Intisari Plus - Kota Berlin digemparkan dengan kasus penculikan salah satu anggota Merkel Sisters. Setelah ditelusuri, beberapa saksi mengatakan bahwa penculiknya mirip dengan Tsar Nikolas II.
----------
Seluruh kota Berlin gempar, ketika tanggal 21 November 1908 seorang anggota Merkel Sisters diculik orang!
Merkel Bersaudara ini adalah empat wanita penari berkebangsaan Inggris, yang memukau publik di Berlin karena kerapian langkah tari mereka. Merkel Sisters bisa dipandang pendahulu Revue Girl yang kenamaan dari tahun-tahun 20-an.
Pagi itu anggota rombongan itu yang paling muda tidak muncul untuk melakukan latihan seperti biasanya.
Mary — demikianlah nama gadis itu — malam sebelumnya setelah pertunjukan selesai kembali ke hotel bersama ketiga saudaranya dan langsung masuk ke kamarnya. Ketiga gadis bersaudara itu sangat menjaga nama baik mereka. Sehabis pertunjukan, tidak pernah keluyuran. Keesokan paginya Mary masih sarapan di kamar, seperti biasanya. Tapi setelah itu, ia lenyap!
Kegelisahan semakin memuncak ketika malam itu Mary belum juga kembali. Ketiga saudaranya terpaksa mengadakan pertunjukan tanpa dia. Ketiga kakaknya memohon pada direksi Wintergarten, yaitu gedung tempat mereka mengadakan pertunjukan, agar menghubungi polisi.
Kedua polisi yang memeriksa bersikap skeptis. Mereka tidak bisa membayangkan penari yang cantik-cantik seperti mereka mengaku tidak punya kenalan pria. Jadi polisi curiga, jangan-jangan kejadian itu cuma siasat pemasaran belaka untuk menarik perhatian masyarakat.
Karenanya pengusutan pada mulanya berjalan dengan tersendat-sendat. Ketika beberapa hari sudah berlalu dan gadis yang hilang itu tidak muncul-muncul juga, barulah beberapa petugas disuruh melakukan pengusutan lebih lanjut. Tindakan itu antara lain juga terdorong oleh pemberitaan yang dimuat dalam koran-koran.
Pengusutan berpangkal pada dugaan yang paling logis. Inspektur Zimmermann yang diserahi tugas itu membayangkan, apakah yang akan dilakukan seorang gadis yang juga penari, apabila ia dikekang begitu ketat? Pasti ia sekali-sekali ke pinggir juga mengenal kehidupan kota besar seperti Berlin. Dan itu paling enak dilakukan jika ditemani seorang pria.
Tapi baik rekan-rekan seniman di Wintergarten mau pun para pengawal hotel tempat Mary Merkel menginap, belum pernah melihatnya bersama seorang pria. Kemudian pengusutan dilanjutkan di sebuah kafe di pojok jalan, tempat para seniman Wintergarten biasa berkumpul. Lalu diteruskan ke berbagai klub malam yang terdapat di sepanjang Friedrichstrasse.
Tetapi di mana-mana tidak ada yang merasa pernah melihat Mary Merkel, walau polisi tidak bosan-bosannya menunjukkan foto gadis itu. Pencarian lantas diteruskan ke barat, ke tempat-tempat umum sekitar Kurfurstendamm. Akhirnya sampai di Romanisches Cafe. Ternyata justru di tempat yang sama sekali tak terduga-duga itu akhirnya ditemukan jejaknya. Kepala pelayan ingat bahwa pada tanggal 21 November siang ia berbicara dengan Mary Merkel.
“Saya ingat sekali karena kami berbicara dalam bahasa Inggris,” kata pelayan restoran itu. “Ia bertanya pada saya tentang keadaan kafe serta para tamunya dan terutama tentang masing-masing seniman yang tampil di sini. Kelihatannya wanita itu sedang menunggu seseorang. Dan kemudian memang datang seorang laki-laki padanya.”
“Anda masih bisa mengingat orang itu dan menyebutkan bagaimana rupanya pada kami?” tanya Inspektur Zimmermann.
Pelayan itu mengingat-ingat sebentar, “Saya cuma ingat bahwa ia juga berbahasa Inggris — tapi nanti dulu! Masih ada lagi yang saya ingat ya, saya tahu lagi sekarang. Orangnya agak mirip tsar Rusia dan bercambang seperti pemimpin Kekaisaran Rusia itu.”
Itu merupakan petunjuk yang bisa dijadikan pegangan. Soalnya, zaman itu orang Jerman kebanyakan tahu bagaimana tampang Nikolas II. Juru gambar di kantor pusat pasti bisa membuat gambarnya.
“Anda kenal laki-laki itu?” usut Zimmermann lebih lanjut.
“Saya setidak-tidaknya belum pernah melihatnya di sini. Tapi mungkin ada rekan saya yang ingat”
Zimmermann menunjukkan foto Mary Merkel pada para pelayan ditambah dengan keterangan mengenai pria yang menemaninya di situ. Tapi para pelayan itu tak seorang pun yang merasa pernah melayani pria yang dilukiskan.
Sekembalinya di kantor pusat, Zimmermann langsung meminta pada juru gambar agar dibuatkan wajah seorang pria yang mirip Tsar Nikolas II. Dengan gambar itu ia kemudian kembali ke Romanisches cafe.
