array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3726521"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(105) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/03/27/raja-bawang-yang-sialjpg-20230327113241.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(116) "Menjadi seorang raja bukan berarti bisa hidup nyaman tanpa masalah. Istrinya memiliki banyak afair dengan pria lain."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(105) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/03/27/raja-bawang-yang-sialjpg-20230327113241.jpg"
      ["title"]=>
      string(21) "Raja Bawang yang Sial"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-03-27 11:32:56"
      ["content"]=>
      string(20127) "

Intisari Plus - Menjadi seorang raja bawang dari Amerika, bukan berarti Ken Matsushita bisa hidup nyaman tanpa masalah. Rupanya istrinya yang bekas model itu memiliki banyak afair dengan pria lain.

---------

Wanita itu asli dari New Mexico dan cantik jelita. Matanya hijau seperti mata kucing, rambutnya berwarna madu dan tubuhnya ramping. Dia bekas foto model di New York. Umurnya 29 tahun. Ia istri raja bawang dari Amerika. Kedengarannya memang lucu, tetapi itulah kenyataannya. Kenichi Matsushita ialah petani bawang terbesar di Amerika atau mungkin juga di seluruh dunia. la memiliki tanah luas yang ditanami bawang, sehingga ia menjadi jutawan.

Suatu hari Ny. Matsushita menelepon saya. Ia meminta saya mencari suaminya. Matsushita meninggalkan rumah tanpa memberi tahu mau ke mana. Sebetulnya hal itu sering terjadi. Ia bisa tiba-tiba saja pergi untuk bisnis. Tetapi sekali ini sudah seminggu ia pergi tanpa kabar beritanya.

Matsushita memang pergi setelah terjadi pertengkaran dengan istrinya dan sekarang si istri takut kalau ditinggalkan. Lagi pula ada beberapa kesulitan bisnis yang harus ditangani Matsushita sendiri dan kehadirannya sangat diperlukan sekarang. Hanya itu yang diceritakan Ny. Matsushita kepada saya. Saya tahu apa yang saya perlukan untuk mencari suami yang hilang dan untuk itu saya dibayar. 

Saya langsung mulai. Ternyata tidak sulit. Saya menemukan Matsushita di rumah kakaknya di San Francisco. Mungkin ia tidak terlalu senang ketika saya memberi tahu istrinya sedang menunggu ia kembali. Ia diam seribu bahasa, namun dengan patuh ia kembali ke New Mexico. Saya kira semuanya sudah beres.

 

Binal

Namun tiga sampai empat bulan kemudian, pukul enam kurang seperempat saya mendapat telepon dari Helen Matsushita. “Tuan Armes, cepat datang. Suamiku dibunuh orang,” kata wanita itu dengan bingung.

Saya langsung ngebut lewat jalan raya 10 menuju Las Cruces dan dalam 20 menit sudah tiba di tempat kejadian. Rumah keluarga Matsushita bagus. Letaknya di tengah taman yang luas. Ketika saya datang mobil polisi dan sebuah ambulans sedang keluar. Nyonya Matsushita yang cantik duduk di ruang tamu dengan mata merah dan bengkak karena menangis. Menurut keterangannya, tadi malam ia menelan pil tidur, karena itu ia masih puyeng.

Saya memintanya menceritakan dengan tepat apa yang terjadi. Kemarin katanya, ia bertengkar tentang cek 20.000 dolar AS yang ia keluarkan. Menurut Ny. Matsushita, cek itu untuk saudaranya di Dallas, yang ingin membuka bengkel, tetapi suaminya tidak percaya. Matsushita marah. Ia meninggalkan rumah. Sebelumnya ia berkata akan kembali pukul enam, mungkin mood-nya sudah lebih baik. Namun ia tidak kembali.

