Intisari Plus - Dalam perjalanan menuju gedung opera, terjadi percobaan pembunuhan pada Kaisar Napoleon III dan Ratu Eugenie. Komplotan yang tertangkap mengaku bahwa mereka melakukannya demi kemerdekaan Italia.
---------------
Opera Paris merencanakan pertunjukan gala untuk tanggal 14 Januari 1858. Kaisar Napoleon III dan Ratu Eugenie berjanji akan hadir. Hari itu karya Rossini “Wilhelm Tell” akan dimainkan. Harian-harian memberitakannya. Jalan-jalan dari Istana Tuilleric hingga Rue Le Peletier, lapangan tempat opera lama, penuh sesak. Memang hari itu sangat cerah. Banyak polisi berjaga-jaga agar tidak terulang kembali percobaan-percobaan pembunuhan terhadap Kaisar dan Ratu. Nampaknya semua sudah diatur dengan baik.
Iringan yang mengikuti Kaisar sudah siap berangkat dari Tuilerie, ketika seorang petugas polisi mencurigai seorang lelaki yang rasanya sudah pernah ditangkapnya 6 tahun sebelumnya. Diam-diam orang itu diikutinya, diperhatikan benar-benar, kemudian didekatinya untuk ditahan. Si lelaki sama sekali tidak melawan. la ikut ke pos polisi terdekat. Waktu digeledah, ditemukan sebuah revolver dengan enam peluru, pisau belati, dan sebuah bom. Orang yang ditahan ini bernama Pieri. Waktu ditanyakan mengapa ia membawa senjata-senjata itu, ia menjawab jika bom itu bahan studi. Sedangkan pisau belati dan revolver untuk keamanan dirinya.
Petugas polisi segera kembali ke opera untuk melapor ke kepala keamanan. Yang terakhir, beberapa hari sebelumnya sudah diberi peringatan oleh Duta Besar Prancis di Brussel bahwa mereka harus berhati-hati terhadap seorang Italia bernama Pieri. Orang ini berbahaya, tampaknya ingin membunuh Kaisar. Sebelum polisi dapat mengambil tindakan pengamanan lebih lanjut, kereta yang ditumpangi Kaisar dan Ratu mulai memasuki jalan samping yang menuju ke pintu depan gedung opera. Kereta itu diiringi prajurit berkuda. Pukulan genderang masih terdengar, ketika ledakan hebat terdengar, disusul oleh ledakan kedua. Sais kereta sempat menarik kuda ke samping. Akan tetapi kuda yang di sebelah kanan jatuh dan tewas. Kereta istana terlempar ke arah tembok gedung opera, sehingga pegangan rusak. 20 atau 30 detik kemudian ledakan ketiga terdengar dari bawah kereta Kaisar.
Waktu terjadi ledakan pertama, semua lampu gas padam. Dalam suasana gelap gulita terdengar atap kaca gedung opera dan jendela-jendelanya pecah menjadi beribu-ribu keping. Kereta-kereta bertubrukan, kuda-kuda kabur. Orang yang luka-luka mengerang. Para pengiring, polisi, dan orang-orang yang menonton terguling dalam darah. Yang luka ringan berlari mencari pertolongan. Suasana kalut ini sukar dilukiskan.
Waktu para penonton melihat Kaisar dan Ratu nyaris tidak terluka saat keluar dari kereta, mereka bertepuk tangan.
Kecuali beberapa cedera kecil di muka akibat kepingan kaca dan topi yang robek, Kaisar tidak menderita luka-luka. Ratu lebih beruntung. Ia sama sekali tidak cedera. Hal itu merupakan mukjizat, karena kereta Kaisar rusak hebat. Ada 76 retak dan salah satu dari dua kudanya kena 25 pecahan peluru.
