array(3) {
  [0]=>
  object(stdClass)#57 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3448530"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#58 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/08/31/pemuja-jeroan-wanita_aaron-burde-20220831011840.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#59 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(129) "Beberapa gadis menghilang dan polisi tidak menemukan titik terang. Hingga akhirnya 2 mayat ditemukan di sungai, sudah dimutilasi."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#60 (7) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(7) "Histori"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["alias"]=>
        string(7) "history"
        ["id"]=>
        int(1367)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(23) "Intisari Plus - Histori"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/08/31/pemuja-jeroan-wanita_aaron-burde-20220831011840.jpg"
      ["title"]=>
      string(20) "Pemuja Jeroan Wanita"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2022-08-31 13:19:03"
      ["content"]=>
      string(22417) "

Intisari Plus - Beberapa gadis menghilang dan polisi tidak menemukan titik terang. Hingga akhirnya 2 mayat ditemukan di sungai, sudah dimutilasi dan ditenggelamkan secara sengaja.

-------------------

Tanggal 26 Januari 1968, Linda Slawson dikabarkan menghilang tanpa berita saat menjajakan ensiklopedia di wilayah Portland, Oregon. Linda bekerja di sebuah penerbitan buku sebagai tenaga penjual dari pintu ke pintu menawarkan ensiklopedia sebagai tambahan untuk biaya kuliahnya. Umurnya baru 19 tahun, tak ada catatan menuju ke rumah siapa hari itu. Pihak kantornya tidak memiliki catatan aktivitas Linda.

Berita hilangnya Linda tertelan hiruk-pikuk penembakan Senator Robert Kennedy pada tanggal 5 Juni 1968. Upaya pencarian pun belum memperoleh titik terang sampai kemudian muncul kembali berita hilangnya wanita muda.

Kali ini menimpa Jan Whitney (23 tahun). Keberadaannya tak terendus begitu malam Thanksgiving berakhir pada 26 November 1968. Mobilnya ditemukan di tempat peristirahatan dekat Albany, Oregon, dalam keadaan terkunci. Tak ada tanda-tanda keberadaan Jan Whitney di mobil maupun di sekitarnya. Polisi menduga ada persoalan dengan mesin mobilnya sehingga ia mencari seseorang untuk membetulkan mobilnya. Pada masa itu memang gampang untuk mencari tebengan. Bagi orang yang bermaksud jahat bisa saja hal ini dimanfaatkan untuk menjerat wanita seperti Whitney dan membunuhnya. Tak ada petunjuk. Seperti Slawson, ia bak pergi begitu saja.

Sampai pergantian tahun kedua kasus gadis hilang itu belum juga menemukan titik terang. Ajaib. Tanpa ada informasi sedikit pun keduanya menghilang begitu saja. Orang terakhir yang dihubungi polisi tidak bisa memberi tahu dengan siapa korban pergi terakhir kali. Detektif Jim Stovall dan Gene Daugherty masih belum berpikiran bahwa kedua gadis hilang itu ada hubungannya. Mereka masih fokus ke masing-masing kasus.

 

Dua gadis hilang 

Keceriaan tahun baru hanya berusia kurang dari empat bulan. Tanggal 17 Maret 1969 Kepolisian Oregon dilapori lagi soal gadis hilang. Kali ini yang dilaporkan hilang adalah Karen Sprinker, 19 tahun. Dari informasi yang didapat, Karen janjian untuk makan siang di restoran dengan ibunya. Dari kampus ia langsung mengarahkan mobilnya ke parkiran. Ibunya mulai panik saat ia sudah menunggu lebih dari satu jam. Tak biasanya Karen terlambat seperti itu.

Pada kenyataannya, Karen memang menuju ke tempat parkir pusat perbelanjaan tempat ia akan bertemu dengan ibunya. Namun di dalam mobilnya tidak tampak Karen. Dari seorang saksi, polisi memperoleh informasi penting: ada sosok perempuan tinggi dan terlihat aneh di seputaran lokasi. Sayang, informasi itu masih meragukan sebab saksi lain berkata bahwa sosok tinggi dan terlihat aneh itu seorang lelaki. Saksi ini yakin bahwa sosok itu laki-laki karena ia berpapasan. Wajah orang itu terlihat agak menyeramkan sehingga banyak orang menghindarinya. Polisi masih belum bisa menghubungkan sosok aneh itu dengan hilangnya Karen.

