array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3401172"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/08/03/akibat-hubungan-asmara-dengan-an-20220803010741.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(127) "Sepulang menonton teater, Percy Thompson dan istrinya, Edith terkena tikaman dari sosok misterius dari kegelapan. Apa motifnya?"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/08/03/akibat-hubungan-asmara-dengan-an-20220803010741.jpg"
      ["title"]=>
      string(39) "Akibat Hubungan Asmara dengan Anak Muda"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-08-03 13:08:13"
      ["content"]=>
      string(27451) "

Intisari Plus - Sepulang menonton teater, Percy Thompson dan istrinya, Edith terkena tikaman dari sosok misterius dari kegelapan. Apa motifnya?

-------------------

Tanggal 3 Oktober 1922, suami-istri Thompson menonton pertunjukan teater di London bersama sahabat-sahabatnya. Percy Thompson dan Edith, istrinya, tinggal di Ilford. Dari tempat ini ke gedung teater cukup jauh jaraknya, karena itu mereka harus naik kereta api. Perjalanan di bulan Oktober selalu tidak menyenangkan karena cuaca sudah dingin. Tetapi Ny. Thompson suka teater. 

Ketika suami-istri itu pulang, hari sudah malam. Waktu mereka sudah dekat rumah, tinggal beberapa puluh meter saja, tiba-tiba dari kegelapan muncul seorang laki-laki. Wajahnya tidak kelihatan. Orang itu mendorong Percy Thompson, lalu maju mendahului istrinya, kemudian ia menikam Thompson beberapa kali di bagian tengkuk. 

Percy Thompson sempoyongan, berpegang pada pagar halaman sebuah rumah di pinggir jalan. Darah mengucur dari mulutnya dan membuatnya sukar bernapas. Istrinya berusaha memapahnya, tapi tak kuat menahan berat tubuh Percy, yang segera jatuh. 

 

Menghilang tanpa bekas 

Menurut beberapa kesaksian, pada waktu itu terdengar jeritan seorang wanita. "Jangan, jangan!" Tapi tak ada orang yang dating menolong. Bagaimanapun setelah suaminya roboh, Edith berlari-lari mencari dokter terdekat. Seorang wanita yang kebetulan dijumpainya di tengah jalan membantu menunjukkan alamat. 

Sementara dokter berpakaian, kedua wanita itu kembali ke tempat kejadian. Percy Thompson sudah tak bergerak, tergeletak di pinggir jalan. Edith seperti orang kehilangan ingatan. la mengangkat-angkat kepala suaminya, memanggil-manggil agar sadar kembali. Karena merangkuli suaminya, seluruh pakaian Edith menjadi berlumuran darah. Saat ditanya oleh wanita yang - -membantunya, Edith memberi jawaban kacau tidak keruan.

Tak lama kemudian dokter dating, tapi hanya bisa memastikan bahwa Thompson sudah tidak bernyawa. Ia melapor kepada polisi. Jenazah dibawa ke kamar pemeriksaan mayat dan Edith pulang ke rumahnya.

Pembunuhan terjadi secara tiba-tiba dan pelakunya menghilang tanpa meninggalkan bekas. Nampaknya seperti pembunuhan yang sempurna. 

Pembunuhan dengan cara ini sering kali dilakukan oleh orang-orang yang tidak waras, seorang pembunuh maniak. Dalam hal ini polisi tidak dapat membuat teori dengan bertolak dari motif-motif normal yang bisa mendorong penjahat. Hingga polisi sulit untuk bisa mengusutnya. 

Tetapi tentu saja pertama-tama polisi harus mengandaikan bahwa pembunuhan ini dilakukan oleh orang normal. Maka dicarilah motif-motif yang masuk akal. Yang paling lazim tentulah motif percintaan dan cemburu. 

Tindakan polisi terhadap Ny. Thompson bisa dianggap terlalu kejam. Pukul 03.00 Detektif Grimes sudah mendatangi Edith Thompson. Edith mengatakan tak tahu siapa pelakunya. Tiba-tiba saja si pembunuh muncul dan segera menghilang setelah memberikan tikaman maut.