“Janggutnya lebih gelap warnanya,” kata kepala pelayan yang ditanyai. “Kumisnya tidak sebegitu lebar sedang janggutnya dicukur pada dua tempat. Tapi selebihnya, menurut pengamatan saya sudah persis.”
Gambar yang sudah dikoreksi dimuat dalam koran-koran bersama foto Mary Merkel, juga dipasang pada papan-papan pengumuman.
Beberapa jam saja setelah dimuat dalam koran, seorang kusir kereta kuda menelpon untuk melaporkan bahwa dua hari yang lalu ia mengantarkan kedua orang itu, dari Wielandstrasse ke Bahnhof Zoo, jadi ke stasiun dekat kebun binatang. Kusir itu diminta agar segera datang ke kantor pusat. Tetapi ia tidak bisa memberikan keterangan lebih lanjut.
Ia lantas diajak polisi ke Wielandstrasse. Ternyata ia masih ingat, ke rumah mana ia waktu itu diminta datang. Papan nama losmen yang terpasang di pintu masuk, menunjukkan di mana mereka harus mulai dengan penyelidikan lebih lanjut.
Ternyata orang-orang di losmen belum membaca koran hari itu. Tetapi bisa diberikan keterangan bahwa sampai belum lama berselang di tempat itu menginap seorang tuan berkebangsaan Rusia. Namanya Zaharov. Teman wanita tuan itu juga ikut dengannya selama beberapa hari. Tapi tiba-tiba wanita itu jatuh sakit dan terpaksa tinggal di tempat tidur terus. Wanita itu berbangsa Inggris.
Inspektur Zimmermann langsung tertarik. Apa-apaan lagi ini? Miss Merkel seorang penari, jadi kondisi fisiknya tentu sempurna. Sedang menurut informasi yang diperoleh, gadis itu selama hari-hari belakangan tidak menampakkan gejala-gejala akan sakit. Di sini ada sesuatu yang tidak beres!
“Anda ingin memeriksa kamar yang disewa?” tanya wanita pemilik losmen. Hari sebelumnya hari Minggu, jadi kamar itu belum dirapikan lagi untuk tamu berikut. Hanya kamar yang dipakai tuan Zaharov saja yang sudah dibereskan dan sudah dipakai tamu lain.
Ketika Zimmermann memasuki kamar yang ditempati wanita yang mestinya Mary Merkel, ia agak kaget. Kamar itu kocar-kacir keadaannya. Tempat tidur acak-acakan, kedua lemari yang ada di situ terbentang lebar pintu-pintunya. Dan di lantai terserak sobekan kertas. Keadaan begitu hanya mungkin jika kepergian dilakukan dengan sangat tergesa-gesa.
Zimmermann lantas menanyakan pada pelayan yang bertugas membereskan kamar-kamar, apakah ia sering mendengar kedua tamu itu bertengkar. Dengan agak ragu, gadis pelayan itu mengangguk.
“Tapi saya tidak memahami kata-kata yang diucapkan tamu yang wanita,” katanya. “Ia berbicara dalam bahasa asing. Tapi tuan Zaharov selalu berhasil menenangkannya kembali lalu wanita itu pulas lagi. Sering sepanjang hari saya tidak bisa masuk ke dalam kamarnya karena ia tidur terus.”
Keterangan pelayan itu kedengaran aneh. Inspektur Zimmermann meneliti kamar dengan lebih saksama lagi. Di bak cuci ada sebuah botol berwarna cokelat, mirip yang biasa dipakai apotek. Dipegangnya botol itu dengan hati-hati pada bagian leher dan dimasukkannya ke dalam tas. Setelah itu sobekan-sobekan kertas yang terserak di lantai dikumpulkan. Pada beberapa di antaranya nampak angka-angka serta beberapa potongan kata dalam bahasa Inggris. Semuanya akan diperiksa di laboratorium.
Ternyata potongan-potongan kertas itu merupakan bagian dari sepucuk surat yang kelihatannya dialamatkan pada salah satu bank. Tapi baik nama bank maupun uang yang tertera tidak bisa diketahui.
Inspektur Zimmermann kembali menanyai ketiga bersaudara Merkel yang masih menunggu adik mereka di Berlin. Dari mereka Zimmermann mendapat informasi yang membuat perasaannya tidak enak. Mary, yang berpendidikan di bidang perdagangan, ternyata merupakan bendahara grup penari itu. Ia yang mencatat uang yang masuk dan keluar. Ia juga yang mengelola kekayaan mereka yang disimpan di Barkley Bank di London. Jangan-jangan Zaharov ingin menguasai harta itu, pikir Zimmermann.
Ia langsung bertindak cepat tanpa mengikuti alur birokrasi yang biasa. Ia mengirim kawat ke bank Inggris bersangkutan untuk menyarankan agar membekukan simpanan Merkel Sisters di bank itu.
Jawaban yang datang beberapa jam kemudian membenarkan dugaan Zimmermann yang paling buruk! Peringatannya datang terlambat. Tiga hari sebelumnya telah dipindahkan uang sebanyak 1.000 poundsterling ke Deutsche Bank.
Dengan segera Zimmermann menelepon Deutsche Bank. Tapi jawaban yang akan didengarnya sudah diduga lebih dulu olehnya. Uang itu sudah diambil sedang tanda penerimaan ditandatangani oleh orang yang bernama Mary Merkel.
