Intisari Plus - Seorang pria ditemukan tewas di kondominiumnya. Polisi melacak pelaku lewat tempat-tempat yang pernah didatangi korban.
--------------------
Pukul 20.15, tanggal 28 Agustus 1978, JI. Irish yang biasanya senyap tenteram dientakkan raungan sirene yang memekakkan. Mobil-mobil polisi Newport Beach berderit berhenti di depan kondo Ruben Martinez (45), makelar pada perusahaan pialang tanah dan bangunan. Kendaraan-kendaraan dari Lab Kriminal Sheriff Orange County, lengkap dengan petugas koroner, segera tiba juga. Suasana sekitar kondo itu langsung riuh rendah.
Dari Kepolisian Newport Beach, Al Fischer detektif pertama yang tiba di TKP. Masuk ke dalam kondo, matanya yang berpengalaman langsung menyapu pemandangan di hadapannya: ruang tamu kecil, dinding berpanel kayu pinus putih dan perabotan ala Mediterania. Semua masih serba rapi dan teratur. Lain halnya dengan kondisi kamar tidur utama.
Laci-laci lemari terbalik dengan isi berantakan di atas ranjang. Rupanya ada yang panik mencari barang berharga dan uang.
Martinez telentang dengan kedua lengan terjulur di samping badan. Wajahnya rusak, kepalanya tergeletak dalam genangan darah kering. Pemeriksaan awal menunjukkan, leher si korban dipotong. Namun ketika diperiksa lebih cermat, garis potong yang nampak di leher ternyata hampir penuh melingkari leher. Yang masih mengikat kepala dengan leher hanyalah secuil jaringan tubuh setebal pensil. Lehernya pun bukan dipotong, tetapi digergaji.
Sebelum cedera mematikan di leher itu, Martinez nampaknya telah dipukuli di kepala bagian depan dan atas dengan benda berat sampai kulitnya terkelupas. Benda pemukul itu meninggalkan bekas berwarna jingga berminyak di kulit kepala. Saat kematian terjadi diperkirakan sama dengan waktu yang ditunjukkan beker listrik yang terpaku di posisi pukul 23.43. Mungkin stekernya tercabut saat pergumulan.
“Apa pemukulnya?” gumam si detektif. Di dalam kondo tak ditemukan benda dengan warna jingga mencolok seperti itu. Mereka juga tak menemukan alat penggergaji lehernya. Jadi sarana pembunuh pasti dibawa ke luar dari situ.
Pergi dengan siapa?
Insiden mengerikan ini bermula dari sebuah bar di Laguna Beach, California, kawasan pasar seni yang sarat wisatawan. Inn Spot yang cuma satu blok dari jalan raya Coast Highway menawarkan suasana santai dan akrab, lantai dansa kecil dengan penerangan remang-remang. Cocok untuk pengunjung yang ingin rileks tanpa khawatir dikenali orang.
Wanita termasuk pemandangan langka di sini, meski sekali-sekali ada juga yang mampir. Maklum, Inn Spot adalah bar khusus untuk kaum homo. Bar-bar begini memang banyak bertebaran di Laguna Beach.
Minggu, 27 Agustus 1978, pukul 20.00, Ruben Martinez melangkahkan kaki ke dalam temaramnya Inn Spot. Telinganya segera menyesuaikan diri dengan debam-debum musik yang cukup keras, meski tidak seberisik musik Jumat atau Sabtu malam. Menyelipkan diri di antara padatnya pengunjung, akhirnya ia sampai di depan meja bar. Berkemeja kaus polo merah dan celana beige, Martinez baru saja makan di restoran hidangan laut tak jauh dari situ. Di Inn Spot ia hanya ingin mengendurkan saraf, santai sambil minum-minum sedikit.
“Bir,” katanya kepada pramutama bar. Sambil menunggu dengan santai ia memutar posisi bangkunya sehingga menghadap kerumunan tamu. Sekilas dilihatnya tamu-tamu yang ada dari jenis yang biasa nongkrong di situ tiap Minggu malam. Ada pelukis yang mulai beruban, pengusaha (nampak dari jas sportnya), dan pedagang barang antik (berompi ketat). Ada yang asyik bercengkerama, ada yang saling tatap. Umumnya masih muda dan sendirian.
Sekitar separuhnya berdiri atau duduk di dekat meja-meja kecil di pinggir. Lainnya bergerombol atau asyik berdansa.
Melihat dua orang kenalan masuk, Martinez menghampiri mereka dengan membawa birnya. Beberapa menit ngobrol, ia pindah ke kelompok lain beberapa meja dari situ.
Menjelang pukul 22.00 Ruben Martinez sempat berbincang-bincang dengan seorang pemuda pendatang baru di Inn Spot. Usianya sekitar awal 20-an, pirang terang dengan wajah kekanak-kanakan. Tampaknya ia sendirian.
Kawan-kawan Martinez juga ingat melihatnya bercakap-cakap dengan pemuda itu, tapi tidak ada yang melihat dia ngobrol dengan dua pemuda lain yang masuk sekitar pukul 22.15. Juga tidak ada yang menyaksikan saat ia beranjak ke luar bersama mereka.
Hanya pudel yang menyambut
Kantor Martinez terletak di daerah bisnis Corona del Mar, tak jauh dari kondominium sederhana berkamar dua yang ia tempati. Seperti biasa irama kerja Senin pagi itu di kantornya berjalan cepat. Namun selang jam demi jam, Martinez tak kunjung nampak batang hidungnya, ekspresi wajah para koleganya mulai gelisah.
Malam itu juga pukul 19.00 salah seorang kawan Martinez menyempatkan diri mampir ke kondo Martinez. “Siapa tahu Martinez terlalu sakit untuk mengabari via telepon,” demikian perkiraannya. Begitu melihat mobil Datsun milik Martinez tak tampak di tempat parkir, disangkanya kawannya itu sedang keluar. Tapi imajinasinya mulai liar tak berpola saat dilihatnya pintu depan dalam kondisi terbuka.
Bel dipencet, ia memanggil-manggil, tapi yang menyambut di ruang tamu cuma seekor anjing pudel yang kelaparan. Si kawan semakin khawatir. Mana mungkin Martinez meninggalkan hewan kesayangannya begitu saja, tanpa menyediakan makanan cukup? Jantungnya mulai berdegup keras. Ada yang tak beres. Itulah awal dari kerja keras para penegak hukum, setelah si kawan melapor ke kantor polisi.
