array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3726801"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/03/31/intisari-plus-318-1990-76-dr-ja-20230331032227.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(118) "Saat menangani kasus pembunuhan Thomas Medley, Asisten Komisaris Mercer dipaksa untuk bertemu dengan dr. Jan Czissar. "
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(112) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/03/31/intisari-plus-318-1990-76-dr-ja-20230331032227.jpg"
      ["title"]=>
      string(36) "Dr. Jan Czissar, Mantan Polisi Praha"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-03-31 15:22:45"
      ["content"]=>
      string(22441) "

Intisari Plus - Saat menangani kasus pembunuhan Thomas Medley, Asisten Komisaris Mercer dipaksa untuk bertemu dengan dr. Jan Czissar. Mantan polisi Praha ini berniat untuk memberikan beberapa pendapat soal siapa pelaku pembunuhan orang kaya itu.

----------

Asisten Komisaris Mercer dari Scotland Yard melirik kartu nama yang ditaruh Sersan Flecker di depannya. Serta merta wajahnya menunjukkan rasa tidak senang. Kartu itu tidak ada alamatnya. Di situ cuma tertulis:

Dr. JAN CZISSAR

Dr. Jan Czissar adalah seorang pengungsi Ceko yang pernah menunjukkan prestasi menakjubkan di bagian penyidikan kriminal polisi Praha. Seminggu yang lalu ia sudah muncul di kantor Asisten Komisaris Mercer, dengan membawa surat perkenalan dari Sir Herbert yang berpengaruh di departemen dalam negeri.

Mercer sungguh tidak senang pada pertemuan seminggu yang lalu itu. Sekarang jelas sekali terbayang dari wajahnya bahwa ia sangat tidak berniat menemui dr. Czissar. Sersan Flecker bisa menangkap perasaan atasannya, jadi ia bertanya. 

“Saya bilang Anda sedang keluar, Pak?” 

Mercer memandang tajam, “Jangan, Sersan. Saya ada, tapi sedang sibuk,” katanya ketus.

 

Dipaksa menerima tamu

Setengah jam kemudian telepon Mercer berdering. 

“Sir Herbert dari departemen dalam negeri ingin berbicara dengan Anda, Pak,” kata operator.

Kemudian terdengar suara Sir Herbert, “Halo, Mercer?” Lalu tanpa menunggu jawaban, “Saya dengar Anda menolak bertemu dr. Czissar.” 

Mercer terhenyak, tetapi bisa menenangkan diri dan buru-buru menjawab, “Saya tidak menolak bertemu dengannya, Sir Herbert. Saya mengirim pesan bahwa saya terlalu sibuk untuk menemuinya.”

Sir Herbert mendengus. “Begini, Mercer. Saya kebetulan tahu bahwa dr. Czissarlah yang berhasil menunjukkan pembunuh-pembunuh Seabourne itu kepada Anda. Saya pribadi tidak menyalahkan Anda dan tidak akan berkata apa-apa kepada Komisaris. Anda ‘kan tidak bisa betul terus. Kebolehan Scotland Yard memang tidak bisa disangsikan. Namun Mercer, Anda dan rekan-rekan Anda mesti mau belajar sedikit dari pakar asing. Orang Ceko ini pandai. Lagi pula ia tidak mau publikasi. Ia tidak mengancam harga diri kalian. Ia berterima kasih kepada negara ini dan ingin sekali membantu. Mengapa tidak kita biarkan ia membantu? Kita ‘kan tidak mau kecemburuan profesional mengalangi kita?”

Mercer gondok sekali. Namun, dengan memaksa diri ia menjawab, “Bukan soal harga diri terancam atau kecemburuan profesional, Sir Herbert. Saat itu, seperti yang sudah diberitahukan kepada dr. Czissar, saya sedang sibuk. Kalau ia mau menulis surat untuk membuat perjanjian, dengan senang hati saya akan menemuinya.”

“Anda memang orang baik. Namun, kita ‘kan tidak mau birokrasi bertele-tele dengan mesti menulis surat segala. Ia ada di kantor saya sekarang. Saya akan mengirim dia ke tempat Anda. Ia ingin sekali berbicara dengan Anda perihal kasus Brock Park. Paling-paling ia hanya akan menyibukkan Anda beberapa menit.”