Inspektur Zimmermann jengkel setengah mati. Semuanya terjadi hari Sabtu pagi, sebelum berita penculikan gadis itu dimuat di koran-koran dan dipasang di papan pengumuman di mana-mana! la pergi ke Deutsche Bank. Di sana ia mendapat keterangan bahwa Mary Merkel datang bersama seorang laki-laki, yang menurut indentifikasi jelas Zaharov.
Zimmermann benar-benar bingung saat itu. Tidak sampai setengah kilometer dari tempat ketiga kakaknya menunggu dengan bingung, Mary yang katanya sakit itu muncul di bank, bersama laki-laki yang mungkin menculiknya. Dan tak seorang pun di bank mengenal mereka. Setelah mengambil uang, keduanya kembali ke Wielandstrasse. Dan Mary Merkel ikut saja, tanpa perlawanan sedikit pun. Setelah itu barulah mereka buru-buru berangkat ke Bahnhof Zoo, di mana jejak keduanya lenyap. Zimmermann mengumpat-umpat.
“Masa mereka menghilang begitu saja,” katanya.
Ia menyebarkan pengumuman mengenai hilangnya gadis itu lewat administrasi jawatan kereta api, pada para petugas semua kereta yang berangkat dari stasiun itu. Kemudian pengumuman itu juga dipasang di segala stasiun. Tapi sia-sia. Tidak ada laporan masuk.
Dr. Fehrenbach dari laboratorium kimia datang pada Inspektur Zimmermann untuk menyerahkan hasil analisanya.
“Saya telah memeriksa isi botol cokelat yang Anda serahkan waktu itu,” katanya. “Hasilnya aneh! Saya menemukan sisa-sisa cairan pentatol dan karbamin, suatu campuran yang belum pernah saya jumpai sebelum ini. Apa efek campuran itu, perlu saya selidiki dulu dengan beberapa bahan bacaan yang ada. Hanya dari asam karbamin yang ada dalam larutan itu saya menduga bahwa larutan itu mempunyai efek bius.”
Inspektur Zimmermann lantas menceritakan laporan pelayan losmen pada dr. Fehrenbach.
“Ini benar-benar aneh,” kata ahli kimia itu kemudian, sambil merenung. “Saya dulu bekerja sebagai dokter angkatan laut di Tiongkok tahun 1900, ketika di sana pecah pemberontakan. Secara kebetulan saya mendapat keterangan dari seorang rekan bangsa Inggris: dengan campuran scopolamin dan morfium orang bisa dibius sehingga tidak berdaya. Jangan-jangan larutan itu juga begitu efeknya! Saya pernah membaca entah di mana bahwa orang Indian daerah Rio Grande bisa membuat minuman yang membuat orang lupa diri dari kaktus. Setelah mendengar Anda tadi tentang keadaan Mary Merkel, saya akan berusaha mencari artikel itu kembali. Mungkin dengan bantuan artikel itu pemeriksaan kita bisa diteruskan.”
Zimmermann menatapnya dengan sangsi. Dari mana Zaharov bisa memiliki pengetahuan khusus itu. Tapi dr. Fehrenbach menggeleng.
“Dalam bidang kami, tidak ada yang tidak mungkin,” katanya. “Saya berterima kasih atas informasi Anda sehubungan dengan keadaan penyakit gadis yang hilang itu. Saya memang belum melakukan analisa mengenai kemungkinan adanya meskalin dalam larutan itu karena saya tidak melihat ada hubungannya. Tapi kelihatannya gadis itu dibius. Sedang minuman yang dibuat orang Indian di Rio Grande itu mengandung zat meskalin. Saya akan melakukan penelitian lebih lanjut ke arah itu.”
Dr. Fehrenbach pergi tetapi tak sampai sejam kemudian sudah kembali membawa sebuah buku tebal. “Sudah kukira aku pernah membacanya,” serunya dengan gembira. “Dalam buku ini rekan H. Heffter memberitakan tentang gejala-gejala aneh yang dilihatnya pada orang yang terbius karena zat meskalin. Orang itu menjadi seperti tidak punya kemauan. Dengan gampang sekali bisa dipengaruhi dan mau disuruh melakukan apa saja. Lalu yang lebih penting lagi, saya menemukan jejak meskalin dalam larutan yang masih tersisa dalam botol cokelat itu!”
Zimmermann kaget mendengar kata-kata itu. Dr. Fehrenbach melanjutkan:
“Masih ada satu lagi, yang sebetulnya tidak termasuk bidang saya. Nama Zaharov itu menurut saya palsu. la bukan orang Rusia. Jadi Anda coba saja menyelidiki lebih lanjut dengan memakai sidik jari yang ditemukan. Mungkin saja orang itu berbangsa Inggris, kenalan lama Mary Merkel. Kabarnya di London sudah ada kumpulan sidik jari. Coba saja Anda meminta Scotland Yard menyamakan bekas jari yang ditemukan pada botol itu.”
Setelah itu dr. Fehrenbach hendak pergi lagi. Tapi sesampai di pintu ia berhenti sebentar.