Beberapa jam kemudian polisi sudah datang lagi dan kini Grimes bertanya, apakah Ny. Thompson membawa pisau pada saat kejadian. Mata Edith terbelalak mendengar pertanyaan ini, seolah-olah ia menghadapi polisi yang tak waras jiwanya. "Tentu saja tidak," jawabnya. 

Mungkin Grimes bermaksud memberikan tekanan batin kepada Edith dengan kedatangannya yang bertubi-tubi itu. Dalam waktu kurang dari 12 jam, polisi sudah kembali empat kali. Pukul 11.00, tanggal 4 Oktober, Edith dibawa ke markas polisi Hford. Wanita yang mendadak menjadi janda itu tampak amat sedih, lelah, dan gugup. Gejala-gejala ini dapat menimpa orang yang tak bersalah sekalipun dalam keadaan serupa. 

Selesai wawancara dengan Ny. Thompson, polisi mempelajari riwayat hidup wanita ini dan kehidupan perkawinannya. 

Almarhum suaminya berumur 32 tahun, pegawai suatu kantor perusahaan kapal. Sudah 12 tahun Percy Thompson bekerja pada perusahaan tersebut. Kesehatannya tidak begitu baik. Dalam PD I ia pernah masuk dinas tentara, tapi terpaksa keluar karena jantungnya lemah. 

Percy Thompson pemurung dan mudah tersinggung, tetapi itu mungkin karena fisiknya kurang sehat.

 

Normal dan bahagia 

Edith 4 tahun lebih muda daripada suaminya, manis, dan agak genit. Tapi dia keras kepala dan bisa bertindak kasar. Edith gemar musik dan teater, walaupun selera seninya bisa diragukan. Setelah menikah dengan Percy, Edith tetap bekerja seperti semula, yaitu sebagai pemegang buku pada sebuah toko mode di Aldersgate Street. Ia termasuk ahli yang tangkas. 

Percy sebetulnya tidak setuju istrinya bekerja. Menurut pandangan umum di waktu itu, memang seorang istri selayaknya tinggal di rumah mengurusi keluarga. Suamilah yang harus mencukupi nafkah. Tapi Edith bersikeras. la tetap bekerja. 

Mungkin karena mempunyai sumber nafkah sendiri itu, maka sikap Edith terlalu bebas. Tak mau bergantung pada suaminya. Akibatnya, hubungan antara keduanya tidak harmonis dan sering terjadi bentrokan. Namun menurut penilaian orang, termasuk ayah Edith sendiri, hidup perkawinan Percy dan Edith normal dan bahagia. 

Tapi norma-norma perkawinan di Inggris pada zaman itu lain dari sekarang. Betapapun suami-istri sering kali cekcok, perceraian tak patut ditempuh. Memang banyak pasangan yang lebih bahagia dari suami-istri Thompson; tapi masih lebih banyak lagi yang kurang bahagia. 

Namun, polisi terus mencari latar belakangnya. Jelas bahwa pembunuhan itu tidak bermotif perampasan. Tak ada barang-barang berharga yang dicoba diambil. Maka motif lain yang dapat dipertimbangkan adalah cemburu. Memang ada segi-segi yang menunjuk ke arah itu dalam kehidupan perkawinan Thompson dan istrinya. Sebuah nama muncul, yaitu Frederick Bywaters. 

Pria itu seorang pelaut, umurnya baru 20 tahun. Jadi 8 tahun lebih muda daripada Edith. Ibunya berdiam di Upper Norwood. Jika sedang cuti, Frederick Bywaters biasanya pulang ke rumah ibunya. Tapi ketika dicari polisi, anak muda itu ternyata tidur di sebuah losmen di East Ham. 

Bahwa Bywaters memilih East Ham untuk menginap, bukan suatu kebetulan. Tempat ini dekat pelabuhan dan ia mengenal baik tempat tersebut. Sewaktu masih gadis Edith Thompson pun tinggal di situ. Bahkan adik Edith, teman sekelas Bywaters.