Kaisar memperlihatkan sikap teladan. Ia turun dari kereta dan dengan penerangan obor memberi perintah dengan tenang dan berwibawa seperti diharapkan dari seorang pemimpin. Yang luka-luka harus segera diberi pertolongan, perintahnya. Ia mengulurkan tangan pada Ratu dan bersama-sama masuk ke dalam gedung opera. Gaun dan mantel Ratu penuh percikan darah. Seorang jenderal yang duduk berhadapan dengannya mengalami cedera di leher. Para penonton yang sudah berada di dalam gedung, tadinya menyangka ada ledakan gas. Tetapi kemudian semua tahu ada percobaan pembunuhan terhadap Kaisar. Waktu Kaisar dan Ratu masuk di tempat khusus, semua hadirin terpaku. Kemudian mereka berdiri dan bertepuk tangan menghormati keduanya. Orkestra memutuskan lagu pengiring lakon dan memainkan lagu yang pernah digubah Kaisar, “Putri Hortense”.
Hadirin masih saja bertepuk tangan, tapi Napoleon meninggalkan tempat khususnya beberapa menit. la pergi ke sebuah apotek terdekat, untuk menyematkan salib berlian yang selalu dipakainya sendiri pada seorang pengiring kereta yang sedang sekarat. Ia kemudian kembali ke opera dan masih mendengarkan pertunjukan selama seperempat jam. Kepada para menteri, jenderal, dan pegawai tinggi yang memberi selamat ia berkata, “Saya luput maut bagaikan berkat mukjizat. Tetapi Raja Louis Philippe mengalami sepuluh percobaan. Saya masih mempunyai waktu.”
Bahwa ia selalu mengingat kemungkinan dibunuh terlihat pada pernyataannya kepada Pangeran Ernst von Sachsen Coburg Gotha beberapa jam sebelumnya. Waktu mereka melewati monumen Heinrich IV, ia berkata, “Dari semua percobaan pembunuhan, pembunuhan dengan belatilah yang paling membahayakan. Pasalnya, si pembunuh sebenarnya juga sudah membuang nyawanya sendiri. Pada cara-cara lain, para pembunuh raja masih sempat untuk melarikan diri.”
Beberapa waktu sesudah selesai pertunjukan, Napoleon dan Ratu kembali ke istana. Seluruh jalan dijaga oleh deretan prajurit. Ribuan manusia bersorak menghormati Kaisar. Paris belum pernah mengalami hal yang demikian. Berita percobaan pembunuhan segera tersebar luas. Terlihat bahwa Kaisar sangat dicintai rakyatnya.
Korban peristiwa berdarah ini terdiri dari 8 orang meninggal, 156 orang luka-luka, termasuk 21 wanita dan 11 anak. Kebanyakan ditembus oleh kepingan-kepingan kaca.
Para ahli menemukan bagian-bagian yang pada tempat kejadian, sama dengan bagian-bagian bom yang disimpan Pieri. Tidak jauh dari gedung opera, seorang pelayan menemukan kantong yang isinya benda berbentuk silinder. Ia mau membuang kantong, tetapi kemudian menelitinya sekali lagi. Ternyata isinya bom! Beberapa meter dari tempat itu, seorang petugas polisi menemukan sebuah revolver yang bernoda darah. Seorang ahli senjata di jawatan kepolisian hanya memerlukan waktu sejenak saja untuk menentukan bahwa bom yang ditemukan ini sama dengan bom yang dimiliki Pieri.
Sekali lagi Pieri ditahan dan diinterogasi. Akhirnya diketahui bahwa ia tinggal di sebuah hotel di Rue Montmartre bersama-sama dengan seorang pria bernama Da Silva. Di dalam hotel tersebut memang ditemukan seseorang berbaring pura-pura tidur. Orang ini, begitu keterangan portir hotel, kembali ke kamarnya beberapa menit sesudah percobaan pembunuhan dan meminta tagihannya disiapkan karena ia akan pergi hari berikutnya. Ketika ditanyai soal surat-surat keterangannya, katanya ia orang Inggris. Akan tetapi logat bahasa Inggrisnya begitu kental, hingga polisi curiga. Waktu menggeledah lemari pakaian, mereka menemukan senjata-senjata dan juga surat-surat yang dialamatkan kepada seorang Pangeran Charles de Rudio. Sesudah diinterogasi mendalam, maka akhirnya ia mengaku bahwa ia itu de Rudio. Ia juga ditahan.