“Masih ada satu lagi. Hampir saya lupa mengatakannya. Orang yang mengaku bernama Zaharov itu harus seorang ahli kimia atau setidak-tidaknya luas pengetahuannya di bidang itu. Anda coba tanya apotek-apotek, barangkali ada yang belum lama berselang menjual preparat yang mengandung asam pentatol atau karbamin. Perlu juga ditanyakan ke perusahaan-perusahaan yang menyalurkan obat-obatan. Karena menurut dugaan saya orang itu ahli kimia, ia bisa saja memperoleh bahan itu di sana. Tapi meskalin tidak dijual di sini. Mestinya ia memperolehnya dari Meksiko. Atau mungkin Texas.”
Penyelidikan Inspektur Zimmermann dengan segera membawa hasil. Zaharov ternyata memang mendatangi sebuah apotek, yaitu Elisabeth-Apotheke dekat Hallesches Tor. Di situ ia mengaku dokter dan meminta agar diberikan asam pentatol dan karbamin, yang diperlukannya untuk suntikan narkose.
Permintaan informasi menyangkut sidik jari pada pihak Scotland Yard ternyata tidak segampang yang diperkirakan dr. Fehrenbach. Waktu itu belum ada badan kepolisian internasional macam Interpol. Hanya lewat saluran diplomatik saja bisa diperoleh informasi kepolisian. Tapi lewat saluran itu, persoalan memakan waktu agak lama.
Sebelum polisi di Berlin menerima jawaban dari Scotland Yard apakah laki-laki yang dicari itu tercatat dalam dosir mereka, dari Leipe di Spreewald masuk laporan yang mengejutkan. Seorang wanita asing ditemukan di sana dalam keadaan seperti linglung. Wanita itu dikeluarkan dari sebuah mobil dan ditinggalkan di situ. Dokter yang buru-buru dipanggil dengan segera mengangkutnya ke rumah sakit di Lübben. Laporan itu disertai pemaparan ciri-ciri jelas wanita itu karena padanya sama sekali tidak ditemukan surat-surat indentifikasi.
Begitu Inspektur Zimmermann menerima laporan itu, dengan segera ia menelepon ketiga kakak-adik Merkel, lalu menjemput mereka di hotel untuk kemudian diajak naik kereta api ke Lübben.
Dan di sana harapan mereka terkabul! Gadis yang diserahkan ke rumah sakit ternyata memang Mary Merkel. Tapi ia tidak mengenali ketiga kakaknya yang datang. “Efek obat bius yang memengaruhi kesadarannya lenyap dengan pelan sekali,” kata dokter. “Masih beberapa hari lagi baru ia bisa ditanyai.”
Tapi pemeriksaan polisi yang pertama terhadapnya kemudian langsung menyibakkan beberapa hal yang menarik. Ternyata pada pagi hari tanggal 21 November itu Mary Merkel disapa seorang laki-laki di ruangan depan hotel tempatnya menginap. Ia berkenalan dengan laki-laki itu di rumah bibinya di London, beberapa waktu sebelum peristiwa itu.
Saat keduanya berjumpa di hotel, Mary sebetulnya hendak berbelanja. Laki-laki itu menawarkan diri untuk mengantar. Mary menerima tawaran itu karena ia sendiri tidak bisa berbahasa Jerman. Sedang laki-laki itu, yang ternyata Zaharov, lancar berbahasa Jermannya. Dan dengan segera ternyata Zaharov besar sekali jasanya. Ia bukan saja mengenal baik kota Berlin, tapi juga tahu mana toko-toko yang baik.
Ia menyarankan pada Mary Merkel agar pakaian dibeli di daerah barat saja dan jangan di Friedrichstrasse. Kemudian mereka naik kereta kuda menuju Kurfurstendamm. Di sana Mary berbelanja. Kemudian diajak makan-makan oleh Zaharov di sebuah restoran besar. Sehabis makan Zaharov meminta agar Mary Merkel menunggu sebentar di Romanisches kafe yang letaknya tidak jauh dari restoran itu, sementara ia pergi untuk mengurus sesuatu. Kata Zaharov di kafe itu sering mampir seniman-seniman yang menarik.
Belum lama Mary menunggu di situ, Zaharov sudah kembali lagi. Setelah itu mereka masih minum segelas sherry. Tapi tiba-tiba Mary merasa tidak enak badan. Zaharov menganjurkan agar cepat-cepat pergi ke dokter. Mereka berangkat dengan terburu-buru. Mary masih bisa ingat bahwa pengiringnya itu memanggil kereta kuda dan mereka naik kereta itu.
Setelah itu hanya samar-samar saja teringat olehnya bahwa tahu-tahu ia terbangun di suatu tempat tidur. Zaharov ada di sampingnya. Laki-laki itu menyuruhnya cepat-cepat minum obat supaya bisa segera diantar kembali ke hotel.
Itulah kejadian terakhir yang masih bisa diingatnya. Mary Merkel dengan keras membantah bahwa ia pergi ke bank untuk mengambil uang.
Inspektur Zimmermann masih berusaha mengorek keterangan lebih banyak. Tapi sia-sia. Mary Merkel tidak mampu mengingat apa-apa lagi setelah itu. Zimmermann sampai mulai menduga, jangan-jangan yang mengambil uang itu wanita lain. Zaharov jelas penjahat ulung. Baginya tentu tidak sulit untuk mendapat pembantu yang wajahnya bisa dibikin mirip dengan foto Mary Merkel di paspornya. Kecuali itu pegawai bank tidak pernah terlalu cermat meneliti orang-orang yang berurusan di situ.