Menurut para tetangga, Martinez itu ramah, baik hati dan tergolong manusia yang menikmati tinggal di rumah. Malah salah seorang masih ingat mengobrol dengan Martinez yang pernah bercerita, ia baru saja mengubah model ruang tamunya dengan panel kayu, sehingga tak sempat bersosialisasi.
“Ia baik, tapi kami tidak kenal akrab,” ujar si tetangga. “Habis, ia kurang suka bergaul.”
Setelah diselidiki, nyatalah kejahatan yang dilandasi motif perampokan itu kurang sukses. Martinez tak suka bermewah-mewahan, cuma sedikit uang maupun perhiasan yang disimpan di rumah. Menurut kerabat Martinez pun tidak ada barang berharga yang hilang. Bahkan kesimpulan polisi, makelar yang malang itu dibunuh hanya demi 73 sen!
Atau adakah motivasi lain? Ataukah ini sekadar sebuah kejahatan tanpa rencana matang yang salah sasaran?
Senjata pembunuh
Aneh bin ajaib, salah satu senjata pembunuh dapat ditemukan keesokan harinya, hanya karena faktor keberuntungan yang menimpa Scott Cade, teknisi bagian kriminal Orange County.
Baru pukul 04.00 Selasa pagi itu Cade meninggalkan TKP, setelah sehari semalaman bekerja keras di sana. Tidak seperti biasanya, berhubung amat lelah, dipilihnya jalur jalan raya Coastway daripada jalan bebas hambatan Newport Beach untuk menuju rumahnya di Mission Viejo. Bisa lebih santai. Maklumlah, batas kecepatan di jalan bebas hambatan lebih tinggi daripada di jalan raya biasa.
Ketika sampai di sebelah selatan Corona del Mar, hampir mendekati batas Kota Laguna Beach, lampu mobilnya menangkap sekilas warna jingga di tepi jalan. Warna itu menarik perhatian, karena semalaman ia pusing memikirkan benda apa kiranya yang dapat meninggalkan bekas berwarna jingga di kulit kepala Ruben?
Serentak kakinya menginjak pedal rem, lalu memarkir mobilnya di tepi jalan. Tanpa ragu-ragu ia segera keluar dan berlari balik menghampiri benda jingga yang terlewat tadi. Ternyata kepingan-kepingan lilin sebesar labu yang rupanya pecah karena dilemparkan dari kendaraan yang melaju kencang. “Ini dia!” hampir tak sanggup ia menahan kegembiraannya. Seperti mendapat lotre besar, ia telah menemukan salah satu senjata pembunuh.
Keping-keping lilin itu dibungkusnya dalam kantung plastik, lalu dikirim ke lab-krim Orange County. Ternyata memang mengandung darah dan rambut. Karakteristik enzim darah dan bentuk akar rambutnya ternyata sama dengan yang ditemukan pada darah korban.
Jelaslah, setelah membunuh Martinez dengan lilin besar milik korban sendiri, para pelaku kejahatan kabur ke arah selatan melalui Coast Highway, sembari membuang alat pembunuh ke trotoar. Sayang, misteri-misteri lain yang masih pekat menyelimuti kasus ini tidak segampang itu disibakkan.
Tiga hari setelah kejadian, mobil Datsun B210 milik Martinez ditemukan di Laguna Beach. Tak ada sidik jari, tidak ada saksi yang ingat siapa pengemudinya, atau yang tahu sejak kapan mobil tersebut ditinggalkan di sana.
Yang menarik, tempat mobil itu diparkir cuma 3 blok jauhnya dari Restoran Little Shrimp di mana orang melihat Martinez makan sendirian. Lalu menurut seorang saksi di Inn Spot, ada seorang pemuda berambut pirang mengobrol dengan Martinez sebelum pukul 22.00. Tukang gambar polisi membuat sketsa wajah orang yang dimaksud. Ketika Detektif Fischer menunjukkan sketsa itu kepada orang-orang di Inn Spot, ada yang ingat itu pemuda bernama Fred. Namun yang lain-lainnya cuma angkat bahu. Betapa tidak, karena pada hakikatnya banyak sekali pemuda berambut pirang yang mirip dengan gambar itu luntang-lantung di bar-bar homo. Alhasil nama belakang Fred tak ada yang tahu, ke mana harus mencarinya juga sebuah pertanyaan besar.
Maka Minggu malam berikutnya Detektif Fischer dengan penuh harapan balik ke Inn Spot. Siapa tahu Fred muncul lagi di sana. Ternyata tidak. Polisi juga tak berhasil melacak dia.
Sampai Oktober pelacakan tetap berlanjut terseok-seok, meski setiap info yang masuk via telepon dilacak satu per satu dengan telaten oleh Fischer, yang kini dibantu Detektif Darryl Youle. Bahkan mereka tak segan-segan berlagak sebagai homo juga. Semua bar tempat nangkringnya kaum homo, antara Newport Beach dan Hollywood Barat, habis mereka sisir. Dua bulan “beroperasi” sebagai homo membuat mereka ahli benar mengenai dunia khusus lelaki yang eksklusif ini. Sayang, pembunuh Martinez tetap bersembunyi di balik awan misteri yang serasa tak kunjung menipis.
Natal tiba, petunjuk pun habis. Koran-koran sudah bosan meliput kasus Martinez. Sementara itu Inn Spot dan tempat-tempat lain yang biasa dikunjungi Martinez kembali ke rutinitas semula. Kondonya telah terjual, anjing pudelnya mendapat majikan baru, masih famili dengan Martinez. Posisinya di kantor juga sudah diberikan kepada orang lain. Selain sahabat-sahabat dekat, keluarga, dan dua orang detektif Newport Beach, seluruh dunia seperti sudah melupakan bahwa Ruben Martinez pernah hadir di dunia.
Kalau tidak karena nasib sial yang menimpa seorang mantan perampok, barangkali file kasus Ruben Martinez akan tertimbun dalam tumpukan kasus yang tak terpecahkan sampai jamuran.
Korbannya masih hidup
Hampir setahun setelah peristiwa terjadi, kedua detektif dihubungi oleh polisi Costa Mesa. Duduk perkaranya, pada tanggal 11 September 1979, seorang perampok yang masih dalam masa percobaan ditahan karena mabuk di tempat umum. Meski ini bukan pelanggaran besar, si mantan penjahat rupanya sudah betul-betul jera masuk bui. Dengan imbalan dijauhkan dari penjara, ia menawarkan jasa baik: nama seorang pembunuh.
Buru-buru Detektif Fischer dan Youle melaju ke Penjara Costa Mesa. Maka mengalirlah kisah ini dari mulut Bill Guyton, si mantan pesakitan itu.