Hanya empat minggu kemudian, Linda Salee (22), juga hilang. Dari pengamatan sementara sepertinya ia diculik dari pusat perbelanjaan. Ia ke pusat perbelanjaan itu untuk bertemu dengan kekasihnya karena ia berjanji akan memberi suatu hadiah. Namun ia tidak berjumpa dengan kekasihnya. 

Ia juga tidak kelihatan di tempat kerjanya. Lagi-lagi mobilnya terparkir rapi di tempat parkiran pertokoan itu. Tak ada tanda-tanda kekerasan di mobilnya. Pintu mobilnya tak memperlihatkan jejak buka paksa. Tentu saja polisi memeriksa kekasihnya, yang sayangnya tak ditemukan tanda-tanda bahwa kekasihnya adalah pelaku di balik hilangnya Linda. 

Sudah empat gadis hilang dan belum ada petunjuk yang bisa mengarahkan ke mana gadis-gadis itu menghilang. Apakah mereka diculik makhluk asing? Tak ada jejak kekerasan di mobil. Tak ada mayat mereka. Informasi yang dikumpulkan dari sumber-sumber yang terakhir kali melihat para korban juga tak memberikan ruang untuk menduga siapa pelakunya. Bagaimana mereka bisa lenyap ditelan bumi?

Dalam kebingungan itu, sebuah kejadian membangkitkan semangat polisi dalam menemukan misteri di balik hilangnya para gadis itu. Waktu itu tanggal 21 April 1969, tak lama setelah hilangnya Linda Salee dari pusat perbelanjaan. Sharon Wood sepulang dari kerja ingin bertemu dengan suaminya untuk urusan perceraian mereka. Saat berjalan menuju ke lantai parkiran gedung kantornya, Sharon merasa ada seseorang membuntutinya. la mencoba kembali ke tempat ramai dan minta ditemani menuju ke mobilnya. Saat mau berbalik arah, tahu-tahu seorang pria tinggi gendut menghampirinya. Sepucuk pistol mengarah ke mukanya.

Pria tadi menyuruh Sharon untuk diam dan menuruti perintahnya. Akan tetapi, campuran antara takut dan geram membuat Sharon melawan. Dalam hitungan detik ia berteriak dan berlari menjauh. Sayangnya, gerakan si pria lebih gesit. Sharon langsung direngkuhnya dan dikunci lehernya. Pria itu lebih tinggi dari Sharon. Ia merasa bahwa pria ini bermaksud jahat dan tega untuk membunuhnya.

Sharon pun menginjak kaki pria tadi dengan sepatu hak tingginya dan berteriak lagi. Ia juga berusaha merampas pistol dan mencoba memelintir tangan yang merengkuhnya. Saat pria itu mencoba membungkam mulutnya, Sharon malah menggigitnya. Ia tak peduli dengan darah yang mengucur dari tangan pembekapnya. Ia terus menggigit sekuat tenaga. Kini situasi berbalik. Gantian pria tadi yang berusaha lepas dari gigitan Sharon. Namun, sekuat-kuatnya Sharon, pria tadi akhirnya bisa mendorong Sharon sehingga tersungkur di lantai parkiran. Beruntunglah terdengar sirine mobil polisi yang mengacaukan situasi. Pria tadi bergegas mengambil pistolnya yang jatuh dan segera lenyap.

Ketika sudah tenang, Sharon menjelaskan ciri-ciri pria yang menyerangnya dan menyarankan para wanita untuk hati-hati. Namun Polisi belum bisa menghubungkan kejadian ini dengan hilangnya para gadis sebelumnya.

 

Mayat ditenggelamkan

Setelah kejadian penyerangan terhadap Sharon, polisi menerima laporan serupa. Kali ini dari seorang gadis berusia 15 tahun yang tinggal di Salem, Oregon. Ia bercerita bahwa suatu ketika ia dipaksa oleh seorang lelaki besar dengan bintik-bintik di wajah masuk ke mobil sport-nya. Beruntung waktu itu situasi tidak memungkinkan untuk berbuat lebih jauh sehingga ia tak sempat masuk. Polisi melihat ada secercah kesamaan dengan kejadian yang dialami Sharon.

