array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3822808"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(104) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/08/29/134-tembak-orang-inijpg-20230829120334.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(129) "Dieter ditemukan tewas tertembak. Orang yang terakhir terlihat bersamanya adalah temannya, Martiens. Apakah dia yang membunuhnya?"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(104) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/08/29/134-tembak-orang-inijpg-20230829120334.jpg"
      ["title"]=>
      string(16) "Tembak Orang Ini"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-08-29 12:03:47"
      ["content"]=>
      string(46524) "

Intisari Plus - Dieter ditemukan tewas tertembak. Orang yang terakhir terlihat bersamanya adalah temannya, Martiens. Apakah dia yang membunuhnya?

----------

Jumat 24 Maret 1961, pagi itu Dieter tampak riang dan gembira sekali. Ia meminjam mobil kakaknya, Hindegarde, untuk pergi makan siang bersama istrinya Colleen. Kakaknya bertanya, mengapa dia tidak mengenakan cincin pemberian ayah mereka seperti biasanya. “Sedikit gatal-gatal di sini,” jawabnya sambil menunjukkan jarinya yang biasanya dihiasi oleh cincin pusaka. “Kau makan siang di flat kami hari Minggu ini, bukan?” pamitnya pada kakaknya.

Begitu Dieter dan Colleen tiba di rumah dari makan siang di luar, mereka segera tidur. Tetapi jam 5 petang mendadak Dieter bangun. 

“Wah! terlambat. Aku ada janji. Urusan besar,” katanya.

Dieter buru-buru mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna kuning putih, celana korduroi hijau, kaus kaki berwarna menyala, sepatu cokelat, dan jas korduroi cokelat.

“Kembali setengah delapan. Kita nonton nanti,” ujarnya ke Colleen.

Dieter lalu mengambil uang dari lemarinya sebesar 2.000 pounds Afrika Selatan. Colleen minta uang, tetapi Dieter berkata nanti saja.

Setelah Dieter pergi, Colleen lalu memandikan bayi mereka dan menidurkan di ranjangnya. Ia lalu mencuci muka kemudian duduk di ruang tamu mendengarkan radio.

Sementara itu, petang yang sama, di Hatfield House Johanna Rossouw menyuruh anak-anaknya tidur. Lalu dikeluarkannya koper-koper dari tempatnya. Suaminya Martiens mengatakan akan mengajak Johanna pergi ke Krom River hari Senin nanti. Gambaran suasana ceria berkecamuk di pikiran Johanna. Selama Martiens kerap mengabaikan anak istrinya, demi sahabatnya Dieter von Schauroth. Martiens katanya akan kembali sebelum jam 9.

Lelah mengemasi semua pakaian ke dalam koper, Johanna menanggalkan baju yang dipakainya dan berbaring di ranjangnya sambil mendengarkan radio.

Jam enam kurang seperempat petang hari Jumat 24 Maret 1961 itu Dieter tiba di rumah kediaman Martiens dengan mobil yang dipinjamnya dari Hildegarde. Johanna yang menyambutnya mengatakan bahwa suaminya sudah pergi. Dieter tanpa pamit cepat-cepat meninggalkan Hatfield House menuju stasiun besar, memarkir kendaraannya di Grand Parade, kemudian menunggu di bawah jam. Baru menjelang jam 6 Martiens muncul.

Keduanya lalu berkendara menuju Fredman’s Motors. Sebelum Martiens keluar dari mobil, Dieter memberikan uang tunai 20 pounds. Dieter menunggu di luar toko mobil itu. 20 menit kemudian, Martiens keluar dari toko mobil. Ia membawa kuitansi sebesar 40 pounds dan salinan perjanjian sewa. Katanya kepada Dieter, mobilnya baru siap Senin pagi. Sehingga, katanya pula, dia baru bisa berangkat ke Krom River dengan Johanna paling cepat Senin siang itu. Martiens menceritakan juga hal lainnya yang dibicarakannya dengan Seymour Ezer, manajer Fredman’s Motors. Bahwa dia kelak akan membeli mobil yang lebih baik. Cek sebesar 1.150 pounds dari Dieter juga ditunjukkan kepada Ezer

Dari toko Fredman’s Motors, keduanya pergi berputar-putar selama 5 menit. Sebelumnya mobil pinjaman itu dihentikan di pelataran parkir di luar Hotel Prince of Wales di Bree Street.

“Kita pura-pura tidak kenal, ya,” kata Dieter pada Martiens. “Kita di dalam saja bertemu nanti, kamu lewat pintu sana. Martiens mengangguk-angguk ketika diberi uang oleh Dieter. Keduanya kemudian memasuki bar Hotel Prince of Wales lewat dua pintu yang berlainan.

“Whisky dan soda,” kata Dieter pada penjaga bar. 

“Brandy dan coke,” kata Martiens.

Setelah penjaga bar menyajikan minuman dan pergi agak menjauh, berkatalah Dieter dengan lirih, “Nah, kalian sekarang sempat ke Krom River, bukan?” Keduanya mengangkat gelas.

“Malam ini aku tidak bisa berlama-lama. Janjiku pada Johanna pulang jam 9,” kata Martiens. 