Suatu hari di akhir 1978 atau awal 1979, ia sedang berkendaraan di Coast Highway dekat Laguna Beach, ketika temannya John Allen Keith (21) dari San Clemente tampak berdiri mencari tumpangan di tepi jalan. Keith memang teman SMTA-nya dulu. Kebetulan sama-sama senang sepeda motor.
Sudah tentu Guyton segera menepi dan dengan senang hati mengantar Keith pulang ke San Clemente, minum bir bersama, lalu merintang-rintang waktu dengan mengotak-atik sepeda motor Keith. “Sambil asyik dengan sepeda motor itu, Keith bercerita kalau dia dan temannya baru saja membunuh di Laguna Beach,” tutur Guyton.
Nama kotanya memang keliru, bukan Corona del Mar, tapi dengarlah detail cerita berikutnya.
“Kata Keith, ia dan kawannya berkenalan dengan seorang pria di sebuah bar khusus homo di Laguna Beach. Mereka lalu diajak mampir ke rumahnya. Di sana mereka menggebuki pria itu, mengobrak-abrik rumahnya dan meninggalkannya dalam keadaan sekarat,” kata Guyton. “Sayang, hasil kejahatan mereka tak sebanding. Cuma 73 sen! Pembunuhan yang sama sekali tak ada gunanya.”
Setelah pergi, pikir punya pikir mereka khawatir ada sidik jari mereka yang tertinggal. Maka diputuskan untuk kembali lagi ke tempat itu dengan sepeda motor Keith untuk menghapus semua bekas sidik jari. “Namun begitu masuk ke kamar tidur, mereka terhenyak melihat korban masih hidup, bahkan sedang berusaha bangkit.”
Tanpa ragu-ragu keduanya membuka gudang. Karena yang ditemukan gergaji kayu, dengan alat itu mereka menggergaji kepala Martinez yang malang!
Kedua detektif segera melakukan pengecekan terhadap John Allen Keith dalam data kriminal. Ternyata tahun 1977 ia pernah masuk penjara remaja California Youth Authority karena membobol motel dan saat itu sedang menjalani masa percobaan dua tahun.
Sayang Guyton tak tahu nama rekan Keith. Tinggal kedua detektif kita pusing memikirkan cara menggali informasi tentang ini tanpa membangunkan “macan tidur”. Bila Keith sampai mengendus dirinya sedang dalam pelacakan polisi, ia bisa kabur sebelum bukti yang solid terkumpul.
Kembali mereka melakukan pengecekan terhadap kawan-kawan Keith, termasuk para napi di California Youth Authority yang pernah berteman dengan dia. Keith dibuntuti ke mana pun pergi, dari saat ia menumpang gratis tiap berangkat ke tempat kerja, berkunjung ke rumah teman, ke mana saja. Bahkan pernah satu kali polisi yang mengawasinya memberikan tumpangan juga.
Sayang, hasilnya nol besar. Daftar nama yang dicurigai semakin panjang, laporan tindak kejahatan tak kalah beragam, tapi nama rekan Keith tetap tinggal misteri.
Berkat tilang
Lalu datanglah keberuntungan itu. Ketika sedang mengecek daftar tilang, Youle menemukan catatan tilang atas nama Keith karena ngebut di Laguna Beach pada pukul 01.30, 28 Agustus 1977. Meski matanya sudah kelelahan menyusuri data tilang yang begitu banyak, data yang ini membuatnya terhenti. Terbayang di benaknya, waktu yang ditunjukkan beker listrik di kamar Martinez 23.43.
“Orang ini ditilang hanya dua jam setelah terjadinya perkelahian di kamar Martinez,” ujarnya kepada Youle.
Surat tilang dikeluarkan oleh petugas patroli Laguna Beach bernama Will Yourex. Meski 13 bulan telah berlalu, Yourex masih ingat pada peristiwa itu, karena Keith saat itu nyeletuk, “Hai, Bapak ‘kan yang biasa bertugas di wilayah pantai sebelah selatan dari sini?”
Yourex pun masih ingat, Keith mengenakan jaket nilon dan helm, tidak melepaskan sarung tangan ketika menandatangani surat tilang, dan memboncengkan seseorang. Tapi ia tidak memperhatikan siapa pemboncengnya. “Rasa-rasanya sebaya, hanya rambutnya pirang terang,” katanya berusaha mengingat-ingat.
Kini terbuka jalan. Tanggal 26 Oktober, Yourex datang ke bengkel tempat Keith bekerja di Mission Viejo. Pura-pura ingin membuat perkiraan biaya perbaikan bagi Honda adik perempuannya yang rusak.
Sebelumnya, kedua detektif sudah membekalinya dengan beberapa pola pokok percakapan yang diharapkan bakal menggiring pembicaraan ke peristiwa penilangan itu. Ternyata Yourex tak perlu repot-repot.
“Bapak ‘kan yang menilang saya di Laguna Beach?” ujar Keith begitu melihatnya. Rupanya Keith memang punya ingatan yang tajam.
“Ya, memang,” langsung saja Yourex menyabet kesempatan itu. “Kamu bersama temanmu. Siapa ya namanya?”
“Dave Bics,” Keith langsung menimpali dengan berseri-seri. “Kami barangkali sedang ngebut sampai 90 mil per jam saat Bapak menghentikan kami. Kami benar-benar terbang malam itu.”
Secepat burung terbang juga, kedua detektif kita segera mengecek data tentang Dave Bics ini. Nama lengkapnya ternyata Anthony David. “Dave” Bics berusia baru 19 tahun, penduduk Dana Point dekat San Clemente, juga teman Keith sejak di SMTA. Bics juga orang kedua yang ditahan sehubungan dengan pembobolan motel tahun 1977 yang menjebloskan Keith ke California Youth Authority.
Kini setelah mengetahui aktor-aktor yang berperan dalam misteri tragedi berdarah yang, sayangnya, bukan fiksi itu, tinggal mengumpulkan bukti cukup untuk melakukan penahanan.
Bantuan datang sendiri, saat Bill Guyton menelepon ke kantor polisi. Dengan bangga dia mengatakan punya info yang sedang dicari polisi.
“Saya sudah tahu nama pembunuh yang kedua,” ujar Guyton saat berjumpa dengan Fischer dan Youle. “Tapi kali ini tidak gratis. Saya ‘kan butuh makan,” katanya.
Namun ekspresinya berubah loyo saat ditunjukkan pasfoto Bics.
“Uh, sial, ternyata kalian sudah tahu dulu,” gerutunya.
“Tapi kita masih bisa bikin kesepakatan,” kata Detektif Fischer. “Syaratnya kamu tentu mesti kerja sama.”