Polisi masih menyingkirkan pemikiran bahwa hilangnya para gadis itu ada hubungannya. Para penyidik hanya bisa melihat dua keanehan dari kejadian-kejadian itu: para korban hilang menjelang akhir bulan dan semuanya berkulit putih. Hanya itu yang bisa disimpulkan sampai kemudian polisi menerima telepon yang mengabarkan ditemukannya potongan tubuh di sungai.

Telepon itu beradal dari seorang pemancing yang sedang memancing di Sungai Long Tom, selatan Corvallis, Oregon. Saat mata kailnya terasa berat, ia segera mengangkat joran. Bukan ikan yang disua, namun serpihan daging di mata kailnya. Ia terkejut dan setelah diperiksa dengan saksama daging itu mirip dengan daging manusia. Segera ia menelepon polisi. Setelah polisi datang, mereka melakukan penyelaman untuk mencari tahu dari mana potongan daging itu berasal. “Tangkapan” kali ini ternyata membuat polisi tersenyum ceria: mayat wanita yang ditenggelamkan menggunakan kotak transmisi mobil.

Setelah mayat diangkat ke daratan, sepertinya pelaku bertindak ceroboh. Namun bisa jadi ia yakin polisi tidak bisa menemukan bukti sebab mayatnya ditenggelamkan. Polisi bekerja dengan cermat dan sangat hati-hati sebab inilah satu-satunya - sampai saat ini - barang bukti yang lengkap. Tali yang digunakan untuk mengikat ternyata bukan tali sembarangan. Tali nilon dan tali khusus serta aksesori lainnya mengindikasikan pelaku berlatar belakang sebagai mekanik mobil atau tukang listrik. Masalahnya, ada banyak orang yang berprofesi seperti itu.

Bagian koroner agak kesulitan untuk menentukan penyebab pasti kematian mayat itu. Namun dari kondisi di wilayah leher, sepertinya korban meninggal akibat dicekik. Selain itu juga ditemukan sepasang tusukan, masing-masing dilingkari oleh luka bakar. Letaknya di sisi tulang rusuk. Meski wajahnya sudah sulit untuk dikenali, namun teknologi rekam gigi dapat memastikan bahwa mayat itu adalah Linda Salee.

Polisi semakin bergairah. Ada titik terang yang membuat stamina mereka bergejolak. Mereka pun lalu melakukan pencarian di sepanjang sungai itu. Hasilnya, beberapa hari kemudian mereka menemukan mayat lagi. Proses penenggelamannya mirip: menggunakan komponen otomotif. Kali ini benda yang digunakan untuk memberi beban adalah kepala mesin. Yang membuat polisi semakin tersenyum lebar, tali yang digunakan untuk mengikat mirip dengan yang digunakan untuk mengikat Linda Salee! Mayat yang kemudian diidentifikasi sebagai Karen Sprinker (berdasarkan baju yang digunakan) ini juga dicekik.

Petugas agak heran saat mayat diangkat ke daratan. Mereka menemukan beha warna hitam yang kebesaran untuk ukuran Karen. Agar tudung beha terisi penuh, maka disumpal menggunakan handuk. Oh, tidak! Ternyata handuk itu berfungsi untuk menyerap darah yang keluar sebab buah dada korban dimutilasi.

 

Kencan dengan wanita 

Pencarian lanjutan di sepanjang sungai tidak memperoleh hasil. Dengan rentang waktu yang lama, ada kemungkinan mayat dua korban lainnya sudah berantakan. Dengan dua korban yang ditemukan itu, polisi tidak tahu apakah mereka berhadapan dengan seorang lelaki yang kuat atau dua orang lelaki yang bekerja sama. Mayat yang ditenggelamkan menggunakan komponen otomotif tadi terlalu berat untuk dibawa oleh lelaki pada umumnya.

Berbekal dua mayat tadi, polisi kini menitikberatkan upaya ke pencarian pelaku. Dua korban sebelumnya juga disisir, cuma bukan prioritas. Melihat latar belakang Sprinker, polisi lalu menerjunkan petugasnya ke kampus Oregon State University di Corvallis tempat Sprinker kuliah. 

Para detektif yang mencari informasi di kalangan mahasiswa OSU memperoleh fakta yang menarik: beberapa mahasiswi akhir-akhir ini banyak yang mengeluh karena menerima telepon dari seorang laki-laki yang mengajaknya keluar. Informasi lain yang diperoleh soal lelaki berambut merah dan gendut yang berkeliaran di seputaran kampus. 