Beberapa jam sesudah percobaan pembunuhan, seorang lelaki muda menarik perhatian hadirin di sebuah restoran Italia di dekat gedung opera. Pasalnya, ia berbicara aneh-aneh. Dalam ocehannya itu ia selalu menyebut-nyebut majikannya. Agaknya lelaki muda itu terganggu pikirannya.
Karena kemudian para tamu memanggil polisi, ia diinterogasi. Katanya ia seorang Inggris bernama Swiney. Akan tetapi logat bicaranya sangat jelas logat Italia. Sebagai alamat rumah diberikannya sebuah hotel di Rue Saint Honore. Karena para petugas polisi di restoran menemukan sebuah revolver yang berisi, mereka menaruh curiga. Di kamar tempat tinggalnya tidak ditemukan hal-hal yang mencurigakan. Seorang wanita muda yang tidur di situ ternyata bukan tokoh penting. Dengan menginterogasi portir hotel, akhirnya semuanya dapat dijelaskan.
Orang yang ditahan itu baru pada tanggal 12 Juli dibawa oleh penjaga rumah di Rue Mont Thabor ke hotel dan disebut sebagai pembantu orang yang menyewa rumah itu. Waktu hal ini diberitahukan, orang yang mengaku bernama Surney berhenti berdusta dan mengaku bahwa ia dari Napoli, bernama Gomez, dan sudah sebulan bekerja pada seorang yang menamakan diri Allsop. Kemudian ternyata, Gomez melarikan diri ke restoran, sesudah ia melempar bom.
Waktu polisi datang di Rue Mont Thabor, pintu dibuka oleh seseorang yang memakai baju tidur. la tinggi besar. Raut mukanya menunjukan ciri khas kalangan ningrat dan ditumbuhi jenggot sampai ke pipi. Matanya hitam dan pandangannya tajam. Segera terasa ia berwibawa. Kepalanya dibalut dengan pembalut yang penuh darah. Waktu melempar bom, ia sendiri terluka dan kehilangan banyak darah. Waktu melarikan diri, ia membuang senjatanya. Begitu pula dengan bom yang kedua. Tetapi dengan tenang serta dengan suara yang mantap, ia menerangkan bahwa ia datang dari Rue Peletier dan di sana terluka oleh pecahan-pecahan bom. Ia menyesalkan mengapa ia demikian ingin tahu sehingga datang ke tempat kejadian. Ia menuduh Polisi Prancis karena percobaan pembunuhan yang demikian serius bisa terjadi.
Petugas-petugas polisi mencurigai logat Italianya yang khas. Waktu mereka meminta surat-surat keterangan, ia memberikan dompetnya. Dompet itu berisi paspor dan surat-surat keterangan. Semua kartu identitasnya atas nama Thomas Allsop, warga negara Inggris dan pengusaha bir. Ia berasal dari London dan bertempat tinggal di Rue Mont Thabor. Surat-surat keterangan ini ditambah dengan sikap yang mantap dan meyakinkan, membuat petugas ragu. Mereka bertanya-tanya apakah akan meneruskan pemeriksaan. Akan tetapi mereka mengingat kelakuan pembantunya yang mencurigakan. Karena kurang alasan untuk penahanan Allsop, polisi meninggalkan dua petugas di tempat itu, yang diberi perintah untuk terus mengamat-amati.
Semua terungkap beberapa jam kemudian, waktu Pieri dan Gomez diinterogasi mendalam. Mereka mengungkapkan bahwa orang yang tinggal di rumah Rue Mont Thabor ialah Pangeran Felice Orsini, seorang Italia. Waktu melemparkan bom, ia sendiri terkena dan meninggalkan bekas-bekas darah. Bom dan revolver yang ditemukan di dekat tempat kejadian ialah miliknya. Orsini segera ditahan bersama dengan ketiga kaki tangannya.