Sarung tangannya jangan dilepas
Rupanya Keith memang hobi ngebut. Baru-baru ini SIM-nya dicabut setelah tertangkap lagi ngebut melewati batas kecepatan. Terpaksa ia menumpang siapa saja untuk pulang dari bengkel ke rumah pacarnya di San Clemente.
Fischer dan Youle berunding bagaimana bisa memanfaatkan kemalangan Keith ini. Tubuh Guyton dipasangi mikrofon, lalu ia disuruh menjemput Keith ketika sedang mencari tumpangan pulang ke San Clemente. Guyton diperintahkan untuk mengarahkan pembicaraan selama perjalanan ke soal pembunuhan terhadap Ruben Martinez, yang sudah pernah mereka bicarakan di bengkel dulu. Dengan sendirinya pembicaraan itu akan terekam. Sedangkan kedua detektif akan mengikuti dari belakang dengan mobil tanpa identitas polisi.
Ternyata membuka mulut anak muda ini tak ada masalah. Di jalan bebas hambatan, dengan berapi-api dan tanpa reserve ia mengumbar cerita tentang detail perbuatan setan yang ia lakukan. Katanya, cuma sekali ia diserang rasa takut, yaitu ketika diberhentikan oleh polisi di Laguna Beach, karena ngebut. “Bics mengingatkan supaya saya tetap tenang dan tidak melepaskan sarung tangan bila menandatangani surat tilang, karena tangan saya berlepotan darah,” tuturnya.
Jebakan yang sama juga diatur untuk Dave Bics. Pemuda dengan rambut awut-awutan ini tidak seantusias rekannya yang senang sesumbar tentang “pembunuhan 73 sen” itu. Namun setelah beberapa saat terluncur juga pengakuan dari mulutnya.
Merasa sudah mendapat bukti-bukti kuat, keduanya dengan lega mendatangi kantor jaksa distrik Orange County. Setelah capek dan berpayah-payah selama itu akhirnya mereka berhasil. Pernyataan-pernyataan dalam rekaman cocok dengan dugaan mereka selama ini. Mereka pasti tak salah bekuk.
Sayang, kegembiraan Fischer dan Youle masih terlalu pagi. Menurut jaksa penuntut, rekaman yang mereka ajukan sebagai bukti itu tidak akan berguna di sidang pengadilan, karena kualitas rekamannya payah. Penuh dengan bunyi bising lalu lintas dan bunyi-bunyi lain yang menyebabkan suara si pembicara sering tak jelas terdengar.
“Bisa saja saya nekat maju dengan bukti ini, tapi kemungkinannya fifty-fifty,” kata Wakil Pengacara Distrik Dave Carter, “sebaiknya, kalian membekali saya dengan pita rekaman yang lebih baik sebelum saya mengajukan gugatan resmi.”
Youle dan Fischer seperti tikus disiram air dingin. Ternyata jerih payah mereka belum juga memberi hasil yang memadai. Tapi sebagai detektif tangguh, kekecewaan macam begini cuma mereka lihat sebagai kemunduran kecil dalam proses kerja. Mereka harus merundingkan strategi baru untuk maju lagi sampai final!
Di salah sebuah bar mereka istirahat sambil saling lempar ide, menyusun rencana untuk membuat rekaman yang lebih bonafide.
“Bila rekaman yang oke yang dibutuhkan, kita akan sediakan,” ujar Fischer penuh tekad.
“Juga foto,” gumam Youle tak mau kalah. “Rekaman suara dan foto.”
“Huh, kenapa tak sekalian membuat film,” sambung Fischer.
Ya, mendadak sontak keduanya tergerak. Kenapa tidak? Selama menggarap kasus ini, mereka toh sudah menjalani pelbagai peran. Tak ada salahnya kini coba-coba jadi sutradara film!
Menjadi “sutradara”
Sambil terus menggodok rencana sampai matang, mereka mencari motel yang dapat dijadikan lokasi syuting “produksi” mereka yang pertama. Tak jauh dari jalan bebas hambatan, di kota kecil El Toro, mereka menemukan motel sederhana yang pas. Kepada manajer motel mereka memperkenalkan diri sebagai dua saudara ipar yang ingin menyewa dua kamar berdampingan yang berpintu tembus untuk acara reuni keluarga. Tentu mereka tidak buka mulut soal rencana mengebor dinding pemisah antara kedua kamar juga bahwa yang disebut “keluarga” itu sebetulnya menyangkut dua orang penjahat yang telah menggergaji leher orang.
Setelah mengecek fasilitas motel, mengetuk-ngetuk dindingnya dari yakin betul dinding terbuat dari papan sehingga gampang dibor, mereka membayar di muka ongkos menginap selama dua hari, lalu mulai menyingsingkan lengan baju.
Lubang dibuat, lalu dipasang cermin tembus pandang satu arah menutupi lubang itu di dinding kamar jebakan. Bohlam-bohlam lampu pun diganti dengan yang lebih terang, supaya pencahayaannya cukup. Mikrofon tak cukup dipasang di satu tempat, tetapi di beberapa tempat, menyebar di seluruh kamar. Kali ini mereka pastikan benar kualitas rekaman suara bakal sip. Kemudian peralatan, perekam video, dan audio di pasang di kamar sebelah, di kamar “kontrol”. Sudah tentu dilakukan percobaan dan pengecekan berulang-ulang sampai benar-benar diperoleh kualitas gambar dan suara yang memuaskan. Sungguh, sebelum menjadi “sutradara”, kedua detektif kali ini harus melewati “ujian” menjadi teknisi andal.
Setelah beberapa kali tes memberikan hasil baik, siaplah kini mereka untuk peran selanjutnya sebagai “sutradara”. Kini tinggal ditampilkan aktornya.
Guyton pun dihubungi. Kepadanya diinstruksikan agar segera datang menemui para detektif di motel. Setelah bertemu, baru ia diberi tahu bahwa rekaman yang dulu tak dapat dipakai karena kurang memuaskan, sehingga harus dibuat rekaman baru di kamar hotel itu. Mereka tidak menginformasikan bahwa pertemuan Guyton dengan kedua anak muda itu juga bakal direkam dengan video. Mereka memikirkan kemungkinan Guyton salah tingkah, dengan risiko membangkitkan kecurigaan para tikus yang sedang dijebak.
Setelah beberapa kali latihan sampai bosan, tiba saatnya Guyton menelepon Keith di San Clemente. Waktu itu 19 November.