Tak sia-sia para detektif mengubek-ubek kampus. Ada informasi yang sangat berharga: ada seorang mahasiswi yang pernah kencan singkat dengan lelaki yang mengaku seorang veteran Perang Vietnam yang kesepian dan sedang mencari teman wanita. Kencan itu tidak sukses sebab lelaki itu begitu memalukan. Bayangkan saja, dalam situasi yang seharusnya romantis malah mau membicarakan tentang penemuan mayat di sungai. Karena itu, wanita itu ogah untuk bertemu lagi. 

Detektif merayu agar wanita itu mau bertemu lagi. Penjelasan tentang fisik lelaki itu - tinggi, rambut berwarna pirang, dan memiliki banyak bercak hitam di wajah - mirip dengan gambaran yang ditemukan saat menyelidiki hilangnya Karen. Hanya saja, waktu itu dua saksi yang melihat masih belum sepakat soal jenis kelamin. Satu bilang perempuan - sebenarnya tidak yakin sebab melihatnya dalam jarak yang cukup jauh - sementara satunya yakin orang itu laki-laki sebab ia berpapasan.

Beruntung, lelaki itu mau diajak untuk ketemuan lagi. Maka, wanita itu mengatur waktu dan tempat lalu menelepon ke polisi memberitahukan soal itu. Di waktu dan tempat yang dijanjikan, polisi sudah siap menguping pembicaraan wanita dan lelaki yang diincarnya. Insting mereka yakin bahwa lelaki inilah sosok di balik hilangnya para gadis muda. Tak dinyana, lelaki itu masuk ke tempat pertemuan dengan percaya diri. Sepertinya tidak ada yang harus disembunyikan. Bisa jadi ia tidak bersalah, cerdas, arogan, dan tanpa penyesalan terhadap apa yang sudah ia lakukan.

Polisi hanya mengawasi dari jauh tanpa berusaha menangkapnya. Dari obrolan yang sudah dikondisikan, terungkap bahwa ia sebelumnya bekerja sebagai tukang listrik. Aha! Polisi pun deg-degan mendengar informasi ini. Namun tetap saja belum ada bukti kuat untuk menangkapnya. Makanya, mereka pun akan mencoba menggali latar belakang lelaki itu.

 

Anak tak diinginkan

Jerome Henry Brudos, begitu nama lelaki itu. Lahir tanggal 31 Januari 1939 di South Dakota. Orangtuanya mengembara sebelum akhirnya menetap di Oregon. Sebenarnya kelahiran Brudos tidak diinginkan oleh ibunya sebab sudah ada dua lelaki sebelumnya di keluarga itu. Ibunya berharap anak selanjutnya adalah perempuan. Jadi, Brudos pun berkembang menjadi anak tak normal. Ia dididik dalam hinaan dan kritikan. Sering sendirian, Brudos kecil tumbuh dalam dunia semu dan perilaku menyimpang. Ia menjadi tergila-gila dengan sepatu dan pakaian dalam wanita.

Masih menjadi misteri bagaimana Brudos menjadi pemuja barang-barang milik wanita. Satu hal yang pasti, itu sudah bermula saat ia kecil. Waktu itu, saat umur lima tahun, ia menemukan sepasang sepatu hak tinggi wanita di tempat pembuangan sampah tak jauh dari rumahnya.

Bukan soal sepatunya yang menjadi pemicu, namun sikap ibunya yang marah melihat ia menggunakan sepatu itu saat di kamar tidurnya. Ibunya sangat terganggu dan marah yang sulit dipahami. Yang Brudos tahu hanyalah sepatu wanita itu harus disimpan. Ia juga mencuri sepatu milik guru TK-nya yang disimpan di mejanya dan Brudos menerima teguran. 

Seiring dengan umur yang beranjak, kegilaannya pada sepatu semakin bertambah dan membangkitkan nafsu seksualnya. Psikolog yang menganalisis dia setuju dengan hal ini. Brudos meneruskan perilakunya mengumpulkan sepatu, menyembunyikan dari amatan ibunya bersama koleksi pakaian dalam yang ia curi dari rumah tetangga. Menyentuh pakaian dalam wanita memberikan beberapa perasaan nyaman dan nafsunya terbangkitkan.

