array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3834086"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/08/29/130-sepotong-jari-dalam-lipatan-20230829120715.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(135) "Sekelompok patung orang kudus dicuri dari sebuah kapel kecil di Austria. Penyelidikan menuntun polisi pada penemuan potongan jari kayu."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/08/29/130-sepotong-jari-dalam-lipatan-20230829120715.jpg"
      ["title"]=>
      string(39) "Sepotong Jari Dalam Lipatan Kaki Celana"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-08-29 12:07:28"
      ["content"]=>
      string(21884) "

Intisari Plus - Sekelompok patung orang kudus dicuri dari sebuah kapel kecil di Austria. Penyelidikan menuntun polisi pada penemuan potongan jari kayu dalam lipatan celana seseorang. Ia adalah pekerja yang pernah memperbaiki patung-patung kapel sebelumnya.

----------

Pada malam antara 3 dan 4 April 1961 Kapel Rosalie kemasukan pencuri. Itu adalah sebuah gereja kecil yang banyak diziarahi di tapal batas Austria bawah dan Burgenland. Hal ini awalnya diketahui oleh koster yang pagi-pagi sekali selesai membuka pintu-pintu kapel. Yang tidak ada di tempatnya masing-masing ialah patung Bunda Maria besar di altar, empat patung bergaya barok dari orang kudus yang mengelilingi patung Bunda Maria, dan beberapa patung malaikat kecil-kecil.

Tanpa pikir panjang, koster lari keluar dari kapel untuk melaporkan hilangnya sekelompok patung itu pada pastor. Tanpa memeriksa ulang laporan koster di tempat kejadian, pastor langsung melaporkan pencurian itu pada polisi. Tetapi baru beberapa lamanya kemudian polisi sempat mendatangi kapel yang letaknya tinggi di atas pegunungan. 

Sementara itu pastor dan koster mengadakan penyelidikan sendiri. Tak terbayangkan oleh mereka bagaimana pencuri bisa masuk ke dalam kapel. Tak sebuah pintu atau jendela pun terlihat rusak.

“Gila benar!” guman petugas kapel yang baru saja tiba dari rumahnya di desa sebelah. “Jangan-jangan mereka menggunakan kunci palsu.”

Petugas kapel tahu benar apa yang harus dilakukan dalam situasi demikian. Usulnya, “Jangan seorang pun boleh masuk ke dalam gereja sampai polisi datang. Salah-salah kita kehilangan sisik melik yang penting.”

Ketika akhirnya polisi muncul, pastor hampir tidak sabar lagi menceritakan masalahnya. “Kami kecurian. Satu kelompok patung di altar hilang seluruhnya.”

“Anda sudah menemukan sesuatu, seperti jendela rusak misalnya?” tanya polisi. Pastor, petugas kapel S, dan koster serentak membantah dengan menggeleng-gelengkan kepala.

Semuanya lalu berjalan menuju pintu belakang kapel. Polisi mengenakan sarung tangan lalu membuka pintu. Kuncinya juga tidak rusak.

“Siapa yang masih memasuki kapel kecuali koster dan pastor?” tanya polisi. 

“Petugas kapel saya mengusulkan agar jangan seorang pun masuk lagi ke dalam gereja,” kata pastor. 

“Bagus sekali, bagus sekali”, kata polisi. “Masalahnya bisa menjadi makin sulit, kalau ..., tetapi saya sudah memberitahukan dinas reserse di Wiener Neustadt. Kita keliling-keliling saja sekarang.”

Mata ahli dari petugas polisi itu pun tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.

“Sudah hampir dapat dipastikan bahwa pencuri masuk lewat salah satu pintu dengan kunci yang cocok,” kata polisi.

“Saya pun berpendapat demikian,” kata petugas kapel. “Menurut koster, dia yakin semua pintu sudah dia kunci dengan baik. Saya kira pencurinya lewat pintu belakang sebab antara altar dan ruang jemaat ada pagar besi yang tinggi dan kuat. Pencurinya harus mendobrak pagar besi itu dulu. Tapi pagar besi itu tampaknya baik-baik saja.”

“Jadi, Tuan petugas kapel,” kata polisi, “Anda mengira pintu belakang itu satu-satunya jalan bagi pencuri untuk masuk ke gereja? Kalau demikian pekerjaan kita menjadi terbatas sekali. Tapi, siapa sebenarnya yang membawa kunci-kunci gereja?”

“Dua set kunci lengkap ada di pastoran dan satu set lengkap dibawa koster.”