 

Taktik polisi berhasil 

Tanggal 4 Oktober Fredercik Bywaters dibawa ke markas polisi Ilford dan ditanyai tentang gerak-geriknya pada tanggal 3 Oktober. Bywaters menjawab semua pertanyaan dengan lancar. Katanya, hari itu ia di West End. Sorenya ke East Ham untuk mengunjungi orang tua Edith. Pukul 23.00 ia pamit, lalu pergi ke stasiun. Tapi sayang, kereta api terakhir ke Gypsy Hill sudah berangkat, hingga ia pulang ke penginapan, lalu tidur. 

Hari berikutnya ia pergi ke kota dengan ibunya, lalu melancong sendirian. Pukul 17.00 ia membeli surat kabar di Mark Lane dan membaca berita tentang pembunuhan Percy Thompson. Setelah itu ia pulang ke East Ham dengan kereta api. 

Sepintas lalu kepergiannya mondar-mandir ke berbagai tempat itu tampaknya aneh. Tapi toh masuk akal. Seorang pelaut yang sedang cuti biasa berbuat begitu. Berkunjung kesana kemari, menengok saudara dan sahabat, sebelum merantau lagi selama beberapa minggu atau bulan. 

Tak ada keterangan yang mencurigakan. Bywaters atas pertanyaan polisi, secara tak sadar menjawab, ia tahu bahwa pada malam tanggal 3 Oktober itu suami-istri Thompson pergi ke teater. Ia mendengar itu dari orang tua Edith. Yang lebih mencurigakan lagi, pada kemeja yang dipakai Bywaters ketika datang di markas polisi, ada noda bekas darah. 

Bywaters toh tidak langsung dituduh. Ia hanya diminta tinggal di markas polisi Ilford hari itu. Sementara itu polisi mengunjungi rumah ibunya di Norwood dan menggeledah kamar Frederick Bywaters. Ditemukan sejumlah surat yang nantinya akan menentukan jalannya pengadilan, yaitu korespondensinya dengan Edith Thompson. Wanita ini ternyata sudah sejak beberapa waktu menjadi kekasihnya. 

Polisi masih tenang-tenang saja dalam menggarap Edith Thompson. Tanggal 5 Oktober atau lebih dari 48 jam sejak kematian Percy Thompson, Edith sekali lagi diminta datang di markas polisi. Ia tidak Waktu Thompson lewat, Bywaters menuntut agar lelaki itu menceraikan istrinya. tahu bahwa polisi sudah menahan Bywaters. Secara resmi Edith tidak ditahan, hanya diminta membantu polisi dalam pengusutan. 

Selain memberikan keterangan lebih panjang di kamar pemeriksaan, Edith diantar kembali ke ruang tamu, sambil diam-diam diawasi. Ketika lewat di depan sebuah kamar yang pintunya "kebetulan" terbuka, Edith melihat Bywaters duduk termenung. Taktik polisi untuk secara mendadak mempertemukan Edith dengan Bywaters ternyata berhasil baik. 

Edith tersentak seperti kena aliran listrik. Seketika ia juga berteriak histeris, "Oh, Tuhan, apa yang mesti kuperbuat! Mengapa ia lakukan itu!? Aku tak menghendaki dia berbuat begitu!" Edith menangis. 

Polisi pura-pura terkejut dan tak percaya mendengar ucapan wanita itu. Mereka bertanya, apakah Edith menyadari benar yang dikatakannya. Pertanyaan itu dijawab ya. Editih mengakui terus terang mengenal orang yang pada malam naas tanggal 3 Oktober itu sekonyong-konyong menyerang dan menikam suaminya. Orang itu Frederick Bywaters. 

Baik pemuda ini maupun Ny. Edith Thompson kini ditahan atas tuduhan membunuh Percy Thompson. Bywaters langsung protes. "Mengapa dia terbawa-bawa? Dia tidak ada urusan dengan persoalan ini!" 

Lalu anak muda itu membeberkan jalannya peristiwa tersebut. Dia tahu bahwa suami-istri Thompson ke London untuk menonton teater. la menunggu mereka pulang di jalan dekat rumah mereka. Bywaters menikam Thompson tidak dengan tujuan membunuhnya, melainkan sekadar untuk melukai saja. Dia hanya mau menghajar Percy agar jangan lagi memperlakukan istrinya dengan kejam. "Saya mencintai Edith dan tidak rela dia diperlakukan begitu," kata Bywaters. 