“Saya baru saja pulang dari luar kota,” kata Guyton. “Bagaimana kalau kita ketemu sambil ngobrol-ngobrol? Ada bisnis nih.”
“Boleh juga,” sahut Keith. Guyton menjemput Keith. Setelah mampir makan sandwich di kedai kopi tak jauh dari motel, Guyton berhasil membawa Keith masuk ke kamar “studio” dadakan itu.
Sementara kamera video bekerja, Guyton mulai membuka jebakan. Katanya, kondisi kantungnya sekarang sedang gawat. la sedang berpikir-pikir ingin cari mangsa pria homo di Laguna Beach. “Mestinya gampang,” ujar Guyton. “Di Laguna Beach ‘kan banyak sekali. Saya tinggal memilih orang di salah satu bar, seperti yang pernah kamu praktikkan beberapa tahun lalu.”
Akhirnya kena juga
Pembicaraan digiring ke seputar pembantaian Ruben Martinez. Keith, tanpa curiga, langsung menangkap umpan. Malah dengan senyum lebar ia menimpali, “Wah, membereskan orang itu seperti menepuk nyamuk,” katanya menyombong. Tanpa ada yang menyuruh ia memperagakan kembali bagaimana ia mengambil gergaji dari lemari gudang lalu menggergaji leher korbannya. “Memang darah jadi berceceran. Seperti film dokumenter yang sering dibuat National Geographic. Malah ada sekilas timbul ide menuliskan ‘mati’ di dahinya, tapi tidak saya lakukan.”
Pengakuan itu hanya makan waktu 22 menit. Setelah mengantarkan Keith pulang ke San Clemente, Guyton menelepon Bics.
Bics pada dasarnya tidak suka mengumbar kata-kata karena agak pemalu. Pengakuan baru terluncur dari mulutnya bahwa ia telah ambil bagian dalam pembunuhan keji terhadap Ruben Martinez setelah pita video hampir habis.
Hasil rekaman mereka bawa kepada Dave Carter lagi, sebagai pengacara distrik. Carter menontonnya. Memang bukan film yang bakal memenangkan penghargaan untuk sutradara, yang jelas sebagai, dokumen itu amat berharga. Begitu film selesai diputar, Carter menjabat tangan keduanya. “Kerja kalian sungguh-sungguh hebat,” pujinya sambil berlalu dari ruangan. Ia akan segera mengajukan gugatan. Pernyataan yang bagai dering bel merdu di telinga kedua detektif itu.
John Allen Keith dan Anthony David Bics ditahan atas tuduhan merampok dan membunuh Ruben Martinez. 19 Desember 1981, Keith dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat pertama. Ia dihukum seumur hidup tanpa kemungkinan masa percobaan.
Tanggal 12 Maret 1982, giliran palu keadilan diketuk untuk Bics. Ia pun dinyatakan bersalah untuk kejahatan yang sama. Hukumannya sama, tapi disertai kemungkinan masa percobaan. Tak percuma kedua detektif California itu bekerja keras untuk menegakkan keadilan. (Bruce Gibney)
Baca Juga: Mayat Bajang Menangkap Pembunuh
" ["url"]=> string(74) "https://plus.intisari.grid.id/read/553635916/terjerat-rekaman-pengakuannya" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1672945428000) } } [1]=> object(stdClass)#57 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3309337" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#58 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/03/pintu-ruang-besi-bank-itu-macet_-20220603060917.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#59 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(145) "Sebuah bank telah dirampok. FBI yang bertugas melacak jejak mencermati saban renik yang bisa digali namun kasus makin berkembang tak bisa diduga." ["section"]=> object(stdClass)#60 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/03/pintu-ruang-besi-bank-itu-macet_-20220603060917.jpg" ["title"]=> string(31) "Pintu Ruang Besi Bank Itu Macet" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-03 18:10:54" ["content"]=> string(22665) "
Intisari Plus - Sebuah bank di Kalifornia telah dirampok. FBI yang bertugas melacak jejak mencermati saban renik yang bisa digali. Rangkai demi rangkai petunjuk itu kemudian membuat kasus makin berkembang tak bisa diduga.
-------------------------
Laguna Niguel Bank adalah cabang dari United California Bank. Letaknya di Orange County, dekat Los Angeles di Kalifornia. Orange County merupakan tempat kediaman orang-orang kaya dan bank itu juga kaya. Laguna Niguel terdapat di sudut sebuah pusat pertokoan di 6 Monarch Bay.
Pintu depannya jauh dari jalan umum, sedangkan di bagian belakangnya ada jalan tempat truk barang bongkar muatan untuk toko-toko di bangunan yang sama.
Jauh di bawah jalan tempat truk itu tampaklah jalan bebas hambatan yang menyusuri pantai.
Pagi sampai sore Monarch Bay Shopping Plaza itu selalu ramai. Kira-kira 175 m dari bank itu ada sebuah restoran merangkap bar yang buka sampai malam, sehingga kendaraan yang lewat pusat pertokoan itu baru sepi kalau tengah malam sudah menjelang.
Pintu ruang besi macet
Hari Senin, 27 Maret 1972 pagi, para karyawan bank datang untuk bekerja seperti biasa. Sesaat sebelum bank buka, seorang karyawan memutar cakra angka kombinasi untuk membuka pintu ruang besi. Ternyata pintu itu bergeming. la mencoba lagi. Pintu tetap tidak membuka. Setelah tiga kali, ia melapor. Rekan-rekannya ikut mencoba. Semua sia-sia saja.
Manajer bank segera menelepon bank lain untuk menalangi dulu dana yang perlu mereka keluarkan. United California Bank Pusat diberi tahu dan seorang ahli kunci didatangkan.
Ahli kunci itu mencoba dengan segenap kemampuannya, tanpa hasil. Akhirnya, menjelang tengah hari ia menyerah. Pihak bank akhirnya memutuskan untuk masuk dengan menjebol atap ruang besi saja. Mereka tidak mau menjebol pintu, sebab para nasabah yang kebetulan datang ke kantor akan melihat adanya ketidakberesan pada pintu yang penting itu.
Sang pandai besi pun naik ke atap dan merangkak di para-para untuk mengecek keadaan. Sebelum tiba di atas ruang besi ia sudah merasa was-was, karena didapatinya bongkahan-bongkahan beton, karung-karung yang rusak dan potongan-potongan logam. Tahu-tahu di hadapannya menganga lubang buatan manusia.
Dari lubang itu ia mengintip ke dalam. Dilihatnya laci-laci tempat menyimpan barang berharga yang sudah kosong di antara puing-puing bekas atap yang jebol.