All right, Cowboy,” kata Dieter. “Tetapi sebelum pulang, laksanakan dulu tugasmu untukku.” 

“Malam ini juga?” tanya Martiens. 

“Ya, malam ini,” kata Dieter tegas.

Begitu minumannya habis, Dieter beranjak pergi keluar. Beberapa menit kemudian Martiens juga lalu keluar. Berdua mereka menyusuri Foreshore, lalu mengikuti jaIan nasional ke Milnerton yang jauhnya 9 mil dari Cape Town. Ketika berada di Cambridge Hotel, Dieter dan Martiens juga tidak bersama-sama memasuki barnya. Dieter menduduki kursi tinggi di sebelah pria yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Beyleveld. Martiens yang tiba di bar belakangan juga mendekati Beyleveld. 

Segelas brandy dan coke habis, Martiens pun keluar dari bar. Beberapa menit kemudian masuk lagi. Lalu keluar lagi, katanya mau menelepon istrinya. Beberapa menit kemudian datang di bar lagi, katanya karena kotak teleponnya terpakai terus.

Dieter bercerita pada Beyleveld bahwa dia seorang petani dari Karasburg. Malam itu istrinya membiarkan dia pergi. Martiens datang menyela. 

“Selamat sore,” katanya, “nama saya Rossouw.”

“Saya von Schauroth,” kata Dieter, yang meskipun sudah bercakap-cakap dengan Beyleveld tapi belum memperkenalkan dirinya.

Ketika Dieter minta Martiens untuk ikut minum, serta-merta keduanya bertengkar soal siapa yang harus membayar nanti. Martiens lalu mengeluarkan tiga batang korek api untuk dirinya dan tiga batang korek api lagi untuk Dieter. Katanya, “Kita undi saja.” 

Penjaga bar Henn cepat-cepat mencegahnya, “Di sini tidak boleh berjudi.”

Martiens mengalah. Dia akhirnya yang membayar minumannya. Lalu pergi keluar lagi.

“Ada apa dengannya,” tanya Beyleveld pada Dieter. “Menyela pembicaraan kita, lalu keluar masuk bar.” Yang ditanya angkat bahu sambil tersenyum.

Martiens masuk lagi, sekarang ganti Dieter membelikan minuman.

“Selamat malam,” kata Martiens begitu minumannya habis, sambil bangkit dari duduknya. Martiens meninggalkan bar.

Beberapa menit kemudian Dieter juga keluar dan tak berapa lamanya lagi Beyleveld mendengar mobil dipacu meninggalkan hotel. Dari Cambridge Hotel itu Dieter mengarahkan mobilnya ke utara ke Killarney Hotel, di dekat jalan simpang ke Melkbosstrand. Di Killarney keduanya juga berhenti di sebuah bar, minum-minum, terus pergi lagi.

Saat kembali ke mobil, Dieter minta agar Martiens yang memegang kemudi. Mereka lanjut ke utara, ke Malmesbury. Dieter mulai bernyanyi dalam bahasa Jerman, mungkin karena pengaruh begitu banyak minuman keras yang diminumnya. Bahu Martiens ditepuk-tepuk. “Malam ini kamu mendapat 5.000 pounds,” kata Dieter.

“Mana orangnya?” Martiens bertanya. 

“Sebentar lagi, dekat sebuah persimpangan,” jawab Dieter. “6 mil dari Killarney, di dekat Vissershoek, jalannya bercabang, yang lurus ke utara menuju Malmesbury.” Ia menyuruh Martiens supaya meninggalkan jalan besar dan berbelok ke jalan kecil, Dieter mengambil jas hujannya yang ada di jok belakang dan diletakkan di pangkuannya. Dieter mengeluarkan sepucuk pistol Beretta dan dua dus peluru pistol dari saku jas hujan.

Martiens melirik mengawasi ketika Dieter menaruh dua butir peluru ke dalam magasin pistol. Sekitar 70 yard dari jalan besar, Dieter menyuruh berhenti. Pistol diberikan pada Martiens. Dieter lalu keluar dari mobil, diikuti Martiens dengan pistol di tangan.

Mereka berdiri di tempat yang lapang tanpa pepohonan. Menghadap ke sebuah deretan pohon eukaliptus, di kiri ada pohon-pohon rooikrans. Tidak jauh di belakang mereka ada semak belukar yang lebat. Martiens dan Dieter mengawasi deretan pohon eukaliptus, seolah menanti munculnya seseorang dari antara pohon-pohon berbatang kurus itu.

Satu demi satu batang pohon di sana tampak jelas, berkat cahaya bulan dan bintang malam itu.

“Mana orangnya,” tanya Martiens berbisik, sambil mengacungkan pistol di tangannya ke arah pohon-pohon eukaliptus.

“Ini orangnya,” kata Dieter. “Di sini!”

Pada jam 11 malam itu juga, John Jackson dengan seorang teman pulang dari memancing ikan di pantai Atlantik. Mereka mengambil jalan lama menuju jalan nasional. Di dekat sebuah perkebunan Visserahoek, mereka dihentikan oleh empat orang pria. Salah satunya membawa jeriken. Mereka kehabisan bensin, sehingga mobil mereka mogok.

