuliano sewaktu ia sedang pulas. Mendengar tembakan, sang pengacara pun terbangun. Ia melihat Pisciotta keluar pintunya dan menemukan Giuliano terbaring dalam genangan darah di tempat tidurnya.

Pengacara hendak keluar dari jendela untuk memanggil teman-teman Giuliano yang berada di dekat situ. Namun sebelum dapat meloncat ke halaman, ia sudah ditahan oleh seorang berseragam. Orang itu adalah Sersan Perenze. Sersan ikut masuk ke rumah dan memerintahkan pengacara untuk menghilangkan semua jejak-jejak darah. Kemudian mereka berdua bersama-sama memberi pakaian pada pemimpin pemberontak yang sudah mati dan membawanya ke halaman dalam. Pengacara disuruh kembali masuk ke rumah. Di sana ia mendengar rentetan tembakan dan sersan yang meminta-minta air.

Cerita ini lebih dapat dipercaya daripada cerita resmi. Akan tetapi kini tidak seorang pun yang percaya pada versi ini. Malah orang menyangka bahwa Pisciotta telah mengarang cerita ini agar kelanjutan proses menguntungkan baginya. Pengakuannya di depan pengadilan terdengar terlalu licin.

“Dengan sangat menyesal saya terpaksa membunuhnya, untuk mengakhiri semua pembunuhan dan karena ia akan menyingkirkan kami semua!” 

Pengakuan demikian diberikan sesudah ia 6 tahun melakukan perang bandit yang keji! Ini terjadi sehari sebelum keberangkatan Giuliano ke Amerika yang katanya sudah direncanakan! Akan tetapi kalaupun semua ini benar, maka masih tetap tidak dapat dimengerti, mengapa Pisciotta sejak saat pertama masuk ke penjara merasa takut diracun? Ia hanya makan masakan ibunya yang dibawa ke selnya. Waktu izin untuk menerima makanan itu ditarik kembali, ia tidak makan apa pun sebelum diberikannya dahulu pada seekor burung yang hinggap di jendelanya. Pisciotta mengerti dan ia berkata, “Kini saya tahu, bahwa mereka ingin meracuniku!”

Sekali lagi “mereka” yang sudah diucapkan ibu Giuliano. “Mereka telah mengkhianatinya!”, waktu ia melihat mayat. Siapa yang dimaksud? Luca? Perenze? Tidak mungkin. Lebih masuk akal jika “mereka” itu adalah mafia.

Sementara itu tidak terjadi apa-apa. Hanya satu-satu kelompok Giuliano, apakah ia idealis, pembunuh, penjahat, dan buronan dibunuh, ditahan ataupun diracun. Tetapi Pisciotta tetap hidup. Di dalam penjara ia menulis memoarnya dan membuat sulaman sutra yang rumit

Keadaan begitu berlangsung sampai tahun 1953. Lalu bukti-bukti yang berlawanan dengan keterangan-keterangan polisi sedemikian gencar, hingga jaksa agung di Palermo harus membuka perkara sekali lagi. Sersan Perenze yang 3 tahun sebelumnya dianggap pahlawan kini dituduh menjalankan sumpah palsu. Dan Gaspare Pisciotta yang ceritanya tentang ajal Giuliano makin lama makin diragukan, harus kembali mengucapkan kesaksian di depan pengadilan. 

Maka praktis keadaan sama dengan keadaan pada tanggal 4 Juli 1950. Ada mayat, setumpuk dusta, dan tidak ada pembunuh yang jelas. Jika diikuti Perenze, maka ajal Giuliano cukup untuk memberikan naik pangkat dan kehormatan. Jika diikuti Pisciotta, maka ia tidak bisa diapa-apakan lagi, karena ia sudah mendapat hukuman maksimal. Dan Pisciotta ingin mempergunakan kesempatan ini. 