Cepat-cepat ia merangkak turun lagi untuk melaporkan temuannya. Saat itu sudah pukul 15.45. Polisi dan FBI segera dihubungi. Setelah memeriksa karung-karung yang rusak, agen-agen FBI menemukan sumbat dinamit yang dipakai membuat lubang di atap ruang besi itu.
Ditemukan pula sebuah kipas angin untuk mengisap udara potongan-potongan bor yang patah dan tangga. Tangga itu ternyata curian dari Gereja Baptis, yang letaknya tidak jauh dari sana.
Regu penyidik dengan cermat dan hati-hati memilih, mengakurkan, dan menginventarisasi benda yang acak-acakan di dalam ruang besi. Isinya dimasukkan ke dalam drum-drum.
Empat hari setelah perampokan bank itu diketahui beberapa kupon dari surat obligasi yang dicuri dari bank itu diuangkan di sebuah bank di New Orleans. Jejak berakhir sampai di situ saja.
Kemudian pihak berwajib menanyai para pelanggan, karyawan, pengantar barang, dan orang-orang lain yang sering pergi ke pusat pertokoan itu. Apakah mereka mendengar atau melihat sesuatu yang tidak biasa pada akhir minggu?
Para pelanggan bar ada yang ingat bahwa mereka mendengar sesuatu, tetapi saat itu mereka tidak menaruh perhatian. Para penyewa kotak tempat menyimpan barang berharga di ruang besi itu pun ditanyai.
Sebagian dari mereka ingat dengan pasti apa saja yang mereka simpan di kotak yang mereka sewa. Namun ada juga yang tidak ingat, bahkan menolak menjawab. Pejabat-pejabat keamanan menduga mereka takut kekayaan mereka yang sebenarnya diketahui oleh kantor pajak.
Ada seorang wanita yang mempunyai kebiasaan mencatat nomor-nomor seri dari sebagian uangnya, umpamanya saja uang yang didapat dalam suatu liburan yang penuh kenang-kenangan. la mengusulkan agar pihak berwajib mengutip nomor-nomor uangnya yang hilang itu. Siapa tahu ada gunanya.
Dibantu komputer
Tanggal 4 Mei, enam minggu setelah perampokan itu, sebuah bank di Lordstown, Ohio, yang jaraknya lebih dari 3.000 km dari Orange County, dirampok. Cara yang dipakai perampok sama seperti di Laguna Niguel. Bank yang kena rampok itu namanya Second National Bank of Warren, cabang Lordstown. Kerugian yang diderita ditaksir AS $ 430.000.
FBI menyangka ini pasti dilakukan oleh komplotan yang sama dengan yang merampok di Laguna Niguel. Di sini pun perampok tidak meninggalkan sidik jari maupun benda-benda lain yang bisa dijadikan kunci ke arah mereka. Sejak peristiwa Laguna Niguel, FBI sudah menyusun daftar orang yang dicurigai.
Daftar itu meliputi nama-nama penjahat yang berasal dari daerah Chicago, Kansas City, can Cleveland. Kini semua perusahaan penerbangan besar diminta memanfaatkan komputer mereka untuk memberi tahu kalau nama-nama dalam daftar itu ada yang sama dengan nama penumpang pesawat mereka ke Los Angeles beberapa minggu sebelum perampokan.
Komputer dari United Airlines (yang merupakan perusahaan penerbangan utama yang melayani jalur antara Cleveland dan Pantai Barat) segera memberi tahu. Pada mereka bukan hanya ada satu nama yang cocok dengan daftar dari FBI, tetapi empat nama.
Keempat-empatnya naik di Cleveland, tanggal 15 Maret, menuju Los Angeles. Mereka adalah A. Dinsio (seorang perampok bank ulung), C. Mulligan, P. Christopher, dan H. Barber. United Airlines menambahkan bahwa tanggal 23 Maret seorang bernama J. Dinsio terbang dari Cleveland menuju Los Angeles.
Kemudian di Los Angeles International Airport, seorang agen FBI mendapat keterangan dari seorang pengemudi taksi. Katanya, pengemudi itu pernah mengangkut beberapa pria sekaligus dari bandara ke sebuah alamat di South Gates tidak lama setelah pesawat United Airlines flight #73 mendarat tanggal 15 Maret.
Dari foto yang diperlihatkan kepadanya, sopir taksi itu mengenali Amil Dinsio dan Charles Mulligan sebagai dua di antara penumpang yang diangkutnya. Alamat yang disebutkannya di South Gates itu ternyata rumah adik perempuan Amil Dinsio. Wanita itu tinggal bersama suaminya dan anak mereka, Ronald Barber.
Agen FBI tidak mau menanyai keluarga itu dulu. Mereka malah menanyai motel-motel sekitar tempat itu untuk menemukan di mana pria-pria yang dicurigai itu menginap pada saat berada di Kalifornia.
Pemilik Jubilee Motor Inn, Jack Cherniss, menyatakan pernah menerima tamu bernama Tuan dan Ny. A. Dinsio dari Poland, Ohio, dan Tuan Charles Mulligan dari Poland, Ohio pula. Namun menurut catatannya, mereka bukan menginap tanggal 15 Maret dan seterusnya, tetapi pertengahan Februari sampai awal Maret 1972.
Dari catatan motel diketahui Dinsio menelepon dari kamarnya ke sebuah nomor di Tustin, Kalifornia. Nomor itu ternyata milik seseorang bernama Earl Dawson, bekas penduduk Youngstown, Ohio.
Sidik jari di piring kotor
Awal Juni seorang agen FBI yang mencari-cari keterangan pada Bond Realty Company mengenai rumah-rumah yang disewakan ternyata mendapat keterangan bahwa Ronald Lee Barber membayar kontan ongkos sewa sebuah apartemen dekat Lapangan Golf El Niguel, yang bisa mulai ditempati tanggal 6 Maret dan berakhir sewanya awal Juni.
Letak apartemen itu tidak sampai 2 km dari Laguna Niguel Bank. Agen itu meminta surat izin menggeledah, lalu apartemen itu diperiksa dengan teliti.
Semua sidik jari sudah dihapus. Rupanya bekas penghuni lupa memijat tombol mesin pencuci piring. Piring kotor masih bertumpuk di tempat itu dan di piring-piring itu polisi menemukan sidik jari lima orang.
Lima orang itu ialah Amil Dinsio, James Dinsio (saudaranya), Charles Mulligan (ipar Amil), Phillip Christopher, dan Harry Barber (keponakan Dinsio dan saudara Ronald).
Tanggal 31 Mei, Ronald Barber dan ibunya mendapat panggilan tertulis untuk menghadap juri agung federal di Pengadilan Los Angeles.
