array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#42 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3608979"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#43 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/12/10/meraih-impian-jadi-orang-kaya_ni-20221210032201.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#44 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(150) "Sejak kecil, Thomas Devins bermimpi menjadi orang kaya. Untuk meraih impiannya, ia menghalalkan segala cara, termasuk menipu dan melakukan pembunuhan."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#45 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/12/10/meraih-impian-jadi-orang-kaya_ni-20221210032201.jpg"
      ["title"]=>
      string(29) "Meraih Impian Jadi Orang Kaya"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-12-10 15:22:15"
      ["content"]=>
      string(29208) "

Intisari Plus - Sejak kecil, Thomas Devins bermimpi menjadi orang kaya. Untuk meraih impiannya, ia menghalalkan segala cara, termasuk menipu dan melakukan pembunuhan.

--------------------

Thomas Edward Utter Jr. lahir dari keluarga miskin dan alkoholik di Fordyce, Arkansas, bulan Juli 1940. Ketika umurnya tujuh tahun, orang tua beserta kelima anaknya pindah ke kota kecil di Kalifornia Utara. Tiga tahun kemudian, mereka pindah lagi ke Los Angeles.

Di usia 14, Thomas – biasa dipanggil Tom – keluar sekolah tanpa menyelesaikan kelas delapan - kira-kira setara dengan kelas 2 SLTP. Dua tahun kemudian ia pergi dari rumah untuk mencari peruntungan sendiri dan meraih cita-cita menjadi orang kaya.

Mendekati usia 20, Tom menjadi petugas valet parking sebuah bar mewah di Sunset Strip. Wajah tampan, potongan tubuh sedang, sikap sopan menyebabkan orang-orang kaya yang mobil mewahnya dia parkirkan tak segan-segan memberi tip besar. Sebagian penghasilannya ia belikan saham di bursa. 

Sayang, hidupnya tidak luput dari kriminalitas. Ketika ditangkap polisi lalu lintas karena kabur tanpa membayar ongkos parkir, petugas menemukan senjata api ada padanya. Untung Tom masih muda, hukum pun memberinya belas kasihan. Celakanya, bukannya kapok, ia malah mencongkel mobil, juga mencuri di rumah orang beberapa kali ia dijebloskan ke tahanan.

Menyadari catatan kejahatannya panjang, Tom melakukan cara klasik para penjahat Kalifornia masa itu. Di usia 24, Thomas Edward Utter Jr. ganti nama menjadi Thomas Devins. Dengan jati diri baru ia melamar kerja di agen properti ternama di Kalifornia, Archer Realty, sembari kursus untuk memperoleh lisensi jadi broker real estat.

 

Penasihat bidang investasi

Adalah Norma Bell Carty Wilson, perempuan berkaki panjang, berambut pirang dengan kulit mulus terawat. Bibirnya sensual, tulang pipinya tinggi, dan hidung arsitokrat. Gaun mewah dikenakannya sehari-hari menjadikannya perempuan sempurna di usia 53 tahun.

Dibesarkan dalam keluarga makmur di Washington DC, ayahnya insinyur kaya. Suami pertamanya juga pengusaha kaya, Roy Carty. Namun sejak Roy meninggal, 1959, Norma memutuskan untuk keluar dari kungkungan rumah tangga, dan menikmati hidup.

Sadar akan penampilan diri, perempuan ini bak ingin meraih kembali masa mudanya. Dia tak segan membelanjakan banyak uang agar penampilannya tampak lebih muda. Pemuda yang sebenarnya pantas jadi anaknya tak ragu ia kencani.

Salah satunya William Wilson, bekas salesman mobil, instruktur di Sekolah Tari Arthur Murray, yang terkadang menulis cerpen. Pada 1964 Norma mengajak pemuda jangkung 27 tahun itu untuk menikah, yang diiyakan oleh Wilson. Namun, rupanya pernikahan bukan yang paling diharapkan Norma. Naluri untuk memikat anak muda masih kuat. Wilson pun sebenarnya lebih tertarik pada kekayaan daripada diri Norma.

Padahal Norma tak mudah mempercayakan kekayaan kepada suami. Sebagai motor keluarga, ia berinvestasi sendiri di bidang properti. Justru untuk itulah ia mendatangi Archer Realty, saat kebetulan sang bos, Frank Archer, sedang libur. Yang ada cuma bawahannya, Thomas Devins.