Mercer menaruh telepon dengan hati-hati, padahal sebenarnya ia ingin membanting benda itu. Cuma saja ia tahu, menuruti dorongan hatinya, telepon itu akan rusak berantakan.

Beberapa saat lamanya ia duduk saja seperti patung. Tiba-tiba ia mengangkat telepon, menghubungi Inspektur Cleat. 

“Cleat, ada Komisaris? .... Bagus. Tolong tanyakan apakah saya bisa bertemu beliau beberapa menit saja. Penting sekali, nih.”

Enak saja politikus macam Sir Herbert itu mengatur-atur orang lain! 

Lalu diambilnya berkas kasus Brock Park. Ia ingin tahu, apa sih yang bisa disumbangkan oleh orang Ceko itu. Brock Park ‘kan sudah jelas siapa pelaku kejahatannya.

 

Sakit perut dan kejang

Tiga tahun sebelumnya, Thomas Medley, seorang duda berumur 60 yang mempunyai dua orang anak yang sudah dewasa, menikahi Helena Merlin yang berumur 42 tahun. Sejak itu mereka berempat tinggal dalam sebuah rumah besar di pinggiran London, yang disebut Brock Park.

Medley yang berhasil mengumpulkan banyak harta, berhenti menjadi pengusaha beberapa waktu sebelum menikah untuk kedua kalinya. Sejak itu ia mencurahkan waktunya untuk berkebun.

Helena Merlin seorang pelukis pemandangan. Di Brock Park tersebar desas-desus bahwa lukisan-lukisannya berharga mahal. Dandanannya selalu menuruti mode dan anggun. Namun, para tetangga tidak senang kepadanya.

Harold Medley, putra Thomas, berumur 25 tahun dan masih mahasiswa kedokteran di London. Adiknya yang tiga tahun lebih muda, Janet, sangat berlawanan dengannya dan dengan ibu tiri mereka. Pakaiannya payah.

Pada bulan Oktober yang lalu Thomas Medley menderita sakit perut sehabis makan. Makanannya memang jenis makanan berat, padahal ia menderita pembengkakan hati dan sering sakit perut gara-gara gangguan pencernaan. Dokternya segera memberi obat yang biasa dan pada hari ketiga ia sudah merasa kesehatannya sangat membaik. Namun, pada hari keempat, kira-kira pukul 16.00, perutnya sakit hebat. Ia muntah-muntah tanpa henti dan otot-otot kakinya kejang.

Gejala-gejala itu tidak hilang selama tiga hari. Pada hari ketiga bahkan kejang hebat. Malamnya ia meninggal. Dokter memberi surat keterangan yang menyatakan kematian disebabkan penyakit perut gastroenteritis. 

Ternyata harta peninggalannya mencapai jumlah 110.000 ponsterling. Separuh untuk istrinya, separuh lagi dibagi dua untuk Harold dan Janet.

 

Istri melahirkan

Seminggu setelah kematian Medley, polisi menerima surat kaleng yang menyatakan Medley tewas diracuni. Setelah itu disusul oleh dua surat lain. Mereka juga mendapat informasi bahwa banyak penduduk Brock Park mendapat surat yang sama, sehingga menjadi bahan pergunjingan.

Jadi polisi menghubungi dokter Medley. Ia menegaskan bahwa pasiennya meninggal akibat gangguan perut yang disebut gastroenteritis. Namun, ia juga mengakui bahwa pada saat memberi keterangan itu tidak terpikir olehnya bahwa pasiennya mungkin saja diracun.

Dengan izin departemen dalam negeri, jenazah Medley digali untuk diautopsi. Di lambung tidak ditemukan racun apa pun, tetapi di hati, ginjal dan limpa ditemukan arsenik dalam jumlah yang menewaskan.

Dari penyidikan diketahui bahwa pada hari gejala-gejala keracunan timbul, Medley menyantap makan siang yang terdiri atas dada ayam, bayam dari kaleng dan sebutir kentang. Koki ikut makan bayam yang berasal dari kaleng yang sama, tetapi ia tidak menderita apa-apa.

Sesudah makan siang, Medley minum obat yang diberikan oleh dokter. Obat itu dicampur dengan air oleh putranya, Harold.

Dari seorang pelayan diketahui bahwa dua minggu sebelum Thomas Medley meninggal, Harold bertengkar dengan ayahnya gara-gara meminta uang 100 ponsterling dari ayahnya untuk membayar utang taruhan pacuan kuda. Penyidikan oleh polisi mengungkapkan Harold berdusta kepada ayahnya. Ia diam-diam sudah menikah dan uang yang dimintanya dari ayahnya itu bukanlah untuk melunasi utang judi, melainkan untuk ongkos istrinya melahirkan.