Polisi Paris dengan demikian memperlihatkan ketangguhannya. Dalam 24 jam mereka mengungkapkan kejahatan dan semua pelaku ditahan. Sebelumnya, Napoleon memarahi menteri dalam negeri dan Ratu menuduh Kepala Polisi Paris karena gagal melindungi mereka. Akan tetapi Polisi Paris tidak seburuk yang dituduhkan.
Pemeriksaan segera mengungkapkan Orsini sebagai otaknya. Tiga orang lain hanya pembantu belaka.
Yang tidak begitu jelas ialah apakah Orsini mempunyai orang-orang kuat di belakang layar? Apakah ada komplotan yang mempunyai tujuan menggulingkan pemerintahan? Apakah ada hubungan ke Belgia, Inggris ataupun ke Swiss? Siapakah sebenarnya yang menjadi dalang? Jika Orsini perencana tunggal, motif apa yang menggerakkannya? Bukankah ia orang Italia. Untuk apa mencoba membunuh kepala negara negara asing?
Untuk mengungkapkan semua ini, diadakan aksi polisi yang terluas yang pernah dialami negara itu. Semua orang, di Paris ataupun di daerah, yang pernah mengucapkan sesuatu yang melawan Kaisar, dipanggil polisi dan diinterogasi. Yang berwajib menerima banyak petunjuk. Akan tetapi tidak ada yang benar-benar dapat dipakai. Juga mereka yang berhaluan sosialis, yang dituduh menjadi perencana komplot, tidak bisa dipersalahkan. Pemeriksaan yang diadakan di Belgia dan di Swiss, juga berakhir negatif.
Di London, ditemukan seorang kaki tangan Orsini yang lain, yaitu seorang imigran Prancis. Keterangannya mengungkapkan pemikiran mengadakan percobaan pembunuhan itu memang datang dari Orsini sendiri dan bahwa ia tidak melakukannya atas perintah siapa pun.
Akhirnya motif terungkap waktu diadakan pemeriksaan terhadap kehidupan Orsini. Pemeriksaan ini ternyata tidak terlalu sulit, karena ningrat yang berusia 38 tahun ini baru saja menulis memoarnya.
Felice Orsini dilahirkan akhir Desember 1819 di Meldola dekat Forli (Italia Tengah). Ayahnya, Pangeran Andrew Orsini, boleh dikatakan merupakan seorang pemberontak. la termasuk anggota Carbonari terkenal di zamannya. Carbonari itu ialah komplotan rahasia yang terbesar dan terpenting di Italia, yang bertujuan menyingkirkan kekuasaan asing dan mengukuhkan persatuan serta kemerdekaan Italia. Semua anggota komplotan rahasia ini disumpah tidak berbicara tentang komplotan, setia, dan tunduk. Waktu ia remaja, Felice Orsini sudah masuk ke dalam organisasi rahasia tersebut dan mengikuti aksi-aksi. Pada tahun 1845 ia dihukum kerja paksa seumur hidup oleh mahkamah agung di Roma karena membantu menggulingkan pemerintahan gereja. Akan tetapi sesudah setahun ia diampuni.
Orsini bertabiat tidak tenang. Pikirannya sempit, cepat naik darah, genit, dan senang dipuji serta fanatik. Kini kita akan menggolongkannya sebagai psikopat yang suka pujian dan fanatik. Waktu di pembuangan ia berjumpa dengan Mazzini, pemimpin Carbonari. Ia segera menggabungkan diri dengannya. Sesudah Prancis membantu Pemerintah Italia yang berkuasa, Mazzini meminta Napoleon III dibunuh. Ia menuduh Napoleon III sebagai bekas anggota Carbonari yang telah meninggalkan dan mengkhianati ide-ide “Italia Muda”. Ajaran-ajaran Mazzini diterima baik oleh Orsini. Sesudah ia beberapa waktu mengacau di Italia, ia berimigrasi ke Inggris, bergabung lagi dengan Mazzini, yang masih saja mengacau.