Hasrat Devins untuk mencari keuntungan secara cepat seperti menemukan jalan dalam diri wanita kaya ini. Norma adalah kesempatan yang dinantikan sejak drop out dari kelas delapan. Maka soal Norma tidak dilaporkannya kepada sang bos. Ia mengangkangi wewenang pimpinan, malah lama-lama bertindak mewakili perusahaannya.

Apalagi setelah memperoleh lisensi sebagai broker, Devins bisa bertransaksi menggunakan namanya. Ia keluar dari Archer, mendirikan perusahaan broker sendiri, dengan Norma sebagai pelanggan pertama. Karena terlanjur terpikat, Norma bahkan mau menyertakan uangnya sebagai modal usaha.

Sebenarnya mudah bagi Devins untuk menggeser Wilson dari kehidupan Norma, tapi itu bukan gayanya. Lagi pula ia sudah punya istri cantik. Yang dia lakukan adalah menjaga kepercayaan Norma, sambil terus memberinya kepuasan seksual. Sungguh kemitraan sempurna dalam usaha dan asmara!

Kemampuan Devins dalam berbisnis rupanya cukup bagus. la dipercaya menjadi penasihat pribadi Norma di bidang investasi. Bahkan mendapat kantor gratis di bangunan milik Norma di La Cienega Boulevard, Los Angeles. Sampai 1967, bekas petugas parkir itu mondar-mandir naik Cadillac, juga punya rumah di wilayah elite Laurel Canyon. Sudah tercapaikah cita-citanya jadi orang kaya?

 

Nama fiktif

Sebenarnya Devins tidak sekaya penampilannya. la banyak terjerat kredit dan sering mengambil uang komisi lebih awal untuk properti yang belum tentu laku. la begitu tak sabar untuk jadi kaya. Kalau perlu dia mengakali aset para klien. la ciptakan nama fiktif, kongkalingkong dengan notaris, memalsukan data dan identitas, bahkan memalsukan surat kepemilikan rumah.

Namun di antara banyak kliennya, tak ada yang ditipu separah Norma. Menyangkut beberapa properti mahal lagi. Apartemen di Santa Monica, gedung perkantoran di San Vicente, dan Brentwood Con valescent Hospital di San Vicente Boulevard.

Awal 1968 Devins usul agar Norma membeli sebuah bangunan di San Vicente milik Atlantic Richfield Corporation, dan mengubahnya menjadi perkantoran. Devins juga mengingatkan, agar terhindar dari kerumitan soal pajak, bangunan itu sebaiknya tidak langsung dibalik nama. Dia merekomendasikan sistem swap: bangunan kantor milik Norma di La Cienega ditukar dengan beberapa rumah di Malibu, untuk kemudian baru ditukarkan dengan gedung Atlantic Richfield di San Vicente. Namun, ketika hak untuk menjual bangunan di La Cienega sudah di tangan, Devins buru-buru menjualnya demi sejumlah uang dan apartemen di Malibu. Tak lupa ia membeli satu rumah bagi ibunya.

Entah dengan cara apa, Devins berhasil menggandeng notaris Standar Investment, Rochelle Cohen. Sang notaris bersedia menandatangani dokumen pengalihan kepemilikan properti tanpa kehadiran orang yang namanya disebut dalam dokumen, ini jelas pelanggaran hukum. Ada surat yang disahkan Cohen berisi kuasa menjual yang diberikan oleh “Okuma Aikba” kepada Devins.

Jelas, “Okuma Aikba” adalah nama fiktif ciptaan Devins. Tokoh fiktif itu seolah-olah memberi kuasa kepada Devins untuk meminjam uang dari bank dengan jaminan sebuah apartemen di Malibu - yang sesungguhnya milik Norma.

Norma Bell Carty Wilson tentu saja tidak tahu-menahu kalau Devins telah menjual, menggadaikan, atau mengalihkan kepemilikan properti miliknya di Malibu atau di tempat lain. Ketika Norma menanyakan hal itu, Devins berkelit dengan jawaban, bahwa apartemen di Malibu akan diganti dengan lahan siap bangun di San Bernardino County, timur Los Angeles.