Sebagai mahasiswa kedokteran yang bertugas di rumah sakit, memperoleh arsenik bukan hal mustahil bagi Harold. Jadi rumah sakit pun diminta untuk meneliti apa betul mereka kehilangan arsenik. Sementara itu Harold Medley ditahan untuk dihadapkan ke pengadilan.

 

Orang aneh

Asisten Komisaris Mercer sudah bersiap-siap menghadapi dr. Czissar dengan kapak peperangan. Namun, ketika Czissar muncul di hadapannya, anehnya ia merasa lain.

Pria yang ia bayangkan seperti setan itu cuma pria berwajah pucat yang berkacamata tebal. Begitu masuk pintu, ia menghentakkan payungnya ke sisi tubuhnya, seakan-akan benda itu bedil dan berkata dengan suara keras, “Dr. Jan Czissar. Mantan polisi Praha. Siap.” Mercer hampir tersenyum.

Bukan menyerang, ia malah berkata, “Silakan duduk, Dokter. Maaf saya terlalu sibuk untuk menjumpai Anda tadi.”

“Anda baik sekali ....” jawab Czissar dengan polosnya. 

“Ah, tidak apa-apa. Saya dengar Anda ingin memuji kami untuk penanganan kasus Brock Park.” 

Dr. Czissar mengerjapkan matanya. “Oh, tidak, Asisten Komisaris Mercer,” katanya dengan cemas. “Saya memang ingin memuji, tapi rasanya sekarang terlalu dini. Bukannya saya tidak sopan, tetapi ....” 

“Kami akan menghukumnya, Dokter, jangan khawatir.” 

Dr. Czissar malah tambah cemas. “Oh, saya betul-betul khawatir. Soalnya, ... soalnya, ia tidak bersalah.”

Mercer berharap kegembiraannya tidak terlalu kentara mendengar kata-kata orang yang tampak naif itu.

“Anda tahu bukti-bukti yang menunjuk ke arahnya, dokter?” kata Mercer. 

“Saya menghadiri pemeriksaan resmi terhadapnya,” jawab Czissar dengan wajah suram. “Menurut keterangan medis di pemeriksaan itu, ditemukan arsenik di hati, ginjal dan limpa.”

Mercer mengangguk, seraya menambahkan, “Satu tiga perempat grain (1 grain = 0, 0648 g, Red). Berarti jumlah yang diberikan jauh lebih banyak dari itu.” 

Mata dr. Czissar bersinar. “Ya, jauh lebih banyak. Aneh bukan, begitu banyaknya ditemukan di ginjal.”

“Ah, apa anehnya.” 

“Begini, Pak Asisten Komisaris Mercer. Pemeriksaan mayat rasanya cuma melakukan tes arsenik saja, tidak mencari tahu lebih jauh arsenik bentuk apa yang ditemukan itu.” 

“Buat apa? Semua arsenik ‘kan racun yang mematikan. Lagi pula begitu terserap tubuh, ia berubah menjadi sulfat.”

“Begini Pak Asisten Komisaris. Biasanya autopsi yang lama tertunda ‘kan tidak bisa menemukan arsenik dalam bentuk apa yang dipakai meracuni si mati. Bisa arsenik oksida atau salah satu bentuk senyawa arsenat atau arsenit. Mungkin kopper arsenit, mungkin klorida, mungkin pula senyawa organik dari arsenik.”

“Betul!” 

“Tapi,” kata dr. Czissar pula, “jenis arsenik apa yang bisa kita temukan di rumah sakit?” 

Mercer mengatupkan bibirnya erat-erat. “Harold Medley bisa saja mengambil Salvarsan atau Neosalvarsan dari persediaan rumah sakit. Kedua-duanya ‘kan obat penting.” 

“Betul. Sangat berguna kalau dosisnya sepersepuluh gram, tapi sangat berbahaya kalau dosisnya lebih tinggi.”

 

Tidak mempan diusir

Lalu orang Ceko itu memandang ke langit-langit. “Pernahkah Anda melihat lukisan-lukisan Helena Merlin, Asisten Komisaris?” 