Kendati Bywaters mengajukan protes, Edith Thompson tetap dituduh terlibat dalam pembunuhan suaminya.

 

Ikut merencanakan 

Perkara disidangkan tanggal 6 Desember 1922. Sidang dipimpin oleh Hakim Shearman yang terkenal selalu bersikap adil dan jujur. Hanya kali ini ada yang menyangsikan ketepatan sikapnya. 

Begitu sidang dimulai, Whiteley, pembela Bywaters, mohon agar para tertuduh diadili secara terpisah. Tapi permintaannya ditolak oleh hakim. 

Bagi para tertuduh memang merugikan diadili secara berbareng. Tampilnya Edith bersama Bywaters di bangku terdakwa, seperti menekankan bahwa mereka dwitunggal. Seolah-olah mereka bukan lagi dua individu yang dapat mempunyai sikap dan pendirian yang berbeda. Jika satu dinyatakan salah, lainnya akan ikut terseret. Yang satu tidak bisa mengajukan pembelaaan tanpa risiko mempersalahkan yang lain. 

Seandainya Edith dan Bywaters diadili secara terpisah, lebih besar kemungkinannya bahwa para juri akan mempertimbangkan situasi-situasi yang meringankan. Misalnya, Bywaters masih sangat muda dan sedang tergila-gila karena asmara. Edith tidak ambil bagian dalam penikaman. Bisa saja wanita ini mengetahui seseorang yang akan membunuh suaminya, tapi sama sekali tidak menyetujui niat itu. 

Tapi hakim memutuskan bahwa keduanya bisa diadili secara bersamaan. 

Masih diajukan satu protes lagi oleh pihak pembela.Curtis Bennet sebagai anggota tim pembela Edith Thompson berkeberatan surat-surat cinta Edith dibawa-bawa ke dalam sidang. Korespondensi itu tidak ada sangkut-pautnya dengan tikaman Bywaters. Surat-surat itu barulah bisa diajukan kalau sudah terbukti Edith memang ambil bagian aktif dalam penikaman. 

Keberatan ini ditolak oleh hakim dengan jawaban: "Tikaman-tikaman dilakukan oleh Bywaters selagi Ny. Thompson hadir di tempat kejadian." 

Jaksa menjelaskan bahwa wanita itu dituduh mendorong seseorang untuk melakukan pembunuhan (perbuatan ini menurut undang-undang juga bisa diganjar hukuman mati). Surat-surat Edith memperlihatkan bahwa ia bukan saja mendorong perbuatan membunuh, tetapi bahkan ikut merencanakannya. Hakim memutuskan surat-surat itu boleh diajukan dalam sidang.

 

Sangat intim dan menyinggung perasaan 

Kendati segala pengakuannya di depan polisi, Bywaters menyatakan dirinya tak bersalah. Sudah tentu demikian pula Edith Thompson. Selama sidang keduanya tampak tenang dan percaya diri. Menurut Bywaters, jalannya peristiwa sebagai berikut. Dia menunggu Thompson pulang dari pertunjukan teater. 

Waktu Thompson lewat, Bywaters menuntut agar lelaki itu menceraikan istrinya. Percy menolak dan mengatakan bahwa dia membawa senjata dan mengancam akan menembak Bywaters. Maka cepat-cepat pemuda ini memukuli dada Percy, lalu menghunus pisau serta menikamkannya pada lengan lawannya. Dalam pergulatan inilah Thompson secara tak sengaja mendapat tusukan maut. 

Jaksa dengan mudah mematahkan pernyataan ini. Tak masuk akal, seseorang yang membela diri, tertikam tusukan begitu banyak. Pisau Bywaters bukanlah jenis pisau yang umum dibawa oleh orang yang tidak mempunyai rencana jahat. 

Selanjutnya Bywaters, menurut keterangannya sendiri, beberapa kali terlihat dalam perkelahian dengan Thompson. Persoalannya selalu karena Thompson memperlakukan istrinya tidak baik. Sekali waktu Thompson memukul Edith. Bywaters membela dan ia berkelahi dengan Thompson. 