November 1968 proyek pembangunan pusat perkantoran di San Vicente siap dimulai. Karena perlu biaya besar, Devins membantu mencari investor untuk berpatungan usaha. Devins bilang telah menemukan investor, seorang pengusaha asal Biafra yang tinggal di Montreal, Kanada. Investor asal Biafra? Bukankah itu sebuah provinsi di Nigeria yang lama bergolak karena perang kemerdekaan? Kalaupun ada segelintir orang Biafra yang kaya, mengapa ia tinggal di Kanada, dan kenapa ingin berinvestasi di Los Angeles?

Pertanyaan itu sama sekali tak mengganggu Norma. Dia tetap percaya kepada Devins.

 

Tiket sekali jalan 

Pada 8 November 1968, Norma membeli tiket penerbangan sekali jalan dari Los Angeles ke Montreal. la akan menemui Okuma Aikba, sang investor asal Biafra. Tom Devins dan istrinya menyusul dengan penerbangan berikut.

Esoknya Norma menelepon suaminya bahwa ada sedikit persoalan. Dia akan terbang ke Lisbon, Portugal, untuk ketemu Aikba di sana. “Kamu tak perlu cemas. Saya pergi bersama Devins dan seorang pemuda Kanada keturunan Prancis, Robert Forget (diucapkan “four-jay”).” Norma kenal Forget karena pria ini pernah menjadi petugas pemeliharaan gedung miliknya di La Cienega. Sedangkan Ny. Devins, kata Norma, rupanya sakit sebelum berangkat ke Kanada. “Dia tidak jadi ikut ke Montreal.”

Beberapa hari kemudian, Wilson menerima polis asuransi atas nama istrinya untuk risiko penerbangan Montreal - Madrid. Beberapa hari kemudian ia menerima kiriman kartu pos dari Norma, berstempel pos Madrid. “Saya di Madrid, kini sedang menuju Malaga,” begitu bunyinya.

Hampir tiga bulan berlalu. Devins dan Forget sudah pulang pada waktu yang berbeda. Forget pindah ke rumah barunya di Sedro Woolley, kota kecil di Negara Bagian Washington.

Bulan Desember Devins menjual Brentwood Convalescent Hospital kepada dr. Abraham. Total pembayarannya AS $ 147.000, terdiri atas AS $ 10.000 bagi komisi Devins dan AS $ 137.000 untuk pembayaran harga gedung itu.

Namun di mana Norma? Akhir November, teman-temannya mulai menanyakan keberadaan Norma. Wilson bertanya kepada Devins, tapi dijawab, bahwa ia terakhir kali bertemu Norma di Jenewa, Swiss, pada 23 November. Akhirnya, Februari 1969 Wilson melapor ke Los Angeles Police Department (LAPD).

Betapa terkejut dia karena polisi tak peduli. Alasannya, Norma hilang di luar yurisdiksi LAPD. Apa pun peristiwa hukumnya, selama tidak terjadi di wilayah mereka, kepolisian negara bagian tak bisa apa-apa. Yurisdiksi, istilah hukum, itu justru menjadi penghambat hukum.

Wilson mendatangi kantor FBI. Lagi-lagi ia kecewa karena instansi itu tak punya kewenangan untuk menyelidiki warga AS yang hilang di luar negeri. Dengan putus asa Wilson mendatangi kantor kejaksaan wilayah Los Angeles di Santa Monica. Mungkin karena kantor itu kecil, beban kerja tidak banyak, suasananya informal. Ia berkesempatan mengobrol dengan penyidik yang sedang menganggur.

 

Cuma untuk memastikan

Bill Burnett (30), detektif kejaksaan itu, pria tegap dengan ciri khas selalu mengisap pipa. Saat bertemu William Wilson, cuma setengah hati mendengarkan cerita Wilson perihal istri yang hilang.

Burnett menangkap kesan, Wilson lebih berminat pada kepastian meninggalnya sang istri daripada menemukannya. Betapa tidak, properti senilai AS $ 10 juta akan jatuh ke tangan kalau istrinya benar-benar meninggal. 

Tanpa semangat Burnett mewawancarai teman dan saudara Norma. Terkuak cerita, saat pergi Norma hanya membawa sedikit pakaian dan perhiasan. Cincin permata, kalung mutiara, gelang, jam tangan bertatah berlian, juga mantel bulu putih. Ada fakta lain yang menarik: Wilson pernah - lebih dari sekali - memukul istrinya. Norma pernah menyinggung soal perceraian meski tak terwujud. Burnett kemudian meminta Wilson menjalani tes kebohongan. Meski semula menolak, akhirnya ia setuju.