Mula-mula Ny. Matsushita tidak bingung. Soalnya, suaminya sering pergi kalau sedang marah, lalu pulang untuk tinggal di bagian lain rumah raksasa itu. Selama beberapa hari si suami tidak akan berbicara dengan dia. Nyonya Matsushita minum obat tidur dan obat penenang. Lalu yang diingatnya hanyalah suara ketukan keras pada kamar tidurnya. Ternyata itu Manuel, mandor kebun. Manuel minta supaya cepat dipanggilkan ambulans. Matsushita ditemukan di luar dan ia cedera berat. Ia ditembak. Ambulans langsung datang dengan polisi. Nyonya Matsushita diinterogasi, tetapi ia tidak bisa memberi keterangan lebih daripada apa yang dia katakan pada saya tadi.

Saya memang sudah tahu bahwa perkawinan Matsushita tidak begitu baik. Istrinya agak binal dan lebih suka kehidupan yang bebas. Padahal suaminya jenis orang yang suka tinggal di rumah dan bekerja. Ceritanya tentang cekcok dan kejadian setelah itu memang masuk.

Seri pertanyaan saya berikutnya menghasilkan data bahwa Ken Matsushita tidak mengalami kesulitan keuangan pada saat itu. Dalam perusahaan juga semua lancar. Sudah berbulan-bulan dia tidak pergi dari rumah dan rasanya tidak masuk akal kalau dia mempunyai musuh yang mau membunuhnya. Biarpun demikian kenyataannya ada juga orang yang menembaknya lima kali.

Saya bertanya kepada Helen Matsushita, apa yang dilakukannya pada hari sebelumnya. Menurut dia, ia di ranjang sampai pukul satu siang. Setelah itu ia makan roti dan berkunjung ke salon kecantikan. Ia datang tepat pada waktunya untuk menyambut anak-anak pulang dari sekolah. Mereka mempunyai tiga orang anak yang umurnya enam, tujuh dan delapan tahun. Setelah itu ia menonton televisi dan seperti yang sudah dikatakan dia tidur awal.

Saya mengangguk, lalu bertanya, apakah saya boleh mengajukan pertanyaan kepada kedua pembantu? Ia setuju, asal dia boleh ikut hadir. Saya tidak setuju. Mereka tidak akan bebas kalau ia juga ikut mendengarkan. Dia tidak begitu setuju, tetapi akhirnya ia memperbolehkan juga. 

 

Tuan bergulat dengan nyonya 

Pembantu pertama mempunyai kamar di atas garasi. Dari pembantu itu saya mendengar bahwa di rumah Matsushita malam sebelumnya agak gaduh. Ia mendengar suara marah dan gelas pecah, lalu mobil dihidupkan. Itu terjadi kira-kira pukul satu. Mobil itu pergi dan kembali lagi kira-kira 20 menit kemudian. Mobil dimasukkan ke garasi, tetapi sekitar satu jam motornya tidak dimatikan. Kemudian kunci kontaknya diputar. Pada saat itu ia seperti kaget dan tidak mau membuka mulutnya lagi. Saya heran dan menengok ke belakang. Rupanya Helen Matsushita masuk ke kamar diam-diam untuk mendengarkan pembicaraan kami. la bertanya, apakah saya sudah menemukan sesuatu dan saya mengerti mengapa ia ingin tahu.

Saya tegaskan bahwa dalam pembicaraan dengan pembantu kedua, saya ingin betul-betul sendiri. Ia pergi dengan mendongkol. Juga dari pembantu ini, yang tidur di bagian lain rumah, dekat anak-anak, saya mendengar bahwa malam itu ada cckcok. Ia terbangun karena huru-hara itu dan ketika ia menengok ke luar ternyata ia melihat suami-istri Matsushita bertengkar di bawah lampu sorot. Mereka malah sampai bergulat. Nyonya merobek kemeja suaminya. Si suami naik ke mobilnya dan duduk di situ. Setelah beberapa waktu istrinya juga masuk ke mobil dan mereka pergi bersama. Lalu si pembantu tidur lagi. Setengah jam kemudian mobil itu kembali. Si pembantu mengira pertengkaran sudah mereda. Keesokan harinya ia mendengar bahwa Tuan Matsushita ditembak orang.