Setelah memberi sedikit bensin pada mereka, Jackson serta-merta memacu kendaraannya. Di pos polisi Philadelphia Jackson melaporkan perihal dihentikan orang di dekat Vissershoek.

“Mata mereka menakutkan,” kata Jackson pada petugas jaga. “Kalau kalian tidak mengharapkan ada pembunuhan di sana, sebaiknya kirim patroli sekarang juga.”

Sebuah mobil patroli diperintahkan pergi ke Vissershoek. Tetapi tidak ada apa-apa lagi di sana.

Kira-kira jam 6.45 pagi berikutnya, Walter Henry Oliver yang berkendara di jalan nasional dari Cape Town melihat sebuah mobil yang diparkir dengan sembrono kira-kira 1 mil dari Vissershoek. Seorang pria setengah baya yang berdiri di dekat mobil itu menolak tawaran Oliver untuk meminggirkan mobilnya.

“Tampaknya seperti orang Jerman atau Yahudi,” kata Oliver kemudian. “Ketika saya di sana orang itu menyapu-nyapu tangannya dengan kertas koran bekas. Entahlah apa yang disapunya dari tangannya itu.”

Yang diingat oleh Oliver adalah ukuran tubuhnya yang sedang, kira-kira 5 kaki 6 inci, kulit agak gelap, dan tampaknya tidak tidur sama sekali semalaman. 

Ketika Oliver meneruskan perjalanannya, dia dihentikan oleh mandor kuli jalan Willem Van Zyl yang pagi itu berangkat ke tempat kerjanya dengan sepeda. Van Zyl berhenti di persimpangan yang sama seperti Dieter dan Martiens sebelumnya. Ternyata Van Zyl mengajak Oliver untuk melihat sesosok mayat yang tertelungkup di tanah berpasir. Tangan kanan mayat itu menumpang di atas punggung, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Tangan kirinya tertindih sedikit oleh tubuh dan kakinya terentang lurus membentuk huruf lamda. Demikian cerita Oliver kelak.

Oliver menyuruh Van Zyl supaya melaporkan hal itu kepada polisi. Oliver sendiri kemudian juga melaporkan hal yang sama pada polisi. Karena tidak ditanya, Oliver juga tidak merasa perlu memberitahukan polisi bahwa mayat yang dilihatnya itu terbaring telungkup.

Segera seorang petugas muda dari Polisi Philadelphia tiba di tempat kejadian dengan seorang detektif. Tanpa sadar serta-merta sang detektif mengangkat kepala mayat untuk mengetahui asal darah keluar. Dan bagian belakang tengkuk mayat tampak dua lubang luka. Menurut petugas polisi itu kelak, posisi mayat berubah, meskipun mayat pernah dibalikkan olehnya. Petugas polisi itu lalu juga menggeladah pakaian mayat dan menemukan uang tunai sebanyak 2 pounds, 12 shiling, 2 penny di dalam saku celana. 

Polisi juga menemukan selongsong peluru di dekat kaki mayat. Setelah sebentar mengamat-amati situasi di sekitar mayat, petugas polisi itu pergi kembali ke posnya untuk melaporkan penemuan itu ke markas Polisi Cape di Caledon Square. Si detektif diminta untuk menunggui mayat.

Dalam waktu setengah jam tiba pula Detektif Hitchcock di tempat kejadian. Ia datang bersama seorang tukang potret dan beberapa anggota tim anti pembunuhan. Hitchcock tidak melihat bekas-bekas perkelahian atau perlawanan. Tidak ada pula saku baju yang dibalikkan keluar. Hitchcock mencatat jam di pergelangan tangan kiri mayat berhenti dan menunjuk jam 9.10. Hitchcock menemukan juga beberapa butir intan yang belum dibentuk, sebesar 4,5 karat. Gagasan pertama yang timbul dalam pikiran Hitchcock ialah pembunuhan itu tidak direncanakan lebih dahulu. Mungkin akibat perselisihan mengenai jual beli intan secara tidak sah. Kalau pembunuhan itu direncanakan, tentunya akan terjadi di antara pepohonan dan bukan di tempat yang terbuka itu, pikir Hitchcock.

Sabtu 25 Maret siang, koran Cape Argus mengemukakan dua teori. Menurut koran, korban ditembak dari belakang ketika dia itu keluar dari mobil. Atau ia ditembak di dalam mobil tapi kemudian mayatnya dibuang keluar. Kalau teori kedua yang terjadi, mengapa pelaku tidak membuangnya di antara pepohonan saja. Jadi mayat itu baru berhari-hari atau berminggu-minggu ditemukan.

Korban itu mengenakan jam tangan emas yang sangat mahal harganya. Menurut polisi, korban adalah orang keturunan Eropa, berusia sekitar 27 tahun, tinggi badan 5 kaki 6,5 inci, bertubuh kekar, rambut cokelat tua dan agak berombak, serta mata cokelat. Ada tambahan emas kecil dalam gigi di belakang taring atas kiri. Juga ada bekas luka samar-samar sepanjang 1,5 inci di dagunya. Korban itu mengenakan celana korduroi hijau, jas korduroi cokelat, kemeja kotak-kotak putih kuning, kaos kaki warna-warni menyala, dan sepatu cokelat kemerah-merahan. Tampangnya seperti petani.