Pada peristiwa ini dalam keadaan marah Thompson mengancam akan menceraikan istrinya. "Baiklah, cepat-cepat saja laksanakan niatmu," jawab Edith keras. Karena ia melihat gelagat bahwa Edith rupanya memang menginginkan perceraian itu, Thompson malah membatalkan niatnya. 

Mengenai surat-surat cinta Edith kepada Bywaters, tak kurang dari 40 puncuk dibacakan dalam sidang pengadilan, seluruhnya atau sebagian. Menurut pembela, masih ada 33 pucuk surat itu bagi kepentingan kliennya. Seandainya pun surat-surat itu digunakan dalam pembelaan, nampaknya tidak dapat memperbaiki kedudukan Edith di mata para juri. Paling-paling hanya menunjukkan bahwa Edith tidak selalu menyebut-nyebut kebosanannya hidup di sisi suaminya. 

Surat-surat Edith kepada pemuda kekasihnya, kebanyakan isinya sangat intim hingga akan menyinggung perasaan kepantasan jika dibaca di depan umum. Sebagian lagi mengungkapkan kebenciannya terhadap suami. 

Untuk lebih mendalami jalannya perkara, baiklah dikisahkan lebih dulu asal mula hubungan cinta antara Edith dengan Frederick Bywaters yang 8 tahun lebih muda daripadanya. 

Seperti dikatakan, Bywaters adalah teman adiknya Edith. Sebagai anak umur 11 - 12 tahun itulah Bywaters mengenal Edith. Waktu itu Edith masih gadis. Bywaters rupanya anak yang romantis. la terpesona oleh kelembutan dara manis yang sedang mekar kecantikannya. Dalam hati ia memujanya.

 

Melakukan kencan rahasia 

Setelah Edith menikah dengan Percy Thompson, Bywaters masih sering ke rumahnya. Edith tidak begitu bahagia dengan suaminya. Dalam percakapan dengan Frederick Bywaters (yang sementara itu sudah tumbuh menjadi seorang pemuda tampan) rupanya dari mulut Edith sering terlontar kata-kata yang mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap sang suami. 

Api yang sejak lama tersimpan diam-diam dalam hati Bywaters seperti mendapat siraman bahan bakar. Ia berusaha menghibur Edith dan kemudian menyatakan cintanya. Timbul kebencian pada lelaki yang membuat sengsara wanita idaman yang sejak kecil dipujanya. 

Bywaters kemudian menjadi pelaut. Hatinya tetap tertambat pada Edith. Dari rantau ia sering menyurati wanita ini. Edith pun yang merasa tidak bahagia di sisi Percy Thompson, menanggapinya. Ia mencurahkan segala isi hatinya kepada Bywaters. 

Rasanya Edith tak sanggup lagi hidup lebih lama di sisi suaminya. Percy jantungnya lemah, Ah, seandainya jantungnya yang toh sudah lemah itu berhenti berdenyut! Segala penderitaan akan berakhir. 

Bagi Bywaters gagasan Edith ini hanya gema atau pantulan gagasan yang terkandung dalam hati pemuda itu sendiri. 

Di depan pengadilan Ny. Edith Thompson mengakui hubungan cintanya dengan Bywaters. Edith mulai jatuh hati pada anak muda itu dalam bulan September 1921, kira-kira setahun sebelum terjadinya pembunuhan. Sepasang kekasih itu mulai membuat kencan-kencan rahasia. Edith mendambakan bisa bebas dari suaminya. Mula-mula ia mengatakan alangkah bahagianya jika suaminya meninggal. Tapi sejak awal 1922 surat-surat Edith mulai penuh acuan pada pembunuhan. Bahkan beberapa suratnya menyebutkan usaha-usaha yang pernah dilakukan Edith untuk mengakhiri hidup suaminya. 