Setelah pembicaraan itu saya panggil mandor Manuel Sedillo. Ia mengajak saya ke tempat majikannya ditemukan tertembak. Waktu itu tengah malam sudah lama lewat. Matsushita ditemukan di tengah tempat pertanian yang panas dan penuh debu.

Di kejauhan tampak Pcgunungan Organ dan di belakangnya awan yang biru. Satu jam lamanya saya mnyelidiki tempat itu. Saya menemukan jejak yang saya cari. Di sini ada jejak orang yang menyeret tubuh seseorang. Ada juga jejak ban mobil. Saya tidak perlu ke garasi untuk melihat bahwa jejak itu dari mobil Matsushita sendiri.

Manuel Sadillo memberi saya data untuk melengkapi cerita. Mandor itu mengatakan bahwa majikannya hari itu sangat depresif. Ia bertanya kepada mandornya, apakah si mandor tidak mendengar desas-desus tentang istrinya, Helen? Manuel menjawab bahwa ia lebih baik jangan diseret dalam persoalan pribadi, namun ia juga tahu bahwa Ny. Matsushita terlibat dalam afair dengan pria lain. Seluruh Las Cruces membicarakan hal itu, tetapi hal itu tentu tidak bisa disampaikannya kepada majikannya.

Saya bertanya, apakah Manuel mau lebih berterus terang terhadap saya? Saya berjanji tidak akan menyalahgunakan kepercayaan itu. Lalu ia bercerita bahwa Nyonya Matsushita mempunyai beberapa teman, tetapi favoritnya seorang pemain sepak bola negro, pemain pro yang selalu datang kalau Tuan Matsushita tidak ada. Ia menginap di wisma tamu, yang letaknya setengah kilometer dari rumah utama.

Saya sekarang tahu apa yang harus saya lakukan dengan klien saya: berbicara panjang lebar. Saya menemukannya sedang tiduran di atas bangku. Ia baru menelan dua tablet Valium lagi, katanya. Karena itu ia tidak tahu apakah bisa memberi jawaban sekarang.

“Cobalah menjawab saya pertanyaan ini. Mengapa Anda menembak suami Anda?” tanya saya.

Minum Valium atau tidak, ia bangun seperti tersentak arus listrik. Matanya terbelalak.

“Anda gila,” teriaknya. Saya tenang saja dan bertanya tentang apa yang mereka pertengkarkan tadi malam. 

“Kami bukan cekcok besar,” katanya. “Kami hanya salah paham tentang uang seperti yang sudah saya katakan tadi.”

“Anda tidak bergulat?” 

“Tidak.” 

“Anda tidak menembak dia?” 

“Tentu saja tidak.” 

“Anda tidak ikut dengannya masuk ke mobil?” 

“Apa-apaan ini Tuan Armes?”

“Anda berbohong dan Anda tahu bahwa Anda tidak berterus terang.”

Ia meloncat dari bangkunya. Matanya seperti mengeluarkan api. Ia menuding dengan jarinya yang lentik ke arah pintu. “Keluar! Anda saya pecat. Saya tidak mau melihat Anda lagi! Pergi!” 

Saya jawab bahwa dia lebih baik tidak meneruskan sandiwara amatir itu. la tahu bahwa ia telah menembak suaminya dan ia tahu bahwa saya juga tahu. Saya bahkan menceritakan bagaimana saya bisa membuktikannya.

“Anda tidak melihat mayat suami Anda, bukan?” 

“Benar.” 

“Lalu bagaimana Anda tahu bahwa ia ditembusi lima peluru? Ada orang yang cerita. Manuel mungkin. Atau polisi.”

“Tidak ada yang menceritakan hal itu. Anda tahu karena memang Anda yang menembaknya. Di mana senjata itu?”

“Anda tidak membela saya lagi,” katanya terengah-engah dengan dramatis. Lalu ia menjatuhkan diri di sofa dengan anggun. “Semua anti saya.” 

Saya tidak mendapat kesempatan untuk menjawab, karena pintu dibuka. Polisi masuk. Salah seorang sudah melambai-lambaikan surat penahanan Helen Matsushita.