Sebelum itu, Sabtu pagi, Hildegarde von Schauroth pergi ke kota untuk mengambil mobil yang dipinjam Dieter. Dieter berjanji akan meninggalkan mobilnya di suatu tempat di Long Street. Tetapi Hildegarde tidak menemukan apa-apa di sana. Jadi Hildegarde kembali pulang dengan hati yang was-was. Ia semakin khawatir sebab pada jam 10 malam sebelumnya, Colleen menelepon bahwa suaminya belum juga kembali di rumah.

Siangnya lagi Collen datang sendiri di flat iparnya. Hildegarde sedang menelepon pos-pos polisi. Ia menanyakan apakah ada kecelakaan mobil yang mungkin melibatkan Dieter. Tetapi polisi tidak menerima laporan adanya insiden lalu lintas hari itu.

Sekitar jam makan siang Hildegarde memutar radio. Ia kemudian mendengar berita ditemukannya mayat di dekat Milnerton. Hildegarde segera menelepon stasiun radio itu, tapi dipersilahkan bertanya ke markas Polisi Philadelphia.

“Mereka memberitakan pemeriksaan mayat yang ditemukan itu,” kata Hildegarde kemudian. “Aku menyadari mayat itu adalah Dieter.”

Lepas tengah hari Sabtu, polisi menyita sebuah mobil kecil yang ditinggalkan pengendaranya di dekat Milnerton. Kunci kontak masih menempel, sedangkan di jok belakang terhampar selembar jas hujan. Polisi segera menghubungkan penemuan mobil kecil itu dengan pertanyaan lewat telepon dari Hildegarde. Hildegarde mengakui mobil yang ditemukan polisi itu sebagai miliknya.

Setelah mengunjungi Hildegarde, Detektif Hitchcock lalu juga pergi menemui Colleen.

Ditunjukkannya kepada Colleen intan yang belum dibentuk yang ditemukannya di dekat mayat Dieter.

“Saya tidak tahu banyak soal intan,” kata Colleen. “Suami saya memang kadang-kadang membawa intan seperti itu.”

“Dengan siapa terakhir suami Nyonya berjual beli intan seperti ini,” tanya Hitchcock. 

“Kalau tidak salah dengan Tuan Brown dan Toms,” jawab Colleen. “Lainnya lagi,” tambah Colleen, “Tuan Rossouw yang selalu mendesak agar intan-intan itu diambil Dieter. Mungkin semalam dia pergi menemui mereka,” kata Colleen, “Sambil membawa uang tunai 2.000 pounds.”

“2.000 pounds. Untuk apa?” tanya Hitchcock. 

“Dia biasa membawa uang sebanyak itu,” kata Colleen. 

“Bagaimana Anda tahu uang yang dibawanya itu sejumlah 2.000 pounds?” tanya Hitchcock lagi. 

“Dia berkata demikian pada saya,” jawab Colleen.

Sabtu sorenya Hitchcock pergi ke Hatfield House. Tetapi Martiens sudah seharian tidak di rumah. Baru pada jam 2 menjelang dini hari Minggu polisi berhasil menjemput Martiens untuk dibawa ke markas polisi.

“Kami sedang menyelidiki kematian von Schauroth,” kata Hitchcock pada Martiens. “Setahu kami Anda kawan almarhum, coba ceritakan pada kami kapan Anda terakhir kali melihatnya.”

Martiens menatap muka Hitchcock. “Benar,” kata Martiens. “Jumat sore kira-kira setengah 6 kami bertemu di Stasiun Cape Town. Saya pernah minta pinjam uang 20 pounds untuk menyewa sebuah mobil. Kata Dieter, dia hendak memberikan uang itu hari Jumat kalau saya memberikan alamat seorang kulit hitam yang menjual intan asli. Kami menemui orang itu. Dieter lalu memberi 20 pounds pada saya. Ia kemudian mengantarkan saya ke toko mobil Fredman’s Motors. Saya diturunkan disana. Sejak itu saja tidak melihat Dieter lagi.”

Ketika Hitchcock diam tanpa memberi reaksi apa-apa, Martiens meneruskan ceritanya. “Saya lalu pergi ke gedung bioskop, bertemu seorang gadis di sana. Kami nonton film Jack Slade. Saya tiba di rumah jam 11, lalu langsung tidur,” kata Martiens.

Terkesan oleh kelancaran ceritanya, Hitchoock menyuruh Martiens pulang. Minggu siang, Brown dan Toms mengunjungi Martiens. “Anda dengar mengenai von Schauroth?” tanya Brown. “Kata polisi dia mati terbunuh.”

“Ya, memang benar,” jawab Martiens. “Kita jangan kelihatan bersama-sama.” 

“Mengapa?” tanya Toms. 

“Begini,” jawab Martiens, “semalam saya dibawa polisi dan diinterogasi.”

“Tapi toh kami tidak ada urusan dengan pembunuhan itu,” kata Toms. Brown dan Toms lalu bergegas pergi.

Koran-koran Senin 27 Maret memuat berita tentang kematian Dietrich Baron von Schauroth. Cape Times melaporkan bahwa ditemukan sejumlah besar intan asli seharga ratusan pounds di dekat mayat Dieter. 