Selagi hasil tes belum didapat, Burnett memeriksakan kebenaran polis asuransi dan kartu pos kiriman Norma. Tulisan, cap pos, dan stempel terbukti asli. Burnett juga mengirim kawat ke aparat hukum di Montreal, Madrid, Jenewa, dan Interpol.

Hari terus berjalan, datang balasan dari Royal Canadian Mounted Police: Norma Wilson menginap satu malam di Montreal Hilton sebelum berangkat dengan Air Canada menuju New York esok harinya. Ada catatan telepon ke rumah dari kamarnya, sedangkan catatan telepon dari kamar Devins dan Forget tertuju ke Ottawa. Disertakan juga salinan tanda terima persewaan mobil di Ottawa, bahwa Devins menyewa mobil dari Ottawa menuju Montreal p.p.

Kemudian Burnett mengontak Air Canada. Di Montreal, Norma membeli tiket sekali jalan ke New York, dari situ memesan tiket sekali jalan ke Madrid dengan pesawat TWA. Devins dan Forget juga membeli tiket penerbangan yang sama dengan Norma. Tapi ketika Burnett memeriksa daftar pesanan tiket TWA menuju Madrid, nama kedua orang itu tidak ada. Burnett menduga, keduanya menggunakan nama samaran. Apa maksudnya?

Yang membuat Burnett bertanya-tanya, saat membeli tiket Los Angeles - Kanada, Norma membayar tarif pulang-pergi, sementara “pengawal” dan “penasihat keuangan”- nya hanya sekali jalan. Norma tidak pernah menggunakan tiket itu untuk pulang, atau menguangkannya.

Apakah artinya? Pertanyaan itu membuat gusar Burnett. Hasil tes kebohongan William Wilson pun menyatakan “tidak terbukti”. Jelaslah bagi Burnett, Wilson bukan lagi tersangka utama.

Sasaran penyelidikan difokuskan ke Devins. Burnett harus hati-hati agar tidak menabrak tembok yurisdiksi. Sulitnya, tidak satu pun fakta yang menunjukkan bahwa Devins, kendati punya catatan kejahatan di masa lalu, berbuat sesuatu yang membahayakan Norma.

Burnett menyusuri dokumen Devins. Dari banyak transaksi muncul nama-nama Okuma Aikba, Sandra Lynn Bell, Louise Glantz, Mamie Elizabeth Utter, dan Lawrence Kates. Burnett menanyai Kates dan mitranya di Standard Investment. la juga menanyai Rochelle Cohen, notaris publik yang stempelnya terdapat pada banyak dokumen Devins. Burnett yakin, Devins punya alasan kuat untuk melenyapkan Norma lalu mengangkangi kekayaannya.

Repotnya Burnett tak cukup hanya mendakwa Devins dengan kejahatan pemalsuan dan penipuan tanpa tahu keberadaan Norma.

Ketika Devins mencium gelagat pengusutan atas dirinya, ia pun mencoba membelokkan sangkaan kepada Wilson. Bukankah orang yang paling bertanggung jawab atas hilangnya Norma adalah suaminya sendiri?

Burnett tak termakan rekayasa Devins. la memfokuskan pertanyaan kepada Devins soal keberadaan ia, Norma, dan Forget di Eropa. Devins menjelaskan, uang AS $ 133.000 hasil penjualan Brentwood Convalescent Hospital diserahkan kepada Norma di Montreal. Kemudian ketiganya ke New York, menemui dr. Abraham, sekaligus mengesahkan surat-surat jual-beli di notaris. Dari sana ketiganya ke Spanyol. Norma, kata Devins, mengunjungi teman di Madrid dan Malaga. Dari Malaga mereka naik feri ke Tangiers, Maroko.

Forget jatuh sakit dan terbang kembali ke Los Angeles. Dari Tangiers Devins dan Norma terbang ke Zurich, Norma menyimpan uangnya di bank. Selanjutnya mereka ke Jenewa naik mobil sewaan. Norma menginap di Intercontinental, Devins di hotel berbeda. Kata Devins, “pacar” Norma akan menyusul. Menurut Devins, pertemuan terakhir dirinya dengan Norma adalah 23 November, saat ia terbang kembali ke Los Angeles.