“Apa tuduhannya?” tanya saya. 

“Percobaan pembunuhan,” jawab polisi. Soalnya Ken Matsushita tidak mati. Ia memang tertembus lima peluru dan tergeletak beberapa jam, tetapi ia tidak meninggal. Para dokter yang merawatnya di rumah sakit berhasil membuatnya siuman kembali. Ia kemudian bisa memberi keterangan kepada polisi.

“Kalian berkomplot terhadap saya!” teriak Helen Matsushita ketika ia didorong masuk ke mobil polisi.

 

Ingin ditemani 

Saya mengatur penempatan anak-anak, minta ibu Ken Matsushita diberi tahu, lalu saya terus ke rumah sakit. Saya tidak mengira akan disambut begitu meriah. Ken Matsushita bertanya, apa saja yang saya ketahui tentang penyidikan itu? Selama saya cerita tangannya tidak tinggal diam dan terus mencabut-cabut selimutnya. Mukanya pucat dan mulutnya seperti garis.

Namun waktu saya selesai ia tersenyum. 

“Anda benar,” ia berbisik. “Namun apakah Anda masih terlibat dalam persoalan ini?” 

“Saya kira tidak, karena penyidikan sudah selesai dan pelaku sudah ditemukan. Dia sudah ditangkap.”

“Baik. Saya sekarang ingin bantuan Anda.” 

“Mengapa? Apa yang harus saya lakukan?” 

“Anda harus mengeluarkan istri saya dari penjara.”

Saya jawab bahwa itu lebih mudah dikatakan daripada dilaksanakan.

“Istri Anda dituduh melakukan percobaan pembunuhan.”

“Itu tidak akan pernah terjadi kalau saya tidak mau menjadi saksi,” katanya.

Jadi saya disewa keluarga Matsushita lagi, tetapi sekarang suaminya yang menyewa saya. Saya sendiri tidak bisa mengerti jalan pikiran orang itu.

Saya pergi ke polisi untuk mengatakan bahwa Ken Matsushita tidak mau menjadi saksi yang memberatkan istrinya, sehingga sebaiknya hakim bisa membebaskan istrinya sementara dengan uang jaminan. Itu memang terjadi. Uang jaminannya 150.000 dolar AS. Saya akan menjadi penjaminnya, tetapi hakim menolak. Soalnya, saya penghuni negara bagian lain. Hakim minta jaminan dari orang yang mempunyai harta kekayaan di New Mexico. Saya menyatakan saya memiliki lebih dari jumlah yang menjadi jaminan itu di New Mexico. 

Hakim bertanya, apakah saya mau mempertaruhkannya untuk seorang klien? Saya jawab ya, lalu hakim setuju. Saya menandatangani naskah-naskah. Saya tidak bimbang, karena Ken Matsushita kelihatannya jujur dan tidak akan menyalahgunakan kepercayaan saya.

Hari sudah hampir tengah malam, ketika semua formalitas sudah dipenuhi. Saya mengantarkan Ny. Matsushita dalam mobil saya ke rumah. Dalam perjalanan saya menceritakan tentang apa yang terjadi. Rumahnya kelihatan kosong dan gelap. la takut dan minta saya ikut masuk untuk menyalakan lampu. Saya ikut terutama karena saya ingin jawaban atas satu pertanyaan lagi. Helen Matsushita bertanya, apakah saya mau menemaninya sampai pagi hari. Ia jelas memberi tahu bahwa saya tidak perlu tidur di kamar terpisah, tetapi saya pura-pura tidak mengerti. Saya malah bertanya, di mana ia telah menyembunyikan senjata maut itu. 

“Nanti saya ceritakan, asal kau menemani saya,” katanya.

“Apa kekurangan saya?” tanyanya dengan manja. “Apakah kau menganggap saya kurang cantik?”

Saya jawab terus terang bahwa bukan itu persoalannya, tetapi bagi saya yang perlu sekarang ialah mendapatkan senjata itu dan lain tidak. Ia memandang saya lama dan mendalam. Lalu ia mengangguk.