Di Austria ia dihukum mati karena berkomplot melawan Kaisar Austria di akhir tahun 1854. Sebelum hukuman dijalankan, ia dapat melarikan diri dari Zitadel Mantua dengan bantuan seorang wanita.
Dari bulan Juli 1856 hingga permulaan Januari 1858, ia kembali ke London dan bertengkar dengan Mazzini. Di situlah ia menentukan untuk menyingkirkan Napoleon III sebagai rintangan utama pembebasan tanah airnya.
Napoleon itu orang terkuat di Eropa, begitu kata Orsini. Jadi baginya mungkin saja menghilangkan semua rintangan. Orsini tidak menginginkan hal itu. Oleh karena itu ia harus dihilangkan. Jika Kaisar sudah disingkirkan, begitu kata Orsini selanjutnya, maka akan terjadi revolusi di Prancis, yang akan menular ke Italia. Anarki di Prancis berarti juga anarki di Italia.
Sejak itu tujuan satu ini yang dikejar Orsini. Ia mulai mempelajari bagaimana menggunakan dan membuat bom, ia mencari bantuan di kalangan imigran-imigran petualang. Ia berjumpa dengan tiga orang Italia: Pieri, Gomez, dan Pangeran de Rudio. Ketiganya orang-orang tanpa pendirian, mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap dan hidup dari mengacau. Hanya pada Pierilah Orsini menceritakan semua maksudnya.
Dengan paspor palsu, Orsini pergi ke Prancis melalui Belgia di pertengahan Desember 1857. Ia membawa bom-bom yang dibuat di Inggris. Ketiga pembantunya mengikuti dengan kereta api melalui jalan yang berbeda-beda. Di Paris, Orsini dengan cermat mengikuti berita surat kabar untuk mengetahui di mana Kaisar berada. Pada tanggal 14 Januari, pagi hari, ia memberi tahu para pembantunya bahwa saat bertindak telah datang.
Di tempat tinggalnya Orsini mempersiapkan bom, memberikan instruksi terakhir, dan membagi-bagi bom. Gomez dan de Rudio mendapat dua bom yang besar. Orsini membawa yang kecil dan Pieri mendapat alat peledak yang masih tersisa. Yang pertama kali akan melempar bom Gomez, sesudah itu de Rudio dan selanjutnya Orsini serta Pieri.
Kira-kira jam 8 malam komplotan itu berangkat serta berbaur dengan orang-orang yang menunggu di jalan sekeliling gedung opera. Waktu iring-iringan Kaisar datang, Gomez melemparkan bom sesuai dengan rencana, diikuti Orsini dan akhirnya de Rudio. Pieri tidak sempat beraksi, karena sebelumnya ia sudah ditangkap.
Percobaan pembunuhan itu menimbulkan efek besar di London dan Brussel. Pemerintah Prancis mengajukan protes keras karena pemberian suaka terlalu mudah. Pemerintah Belgia kemudian memberi peringatan pada beberapa koran dan memperketat pengawasan terhadap orang-orang asing. Akan tetapi Pemerintah Inggris tidak mau membatasi undang-undang suaka. Parlemen Inggris, begitu keterangan menteri luar negeri pada waktu itu, lebih baik setuju dianeksasi oleh Prancis, daripada mundur selangkah dalam hal tersebut.
Napoleon meminta pelaksanaan loi de surete generale, yakni undang-undang keamanan umum. Setiap orang, dapat diusir tanpa diadili lebih dulu atau ditahan di Prancis atau Aljazair, jika ia berdasarkan beberapa bukti dianggap berbahaya. Undang-undang itu meletakkan kebebasan seseorang sepenuhnya di bawah pengawasan badan-badan eksekutif. Sesudah dikejutkan oleh undang-undang baru ini, masyarakat tenang kembali. Di parlemen, undang-undang itu diterima oleh suara terbanyak. Dengan demikian, percobaan pembunuhan ini telah memberikan senjata kuat pada Napoleon III untuk mengontrol kekuatan oposisi.