“Seorang petani kaya raya dari Afrika Barat Daya. Intan-intan itu berada di dekat mayat,” tulis koran itu. Ketika polisi tiba di tempat itu, mereka menemukan lebih banyak lagi butir-butir intan, bertebaran di mana-mana. Menurut keluarganya, Dieter meninggalkan ladang pertaniannya di Karasburg setahun sebelumnya karena kekeringan yang sangat lama. Ia menjual ternaknya yang terdiri dari lebih dari 4.000 ekor biri-biri karena ladang penggembalaannya tidak lagi berumput. Tetapi Dieter berharap akan kembali ke sana setelah musim penghujan. Ia akan memulai peternakan hewan potong.

Koran itu juga ditunjukkan Martiens pada rekannya, Kenneth Manefelt. “Polisi menyangka aku terlibat pembunuhan ini,” kata Martiens sambil menunjuk pada gambar Dieter di koran. 

Kata Manefelt kemudian, dia tidak percaya omongan Martiens karena sebelumnya Martiens bercerita pernah naik mobil Galaxie yang sebilah pegas depannya patah. Galaxie tidak berpegas bila di depan.

Mandor tempat kerja Martiens mengizinkan Martiens meninggalkan pekerjaannya lebih awal dari biasanya. Ia berpamitan pada mandor dengan alasan hendak melihat mobil yang disewanya dari Fredman’s Motor. Tetapi di toko mobil itu Martiens ditangkap oleh dua orang detektif. 

Pada jam 3 siang hari Senin itu Detektif Hitchcock sudah mengetahui bahwa Martiens terlihat bersama-sama Dieter pada hari Jumat petang antara jam 7 dan 8. Polisi mengetahui hal itu dari Beylevald yang pada Senin pagi membaca koran. Ia melihat gambar Dieter lalu mengatakan pada polisi bahwa dia melihat Dieter dan Martiens di bar hotel di Milnerton hari Jumat malam.

“Kami ingin mengetahui lebih banyak mengenai kematian von Schauroth,” kata Hitchcock pada Martiens. “Anda kemarin mengatakan pada kami perihal aktivitas Anda pada Jumat siang dan petang. Anda bersedia memastikannya dengan keterangan tertulis dan bertanda tangan?” tanya Hitchcock yang ketika itu didampingi oleh Kapten Coetze.

“Tentu saja saya bersedia.” Hitchcock lalu mengambil pena dan mulai merekam pernyataan Martiens dalam bentuk tanya jawab.

“Anda kenal dengan Dietrich von Schauroth?”

“Ya.”

“Sejak kapan?”

“Sejak saya datang dari Bitterfontein. Jadi sejak Natal, begitulah.”

“Anda menjadi kawan akrab?” 

“Ya.”

“Karena itu Anda berjual beli intan asli dengan von Schauroth?” 

“Ya. Sebagai pembeli intan, saya diperkenalkan padanya oleh Tuan Brown.” 

“Kapan terakhir kali Anda berjual beli intan dengannya?”

“Waktu saya bertemu dia itu.”

“Apa Anda melihat Dietrich van Schauroth minggu lalu?” 

“Ya, Jumat 24 Maret 1961.”

“Sebelum Jumat?” 

“Hari Rabu sebelumnya.”

“Hari Rabu?” 

“Dia datang di rumah kami. Lalu kami pergi ke Belvedere Hotel dan dari sana ke City Hall Hotel, lalu kembali ke rumah. Dia mengendarai mobil kakaknya.”

“Jam berapa dia menjemput Anda?” 

“Antara jam tujuh dan setengah delapan petang. Saya baru saja mencocokkan jam saya.”

“Jam berapa Anda diantar pulang?”

“Menjelang jam 9 malam. Jam 9 saya mendengarkan siaran berita.”

“Masih ingat berita apa misalnya?” 

“Tidak.”

“Rabu malam itu bicara apa saja dengan Dietrich?” 

“Oh, saya minta pinjam uang 20 pounds. Katanya akan diberikan hari Jumat, supaya saya menunggu di dekat jam stasiun besar Cape Town, sehabis jam kerja. Dia akan memberikan uang itu.”

“Dari tempat kerja, Anda langsung menuju ke stasiun besar?” 

“Ya.”

“Jam berapa Anda selesai kerja?”

“Kira-kira jam lima kurang tujuh menit. Buruh-buruh pada antre panjang.”

“Anda naik kereta api ke Cape Town?” 

“Ya.”

“Dietrich sudah ada di sana ketika Anda tiba di Stasiun Cape Town?”

“Belum. Saya harus menunggu lama. Saya menunggu di arah Adderly Street di depan stasiun. Saya lalu masuk ke halaman stasiun, mencari di mana dia mungkin memarkir kendaraannya.”

“Di mana akhirnya Anda menemukan dia?” 

“Setelah tiga atau empat kali memasuki stasiun lagi, saya melihat Dietrich masuk ke stasiun dari arah Adderley Street.” 

“Jam berapa itu?” 

“Kira-kira jam lima kurang seperempat.” 