Edith mungkin memang tercekam oleh gagasan untuk membunuh suaminya. Tapi banyak orang meragukan apakah yang ditulisnya kepada Bywaters memang benar. Bisa jadi pembicaraan tentang rencana pembunuhan itu hanya sekadar cara untuk melepaskan ketegangan batin, dan bukan niat sungguh-sungguh. Selanjutnya tidak ada bukti-bukti bahwa Bywaters ikut serta dalam "main bunuh-bunuhan", sebab Edith memusnahkan semua surat Bywaters kepadanya. 

Bulan Februari Edith menulis bahwa "harus diambil suatu tindakan" jika Bywaters pulang cuti. Tapi kata-kata ini tidak dengan sendirinya menunjuk pada rencana pembunuhan. Bisa jadi kalimat tersebut berarti bahwa dia dan Bywaters akan melarikan diri. Namun anehnya, dalam bulan yang sama Edith menulis: "Tindakan yang akan aku ambil demi kita berdua ini, apakah akan membuat penilaianmu terhadapku berubah?" 

Edith agaknya pernah menulis kepada Bywaters bahwa ia akan mengirim kawat segera setelah Thompson meninggal. Soal rencana kirim kawat ini disinggung lagi oleh wanita itu dalam suratnya kepada Bywaters tanggal 1 Mei. Kali ini Edith mengatakan bahwa ia pernah menaruh serbuk kaca dalam makanan suaminya, tetapi "tanpa hasil".

 

Racun jadi sarana 

Dalam pembelaannya Bywaters menyatakan bahwa dia dan Edith merencanakan akan bunuh diri. Memang dalam korespondensi Edith dengan kekasihnya ada beberapa kalimat yang menunjuk ke arah rencana bunuh diri. "Oh, mengapa begitu sukar untuk memotong urat nadi di bak mandi?" tulis Edith dalam surat tertanggal 1 Mei itu. 

Tapi pernyataan Bywaters ini dibantah oleh jaksa dengan menunjuk betapa tidak logisnya pernyataan Bywaters. Mana mungkin seseorang bunuh diri dan kemudian mengirim telegram kepada kekasihnya! 

Dalam suratnya kepada Bywaters, Edith menulis bahwa tak kurang dari tiga kali ia mencoba menggunakan serbuk kaca, kemudian berhenti "menunggu kamu pulang". Sebab Percy memergoki serbuk kaca dalam makanannya. 

Serbuk kaca secara normal akan mengakibatkan luka-luka dalam lambung dan usus orang yang menelannya. Apalagi jika yang ditelan itu butiran-butiran kasar seperti dikatakan oleh Edith. Tapi pembedahan mayat Thompson sama sekali tidak menunjukkan adanya luka-luka semacam itu. 

Maka orang bertanya-tanya, apakah kisah tentang percobaan-percobaan pembunuhan itu bukan hanya khayalan dari Edith Thompson - apa pun motifnya. Bisa saja ia terdorong untuk menjual kisah isapan jempol semacam itu, hanya karena ingin mempertahankan atau memperkuat api cinta kekasihnya. 

Sekitar pertengahan bulan Mei Edith menulis tentang novel karangan Robert Hichin yang berjudul Bella Donna. Dalam buku ini disebutkan soal pembunuhan dengan racun digitalis yang sering digunakan sebagai obat untuk jenis-jenis tertentu penyakit jantung. 

Bulan Juni Edith menulis tentang serangan jantung yang pernah diderita suaminya. Lalu ia mengatakan bahwa kebanyakan racun rasanya pahit. Percy mengeluh bahwa tehnya pahit. karenanya Edith "tidak bisa mencoba lagi". 

Lebih jauh wanita itu menulis dengan nada murung: "Saya makan piring yang salah hari ini." Yang dimaksud tentunya makanan yang ada racun atau serbuk kacanya. "Tapi saya tak peduli lagi. Masa bodoh. Kamu juga tak pusingkan itu, bukan?" 

Apa maksud Edith dengan kata-kata itu? Untuk memancing perhatian dan simpati kekasihnya? Untuk menandaskan kepada Bywaters betapa ia sangat menderita di sisi suaminya? Bahwa ia tak tahan hidup lebih lama dan bahwa Bywaters harus segera mengambil tindakan jika ia benar-benar mencintainya, yaitu dengan membunuh Percy?