Pembicaraan terhenti ketika beberapa orang tampak memasuki ruang di sekitar altar. “Pejabat-pejabat reserse,” kata polisi.

“Saya komisaris polisi dr. K.,” kata seorang sambil menyalami tangan pastor. “Sebenarnya dari hopbiro di Wina, tapi kebetulan dinas di Wiener Neuatadt. Maka saya lalu ikut ke sini.”

Petugas-petugas reserse itu segera memulai kerja mereka. Kunci-kunci pintu dan keling-keling disemprot dengan larutan grafit. Sidik jari pastor, petugas kapel, dan koster juga diambil. Tetapi di tempat di sekitar pintu belakang hanya ada bekas sidik jari pastor, petugas kapel, dan koster. Tidak ditemukan sidik jari orang lain.

“Pandai juga anak-anak bengal ini,” kata kompol, “Mereka rupanya mengenakan sarung tangan, lalu dengan saksama menghilangkan semua jejak.”

Resersir-resersir itu lalu menempeli seluruh permukaan dan sisi altar dengan potongan-potongan pita perekat seluloid. Pita perekat itu kemudian dipilih dan ditempelkan pada lembaran-lembaran plastik yang tembus pandang. Altar juga diambil fotonya dari jarak dekat.

Pada foto, nantinya dibuat garis-garis membujur dan mendatar sehingga membentuk bujur sangkar. Bujur sangkar itu kemudian akan diberi nomor urut. Pita perekat yang menempel pada lembaran plastik juga diberi nomor, sesuai dengan nomor-nomor pada foto altar dari jarak dekat. 

“Anda harus membayangkan,” kata kompol pada petugas kapel yang terus-menerus mengikuti jalannya penyelidikan, “pelaku pencurian ketika mereka mengambil patung dari altar, pakaian mereka bergesekan dengan bagian-bagian altar yang kasar atau menonjol. Karena pergesekan itu, kemungkinan besar bagian-bagian kecil dari pakaian mereka tertinggal. Ini nanti bisa kita cocokkan dengan pakaian tersangka — pelaku pencurian. Kalau cocok, pelakunya pasti tidak dapat menyangkal, bahwa dia atau mereka pernah berada di tempat kejadian.”

Petugas kapel mendengarkan dengan penuh perhatian.

Kompol melanjutkan kata-katanya. “Tetapi sekarang ada hal lain. Menurut Anda, ada tiga set kunci lengkap. Andai kata pintu gereja itu dibuka dengan kuncinya, pasti salah satu pemegang kunci itu pencurinya. Atau ada kunci yang dicuri dari set itu. Dapatkah Anda membawakan kunci-kunci itu dari pastoran? Saya sendiri akan mengamati kunci milik koster. “

Set kunci dari koster ternyata masih lengkap. Terdiri dari delapan buah anak kunci. Ketika kunci-kunci koster diperiksa dengan saksama, tidak sebuah pun memberi kesan pernah dibuatkan cetakannya dari malam atau lilin. Kesimpulannya, tidak sebuah pun kunci koster dibuatkan tiruannya.

Petugas kapel datang dengan dua set kunci dari pastoran. “Satu ikat”, katanya, “selalu tergantung di serambi pastoran. Lainnya selalu disimpan pastor di laci meja tulisnya yang selalu terkunci.”

Ternyata kunci dari serambi pastoran juga lengkap, yaitu delapan buah anak kunci. Tapi set kunci dari laci meja tulis pastor hanya berisi tujuh buah anak kunci. Ketika dicocokkan, anak kunci yang hilang ternyata anak kunci pintu belakang.

Pastor yang juga datang menyertai ikat kuncinya tampak terkejut sekali.

“Pernahkah Anda meminjamkan kunci-kunci itu pada seseorang?” tanya kompol, “atau orang lain bisa mengusik laci meja Anda?”

Pastor mencoba mengingat-ingat. Lalu, tiba-tiba katanya, “Ya, saya ingat sekarang. Tahun lalu kunci-kunci itu saya pinjamkan pada pembantu rumah tangga pastoran. Ada yang perlu diperbaiki di kapel saat itu. Berkali-kali pintu belakang itu harus dibuka agar pekerja-pekerja bisa keluar masuk dengan leluasa. Tetapi Anda toh tidak sampai menuduh ibu tua itu. Dia sudah belasan tahun bekerja pada saya.”