Pokok pembicaraan yang tiba-tiba berubah membuat Mercer agak bingung. 

“Oh, Anda maksud lukisan Ny. Medley?” tanyanya kemudian. “Tidak, belum pernah.” 

“Wanita yang anggun dan menarik,” komentar dr. Czissar. “Setelah melihat Ny. Medley di pemeriksaan resmi, saya tidak bisa menahan diri untuk mencari lukisannya di sebuah gallery dekat Bond Street.” la menarik napas panjang. “Saya mengharapkan menemukan lukisan yang istimewa, tetapi saya kecewa.”

“Oh, ya? Maaf dokter, saya mesti ....” 

Dr. Czissar tidak minta diri, malah meneruskan omongannya. “Saya pikir, wanita yang menganggap lapangan rumput biru dan langit hijau zamrud mestinya wanita aneh.”

“Lukisan modern mungkin. Sekarang, saya minta maaf, saya ....” 

“Saya belum selesai,” kata dr. Czissar. “Saya anggap wanita yang menggambarkan langit dengan warna hijau zamrud bukan hanya aneh, tapi juga menarik. Jadi saya bertanya-tanya tentang dia pada orang-orang di gallery itu. Kata mereka, ia menghasilkan lukisan kira-kira enam dalam setahun. Lukisannya ditawarkan kepada saya oleh orang di gallery itu dengan harga 15 guinea. Berarti ia bisa mendapat kira-kira 100 ponsterling setahun dari lukisannya. Hebat sekali ia bisa membeli pakaian-pakaian mahal seperti yang dipakainya itu dengan penghasilan demikian.”

“Suaminya ‘kan kaya,” jawab Mercer sambil bangkit. “Maaf, Dokter, saya minta maaf. Silakan, tinggalkan alamat Anda pada sersan supaya bisa kami kirimi izin masuk kalau putra Medley diadili.” 

Dr. Czissar tidak bergeming dari kursinya, walaupun tuan rumah sudah ‘mengusir’. “Anda akan mengadili pemuda itu sebagai pembunuh? Anda tidak paham pada petunjuk yang saya berikan?”

Mercer menyeringai. “Kami memiliki bukti yang kuat, yang jauh lebih baik daripada sekadar petunjuk, Dokter,” katanya. “Medley muda memiliki motif, waktu, dan cara untuk memberi racun kepada ayahnya. Ia juga mempunyai sumber racun. Ini bukti-bukti kongkret, dokter. Kalau Anda mempunyai sedikit saja bukti bahwa pendapat kami keliru, saya dengan senang hati akan mau mendengarkannya.”

Dr. Czissar menegakkan punggungnya. Matanya yang seperti mata sapi itu kini berkilat. Kalau tadi suaranya lembut, kini ia berkata dengan tajam. “Saya juga sibuk seperti Anda. Namun, saya ingin keadilan ditegakkan. Saya tidak yakin Anda bisa menghukum pemuda itu dengan bukti-bukti yang Anda katakan tadi. Tapi menyeretnya ke pengadilan bisa merusakkan kariernya sebagai dokter. Lagi pula ada pembunuh sebenarnya yang harus diurusi. Mengingat semangat persahabatan, saya datang kepada Anda, bukan kepada pengacara-pengacara Medley. Sekarang saya akan memberikan bukti-bukti saya.”

 

Banyak utang

Mercer duduk lagi, tetapi dengan marah. “Saya akan mendengarkan kata-kata Anda, tetapi kalau ....”

“Harap Anda perhatikan,” kata dr. Czissar dengan mengacungkan jarinya. “Arsenik ditemukan di ginjal jenazah. Salvarsan dan Neosalvarsan larut dalam air. Kalau diberikan lewat mulut, kita tidak akan menemukannya dalam ginjal.

“Jadi dalam bentuk apa arsenik itu diberikan? Mungkin arsenik putih, yang praktis tidak larut dalam air. Biasanya zat itu digunakan untuk merendam biri-biri. Kita tidak bisa mengharapkan kehadiran arsenik putih di Brock Park. Bagaimana kalau natrium arsenit yang biasa dipakai untuk membasmi ilalang? Pak Medley ‘kan senang berkebun. Namun, dalam pemeriksaan kita tahu pembasmi ilalang yang ada di sana cuma yang berbahaya untuk tanaman itu, tetapi tidak berbahaya untuk manusia.” 