Pokoknya, tanda tangan pada cek sebagai tanda penerima uang yang diambil, tampak agar bergetar dan tidak lancar. Tapi mungkin juga itu disebabkan karena pengaruh obat bius.
Semuanya bisa dijelaskan apabila pelakunya berhasil ditangkap. Tapi harapan untuk itu bisa dikatakan nihil, karena jawaban yang ditunggu-tunggu dari London hanya menyatakan dengan singkat bahwa sidik jari yang dikirim tidak tercatat dalam dosir Scotland Yard.
Akte berisi kasus Mary Merkel masih tetap tersimpan dalam laci meja kerja Inspektur Zimmermann. Akhirnya dipindahkan ke bagian arsip dengan catatan “pelaku tidak berhasil ditemukan” serta “pembahasan kembali dalam dua tahun”. Keterangan terakhir diperlukan agar perkara itu tidak sampai kedaluwarsa.
Musim panas tahun 1911 penduduk Berlin digemparkan lagi karena di kota itu terjadi serentetan pembongkaran brankas. Para pencuri terutama mengarahkan operasi mereka terhadap rumah-rumah gadai. Bukan saja uang tunai yang digondol tapi juga benda-benda berharga yang bisa dengan gampang dijual pada penadah.
Para pemilik rumah gadai yang merasa terancam tentu saja tidak tinggal diam. Mereka memasang berbagai peralatan pengaman. Tetapi walau begitu pencuri masih saja berhasil menerobos masuk. Inspektur Huthöfer, kepala bagian pembongkaran dan pencurian di kantor pusat kepolisian di Alexanderplatz setiap kali hanya bisa tercengang saja menghadapi hal itu.
“Kawanan itu bekerja menurut rencana matang,” katanya. “Setiap kesempatan baik mereka pergunakan dan mereka selalu menghilang tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Di tempat kejadian tidak ditemukan bekas-bekas jari karena mereka bekerja dengan sarung tangan. Selama ini di Berlin boleh dibilang belum pernah ada maling yang begitu cermat kerjanya.”
Karena keistimewaan ini para penjahat itu mendapat julukan populer, “Kawanan Maling Siluman”.
Pemilik suatu rumah gadai di Joachimsthaler Strasse paling bingung menghadapi situasi rawan itu. Soalnya, langganannya banyak dari kalangan berada, yang sering menggadaikan perhiasan mereka yang berharga apabila kebetulan di rumah sedang tidak ada uang tunai. Karena itu segala hal yang mungkin dilakukan olehnya untuk membuat tempat usahanya itu seaman mungkin. Tapi kawanan siluman tidak kalah panjang akalnya. Rintangan yang dipasang tidak merupakan penghalang karena mereka memang sama sekali tidak berusaha menerobosnya. Mereka masuk ke ruangan brankas dengan jalan membobol dinding kantor yang letaknya di sebelah!
Tapi mereka tidak mau bersusah payah membongkar brankas kokoh yang baru dibeli untuk mengganti yang lama. Dengan memakai semacam bor mereka membongkar brankas lama karena di situ tersimpan kunci cadangan brankas baru yang berada di sebelahnya. Dengan begitu mereka kemudian bisa membukanya dengan gampang saja.
Hal inilah yang sulit diselidiki keterangannya karena kunci cadangan itu dilekatkan pada sisi atas brankas. Dari luar kunci itu tidak keliatan menempel di situ. Hanya orang dalam saja yang mungkin mengetahui bahwa kunci disimpan di situ.
“Saya benar-benar tidak mengerti,” kata si pemilik rumah gadai itu pada Inspektur Huthöfer. “Orang luar tidak akan mungkin bisa menduganya!”
“Lalu pegawai-pegawai Anda?” tanya Huthöfer.
“Mereka tidak tahu apa-apa! Tapi tentu saja mungkin ada yang secara kebetulan mengetahuinya. Cuma yang membingungkan saya bukan itu saja. Di atas brankas tua kami terletak peti uang yang dipakai sehari-hari. Hanya saya dan pemegang kas saja yang memiliki kunci peti itu. Tapi kenyataannya peti itu dibongkar tanpa malingnya berusaha mencari dulu kuncinya.”
“Mungkin itu cuma kebetulan saja,” kata Inspektur Huthöfer. “Mungkin peti uang itu yang lebih dulu dibongkar.”
“Saya rasa tidak begitu! Mereka bekerja menurut rencana. Pertama-tama diambil dulu kunci cadangan untuk membuka brankas tempat menyimpan perhiasan yang digadaikan. Setelah itu baru peti uang yang dibongkar, untuk mengambil uang yang ada di situ. Kami bisa menaruh uang beberapa ratus mark di situ, gunanya supaya sudah ada uang tunai apabila rumah gadai dibuka. Jumlah yang terbesar baru kemudian kami ambil dari bank dan malam kalau kami tutup, sebagian besar uang tunai kami simpan lagi ke bank.”
Inspektur Huthöfer memeriksa lokasi pembongkaran itu sekali lagi. Diperhatikannya lubang di dinding yang dibobol oleh maling. Di bawah lubang itu nampak debu dan sedikit semen terserak di lantai. Salah seorang dari kawanan maling ketika masuk menginjakkan kakinya pada sampah itu, sehingga meninggalkan jejak sepatu berwarna putih di lantai kayu yang bersih. Terutama jejak sepatu sebelah kanan yang nampak jelas.