Burnett tak tahu bagian mana dari cerita itu yang bisa dijadikan bukti. Perasaannya mengatakan, Devins adalah pembohong.

 

Kejaksaan melawan kejaksaan

Beberapa hari kemudian Burnett dan mitranya, George Murphy, terbang ke Seattle, lalu menyewa mobil ke Sedro Woolley, dekat perbatasan Kanada. Polisi Washington membantunya dengan mendatangkan Robert Forget.

Pemuda tampan usia 20-an itu menjelaskan, kepergiannya ke Eropa karena diajak Devins dan Norma dengan bayaran AS $ 5.000. Ia berperan sebagai pengawal Norma sekaligus penerjemah karena ia bisa berbahasa Prancis dan Spanyol. Forget setuju. Namun, karena ia masih warga negara Kanada dan belum punya paspor, pada hari kedatangan Norma dan Devins ke Montreal, ia dan Devins naik mobil ke Ottawa dan mengurus paspor dalam beberapa jam.

Di Eropa, kata Forget, kerjanya melulu sebagai penerjemah Norma. Ia tidak begitu peduli pada Eropa dan Maroko karena makanan pedas membuatnya sakit perut. Apalagi setelah diberi tahu Devins bahwa istrinya sakit, Forget pulang lebih dahulu. Ia mampir di Paris sebelum ke Los Angeles dilanjutkan ke Sedro Woolley. 

Namun Burnet dan Murphy tak puas. Begitu interogasi diwarnai gertakan dan ancaman, akhirnya Forget mengaku juga. Beberapa hari sebelumnya ia sudah diberi tahu Devins bahwa Bill Burnett akan datang, sehingga ia harus siap dengan skenarionya.

Kembali ke Los Angeles, betapa terkejutnya Burnett dan Murphy mendapati kenyataan bahwa keduanya dan Chief George Stoner, justru diperkarakan oleh kejaksaan negara bagian. Mereka dipersalahkan karena mencemarkan nama baik Devins, memeriksa dokumen berkualifikasi rahasia, mengusut catatan keuangan tanpa izin.

Rupanya rekayasa itu hasil kerja Jerome Weber, pengacara kriminal yang memungut AS $ 35.000 dari Devins untuk disuapkan kepada koneksinya di kejaksaan negara bagian. Tujuannya, agar penyelidikan terhadap Devins dihentikan. 

Selama beberapa bulan, kedua instansi kejaksaan yang terikat hirarki itu saling bertentangan. Devins tentu memanfaatkan kekisruhan itu. Ia menggelar konferensi pers, mencitrakan diri sebagai orang tak berdosa dan sekadar menjadi korban dari institusi hukum yang tidak becus.

Burnett melawan tak kalah keras. Ia bongkar skandal penyuapan di kejaksaan negara bagian. Beberapa jaksa yang terlibat ditindak dan polisi pun menciduk Jerome Weber. Bagaimana dengan Devins?

Untung aparat kejaksaan kembali kompak. Mereka mengizinkan Burnett menelusuri kasus ke Eropa. Ditunjuk pula penuntut dari kejaksaan negara bagian, Steve Trott, untuk mendampingi. Trott yang fasih berbicara Spanyol dan Prancis, serta sedikit bahasa Jerman, Italia, dan Portugis, adalah lelaki tampan berusia 30-an yang tak kenal lelah.

 

Devins tiba sendirian di Jenewa 

Burnett dan Trott menuju Spanyol, menggali informasi dari aparat hukum di Madrid, Malaga, Zurich, dan Jenewa. Ada pula bantuan dari staf konsul AS di setiap persinggahan. 

Setiap kali mereka mengecek data kematian tanpa identitas, tak satu pun yang cocok dengan Norma. 

Penelusuran di daftar tamu hotel ternyata cukup mudah. Di Eropa, data tamu hotel dianggap penting, karenanya dalam waktu lama tersimpan di kepolisian. Burnett dan Trott merekonstruksi perjalanan Norma, Devins, dan Forget.

Di Madrid Norma dan kedua anak muda itu menginap di Hotel Castellana. Pada 13 November mereka menginap Di Malaga Palacio Hotel. Pada 14 November Norma, Devins, dan Forget naik feri “Ibn Fatuota” ke Maroko. Esok paginya mereka tiba di Tangiers. Karena desakan waktu dan biaya, Burnett dan Trott memutuskan tidak ke Maroko. Mereka memilih mengontak perusahaan penerbangan soal kepulangan Forget ke Los Angeles, serta penerbangan Devins dan Norma ke Zurich.