 

Hukuman mati 

Tanggal 23 September Bywaters berlabuh di Tilbury dan Edith mengirimkan kepadanya guntingan koran yang memuat berita berjudul "Ayam Mengakibatkan Kematian Seorang Wanita". Yaitu karena wanita tersebut menyantap daging ayam yang makan racun tikus. 

Tanggal 3 Oktober pagi Edith dan Bywaters menurut kesaksian beberapa orang tampak duduk bersama di sebuah kedai minum. Mereka "terlibat dalam pembicaraan serius". Setelah itu mereka berpisah, Edith pergi ke teater sedangkan Bywaters pergi ke East Ham. Beberapa jam kemudian Percy Thompson mati terbunuh. 

Di depan pengadilan Ny. Thompson menyatakan bahwa ia sama sekali tidak pernah berniat membunuh suaminya. Ia hanya bermaksud membuat Percy sakit, untuk mencegah melakukan hubungan seksual dengannya. 

Ditanya apa yang dimaksud Edith ketika ia menulis: "Kau harus berbuat sesuatu, sayang!", wanita itu menjawab bahwa Bywaters harus mencari pekerjaan di darat dan membawanya pergi. 

Dalam pledoinya yang terakhir Mr. Whitely, pembela Bywaters, mengatakan bahwa atas permintaan kliennya ia tidak mau menanyai Ny. Thompson. Bywaters memang Kau harus berbuat sesuatu, sayang!" berusaha membersihkan kekasihnya dari segala tuduhan. Mengenai dirinya sendiri, rupanya anak muda itu sudah tidak mempunyai harapan bisa menghindari keputusan "bersalah". 

Permintaan Bywaters agar Edith jangan dilibatkan dalam perkara pembunuhan ini, tampak agak mempengaruhi sidang. Tapi toh tak bisa meniadakan efek rentetan kesaksian dan pembuktian terdahulu yang memberatkan wanita itu. 

Sidang yang berlangsung selama 4 hari mendekati akhir. Juri bersidang dan kurang dari satu jam mereka sudah mencapai kata sepakat: Bywaters maupun Edith Thompson diputuskan bersalah. 

Ditanya apakah masih ingin mengajukan sesuatu, Bywaters sekali lagi mengulangi bahwa Edith Thompson tidak bersalah; demikian pula dia sendiri. 

Sementara itu Edith hanya berbicara untuk dirinya sendiri, "Saya tidak bersalah." Setelah mendengar keputusan hukuman mati, wanita itu meratap dan menangis, "Oh, Tuhan, saya tak bersalah. Saya tak bersalah." 

Tanggal 31 Desember para terhukum mengajukan permohonan naik banding, tapi ditolak. 

Diajukan permohonan kepada Kementerian Dalam Negeri, terutama agar dilakukan peninjauan kembali keputusan tentang Edith Thompson yang menurat banyak orang tidak bersalah, atau sekurang-kurangnya tidak selayaknya dihukum gantung. Tapi permohonan ini juga tidak dikabulkan. 

Baik Frederick Bywaters maupun Ny. Edith Thompson keduanya menjalani hukuman mati di tiang gantungan. Bywaters menghadapinya dengan tenang. Kata-kata perpisahan kepada ibunya tidak menunjukkan kepahitan hati. la bukan yang termuda di antara mereka yang mati di tiang gantungan di Inggris. 

Bentley yang menjalani hukuman sama pada tahun 1940 baru berumur 18 tahun. Tapi 20 tahun toh merupakan usia yang masih rawan untuk hukuman mati. 

Edith menjalani hukuman gantung di Holloway. Pada saat-saat menjelang hari H, keadaannya sangat buruk. Kesehatan mentalnya terganggu. Ketika dibawa ke tempat pelaksanaan hukuman mati, rupanya Edith praktis sudah tidak menyadari apa yang terjadi pada dirinya. la termasuk salah satu dari wanita terakhir yang dihukum gantung di Inggris. (Robin Squire)

" ["url"]=> string(84) "https://plus.intisari.grid.id/read/553401172/akibat-hubungan-asmara-dengan-anak-muda" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1659532093000) } } }