Sidang utama
Sidang utama berlangsung pada tanggal 25 dan 26 Februari 1858 di depan Pengadilan Paris. Tertuduh utama sering membantah keterangannya sendiri waktu diadakan pemeriksaan awal. Tadinya ia tidak mau mengaku terlibat dalam kejahatan. Kemudian ia mengaku menjalankan beberapa hal, yang segera diingkari kembali. Pada tanggal 9 Februari, akhirnya ia memberi pengakuan penuh, “Dalam kasus ini, saya bertanggung jawab sepenuhnya dan bersedia mati.”
Karena merasa dikhianati para pembantunya, tadinya Orsini mencoba untuk melebih-lebihkan soal keterlibatan mereka. Kemudian ia mundur, “Saya kembali membantah apa yang telah saya katakan tentang mereka. Dan saya menawarkan pribadi saya sebagai korban bagi negara saya.” Ia lalu mencoba untuk mengecilkan keterlibatan kawan-kawannya.
Ia mengaku di depan umum, mencoba meminta Napoleon III untuk menyingkirkan halangan bagi kebebasan tanah airnya. Katanya, alih-alih memberi bagi para pejuang kemerdekaan dan kesatuan Italia, Kaisar yang pernah menjadi seorang Carbonari malah bersekutu dengan gereja dan golongan konservatif. Dengan demikian ia telah menjual dan mengkhianati teman-teman seperjuangannya dulu.
Dengan gayanya yang bebas dan berani, Orsini tampaknya menarik perhatian orang. Ia tidak mencoba menyembunyikan kesalahannya. Ia mengatakan terus terang bahwa karena Napoleon menghalang-halangi kemerdekaan Italia, ia harus disingkirkan. Tetapi ia tidak mengaku melempar bom. Katanya bom dilempar oleh scorang Italia, yang namanya tidak ingin ia sebutkan.
Sebaliknya Gomez dan Pieri mencoba mengecilkan keterlibatan mereka demi keselamatan mereka.
Waktu ditanyakan apa yang ia lakukan, Gomez menjawab, “Tuan Orsini berkata kepada saya, bahwa ia pergi ke Rue Le Peletier. Di sana Kaisar ditunggu di gedung opera. Ia pergi ke sana untuk membunuhnya dan saya harus mengikutinya. Waktu sampai di Rue Le Peletier saya harus melemparkan bom ke iringan Kaisar.
Ketua: “Hal itu Anda anggap biasa saja?”
Gomez: “Saya tidak mengetahui maksudnya. Saya menurut saja.”
Ketua: “Apakah Anda tidak dapat membayangkan akibat mengerikan yang akan terjadi?”
Gomez: “Tidak, Tuan Ketua!”
Pieri, kadang-kadang menunduk dan kadang-kadang kurang ajar, mencoba agar pengadilan percaya, bahwa Orsini tidak pernah menceritakan tentang rencananya membunuh Kaisar.
Ditanya untuk apa ia membawa bom, ia menjawab bahwa ia ingin mengadakan percobaan di Paris untuk mengadakan revolusi nanti di Italia. Revolver dan belati yang juga ditemukan padanya ialah untuk membela diri terhadap Orsini. Ia sebenarnya sudah mau memutuskan hubungan dengan Orsini dan sama sekali tidak bermaksud untuk mengikutinya ke gedung opera.
Kebalikan dengan keterangan-keterangan yang licik itu, Pangeran de Rudio tegas dan jujur dalam pertanggungjawabannya. Katanya ia dalam keadaan sukar dan satu-satunya keterangan yang mungkin dapat dipakai untuk meringankan kesalahannya ialah bahwa baru di Prancis ia mengetahui apa yang sebenarnya dimaksudkan Orsini. Waktu itu ia tidak bisa mundur karena ia akan dicap pengkhianat.