“Tidak, tidak,” jawab kompol sambil tertawa. “Saya tidak percaya ibu tua itu pencurinya. Tapi, seperti Anda katakan tentang pekerja-pekerja perbaikan. Mungkin salah satu dari mereka dengan sengaja menyimpan kunci pintu belakang itu untuk digunakan pada kesempatan lain.”

“Tapi, barangkali Anda masih mempunyai daftar perusahaan atau pemborong apa saja yang turut serta dalam perbaikan kapel itu. Barangkali juga ibu tua itu masih ingat, pada siapa dia pernah menyerahkan kunci-kunci itu untuk membuka pintu gereja.”

Komisaris polisi lalu memandangi bagian depan kapel. Selanjutnya dia melakukan suatu hal yang membuatnya dijuluki “Winnetou” oleh anak buahnya. Kompol itu berjalan berkeliling di sekitar altar yang kehilangan patung-patungnya itu. Ia berkeliling membentuk lingkaran yang makin lama makin besar, seperti Winnetou dalam buku-buku Karl May. Dengan berbuat demikian, penyelidik tidak melewatkan sejengkal pun area di sekeliling tempat kejadian. Cara itu juga sekaligus untuk membayangkan, bagaimana kira-kira si pencuri bekerja.

Bisa jadi tidak ada mobil yang digunakan dalam pencurian karena tidak ditemukan bekas ban mobil di seputar kapel. Atau andai kata dengan mobil, mengapa mereka tidak sekaligus saja mengambil dua patung lainnya yang juga mahal harganya? Kemungkinan besar mereka berjalan kaki.

Kalau pencurinya berjalan kaki, mereka bisa lewat jalan yang cukup lebar di depan kapel, lalu belok ke kanan menuruni tataran-tataran kecil di halaman untuk mencapai pintu belakang kapel. Kompol yang juga menuruni tataran-tataran kecil di belakang kapel tidak menemukan apa-apa. Tetapi ketika penyelidikan dengan mengitari kapel itu diteruskan dengan memperbesar lingkarannya, pandangannya tertumbuk pada secarik kertas kekuning-kuningan. Tempatnya di titik di mana jalan menuju kapel meninggalkan hutan.

Ternyata kertas pembungkus permen cokelat berisi kacang. Tertera Nuts Chocoladefabriek N.V. Holland di pembungkusnya. Secuil masih melekat pada kertas bekas pembungkus itu, dengan bekas-bekas gigitan. Karena kertas itu kering, dapat dipastikan bahwa kertas itu belum terlalu lama berada di sana. Kertas bekas itu diambil juga oleh kompol karena bisa digunakan untuk mencari penjual cokelatnya. Selain itu, setidaknya bekas-bekas gigitan pada cokelatnya dapat dibuat menjadi cetakan untuk merekonstruksi bentuk gigi pemakan cokelatnya. Dari bentuk gigi dan menempelnya pada rahang, orang bisa melukiskan bagaimana kira-kira bentuk wajah si empunya gigi, misalnya persegi atau lonjong.

Dari catatan pastor, sedikitnya 20 orang terlibat dalam kerja borongan memperbaiki kapel, salah satunya adalah seorang ahli cat emas Arthur dari Wina. Ketika dicari, Arthur ternyata sedang mengerjakan sesuatu di Tirol. Saat pembantu rumah tangga pastor diperlihatkan foto Arthur, ia mengatakan tidak lagi ingat, apakah dia orang yang pernah dipinjami kunci olehnya.

Arthur yang tinggal bersama ibunya digeledah kamarnya. Pakaiannya yang dikenakan di Tirol juga diperiksa. Ternyata benang pada pakaiannya dengan benang-benang yang ada di pita perekat dari kapel tidak ada yang sama. Tetapi di dalam lipatan kaki celana Arthur yang belum dicuci di rumah ditemukan beberapa miligram serbuk cat emas dan sepotong ujung jari yang mungkin berasal dari patung kayu. 

Ditanya mengenai serbuk emas dan potongan jari kayu itu Arthur menjawab dengan tenang. Ia mengatakan bahwa pekerjaannya memang memperbaiki patung dari kayu maupun gips. Biasanya patung-patung itu ada di gereja-gereja atau rumah-rumah orang Katolik. Pokoknya dia memang ahli reparasi patung. Jadi bukan hal aneh kalau benda seperti serbuk emas dan potongan kayu menyangkut pada pakaiannya.