“Ini perlu dipotret,” kata Huthöfer kepada petugas indentifikas, “Siapa tahu mungkin nanti ada gunanya!”
Ia pergi ke gang lalu ke kantor perusahaan asuransi yang ruangannya bersebelahan dengan pegadaian. Pintu-pintu kantor itu sederhana saja kuncinya, bisa dibuka dengan kunci maling.
“Siapakah yang mau membongkar kantor asuransi,” kata kepala kantor itu. la meneruskan sambil tersenyum, “Agar tidak terjadi penyalahgunaan dan para wanita yang membersihkan di sini tidak bisa mengacak surat-surat kantor, atas instruksi direksi kami membeli brankas. Tapi Anda lihat sendiri, brankas kami tidak diapa-apakan.”
Rupanya maling itu tahu, di sini tak ada yang bisa mereka curi. Jadi brankas cuma digeser menjauh dari dinding karena di sebuah kursi tersandar di dinding bawah lubang. Rupanya dipakai untuk memanjat masuk ke lubang itu. Di situ pun tampak jejak kaki, tapi sulit dipotret karena jejak itu di atas kain bekleding kursi.
Pada brankas tidak dijumpai bekas jari yang jelas. Satu-satunya yang merupakan teka-teki di tempat itu ialah selembar papan persegi empat yang tersandar ke dinding di samping lubang bobolan. Pada satu sisi papan itu terpasang gelang-gelang pelor. Papan begitu biasanya terdapat di perusahaan-perusahaan mebel. Gunanya sebagai landasan mengangkut perabot yang berat-berat.
Kelihatannya kawanan maling mula-mula berniat memakai papan itu untuk menggeser brankas. Tapi brankas itu ternyata tidak begitu berat. Jadi papan itu tidak jadi dipakai dan kemudian lupa dibawa lagi.
Papan macam begitu tidak begitu banyak jumlahnya di Berlin. Mungkin bisa diusut, perusahaan mana yang kehilangan alat semacam itu, yang tampaknya sudah sering dipakai.
Inspektur Huthöfer meminta agar dibuatkan suatu daftar barang berharga yang dicuri. Di antaranya banyak terdapat arloji yang tercatat nomor serinya. Dengan bantuan nomor-nomor itu, akan bisa cepat diketahui apabila ada di antaranya yang ditawarkan untuk dijual.
Daftar itu keesokan paginya disebarkan pada toko-toko perhiasan, toko-toko arloji dan rumah-rumah gadai. Penyebaran itu tidak terbatas pula pada kota Berlin saja, tapi juga ke kota-kota lain.
Beberapa hari kemudian polisi Hamburg mengirim laporan dengan kawat, bahwa di kota itu ada sebuah arloji curian yang dibawa ke tukang arloji untuk dibetulkan.
Barang itu ternyata arloji kantong yang dihiasi berlian. Yang membawanya untuk dibetulkan, seorang pelaut dari Chili. Tukang arloji yang didatanginya langsung memeriksa daftar barang curian karena merasa aneh bahwa ada pelaut memiliki barang yang begitu berharga. Dan ia menjumpai nomor seri arloji itu dalam daftar barang curian dari rumah pajak di Berlin yang disuruh sebarkan oleh Huthöfer.
Petugas polisi itu langsung menelepon rekannya di Hamburg. Ia minta tolong agar pelaut Chili yang katanya mualim itu diinterogasi. Ia minta agar diambil tindakan cepat karena ia tahu bahwa kapal-kapal asing jarang yang berlabuh lebih dari sehari di Hamburg.
Untungnya saat itu hanya ada satu kapal Chili yang sedang sandar yaitu Ciudad Santiago.
Dengan bahasa Inggris patah-patah mualim memberi keterangan pada polisi bahwa ia membeli arloji kantong curian itu seharga 500 mark dari seorang laki-laki berkepala botak. Mula-mula ia tidak mau. Tapi karena didesak terus, akhirnya arloji itu dibelinya juga. Tapi tidak lama kemudian ketahuan bahwa arloji itu tidak cocok jalannya. Karena itu lantas dibawanya ke tukang arloji untuk dibetulkan.
Mualim itu mengumpat-umpat ketika mendengar bahwa yang dibelinya itu barang curian dari Berlin dan karenanya tidak bisa menjadi miliknya. Bukan itu saja, ia sendiri pun mungkin bisa terlibat dalam tuntutan.
“Bajingan itu penampilannya begitu terhormat, tapi ternyata maling!” umpatnya.
Dari pemeriksaan selanjutnya diketahui bahwa jual beli yang tidak sah itu berlangsung di Tattersall di Grosse Freiheit. Tampang orang yang menjual arloji itu berumur sekitar 40 tahun, kepala agak botak dan berkumis cokelat tua. Bahasa Inggrisnya lancar.
“Tapi ia bukan orang Inggris,” sambung mualim itu. “Ia sendiri bercerita pada saya, sewaktu masih di Rusia ia beternak kuda.”