“Anda langsung menghampirinya?” 

“Ya. Dia mengatakan mobilnya diparkir di Grand Parade.” 

“Di mana dia memberikan uang 20 pounds pada Anda?”  

“Di dalam mobilnya. Dia katanya tergesa-gesa dan mau cepat-cepat pergi. Uangnya dua lembaran 10 pounds. Dia tergesa-gesa, katanya. Saya lalu minta diantar ke Fredman’s Motors.” 

“Anda jadi ikut pergi?” 

“Ya.”

“Jam berapa Anda sampai di Fredman’s Motors?” 

“Kira-kira jam 6. Lalu lintas agak ramai.” 

“Lalu apakah kalian keluar dari toko mobil itu bersama-sama?” 

“Saya mengurus pembayaran untuk sewa mobil. Dia memberi tahu bahwa ia sangat tergesa-gesa.” 

“Mengapa dia tergesa-gesa?” 

“Dia tidak mengatakan apa-apa.”

“Mau ke mana dia?” 

“Katanya mau pergi ke Malmesbury dan dari sana terus ke Karasburg.” 

“Kapan dia mengatakan itu?” 

“Setelah saya menyerahkan uangnya pada Tuan Ezer dari Fredman’s Motors. Ketika sedang menunggu kuitansi, saya melihat Dietrich keluar dari mobil lalu berjalan-jalan di kaki lima di dekat toko Fredman. Saya katakan padanya bahwa saya segera selesai. Dia berkata kalau dia sangat tergesa-gesa.” 

“Mau apa dia?”

“Ketika saya masuk ke mobil di Grand Parade, dia berkata bahwa ada relasi baik-baik dan bahwa dia mau pergi ke Malmesbury kemudian terus ke Karasburg. 

“Apakah dia berbicara tentang intan atau jual beli intan?”

“Dia cuma mengatakan mempunyai relasi baik-baik.”

“Anda lalu berpisah atau dia meninggalkan Anda di Fredman’s Motors?”

“Ya.”

“Jam berapa itu?”

“Lewat jam setengah delapan.”

“Anda sudah mendapat kuitansi ketika Anda melihat dia pergi?”

“Ya, saya sedang berjalan keluar.”

“Lalu apakah Anda juga segera pergi?”

“Tidak. Saya masih melihat-lihat mobil-mobil di etalase. Lama juga.”

“Lalu Anda ke mana lagi setelah dari sana?”

“Berjalan kaki ke Royal Bioscope dan Roxy.”

“Film apa yang Anda tonton?”

“Saya menonton Jack Slade di Roxy Bioscope, setelah mengajak seorang gadis yang saya tidak kenal di Royal Bioscope.”

“Filmnya sudah dimulai?”

“Ya, sudah mulai.”

“Ada adegan yang Anda ingat?”

“Tidak banyak, karena saya fokus pada gadis yang saya ajak itu.”

“Anda menonton sampai habis?”

“Tidak. Hanya sampai bagian Jack Slade menembak kawannya.”

“Jam berapa Anda meninggalkan gedung bioskop?”

“Entahlah.”

“Jam berapa tiba di rumah?”

“Kira-kira jam 11.”

“Ada yang melihat kedatangan Anda?”

“Saya kira Nyonya Williams melihat saya. Dia sedang berada di gang dan suaminya membukakan pintu.”

“Hanya itukah tempat-tempat yang Anda kunjungi setelah bertemu dengan Dietrich di stasiun?”

“Ya. Saya dan gadis itu mengobrol di Belvedere Hotel.”

“Kapan Anda mendengar tentang kematian Dietrich pertama kali?”

“Hari Minggu pagi ketika polisi menjemput saya.”

“Saat berada di rumah atau kantor polisi?”

“Ketika Anda sendiri menanyai saya.”

“Begitukah?”

“Ya begitu.”

Ketika Martiens sudah membaca dan menandatangani pernyataannya itu, Hitchcock menekan tombol di mejanya. “Kita sekarang mengadakan identifikasi,” katanya. “Ayo ikut saya.”

Seorang detektif mengajak Martiens pergi dari kantor Hitchcock ke sebuah ruangan besar. Di sana, ada delapan atau sembilan orang pria berdiri berjajar sepanjang tembok. Martiens lalu disuruh berdiri juga di antara orang-orang itu.

Martiens tampak terkejut sekali ketika Beyleveld yang dilihatnya dalam bar Cambridge Hotel hari Jumat malam dibawa masuk.

“Beyleveld, kalau Anda melihat salah satu dari pria-pria ini Jumat malam yang lalu, letakkan tangan Anda di pundaknya,” kata seorang detektif.

Beyleveld lalu maju dan menumpangkan tangannya di pundak Martiens. Berikutnya masuk Henn, penjaga bar Cambridge Hotel yang melarang Martiens bermain dengan batang-batang korek api.

Lalu masuk pula Wycombe, penjaga bar Killarney Hotel. Baik Henn maupun Wycombe masing-masing melakukan hal yang sama seperti Beyleveld.

“Jadi, Anda masih bersama von Schauroth hingga setengah delapan malam pada hari Jumat itu. Dapatkah kami mempercayai keterangan lain?” tanya detektif pada Martiens.