Jaksa Agung Chaix d’Est -Ange menuntut hukuman mati bagi keempat tertuduh.
Pembela tertuduh utama ialah Jules Favre, seorang politikus paling terkenal, jagoan berpidato di masa itu. Ia melukiskan Orsini sebagai patriot dan martir, yang dikuasai cita-cita mempersatukan kembali dan memerdekakan tanah airnya. Pembela berbicara tentang percobaan tertuduh yang tiada henti-hentinya untuk dapat mengejar cita-cita. Percobaan yang meminta kekuatan, keberanian, dan kejantanan. Ia melukiskan perbuatan orang yang dihukum mati ini sebagai perbuatan agung, yang didukung oleh dorongan tanpa pamrih. Ia membuat pendengar menangis dan kemudian juga ia sendiri menangis.
Pada akhir pledoi, pembela mengambil sepucuk surat dari saku yang ditulis Orsini di penjara dan yang dialamatkan kepada Kaisar dan yang kini dibacakannya sesudah meminta izin dari Kaisar.
Pengakuan-pengakuan yang saya buat, telah cukup untuk menghukum mati saya. Saya akan menjalani hukuman itu tanpa meminta ampun.
Untuk menjaga keseimbangan di Eropa kini, Italia harus dibebaskan ataupun agak dilonggarkan rantai yang membelenggunya pada Austria. Apakah saya meminta agar orang Prancis menumpahkan darahnya untuk bangsa Italia? Tidak! Saya tidak meminta sejauh itu. Italia hanya meminta agar Prancis tidak mengizinkan Jerman membantu Austria dalam peperangan yang akan segera meletus.
Saya memohon Sri Baginda untuk memberikan kemerdekaan kembali pada tanah airku, kemerdekaan yang telah hilang bagi penduduk Italia akibat kesalahan orang Prancis.
Semoga Sri Baginda ingat, bahwa bangsa Italia, antara lain ayah saya, dengan senang hati telah mengorbankan darah untuk Kaisar Napoleon Agung. Ke mana saja mereka dibawa oleh Baginda dan bahwa mereka itu tetap setia padanya, hingga jatuh dari takhta. Hendaknya Sri Baginda sadar, bahwa ketenangan Eropa dan juga ketenangan Sri Baginda tidak akan terlaksana, selama Italia belum merdeka. Semoga Sri Baginda dapat menganugerahkan keinginan seorang patriot yang akan dihukum mati dan memberikan kemerdekaan pada tanah airnya. Maka restu 25 juta orang warga akan mengikuti Sri Baginda sampai sepanjang zaman.
Dari penjara
Monza Felice Orsini
11 Februari 1858
(Atas perintah Kaisar, maka surat ini diterbitkan di Moniteur, koran resmi pemerintah)
Hadirin terkejut, hampir saja mereka bertepuk tangan. Surat ini menimbulkan rasa kasihan yang mendalam bagi terdakwa utama. Sesudah ia dan kedua temannya Pieri dan de Rudio (Gomez mendapat hukuman kerja paksa seumur hidup) dijatuhi hukuman mati, banyak orang yang serius berpikir bahwa hukuman mati dapat diganti.
Kaisar termasuk mereka yang merasa kasihan pada Orsini. Ratu pun meminta dengan sangat agar Pangeran Orsini diampuni. “Ia bukan seorang pembunuh biasa. Ia seorang lelaki yang perkasa, saya menghormatinya.” Malahan Ratu berpikir untuk mengunjunginya di penjara. Para penasihat dengan susah payah menahan Ratu. Dewan pertimbangan rahasia dan para menteri menyarankan Kaisar untuk tidak memberi pengampunan dan mengingatkan pada darah yang sudah banyak tumpah di Rue Le Peletier. Waktu Uskup Agung Paris menasihati agar keadilan dijalankan, Kaisar tidak jadi mengampuni Orsini. Hanya de Rudio diberi ampun.