“Di ruang bawah tanah,” katanya. Ia mendahului saya lewat garasi ke ruangan bawah tanah. Di situ ia membuka pintu kecil. Di dalam lemari itu ada sebuah 32 browning otomatis. Saya mencium larasnya. Bau mesiu masih ada.

“Barang ini akan saya bawa.” 

“Sekarang Anda benar akan pergi?”

“Tunggu sebentar,” katanya lagi. Rupanya ia mendapat ide. “Saya akan minta bantuan Anda untuk melindungi saya.” 

“Melindungi terhadap siapa?” 

“Terhadap segala sesuatu dan siapa saja. Siapa tahu kalau terjadi sesuatu.”

Saya sudah tahu maksudnya dan saya tidak ada minat.

“Kuncilah semua pintu. Anda pasti aman. Lagi pula sebentar lagi juga hari sudah terang.” 

“Kalau Anda tinggalkan, saya akan bunuh diri.”

“Bohong! Bunuh diri tidak cocok dengan Anda. Anda terlalu senang dengan hidup ini,” saya tandaskan.

Lalu saya pergi secepat mungkin. Waktu saya sudah masuk mobil, saya tancap gas untuk meninggalkan wanita yang tidak bisa diperhitungkan itu. Bayangkan! Ia mengambil uang suaminya untuk diberikan kepada pacar, dengan siapa ia mengkhianati suaminya. Waktu suaminya tahu, si suami ditembak lima kali, lalu ditinggalkan begitu saja di tengah ladang. Ketika suaminya tahu istrinya ditangkap, si suami malah minta istrinya dibebaskan. Setelah itu wanita tersebut mau mengajak tidur detektifnya. Saya sudah senang terlepas dari Helen Matsushita.

 

Kebal berita buruk 

Saya merasa sangat lelah. Di belakang kemudi rasanya saya menerobos terowongan gelap. Saya ingin pulang secepat mungkin, lalu tidur. Namun telepon mobil saya berdering. Apakah saya bisa cepat kembali ke polisi di Las Cruses? Saya dipanggil! Nyonya Matsushita menembak dirinya dan kini dalam perjalanan ke rumah sakit, di mana suaminya juga dirawat. Saya langsung kembali.

Ketika saya sampai di rumah sakit, Ny. Matsushita masih di meja operasi. Dengan menggeleng-gelengkan kepala seorang dokter bercerita bahwa nyonya itu menodongkan revolver ke kepalanya, lalu picuknya ditarik. Keadaannya gawat, tetapi ia masih hidup. Saya tetap di rumah sakit malam itu.

Pagi hari Helen Matsushita siuman kembali. Ia menceritakan kepada polisi bahwa ia berusaha bunuh diri karena saya tidak mau menemaninya. Tidak ada jalan lain bagi saya daripada menceritakan terus terang kepada suaminya apa yang terjadi.

Ken menerima berita itu dengan tenang, seperti orang yang sudah kebal terhadap berita buruk. Perkara istrinya harus jernih dulu. Itu yang paling penting baginya pada saat itu. Saya setuju dan saya menunggu sampai istrinya dibebaskan dengan pasti. Waktu itu saya mencari tahu apa yang digunakan dengan cek 20.000 dolar yang membuat banyak kesulitan itu. Ternyata uang itu memang bukan untuk saudaranya yang mau membuka bengkel baru, tetapi untuk membeli kuda balap yang dibeli atas nama pemain sepak bola negro itu.

Cerita ini tidak berakhir seperti dongeng bahwa mereka hidup bahagia setelah itu. Tidak lama setelah peristiwa itu mereka bercerai. Ken bisa memaafkan perbuatan istrinya yang hampir membunuhnya, tetapi ia tidak bisa menerima adanya orang ketiga.

Baca Juga: Meraih Impian Jadi Orang Kaya

 

" ["url"]=> string(66) "https://plus.intisari.grid.id/read/553726521/raja-bawang-yang-sial" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1679916776000) } } }