Di Zurich, Norma dan Devins tinggal di Hotel Astor. Dibantu petugas Kriminalpolizei dan berbekal informasi off the record, Burnett dan Trott tahu bahwa Norma tidak membuka rekening di Zurich. Ini bertentangan dengan keterangan Devins.

Antara Zurich - Jenewa ada beberapa jalur yang bisa ditempuh dengan mobil. Dari persewaan mobil Avis keduanya tahu, Devins menyewa VW Kombi. Berdasarkan catatan kilometer pada buku penyewaan, yaitu membandingkan angka saat Devins mengambil dan mengembalikannya, ketemulah jalur Zurich - Lugano - Jenewa melalui Terusan Simplon. Di Lugano pasangan itu menginap satu malam.

Ketika polisi memeriksa kartu tamu hotel di Jenewa, ditemukan data Devins di Hotel Richemond pada 23 November. Sedangkan data tentang Norma, kalaupun benar ia menginap di Intercontinental seperti diceritakan Devins, tidak ada. Kesimpulannya, Norma dan Devins meninggalkan Danau Lugano, tetapi hanya Devins yang tiba di Jenewa.

Jalur Lugano - Jenewa menarik untuk ditelusuri dengan bermobil. Banyak persimpangan dan belokan menuju ke jalan tanah di dataran tinggi yang penuh pohon pinus. Di bulan November, kawasan sepi itu bahkan bersalju. Sangat ideal untuk melenyapkan orang. Tak perlu mencangkul dalam pun tubuh akan tertimbun tanah dan salju selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad.

Burnett dan Trott menduga, kalau Norma dibunuh, mayatnya pasti dibuang ke lembah atau semak-semak pinus itu. 

Sekembali ke Kalifornia, kedua detektif itu terus melakukan hubungan dengan rekannya di Eropa. Polisi Lugano berhasil melacak keberadaan VW Kombi yang pernah disewa Devins. Ternyata mobil itu sudah dijual oleh Avis kepada pengemudi taksi di Lugano, lalu dijual lagi pada seorang montir bengkel, sampai akhirnya beberapa bulan kemudian dibeli pegawai bank.

Polisi memeriksa kalau-kalau ada noda yang bisa menunjuk pada tindak kekerasan. Benar, ditemukan tetesan darah manusia pada dashboard, tumpuan tangan di pintu, dan setitik di pintu pengemudi. Semua bekas pemilik mobil membantah pernah mengangkut makhluk apa pun dalam keadaan mati. Pun tak seorang pun bisa menjelaskan asal percikan darah yang sudah lama menempel di mobil itu.

Namun Burnett dan Trott belum berniat menangkap Devins. Mereka perlu memastikan temuan itu dengan keterangan Forget. Untung, sebelum menemui Forget, ada kenalan lama Burnett yang bercerita tentang seorang pengutil kecil-kecilan. Di sebuah bar, pengutil itu bertemu pria Prancis-Kanada asal Washington yang memamerkan cincin permata besar. Cincin itu, katanya, semula milik perempuan kaya yang hilang di Swiss.

Forget tak bisa membantah. la mengaku sebenarnya disuruh Devins untuk menghabisi Norma di Swiss. Forget tak sampai hati, meski waktu itu ia sangat takut karena Devins membawa pistol semiautomatis Browning 9 mm. 

Menurut Forget, ketiganya pergi ke Tangiers hanya untuk menghindari polisi Spanyol yang mulai curiga. Rencana pembunuhan semula di Maroko, di tengah gurun, supaya mudah mengubur tapi sulit terlacak. Tapi mendadak ada badai sehingga Devins membatalkannya. Forget tetap menolak untuk mengeksekusi si calon korban. Akhirnya Devins membelikan tiket pesawat ke Paris dan memberinya beberapa ratus dolar.

“Beberapa minggu kemudian Tom menyuruh saya datang. Saya curiga tapi dia bilang tidak apa-apa. Semua masalah sudah beres, saya tak perlu khawatir. ‘Tidak pernah ada tindak kejahatan di negara ini,’ katanya,” cerita Forget.