“Pernyataan-pernyataan itu saya buat dalam keadaan takut,” kata Martiens. “Yang sebenarnya, dari Fredman’s Motors, Dieiter dan saya pergi ke dua hotel untuk minum-minum. Lalu ke Cambridge Hotel di Milnerton.”

Menurut Martiens, di luar hotel mereka melihat sebuah mobil kecil yang ditumpangi empat orang pria. Ketika mereka keluar dari hotel, habis minum-minum, dan mau masuk ke mobil, seorang dari empat orang tidak dikenal itu menodongkan pistol ke punggung von Schauroth. Penodong lalu ikut naik mobil von Schauroth dan memaksa mereka menuju Malmesbury. Mobil kecil mengikuti dari belakang.

Tiba di sebuah persimpangan belok ke kiri lalu mobil berhenti. Von Schauroth disuruh turun dari mobil. Martiens sendiri, katanya, disuruh memandang ke arah lain. Tidak lama kemudian Martiens mendengar dua kali letusan senjata api. Kemudian Martiens disuruh membawa mobil von Schauroth ke Milnerton. Di Milnerton penodong itu turun dan pergi.

Dari Milnerton, kata Martiens, dia menumpang bus ke Cape Town dan tiba di rumah pada jam 11 malam. Di kamar Martiens melihat bahwa teromol makan siangnya yang semula ada dalam mobil von Schauroth berisi sepucuk pistol dan dua dus peluru. Martiens lalu menanggalkan pakaiannya dan pergi berbaring untuk tidur. Tetapi dia tidak bisa tidur. Pistol dan peluru-pelurunya lalu dibawanya pergi dan dibuang di Sea Point.

“Mengapa Anda tidak segera melaporkan kejadian itu kepada yang berwajib? Sehingga kalau perlu jalan-jalan masih bisa diblokir dan minta bantuan pendengar-pendengar radio,” tanya Hitchcock.  Martiens bungkam.

“Kami tahu von Schauroth membawa uang barang 2.000 pounds malam itu. Anda orang terakhir melihat dia hidup. Jadi tentunya Anda yang menembak von Schauroth untuk mendapat uang 2.000 pounds itu,” kata Hitchcock lagi.

“Saya merampok dia?” tanya Martiens dengan marah. “Von Schauroth memberikan semuanya ini pada saya!”

Martiens mengeluarkan dua lembar surat dari saku jeansnya. Ternyata sebuah cek senilai 1.150 pon dan sebuah surat dari von Schauroth.

Di surat itu tertulis bahwa dia memberikan cek untuk “jasa yang diberikan”.

“Apa artinya itu?” tanya Hitchcock. 

“Saya memperkenalkan von Schauroth dengan orang-orang yang akan menjual intan,” jawab Martiens.

“Rossouw, kalau Anda mengatakan yang sebenarnya, tentulah kami percaya juga,” kata seorang detektif tiba-tiba.

“Memang. Tetapi bagaimana saya dapat membuktikan agar Anda semua bisa percaya? Di tempat itu hanya kami berdua, von Schauroth dan saya,” kata Martiens.

Seorang detektif menatap muka Martiens. “Hanya Anda berdua di sana?” tanyanya.

Martiens diam. 

“Jadi, apa yang hendak Anda katakan sekarang. Hanya Anda berdua di sana?” tanya detektif yang sama.

“Saya tidak mengatakan apa-apa,” kata Martiens. 

“Tapi Anda sudah mengatakan, bahwa hanya Anda berdua di sana,” desak sang detektif.

Interogasi itu berlangsung selama 4 jam. Martiens terus memberikan alibi yang berbeda-beda. Tetapi alibi yang diberikannya selalu gugur oleh keterangannya sendiri. 

Akhirnya Martiens mengaku bahwa dialah yang menembak Dietrich von Schauroth. Martiens akhirnya menyetujui agar pengakuannya diulangi, dengan resmi, di hadapan Hakim Bellville. Itu adalah distrik di mana von Schauroth menemui ajalnya.

Hari berganti ke Selasa 28 Maret 1961, ketika Martiens dibawa ke gedung Pengadilan Bellville, 15 mil jauhnya dari Galedon Square. Sang hakim yang bertubuh kecil, dengan kepala penuh uban, mengenakan seragam jabatannya untuk menutupi piamanya. Seperti diatur oleh undang-undang, hanya hakim dan tersangka Marthienus Rossouw yang berada dalam ruangan auditorium kecil.

Di hadapan Hakim Bellville itulah Martiens menyerahkan pernyataannya.

“Pernyataan ini saya buat agar istri saya dapat mengetahui apa yang terjadi. Sehingga dia pun memahami hal-hal yang pernah saya ceritakan padanya, ketika dia mengancam saya, sehubungan dengan kehidupan perkawinan kami yang tidak bahagia.”

“Almarhum Dietrich von Schauroth meminta pada saya, sekembali saya dari Bitterfontein, agar saya menembak mati seseorang untuknya. Dia akan memberi saya uang 5.000 pounds.

“Saya katakan padanya ketika itu, bahwa itu merupakan tindakan yang berbahaya.

“Kami kemudian tidak membicarakan hal itu lagi. 