Kompol yang mendengarkan keterangan ahli reparasi patung itu berpendapat bahwa keterangannya masuk akal. Arthur diperbolehkan kembali ke Tirol setelah hasil pemeriksaan gigi tidak sesuai. Wajah Arthur ciut, sedangkan pemakan cokelat diperkirakan berwajah agak lebar. Mengenai permen cokelat juga tidak berhasil ditemukan siapa penjualnya.

Penyelidikan tentang siapa yang dipinjami kunci pastor oleh pembantu rumah tangga juga tidak menghasilkan apa-apa. Polisi dikerahkan untuk menanyai pencuri-pencuri di penjara maupun bekas-bekas pencuri. Namun tidak seorang pun memberikan sisik melik tentang siapa kiranya yang sampai hati mencuri benda keramat dari suatu tempat peziarahan. 

Kompol pun berpikir lebih keras. Jangan-jangan memang jalan penyelidikannya tidak tepat.

Potongan jari kayu yang ditemukan dalam lipatan kaki celana Arthur ditimang-timang. Pernyataan tertulis Arthur dibaca sekali lagi. “Saya (Arthur S) melakukan perbaikan-perbaikan di Kapel Rosalie atas perintah Prof. F dari Salzburg. Saya hanya mengerjakan cat emas. Sedangkan yang lainnya, seperti menempelkan lak dan mengganti serta memperbaiki bagian-bagian yang rusak dikerjakan oleh Prof. F sendiri.”

Dengan demikian jelas Arthur tidak turut campur dalam reparasi atau pekerjaan perbaikan yang kecil dan rumit di kapel Rosalie. Potongan jari patung merupakan bagian yang kecil yang sudah barang tentu tidak terlalu kuat menempelnya pada anggota badan patung.

Kalau potongan jari kayu itu sampai masuk ke dalam lipatan kaki celana Arthur, pastilah pada kesempatan lain ia turut serta dalam pekerjaan perbaikan Kapel Rosalie. Namun harus dicari tahu apakah potongan jari kayu itu berasal dari patung yang hilang dari Kapel Rosalie. Tetapi tampaknya harus menemui Prof. F dulu, pikir kompol.

“Ya, benar,” kata Prof. F yang ditemui oleh kompol. “Itu memang ujung jari patung yang saya perbaiki sendiri di Kapel Rosalie.”

“Bagaimana Anda dapat memastikan bahwa itu berasal dari patung di Kapel Rosalie?” tanya Kompol.

“Lihat catatan perhitungan ongkos-ongkos ini,” kata Prof. F sambil memperlihatkan seberkas kuitansi. “Apa saja yang saya lakukan untuk reparasi itu, saya catat. Itu untuk menentukan biaya-biayanya. Ini catatan biaya untuk perbaikan jari patung kayu.”

“Anda memang memperbaiki jari patung kayu itu. Tetapi bukankah potongan jari ini dapat juga berasal dari patung lain, bukan dari Kapel Rosalie?” tanya kompol lagi.

“Itu bisa dibuktikan ketika patung sudah ditemukan nanti. Tapi, setidaknya sekarang saya sudah dapat memastikan bahwa potongan jari kayu ini berasal dari patung yang saya perbaiki. Lihat… di sini ada sisa kawat perak. Teknik saya untuk menempelkan potongan ujung jari sekecil ini ialah dengan mencoblosnya dengan kawat perak. Ujung kawat yang lain saya cobloskan pada bagian jari berikutnya. Kawat perak selembut itu masih ada sisanya pada saya sekarang.”

Ketika sisa kawat perak pada potongan jari patung kayu dibawa oleh kompol dan diperiksa, ternyata sama kandungan peraknya dengan sisa kawat perak yang masih ada pada Prof. F. Perhatian penyelidikan kembali ke Arthur.

“Mungkinkah bahwa potongan kayu itu jatuh ke dalam lipatan kaki celana Arthur ketika pekerjaan reparasi itu selesai?” tanya kompol?

“Saya rasa memang demikian,” kata Prof. F., “Tetapi pasti itu tidak terjadi ketika pekerjaan reparasi itu baru selesai. Setelah semuanya beres, saya masih memeriksanya sekali lagi dengan teliti, tentu saja untuk memeriksa daftar perbaikan dan biayanya. Setelah itu pun saya pernah ke sana lagi dan ternyata ujung jari patung kayu itu masih menempel kuat ditempatnya.”

“Barangkali ketika patung itu diangkat orang dari tempatnya?” tanya kompol lagi.