Kepada Forget Devins mengaku telah membunuh Norma. la memperlihatkan paspor Norma, dan memberikan cincin permata sembilan karat, kalung mutiara, dan jam tangan bertatah berlian kepada Forget. Burnett paham, Devins menanggung risiko dengan membawa kembali perhiasan itu ke AS untuk menjebak Forget sebagai pelaku pembunuhan.

Sejak pertemuan pertama dengan Burnett, Forget memang sudah merasa tidak enak. la segera memisahkan batu-batu mulia itu dari tempatnya, memukuli permata dengan palu, tapi gagal menghancurkannya. Akhirnya ia membuang benda-benda mahal itu ke danau.

Kepada Forget, Devins bercerita, Norma ditembak di bagian kepala, di daerah pegunungan antara Lugano dan Jenewa. Kemudian, potongan tubuh mayat Norma ia kuburkan di beberapa tempat. Sebelumnya, Devins sempat melucuti pakaian Norma, menyatukannya dengan pakaian lain termasuk mantel bulu warna putih, lalu memasukkannya ke kotak penitipan barang di stasiun bus atau kereta api di Swiss.

 

Mengganti laras pistol

Untuk sementara, kejaksaan hanya mendasarkan tuduhan pada kesaksian Forget. Tapi alat bukti lain harus ditemukan. Sampai ditemukan Browning 9 mm - dengan laras sudah diganti - yang dititipkan Devins kepada ayah mertua Forget di Washington. Kesaksian Forget lagi-lagi menguatkan: Devins pernah bercerita bahwa ia sengaja mengganti laras untuk menghilangkan jejak.

Tak lama kemudian datang laporan dari polisi Jenewa soal sekotak pakaian yang beberapa di antaranya bernoda darah di stasiun kereta api. Di AS, bukti itu diperiksa oleh kriminolog terkenal DeWayne Wolfer. Darah itu tipe A, sama dengan darah Norma. Sedangkan robekan kain yang bernoda darah mengarah pada bukti bahwa korban ditembak dari belakang. Menurut jaksa, kini saatnya menangkap Devins.

Sidang pengadilan terhadap Devins, dengan dakwaan pembunuhan, persekongkolan, pemalsuan, dan perampokan dimulai pertengahan tahun 1970. Hakim Malcolm Lucas menampik keberatan pengacara Devins soal yurisdiksi. Menurut hakim, pembunuhan terhadap Norma direncanakan di Los Angeles. “Oleh karena itu, pengadilan ini punya yurisdiksi,” kata Hakim.

Robert Forget diberi kekebalan khusus untuk bersaksi. Tapi pengacara Devins, Joel Reichman, berargumen bahwa perbuatan hukum tanpa saksi sama dengan tidak ada perbuatan. Para juri tetap yakin, Devins bersalah atas dakwaan itu. Pada 8 Desember 1970, ia dijatuhi hukuman seumur hidup. Ia bertanggung jawab atas pembunuhan pada tingkat pertama, persekongkolan, perampokan, dan kejahatan real estat.

Pada 29 Maret 1972, Pengadilan Banding Kalifornia mematahkan argumen Hakim Lucas soal yurisdiksi. Tertulis dalam putusan banding, jika Devins harus diadili karena kejahatannya, harus dilakukan di Swiss. “Jika Anda membunuh seseorang di Planet Mars, kita di Kalifornia tak punya yurisdiksi,” kata Joel Reichman sinis. Namun, Devins tetap di penjara karena kejahatan pemalsuan dan penipuannya.

Tiba-tiba pada Januari 1974 ada laporan, seorang pemetik jamur di Swiss menemukan tulang rahang manusia di sebuah dataran tinggi. Trott dan Burnett menindaklanjuti dengan mencocokkannya dengan foto sinar X pada dokter gigi Norma. Cocok. Trott mencoba meyakinkan aparat hukum di Swis agar mengektradisi Devins supaya bisa diadili di sana.

Sayang, sebelum rencana itu terlaksana, Devins melarikan diri dari penjara berpengaman minim di Susanville, Lassen County. (Perfect Murders)

Baca Juga: Penghuni Terakhir

 

" ["url"]=> string(74) "https://plus.intisari.grid.id/read/553608979/meraih-impian-jadi-orang-kaya" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1670685735000) } } }