Tanggal 11 Maret 1858 Orsini menulis surat baru pada Napoleon III:
Beberapa jam lagi saya akan tiada. Sebelum saya bernapas untuk terakhir kalinya, saya ingin orang tahu, bahwa pembunuhan bukan termasuk sendi hidup saya, meskipun saya terseret kesesatan yang fatal, merencanakan pembunuhan tanggal 14 Januari. Semoga sahabat-sahabat saya setanah air, tidak mempergunakan pembunuhan, dan menjauhinya.... Semoga Sri Baginda memperbolehkan saya memohon ampun bagi kedua teman sekomplotan yang dihukum bersama saya.
Dengan hormat yang dalam,
Orsini
Bahwa ia tidak membenarkan percobaan pembunuhan untuk tujuan-tujuan politik tentu mengherankan, karena sebelumnya Orsini selalu bangga mengaku melakukan percobaan pembunuhan semacam itu. Akan tetapi itu bukanlah untuk pertama kalinya ia mengingkari apa yang dilakukannya dan apa yang telah dikatakannya.
Tanggal 13 Maret 1858 ditetapkan sebagai tanggal pelaksanaan hukuman mati.
Menurut berita yang diterbitkan di Gazette des Tribuhaux, Orsini hingga saat penghabisan tetap tenang. Ia berbicara seperlunya dan tidak sekalipun mengeluarkan perkataan marah terhadap Pengadilan Prancis. Kunjungan rohaniwan di penjara diterimanya dengan hormat. Setiap hari ia hanya makan sekali saja dan hanya meminta agar diberi cadangan anggur lebih banyak.
Sebaliknya Pieri sangat bingung. Ia berbicara dan membuat gerakan-gerakan dengan tangan tanpa henti-hentinya dan selalu saja ingin berbicara dengan petugas-petugas penjara.
Malam tanggal 13 dibuat gantungan dengan diterangi obor. Kira-kira jam 5 pagi beberapa eskadron kavaleri datang untuk menjaga tempat penggantungan. Sementara itu hakim dan jaksa pergi ke terhukum untuk bertanya apakah mereka masih ingin memberikan keterangan. Kira-kira jam 6 direktur penjara bersama pastur pergi ke Orsini untuk mengatakan, bahwa hukuman akan segera dijalankan. Orsini hanya menjawab bahwa ia sudah siap. Pieri waktu mendengar hal itu, langsung sangat bingung dan mulai menjerit. Dengan susah payah ia dapat ditenangkan.
Karena Orsini dan Pieri dihukum untuk jenis hukuman mati yang digolongkan parricide (membunuh ayah), maka mereka hanya diperbolehkan memakai kemeja dan pergi tanpa sepatu ke tempat penggantungan. Kepala mereka ditutupi dengan kerudung hitam.
Waktu mereka pergi ke arah penggantungan, Pieri menyanyikan lagu “Girondis”. Orsini sama sekali tidak menunjukkan perasaan apa pun. Ia juga tenang waktu Pieri dipenggal kepalanya di depannya. Sebelum ia sendiri dipegang, dengan keras ia berteriak ke arah orang yang datang berkumpul di situ: “Hidup Italia! Hidup Prancis!”
Beberapa waktu sebelum pukul 7, semuanya sudah selesai. Peristiwa berdarah di Rue Le Peletier telah dibalas.
Sesudah kematian Orsini, kadang kala terdengar suara yang meragukan kesehatan mentalnya. Ia dikatakan tergolong patologis dan ada gejalanya sakit paranoia. Lombroso termasuk orang yang memeriksanya. Pada Orsini mungkin penyakit tidak begitu parah. Tetapi bahwa hukuman itu memang setimpal baginya, tidak usah diragukan lagi.
(Maximilian Jacta)
Baca Juga: Kartu Nama yang Membuka Rahasia
" ["url"]=> string(72) "https://plus.intisari.grid.id/read/553760954/mungkin-ia-hanya-orang-gila" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1683803048000) } } }