Kepada setiap orang ia mengatakan, “Kali ini saya akan mengungkapkan. Kini saya tidak akan melindungi lagi orang-orang yang ada di balik layar!” Tetapi ia tidak sempat “mengungkapkan”. Pada suatu pagi ia menelan obat satu-satunya yang tidak ditelitinya dahulu apakah ada racunnya atau tidak. Ia tersungkur berpeluh dan kesakitan. Ia sangat menderita. Jumlah striknina yang dicampurkan ke dalam obatnya begitu banyak, sehingga setiap pertolongan medis terlambat.

Mulut satu-satunya yang mungkin masih dapat mengatakan kebenaran, bisu untuk selama-lamanya. Memoarnya, begitu pula catatan Giuliano, hingga kini tidak ditemukan.

Sampai sesudah meninggal, Pisciotta masih terkalahkan oleh temannya Giuliano. Judul-judul berita matinya berbunyi begini, “Giuliano Tidak akan Memaafkan!” Tetapi apakah ini benar-benar Giuliano yang tidak memaafkan? Apakah di balik layar tidak ada yang lebih besar, lebih berkuasa yang sejak beradab-abad hingga kini menjadi penguasa sebenarnya di Sisilia: mafia? Tidak ada bukti. Dan memang itu juga yang menjadi maksud dari semua kelicikan, pengkhianatan, dan peracunan. 

Bukti-bukti untuk itu tidak ada, kecuali ini yang dibandingkan dengan versi-versi lain masih yang paling logis. Pada malam naas itu, Giuliano tidak di Castelvetrano, sebab ia mengetahui bagaimana kuatnya tempat itu diduduki polisi dan komando khusus. Pembunuhan terjadi di daerah di mana ia selalu berperang, mungkin di Monreale. Akan tetapi mereka yang sudah bersedia mengkhianatinya, telah meminta sebelumnya, bahwa tempat yang sebenarnya diganti dengan yang lain agar dapat menyisihkan setiap prasangka.

Permintaan dikabulkan, akan tetapi membutuhkan organisasi khusus yang tidak dapat diberikan oleh badan-badan resmi. Dalam hal ini hanyalah mafia yang dapat membantu. Kerja sama antara polisi dan mafia telah membuahkan hasil. 

Pembunuhan terjadi. Mayat ditaruh di atas kendaraan dan di malam yang gelap dibawa ke Castelvetrano. Sekali kendaraan berhenti, mungkin di Alcano, di situ mereka meminta darah kambing segar lewat seorang pengikut mafia, agar mayat dapat ditemukan dengan darah segar di halaman sesudah seorang sersan polisi menembakkan senjata ke langit. Apakah teori ini terlalu berani?

Tidak lebih berani daripada yang Iain-lain. Bekas-bekas darah di tempat yang salah, dapat dimengerti.

Tergesa-gesa menaruh es di sekeliling mayat, kini ada alasannya. 

Semua kejadian cocok, kecuali peracunan terhadap Pisciotta, yang pelakunya tentu saja tidak pernah ditangkap.

Tetapi mungkin teori ini akan disobek-sobek seperti juga teori-teori lainnya. Tetapi tidak bisa dienyahkan lagi dari sejarah, balada, dan nyanyian Sisilia adalah pribadi Giuliano.

Siapakah ia sebenarnya tetap tidak diketahui. Apakah ia itu seorang pengacau yang idealistis atau salah asuhan. Apakah ia itu seorang Tito Sisilia, yang sesudah nasibnya gagal karena dikhianati oleh orang-orang beraliran politis di balik layar, hanya dapat menjadi seorang bandit?

Apakah ia sudah dari semula seorang bandit, yang di zaman itu disebut buronan, agar keadaannya itu dibenarkan orang? 

Bukankah baginya kekuasaan lebih penting daripada keadilan? Ataukah ia merasa dirinya sebagai Robin Hood abad ini?

(Manfred Barthel)

Baca Juga: Raja Bawang yang Sial

 

" ["url"]=> string(67) "https://plus.intisari.grid.id/read/553760960/robin-hood-atau-bandit" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1683803015000) } } }