Sehari kemudian agen FBI mendatangi rumah Earl Dawson di Tustin. Dawson adalah orang yang ditelepon oleh Amil Dinsio dari kamarnya ketika Dinsio menginap di Jubilee Motor Inn. Dawson tidak ada di rumah. Kata para tetangga, mungkin sedang ada di bar.
Sebelum tengah hari Dawson sudah bisa ditemui di sebuah rumah minum. Agen FBI tidak tahu, Dawson ini anggota komplotan atau bukan. Jadi, dengan hati-hati ia diminta pulang ke ramahnya untuk berbicara dengan agen FBI.
Ketika ditanyai perihal Charles Mulligan dan perampokan di Laguna Niguel, Dawson jadi gemetar. Ia kenal Mulligan. Temannya itu beberapa kali berkunjung ke rumahnya pada bulan Februari dan Maret. Mulligan juga meninggalkan sebuah Oldsmobile di garasi Dawson. Namun, ia tidak tahu-menahu urusan perampokan bank.
Oldsmobile? FBI menanyai lebih jauh dan Dawson menceritakan apa yang diketahuinya. Bulan Februari ia kedatangan Charles Mulligan, seorang teman yang dulu dikenalnya sejak dua puluh tahun yang lalu di Youngstown. Mereka bersekolah bersama-sama dan masuk AU bersama-sama pula.
Setelah empat tahun di AU, Dawson pindah ke AL, sedangkan Chuck (panggilan bagi Charles Mulligan) mencari jalan sendiri. Dawson tidak tahu Mulligan keluar-masuk penjara dan kemudian menjadi tukang cukur.
Tanggal 20 Februari Mulligan menelepon Dawson yang tinggal di Tustin, Kalifornia. Kedua orang yang sudah lama tidak bertemu itu mengobrol. Dawson menceritakan kariernya di AL, pernikahannya, dan bahwa ia pensiun pada tahun 1971.
Mereka berjanji akan bertemu sejam kemudian di Lynwood Motel. Di situ kedua orang itu minum-minum di bar, lalu kembali ke rumah Dawson. Dawson mengantar temannya ke Jubilee dan mereka minum lagi di bar sampai lewat tengah malam, lalu Dawson pulang. Selama tiga minggu berikutnya mereka masih sering bertemu.
Tanggal 9 atau 10 Maret, Mulligan keluar dari Jubilee. Ia menitipkan Oldsmobile-nya pada Dawson selama tiga minggu. Dawson menyuruh mobil itu diparkir di tepi jalan, tetapi Mulligan memaksa agar mobil itu disimpan di garasi. Dawson akhirnya setuju. Menurut Mulligan, ia akan kembali ke Ohio.
Dawson menyatakan ia sama sekali tidak tahu-menahu dengan perampokan bank yang dilakukan oleh temannya itu. Untuk membuktikannya ia mau membantu FBI. Telepon berdering. Ternyata Charles Mulligan menelepon Dawson.
Ia sedang berada di Chicago. Katanya, ia akan tiba beberapa jam lagi untuk mengambil Oldsmobile yang dititipkannya. Suaranya gugup. Mungkin ia ketakutan, karena mengetahui Ronald Barber dipanggil ke pengadilan.
Mulligan berkata kepada Dawson, kemungkinan ia diikuti, tetapi akan berusaha mengecoh orang-orang yang membuntutinya. Selama percakapan itu agen FBI dipersilakan oleh Dawson untuk ikut mendengarkan.
"Di mana kita akan bertemu?" tanya Mulligan. Akhirnya dipilih sebuah bar di dekat rumah Dawson, Walnut Room.
Bubuk cabai untuk mengenyahkan anjing
Setelah percakapan selesai, agen FBI mulai percaya Dawson memang tidak ikut merampok. Agen itu cepat-cepat menelepon ke kantornya untuk minta izin menggeledah Oldsmobile di garasi Dawson. Surat perintah penggeledahan ditandatangani pukul 20.00, dan sekelompok agen khusus segera membuka mobil.
Di balik karpet yang menutupi lantai mobil, ternyata ada tempat berisi peralatan maling, radio dua arah, senapan, alat pengatur oksigen, sarung tangan kerja berwarna coklat, dan juga bubuk cabai untuk membuat anjing pelacak segan mengendus-endus. Ditemukan juga tiga uang emas yang masih terbungkus dalam plastik pelindungnya.
Benda-benda yang ditemukan daftarnya sampai 4 halaman ketik. Amil Dinsio yang hati-hati itu rupanya lupa menyeka batu baterai dalam lampu senter yang ditaruh di mobil itu. Di situ dengan jelas tertera satu set sidik jarinya.
Pada saat sejumlah detektif menggeledah mobil itu, sejumlah detektif lain dan wakil sheriff pergi ke Walnut Room. Mereka duduk-duduk santai di tempat yang strategis di rumah minum itu. Dawson duduk di bar.
Sesaat sebelum pukul 23.00 Mulligan masuk. Ia duduk di sebelah Dawson dan bertanya apakah tempat itu aman atau mencurigakan.
Mereka bercakap-cakap, lalu Mulligan menanyakan kalau-kalau ada danau di dekat tempat itu. Ia ingin membuang sejumlah peralatan. Mula-mula Dawson berlagak pilon, tetapi kemudian ia mendapat kesempatan untuk bertanya.
"Chuck, memang kau ikut menggondol AS $ 2 juta dari Laguna Niguel itu?"
"Ah, kau 'kan tahu, bukan AS $ 2 juta, tapi AS $ 5 juta."
"Kau kemanakan benda sebanyak itu?"
"Ya, kalau dijadikan duit 'kan cuma jadi 13–18% dari nilai sebenarnya."
"Berapa orang yang ikut?"
"Enam tambah dua."
Lewat tengah malam, Dawson mengajak Mulligan menginap di rumahnya. Baru saja melangkah ke luar dari tempat itu, Mulligan diciduk.
Celakanya, penangkapannya bocor dan ramai disiarkan koran-koran, sehingga Harry Barber
sempat kabur, dan baru tertangkap 8 tahun kemudian. Rekan-rekannya tidak seberuntung itu. Ronald Barber cuma sempat bersembunyi sampai tanggal 15 Januari 1973. FBI menemukannya di sebuah apartemen di Rochester, New York.
Philip Christopher, Amil Dinsio, dan James Dinsio mengira tidak cukup bukti untuk menghukum mereka. Jadi, mereka tinggal di rumah. Mereka tidak tahu sidik jari mereka ditemukan di piring bekas makan di apartemen sewaan.