“Dia selalu menceritakan kehidupannya yang tidak bahagia bersama istrinya, bahwa dia sudah bosan hidup. 

“Saya pun seperti almarhum, dengan kehidupan saya yang tidak bahagia di samping istri saya sejak kami menikah. 

“Lalu terpikirlah kembali oleh saya perihal uang 5.000 pounds itu. Mungkin istri saya akan menjadi lebih bahagia kalau dia mempunyai uang. Sebab dia membuat saya bahagia hanya ketika ia memiliki uang.

“Dietrich von Schauroth mendatangi saya pada hari Kamis tanggal 23. Saat itu saya berdiri di ambang pintu setelah saya bertengkar lagi dengan istri saya.

“Dieter memberitahu jika istrinya marah-marah lagi.

“Lalu saya katakan padanya, ‘Ya, Dieter, keadaan saya juga sama.’ Kami lalu berbicara sebentar. Lalu dia pulang ke rumahnya.

“Dia mengatakan supaya saya menemuinya pada hari Jumat tangga 24, sepulang kerja. Saya pun melakukannya.

“Kami mula-mula pergi ke sebuah hotel di Cape Town. Dari sana kami pergi ke Milnerton dan ke Cambridge Hotel. Lalu ke sebuah hotel lain yang namanya tidak saya ketahui. Akan saya tunjukkan juga. Setelah minum-minum kami menuju Malmesbury.

“Lalu saya tanyakan padanya, di mana orang yang harus saya tembak mati untuknya. Dieter mengatakan bahwa orangnya ada di suatu persimpangan jalan.

“Ketika kami sampai di persimpangan itu, dia mengatakan bahwa dia menghendaki agar saya menembak mati dia. Alasannya karena kehidupannya dengan sang istri sangat tidak bahagia.

“Dia menyerahkan pada saya sebuah cek dalam sebuah sampul surat. Dia mengatakan bahwa saya harus pergi menemui manajer bank hari berikutnya.

“Dia lalu memberi saya sepucuk pistol dengan dua dus peluru.

“Dieter lalu berbalik membelakangi saya dan mengatakan jika saya harus menembak mati dia.

“Saya kemudian berhadapan dengannya dan menjabat tangannya. Saya katakan, ‘Kawan, beberapa hari lagi saya akan bersamamu. Mungkin istri saya akan menjadi bahagia kalau saya berikan dia uang 5.000 pounds itu.

“Dia lalu berbalik lagi, sambil berkata, ‘Tembaklah saya, Martiens. Kita akan bertemu di surga, di mana tiada lagi perempuan.

“LaIu saya melepaskan tembakan pertama. Saya katakan, ‘Selamat berpisah, kawan. Kita akan bertemu kembali.’ Lalu saya melepaskan tembakan kedua.

“Mula-mula mobilnya hendak saya tinggalkan di sana, tetapi kemudian saya memutuskan membawa mobil itu ke Milnerton.

“Dari sana saya naik bis pulang.

“Setiba saya di rumah, saya katakan pada istri, ‘Saya baru saja menembak mati Dieter.’

“Dia menjerit. Saya berganti baju lalu tidur. 

“Saya bangun lagi, mengambil pistol dan peluru-pelurunya, pergi ke Cape Town. Kemudian dengan bus, saya ke Sea Point. Saya turun di dekat Ritz Hotel lalu berjalan ke laut. Saya buang pistolnya di sana. Akan saya tunjukkan tempatnya. Saya lalu pulang. 

“Saya berharap istri saya akan mengerti sekarang, bahwa saya mencintainya dan dialah yang memaksa saya melakukan semua ini. Sekian.”

Hari berikutnya di gereja Lutheran Jerman di Long Street diadakan upacara kebaktian bagi arwah Dietrich von Schauroth. Diumumkan dalam gereja bahwa jenazahnya akan dikremasi dan abunya ditaburkan di Blinkoog.

4 hari kemudian 10 penyelam dari Sekolah Selam AX diminta bantuannya oleh polisi untuk mencari pistol Martiens. Berjam-jam mereka mengaduk-aduk air yang sedingin es itu. Akhirnya pistol mereka temukan di tempat 40 kaki jauhnya dari yang ditunjukkan oleh Martiens.

Perkara pembunuhan Dietrich von Schauroth oleh Marthinus Rossouw menjadi terkenal. Manusia normal tidak mungkin minta ditembak sampai mati. Bila memang demikian halnya, orang waras mana yang mungkin menuruti permintaan itu? 

Kalau Martiens menceritakan hal yang sebenarnya, maka itu bukan sekadar pembunuhan sadis belaka. Martiens tidak bertampang pembunuh, tidak pula berbicara dan berperilaku seperti pembunuh. Tapi dia pun rupanya dapat menyusun cerita yang begitu ruwet itu.

15 bulan kemudian, 20 Juni 1962, Martiens bernyanyi “Nearer my God to Thee”. Sambil berjalan seorang diri, dari sel ke tiang gantungan.

(Henry John May

Baca Juga: Penghuni Terakhir

 

" ["url"]=> string(61) "https://plus.intisari.grid.id/read/553822808/tembak-orang-ini" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1693310627000) } } }