Ketika berumur 17 tahun, kegilaannya itu membawanya ke situasi yang berbahaya. Ia mulai menggunakan pisau untuk memaksa wanita sebayanya untuk mencopot bajunya dan memotretnya dalam keadaan bugil. Ia bahkan pernah memukul salah satu wanita. Keluarganya lalu membawa ia ke Oregon State Hospital (meski ia tetap sekolah). Dalam terapi itu, para dokter menjadi sadar bahwa fantasi seksual Brudos berpusat pada kebencian tehadap ibunya yang menginginkan anak perempuan. Ia menjadi benci dan berniat membalas dendam terhadap wanita pada umumnya. Mereka juga tahu akan koleksi pakaian wanita Brudos.

Brudos lalu menjalani dinas militer namun tak lama sebab perilakunya belum berubah. Keluar dari militer ia kemudian menjadi teknisi listrik. Saat berumur 22 tahun, ia bertemu dengan gadis pemalu berusia 17 tahun yang dipanggil Darcie. Mereka lalu menikah. Darcie begitu penurut. Apa saja yang diinginkan Brudos diiyakan, termasuk telanjang di rumah, tidak masuk ke bengkel kerjanya, dan menghindari loteng. Mereka dikaruniai dua anak dan akhirnya Darcie menolak untuk melakukan hubungan seks lagi. 

Darcie tidak memperhatikan saat Brudos menyelinap di malam gelap untuk menyatroni rumah tetangga demi niatnya mencuri pakaian dalam wanita. la tidak melihat ada keanehan pada diri suaminya. Sekali waktu, Brudos berjalan menuju ke dia menggunakan pakaian dalam wanita. Darcie kaget melihat itu, sementara Brudos terlihat sedih karena istrinya tidak bisa memahami dia. Brudos akhirnya berkeinginan mencari wanita yang tak protes dengan perilakunya dan menerima dia apa adanya. Sejak itu mereka tidak berbicara satu sama lain.

Pada kejadian lain, Darcie menemukan pernak-pernik di rumah yang mirip dengan buah dada perempuan. Tentu saja ia terkejut, namun Brudos punya jawaban. Karena tak tahu harus berbuat apa, Darcie mencoba melupakan hal itu. Sama seperti ketika ia memergoki Brudos mengoleksi foto wanita telanjang. Rasanya amat mustahil bagi Darcie untuk memahami sifat asli Brudos yang menyimpang itu. 

Dengan latar belakang seperti itu apakah Brudos bisa dijadikan tersangka?

 

Sempat berhubungan seks 

Dalam upaya mencari tahu apakah Brudos pelaku pembunuhan terhadap (setidaknya) dua gadis yang ditemukan di dasar sungai, Jim Stovall dan Gene Daugherty melacak aktivitas Brudos dikaitkan dengan waktu sekitar hilangnya para gadis. Hasil yang mereka dapatkan membuat hati mereka berdebar-debar dengan keras. Apakah perburuan akan berakhir?

Pada Januari 1968 misalnya. Jery Brudos tinggal bertetanggaan dengan penjual buku ensiklopedia Linda Slawson. Dari penyelidikan di lapangan sepertinya Brudos lalu pindah ke Salem sekitar bulan Agustus atau September tahun 1968 dan bekerja di Lebanon, Oregon. Nah, Jan Whitney lenyap pada bulan November. Fakta menarik lainnya, saat Karen Sprinker hilang dari pusat perbelanjaan pada 27 Maret, Brudos ternyata tinggal tak jauh dari situ.

Polisi lalu menyambangi bengkel kerja Brudos. Di sana mereka menemukan banyak tali nilon. Namun yang menjadi pertanyaan, Brudos terlalu ringkih untuk membawa mayat plus pemberatnya (meskipun bisa saja penampilannya menipu). Juga tidak ada mobil sport. Namun Brudos mengakui bahwa ia pernah meminjam mobil sport. Detektif akhirnya meminta salah satu tali dan Brudos mempersilakan meski kemudian ia menelepon pengacaranya, Dale Drake. Ia meminta Drake untuk mencari tahu mengapa polisi tertarik dengan dirinya. Drake mengiyakan.

Polisi terus bergerak. Mereka akhirnya memperoleh surat jaminan untuk mencari mobil Brudos namun setelah ketemu seluruh interior sudah dibersihkan. Mencurigakan memang, namun Brudos dengan sigap menjelaskan kebingungan detektif. Ketika polisi menunjukkan foto gadis yang dipaksa masuk ke mobil oleh seorang lelaki dengan ciri-ciri mirip Brudos, ia tidak memiliki pembelaan.