Anak kecil menemukan gepokan uang
Tanggal 20 Juni 1972, agen-agen FBI mendekati apartemen Christopher dengan hati-hati. Mereka khawatir maling kawakan itu menembak. Seorang wanita muda (wanita yang hidup bersama Christopher), menyatakan Christopher tidak ada di rumah.
la sedang mengantar anaknya ke sekolah. Namun, para agen tidak percaya. Apartemen itu digeledah. Christopher dijumpai di kamarnya, cuma memakai celana piyama.
Di lemari pakaiannya dijumpai kantung plastik seperti yang dipakai di Laguna Niguel. Di dalamnya ada beberapa gepok uang dolar AS yang masih dilipat pita kertas. Beberapa bahkan memakai stempel kasir Second National Bank cabang Lordstown, Warren.
Jumlah uang yang ditemukan di situ AS $ 32.420. Beberapa uang lima dolaran yang tidak termasuk dalam gepokan ternyata sama nomor serinya dengan uang yang dicatat oleh wanita nasabah Laguna Niguel.
Christopher disuruh memakai celana, lalu diangkut ke kantor polisi.
Lima hari kemudian, tanggal 26 Juni, seorang anak laki-laki yang sedang menggali tanah ternyata menemukan sebuah kotak plastik di seberang tempat kediaman Amil Dinsio di Boardman, Ohio. Di dalamnya ada uang sebanyak AS $ 98.600.
Keesokan harinya Amil Dinsio diciduk di rumahnya. Di sakunya ada uang AS $ 537. Rumahnya digeledah. Di situ ditemukan mata uang perak yang dicuri dari Laguna Niguel dan uang lembaran 20 dolar, yang secara positif dikenali berasal dari bank itu.
Beberapa bulan kemudian di Boardman, agen FBI menemukan kupon berisi surat-surat berharga senilai AS $ 2,6 juta. Sebelumnya seorang pekerja bangunan menemukan surat-surat berharga senilai hampir AS $ 1 juta di tanah kosong dekat Laguna Niguel. Jadi, hasil rampokan yang berhasil ditemukan lagi hampir AS $ 4 juta.
James Dinsio, saudara Amil, tertangkap bulan Februari 1973. Mereka baru diadili pada bulan September, karena banyaknya informasi yang harus disortir dan dikatalogkan.
Minta foto sebuah kamar hotel
Sebelum diadili, di penjara Los Angeles County, Dinsio bersahabat dengan seorang maling lain yang sedang menjalani hukuman setahun penjara, Richard Arthur Gabriel. Amil Dinsio "mengajari" pelbagai cara perampokan bank yang pernah dilakukannya.
la juga mengaku merampok Laguna Niguel. Diceritakannya bagaimana caranya ia membungkamkan bel, melumpuhkan alarm ruang besi, dan meledakkan ruang besi supaya ada lubang untuk masuk.
Secara mendetail dijelaskannya bagaimana mereka mempergunakan radio untuk memonitor kegiatan polisi dan menyembunyikan peralatan mereka di mobil Mulligan.
Sebagai imbalan ia minta tolong. Gabriel disuruh membujuk pemilik sebuah apartemen atau motel yang mau menuliskan dalam buku catatannya bahwa Amil Dinsio terdaftar sebagai penginap di apartemen atau motel itu pada saat perampokan terjadi.
Selain itu Gabriel diminta mencarikan seorang wanita yang mau bersumpah bahwa ia berada bersama Dinsio pada saat itu. Sebagai upah, Dinsio akan memberi Gabriel surat-surat berharga senilai AS $ 20.000 yang bisa diuangkan.
Karena merasa tugas itu besar risikonya (atau mungkin juga ia ingin mengambil hati pihak yang berwenang agar dibebaskan), Gabriel tidak melaksanakan pesanan-pesanan Dinsio. Sebaliknya, lewat perantara ia minta bertemu dengan seorang agen FBI.
FBI ingin mendengar informasi dari Gabriel, tetapi mereka bisa diserang pembela Dinsio kelak. Jadi, mereka mengatur agar kemungkinan itu jangan sampai terjadi. Mereka meminta Gabriel jangan mengajukan pertanyaan apa-apa pada Dinsio, tetapi bersikap sebagai penerima informasi saja.
Tanggal 14 Agustus Richard Gabriel dilepaskan dari penjara dan tidak lama kemudian Amil Dinsio dibebaskan dengan jaminan AS $ 250.000. Jaminan itu diberikan oleh keluarganya yang mempergunakan realestat pribadi sebagai tanggungan.
Gabriel meyakinkan Amil Dinsio bahwa ia sanggup melaksanakan keinginan kawannya itu untuk membuat alibi. Ia memberi Amil suatu nomor telepon. Amil diminta menelepon orang itu yang dikatakan berada di Frontier Hotel, Las Vegas. Dalam pembicaraan telepon orang itu menyanggupi membuat alibi untuk Amil.
Setelah berunding mengenai jumlah imbalan, Amil minta foto kamar yang dimaksudkan dari luar dan dalam, ia juga ingin tahu siapa saja para penghibur di hotel itu pada saat ia dikatakan menginap di sana. Ia juga tidak lupa menanyakan rupa tirai di kamar mandi. Kalau ditanyai pengadilan kelak, ia akan bisa menjawabnya.
Amil Dinsio tidak tahu ia ditipu. Orang yang diteleponnya itu agen FBI dan pembicaraan mereka direkam.
Gabriel sementara itu tetap berhubungan dengan Amil. Ia mendengar Amil bermaksud membunuh Earl Dawson supaya tidak bisa memberi kesaksian. Gabriel memberitahu hal itu kepada FBI. Penjagaan dilakukan terhadap Dawson dan istrinya. Ternyata tidak terjadi apa-apa.
Dalam persidangan Earl Dawson diserang gencar oleh pembela. Namun, ketika Richard Gabriel diajukan, pembela mati langkah. Tanggal 20 November 1972 Amil Dinsio, Charles Mulligan, dan Philip Christopher masing-masing dijatuhi hukuman penjara 20 tahun.
James Dinsio dan Ronald Barber diadili secara terpisah, masing-masing menerima hukuman 5 dan 10 tahun penjara. Harry Barber setelah menjadi buronan selama 8 tahun, akhirnya ditangkap di Brookville, Pennsylvania, tanggal 12 Mei 1980.
(Robert R. Rosberg)
" ["url"]=> string(76) "https://plus.intisari.grid.id/read/553309337/pintu-ruang-besi-bank-itu-macet" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1654279854000) } } }