Tidak terlalu banyak informasi yang bisa disampaikan oleh polisi Hamburg pada rekan-rekan mereka di Berlin. Tapi walau begitu polisi Hamburg diminta juga agar mencari kalau-kalau bisa menemukan seorang laki-laki yang mengaku orang Rusia dan bisa berbahasa Inggris di Reeperbahn, jadi di daerah pelancongan anak kapal yang turun ke darat.
“Untuk sementara orang itu hanya perlu diamati-amati saja,” kata Huthöfer lewat telepon pada rekannya di Hamburg. “Mungkin ia cuma satu dari sekian banyak anggota kawanan yang bertugas menjual barang-barang curian itu. Tapi kami ingin membekuk dalangnya!”
Siasat kawanan maling dari Berlin untuk berusaha menjual barang-barang hasil curian mereka di Reeperbahn merupakan siasat yang sangat licin. Pelaut-pelaut yang mendapat cuti turun ke darat pasti tidak segan-segan membeli arloji berharga dengan murah di situ. Mereka takkan peduli apakah yang dibeli itu barang halal atau tidak. Dan hanya kebetulan saja bahwa salah satu arloji itu sampai di tukang arloji karena rusak.
Dua hari kemudian datang lagi telepon dari Hamburg.
“Kami sudah menemukan orang yang dicari,” kata polisi yang menelepon pada rekannya di Berlin. “Ia mengaku bernama Wollenhagen. Baru saja ia naik kereta api yang berangkat ke Berlin. Dua jam lagi akan tiba di stasiun untuk kereta api yang datang dari barat. Jadi Anda masih mempunyai waktu untuk mempersiapkan pengamatan terhadap dirinya.”
Dengan segera Inspektur Huthöfer mengerahkan orang-orangnya yang terbaik. Pengamatan harus dilakukan sedemikian rupa, jangan sampai ketahuan oleh Wollenhagen.
Orang itu datang tepat pada waktunya di stasiun. la pergi ke Stadtbahn, lalu naik kereta api dalam kota yang menuju ke Friedrichstrasse. Huthöfer ikut naik bersama dua bawahannya.
Wollenhagen turun di halte Jannowitz-Brucke Alexanderplatz. Dengan santai ia berlenggang dan akhirnya masuk ke sebuah rumah minum yang kecil.
Polisi mengamat-amati pintu masuk tempat itu dari agak jauh. Tapi Wollenhagen tidak keluar lagi. Akhirnya Huthöfer masuk ke tempat minum itu. Orang yang diamat-amati ternyata tidak ada lagi di situ. Ia keluar lagi lewat pintu samping!
Polisi kalang kabut, mencari ke mana-mana. Tapi sia-sia, Wollenhagen tetap tidak bisa ditemukan. Beberapa hari berlalu. Jangan-jangan orang itu sudah pergi lagi dari Berlin! Mungkin kembali ke Hamburg?
Inspektur Huthöfer sedang berpikir apakah sebaiknya ia menelepon lagi rekannya di Hamburg untuk menolongnya mencari Wollenhagen di sana. Tahu-tahu telepon di mejanya berdering. Seorang petugas pos polisi di Neukölln hendak menyampaikan laporan.
“Saya baru saja melihat orang yang dicari, masuk ke gedung bioskop Knübbel. Bagaimana, apakah dia saya jemput saja keluar?”
Huthöfer tidak berpikir panjang.
“Jangan, Anda tidak perlu masuk!” katanya. “Nanti saja tangkap sewaktu dia keluar. Saya datang selekas mungkin.”
Tapi baru setengah jam kemudian Huthöfer tiba di depan gedung bioskop di Neukölln itu. Polisi yang tadi melapor tampak berdiri sendiri di trotoar. Jadi rupanya Wollenhagen belum keluar. Huthöfer mengajak polisi itu ke tempat minum di seberang jalan, dari mana mereka bisa mengamat-amati pintu keluar dari gedung bioskop. Menit demi menit berlalu…..
“Itu dia!” seru polisi bawahan Huthöfer dengan tiba-tiba. Ia menuding ke arah pintu bioskop. “Tapi ia membawa tas — padahal tadi tidak!”
Huthöfer kaget, tapi setelah itu langsung mengambil keputusan bertindak.
“Tangkap dia!” perintahnya tegas, lalu cepat-cepat lari menuju gedung bioskop dan masuk ke dalam. Didatanginya wanita yang bertugas mengantar penonton ke kursi masing-masing.
“Polisi!” kata Huthöfer dengan suara pelan. “Coba tunjukkan, di mana tuan yang baru saja keluar tadi duduk!”
Wanita itu menuding salah satu deretan kursi yang letaknya agak ke tengah. Kecuali beberapa wanita, di situ duduk pula seorang laki-laki. Kursi di sebelahnya kosong.
“Di situ ia tadi duduk!”
Huthöfer menghampiri laki-laki yang duduk di samping kursi kosong itu.
“Polisi!” katanya pada laki-laki itu. “Harap ikut saya keluar!”
Laki-laki yang diajak bicara bangkit dengan ragu-ragu. Tapi kemudian berjalan mendahului keluar. Tapi sampai di pintu, dibantingnya pintu itu keras-keras, membentur petugas polisi yang mengikuti dari belakang. Tapi usaha minggat itu sia-sia belaka, karena di luar sudah menunggu polisi yang tadi. Wollenhagen ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri. Tapi belum sampai tiga meter ia lari, dari belakang ia sudah disergap lagi.