“Menurut pendapat saya, Pak Medley diracuni dengan kopper arsenit.”

“Buktinya apa? Anda ‘kan tidak bisa berkata demikian hanya berdasarkan pendapat Anda saja?”

“Pasti ada atau pernah ada kopper arsenit di rumah keluarga Medley. Saya ingat dalam pemeriksaan Ny. Medley memakai mantel bulu. Saya sengaja mencari mantel bulu demikian untuk mengetahui harganya. Ternyata 400 guinea. Penyidikan saya di Brock House menghasilkan keterangan bahwa Pak Medley memang ‘kaya, tetapi sangat kikir dan tabiatnya sungguh tidak menyenangkan. Dalam pemeriksaan resmi putranya berkata bahwa ia merahasiakan pernikahannya karena khawatir ayahnya menghentikan pemberian biaya belajar. Helena Medley berselera mahal. la menikah dengan pria tua itu supaya ia bisa memenuhi seleranya yang mahal, tetapi ternyata suaminya mengecewakan dia. Mantel yang ia pakai, Asisten Komisaris, belum dibayar. Anda juga akan menemukan utang-utangnya yang lain. Salah seorang yang berpiutang kepadanya sudah mengancam akan menghubungi suaminya. Jadi ia racuni saja pria tua yang mengecewakan harapannya itu.”

Saat itu telepon berdering. “Komisaris ingin berbicara dengan Anda, Pak,” kata operator. 

“Baik. Halo …. Halo, Sir Charles. Ya, saya ingin berbicara dengan Anda. Soal penting.” Mercer ragu-ragu sebentar. “Tentang kasus Brock Park,” katanya akhirnya. “Rasanya kita harus melepaskan Medley muda. Saya baru mendapat bukti-bukti .... Ya, ya, Sir Charles,  saya menyesal .... Baik, Sir Charles, saya akan datang secepatnya.”

Ia meletakkan gagang telepon, lalu berkata kepada tamunya. 

“Omong kosong! Kami memang tahu ia banyak uang. Kami ‘kan tidak goblok. Tapi banyak wanita lain yang berutang juga tanpa harus menjadi pembunuh. Tak masuk akal.”

 

Hijau maut

Dr. Czissar tidak gentar. “Yang menarik hati saya ialah korban makan bayam sebelum gejala-gejala keracunan timbul. Mengapa memberinya bayam pada saat sedang tidak musim? Apalagi sayuran kaleng tidak biasa diberikan kepada orang-orang yang mengalami gangguan lambung. Ketika melihat lukisan Ny. Medley saya mengerti. Langit hijau zamrud itu, Asisten Komisaris! Warna itu cuma bisa didapat dengan campuran kopper aseto arsenit! Perusahaan tempat Ny. Medley membeli cat akan bisa memberi keterangan kepada Anda kapan Ny. Medley memperolehnya. Saya sarankan pula Anda untuk memeriksa lukisan itu, yang sekarang ada di Gallery Summons. Anda bisa mengambil sedikit cat berwarna hijau zamrud itu untuk dianalisis. Anda juga akan mendapat keterangan bahwa Ny. Medleylah yang menyarankan suaminya makan bayam. Bayam itu ia bawa sendiri ke kamar suaminya. Bayam ‘kan ada rasa pahitnya dan warnanya hijau.”

Orang Ceko itu menarik napas panjang. “Ah, untung saja ada surat kaleng ....” 

“Ah! Surat kaleng! Barangkali Anda tahu siapa ...,” kata Mercer.

“Ya, saya tahu,” jawab tamunya. “Putri Pak Medley, Janet, yang mengirim surat-surat itu. Ia benci pada ibu tirinya. Bayangkan perasaannya ketika surat-surat itu malah menyeret kakaknya ke tiang gantungan!”

Sehabis berkata begitu dr. Czissar melihat arlojinya. “Ah, saya harus buru-buru pergi ke perpustakaan sebelum tutup,” katanya seraya bangkit. Ia berdiri tegak, menghentakkan payung di sisi badannya, lalu menghentakkan kakinya sambil berseru: “Dr. Jan Czissar. Mantan polisi Praha. Siap!”

(Eric Ambler)

Baca Juga: 31 Tahun Tak Tersentuh Hukum

 

" ["url"]=> string(79) "https://plus.intisari.grid.id/read/553726801/dr-jan-czissar-mantan-polisi-praha" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1680276165000) } } }