“Saya rasa ketika patung dicuri,” sahut Prof. F.

Segera dikirim berita ke Tirol untuk menangkap Arthur. Tetapi ternyata Arthur sudah kabur dari Tirol, entah ke mana lagi.

Bulan April hampir berakhir ketika diketahui bahwa Arthur ada di Stuttgart. Kompol itu bergegas pula ke Stuttgart.

Pada hari pertama pertemuannya dengan Arthur ditahan polisi di Stuttgart, kompol tidak langsung menuduh Arthur sebagai pelaku pencurian di Kapel Rosalie. Kompol meletakkan sebuah bungkusan di meja di depan Arthur. Bungkusan itu ternyata berisi celana Arthur yang diperoleh kompol dari ibu Arthur.

Setelah beberapa lama berpandang-pandangan, Kompol bertanya, “Bagaimana Anda bisa sampai berbuat demikian. Sebagai seniman tentunya Anda mengetahui, bahwa patung itu tidak akan terjual. Untuk memilikinya, Anda tidak perlu mencuri dari kapel itu. Tetapi mungkin ada orang lain yang menyarankan pekerjaan gila itu pada Anda. Bukan begitu?

Arthur diam. Kompol diam pula, tetapi jelas memberi kesan “kalau Anda membantu, saya pun akan menolong Anda”.

Arthur mengembuskan kepulan asap rokok. Lalu katanya, “Memang benar. Saya tidak melakukannya sendiri. Juga bukan saya yang mula-mula mempunyai gagasan itu.”

Arthur diam kembali. Mungkin dalam pikirannya terbayang “membantu atau tidak membantu polisi, saya toh pasti dihukum juga. Jadi mengapa mesti buka mulut, yang akhirnya menyulut perselisihan dengan kawan.”

Kompol berdiri sambil berkata, “Saya tunggu sampai besok. Siapa pun kawan-kawan Anda, pasti dapat kami ketahui.”

Hari berikutnya Arthur memang menyatakan kesediaannya membantu polisi. Bukan mengatakan siapa kawan-kawannya, melainkan menunjukkan tempat di mana patung-patung curian itu dikubur.

“Kami menyimpan barang-barang itu di dekat Deutsch-Wagraun, di utara Wina,” kata Arthur. “Tempatnya saya tidak ingat, karena saya pun asing di sana. Seingat saya, di sana ada parit atau selokan, di jalan dari Wina ke Deutsch-Wagram, belok ke kanan. Kalau tidak salah di sana ada papan penunjuk jalan ke Porbersdorf atau Perbasdorf. Nama tempatnya saya tidak tahu, tetapi saya dapat menunjukkannya.”

“Menurut Anda,” tanya kompol, “berapa jauhnya dari Porbersdorf?” 

“Mungkin 1 kilometer, mungkin juga kurang dari itu,” kata Arthur.

“Masih ingat keadaan di sekitarnya?” 

“Ya, patung-patung itu kami kubur di tanggul di antara jalan dan parit. Ada semak-semaknya di sana, belukarnya melingkar membentuk setengah lingkaran, kalau tidak salah, membuka ke arah jalan.”

Tempat yang ditunjukkan oleh Arthur dicari. Nama desanya bukan Porbersdorf, bukan Penbasdorf, Parbasdorf. Tetapi tanggul yang disebut-sebut oleh Arthur tidak menunjukkan sebuah gundukan pun di tanah. Tampaknya rata, bahkan kompol memeriksanya dengan berbaring sendiri di tanah.

“Jangan-jangan air parit itu pernah naik sampai atas tanggul dan menyapu segala yang menonjol di atas tanggul,” pikir kompol. Belukar yang membentuk setengah lingkaran yang membuka ke arah jalan juga tidak ada.

Beberapa tempat di atas tanggul diperiksa. Akhirnya kompol menemukan bagian permukaan tanggul yang tanahnya gembur.

Benar. Patung-patung dari Kapel Rosalie itu dikubur di situ, dalam sebuah peti yang dikubur tegak. Masih utuh patung Bunda Maria dengan Bayi Yesus, empat patung orang kudus, dan dua patung malaikat gaya barok. Lengkap, kecuali ujung jari sebuah patung orang kudus.


Baca Juga: Petunjuknya Uang Lembaran Baru

 

" ["url"]=> string(84) "https://plus.intisari.grid.id/read/553834086/sepotong-jari-dalam-lipatan-kaki-celana" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1693310848000) } } }