Hasil penangkapan itu ternyata sangat menggembirakan. Dalam tas yang dijinjing Wollenhagen ditemukan perhiasan yang dicuri dari rumah gadai. Rupanya ia baru saja menerimanya dari kawannya yang sudah menunggu dalam gedung bioskop.
Dan kawannya itu ternyata bernama Erich Bechmann, seorang pencuri yang sudah berulang kali keluar masuk penjara. Ia selalu memakai sarung tangan pada waktu melakukan pembongkaran. Ia tinggal bersama ibunya di Blankenfelderstrasse. Ia tidur sekamar dengan saudaranya yang bernama Fritz.
Ketika diadakan penggeledahan di situ, polisi menemukan sepasang sepatu karet yang sudah aus.
Tapi yang sebelah kanan pola telapaknya mirip dengan jejak sepatu yang ditemukan di lantai rumah gadai. Ketika diteliti dalam laboratorium, ternyata memang sama. Dengan begitu terbukti bahwa Fritz Bechmann juga ada di tempat kejadian itu, karena sepatu itu miliknya.
Ia bekerja sebagai tukang angkat barang. Papan transpor yang ditemukan di ruangan perusahaan asuransi berasal dari tempat Fritz bekerja dan juga diakui merupakan milik mereka.
Penelitian sidik jari Wollenhagen yang ditahan dengan dakwaan menjadi tukang tadah, memberikan hasil yang sangat mengejutkan polisi. Karena ternyata bahwa sidik ibu jari dan telunjuknya cocok dengan kepunyaan Zaharov, orang yang dicari-cari polisi karena diduga pernah menculik.
Inspektur Huthöfer mempelajari laporan itu. Sambil menggeleng-geleng, diperhatikannya kemudian Wollenhagen yang duduk di hadapannya. Ini kan tidak mungkin, pikirnya. Orang yang dicari itu kan lain sekali tampangnya. Ya, cambangnya yang dulu lebat, bisa saja kini dicukur licin. Begitu pula bagian kepalanya yang botak, dulu bisa ditutup dengan rambut palsu.
Tapi yang tidak dimengerti olehnya, adalah bahwa air mukanya bisa begitu berubah. Rupanya hanya ada satu keterangan untuk itu. Sementara itu Zaharov sudah bertambah gemuk dan hal itu memengaruhi tarikan mukanya.
Wollenhagen membantah keras bahwa ia Zaharov. Apalagi tuduhan bahwa ia ada hubungannya dengan penculikan terhadap Mary Merkel itu ditolaknya mentah-mentah!
Ketika dikemukakan fakta tentang sidik jari yang sesuai, ia masih tetap tidak mau menyerah. Katanya, dalam hal itu juga bisa saja terjadi kemiripan. Akhirnya Huthöfer terpaksa meminta bantuan tenaga ahli di bidang itu.
Pendapat ahli yang diterimanya, bersandar pada penelitian yang dilakukan oleh seorang peneliti bangsa Inggris, Sir Francis Galton. Ia ini berhasil menyelidiki bahwa kemungkinan adanya kesamaan antara dua pola jari pada hakikatnya kecil sekali, yaitu 1:64 milyar! Kalau jumlah penduduk dunia waktu itu meningkat dengan tiba-tiba menjadi 30 kali lipat, barulah ada kemungkinan bahwa ada dua orang yang sama pola jarinya. Jadi dengan kata lain, bisa dibilang mustahil.
Berdasarkan keterangan ahli itu, pernyataan Wollenhagen bahwa ia bukan penculik Mary Merkel berhasil dibantah. Tapi kemudian ketika kamar yang ditinggalinya digeledah, berhasil ditemukan satu barang bukti yang memperkuat tuduhan terhadap dirinya. Di situ ditemukan surat mahasiswa yang sudah tua dari Universitas Riga, yang berasal dan tahun 1888. Selain itu juga sebuah buku catatan kuliah yang mengungkapkan bahwa mahasiswa Ladislaw Metlitzki pernah mengikuti kuliah dan praktikum kimia di universitas itu. Dan pengetahuan tentang ilmu kimia merupakan indikasi penculik Mary Merkel!
Dalam pemeriksaan kedua bersaudara Bechmann diperoleh keterangan lebih lanjut mengenai cara kerja Kawanan Maling Siluman. Terutama berdasarkan keterangan Erich Bechmann, ternyata pemimpin kawanan itu Wollenhagen. Ialah yang mengatur rencana pembongkaran tempat yang akan dicuri.
Mula-mula ia mengadakan pengamatan cermat. Dihubunginya pelayan atau pegawai tempat itu, supaya memperoleh keterangan yang lebih terperinci. Sedang sebelum melakukan pencurian di rumah gadai yang terletak di Joachimsthalerstrasse, ia menyempatkan diri mengajak bicara pemegang kas perusahaan itu. Pegawai itu, seorang wanita berumur 40 tahun yang belum menikah, disapanya di jalan. Lalu diajaknya berkencan. Dan pada saat itulah ia berhasil mengorek segala rahasia yang ingin diketahuinya.
Bahkan Wollenhagen kemudian mendapat ganjaran hukuman ganda, tentunya sudah dapat kita bayangkan.
(Hanz – Walter Gaebert)
Baca Juga: Dikenali dari Suaranya