Sebenarnya hal itu - bersama dengan kepemilikan senjata yang ditemukan di mobil - sudah bisa menjadi bukti untuk menangkap Brudos. Mereka sebenarnya berharap kasus yang lebih kuat, namun mereka memiliki beberapa pertimbangan yang mungkin membuat Brudos panik dan lari. Ketika ia berkendara ke Portland suatu hari bersama Darcie, polisi membuntutinya.

Dirasa bukti sudah kuat, tanggal 30 Mei Brudos ditangkap. Dalam interogerasi yang putus-sambung, meskipun pengacaranya memperingatkan dia untuk tidak bicara, Brudos menawarkan sebuah pengakuan. Atau, agaknya, ia memutuskan untuk mengakui kesalahannya. 

Brudos mengakui kejahatannya dan memberikan penjelasan secara detail, termasuk kesukaannya kepada sepatu, celana dalam, dan bra. Ia menjadi lebih bergairah saat menjelaskan benda-benda itu. 

Dari Januari 1968 sampai April 1969 Brudos membunuh dan memutilasi empat wanita. Korban pertamanya, Linda Slawson, dipotong kakinya yang kemudian disimpan dan dipakaikan sepatu untuk dipotret. Dua lainnya ia mutilasi payudaranya. Edannya lagi, ia pun sempat berhubungan seks dengan mayat-mayat mereka. Bahkan Linda dibunuh di bengkel kerjanya sementara istri dan anak-anak Brudos berada di rumah utama. Bahkan ia sempat bicara dengan mereka saat mayat Linda tergeletak di lantai bengkel.

Berbekal pengakuan itu, polisi lalu memeriksa rumah dan bengkel kerja Brudos. Mereka tak menyangka bahwa benda-benda yang ada di bengkel itu digunakan untuk menyiksa dan membunuh para korbannya. Ada tali nilon yang digunakan untuk mengikat mayat. Ada kerekan yang menurut Brudos digunakan untuk menggantung salah satu korbannya. Ada lemari penuh sepatu berbagai ukuran dan berjenis-jenis pakaian dalam wanita - bra, korset, celana dalam, dan rok dalam - beserta koleksi foto-foto Brudos. Beberapa foto adalah foto Brudos mengenakan pakaian wanita, namun sebagian besar foto-foto korban yang mengerikan. 

Tanggal 4 Juni 1969 Jerome Brudos didakwa untuk pembunuhan Whitney dan Salee. Karena perilakunya yang abnormal, maka didatangkanlah tujuh psikiater untuk memeriksanya. Hasilnya, Brudos memiliki kepribadian antisosial, namun ia tidak gila. Di pengadilan Brudos mengaku bersalah untuk pembunuhan Jan Whitney, Karen Sprinker, dan Linda Salee. Ia pun diganjar hukuman seumur hidup tiga kali. (Katherine Ramsland)

 

" ["url"]=> string(65) "https://plus.intisari.grid.id/read/553448530/pemuja-jeroan-wanita" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1661951943000) } } [1]=> object(stdClass)#61 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3448361" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#62 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/08/31/terlalu-banyak-bicara_gerrie-van-20220831011121.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#63 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(135) "Michelle ditemukan tewas ditembak di dalam mobil yang diparkir di Taman Kota Antelope Valley. Saat kejadian, hanya ada satu saksi mata." ["section"]=> object(stdClass)#64 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/08/31/terlalu-banyak-bicara_gerrie-van-20220831011121.jpg" ["title"]=> string(21) "Terlalu Banyak Bicara" ["published_date"]=> string(19) "2022-08-31 13:12:04" ["content"]=> string(27100) "

Intisari Plus - Michelle ditemukan tewas ditembak di dalam mobil yang diparkir di Taman Kota Antelope Valley. Saat kejadian, hanya ada satu saksi mata yaitu penjaga malam dan ia mau bercerita secara terus terang.

-------------------

Segerombolan gadis berbikini bertubuh seksi berlenggak-lenggok. Sorotan lampu ribuan watt membuat kemolekan para perempuan belia ini makin nyata. Berkali-kali mereka meliuk-liukkan tubuh dan direkam kamera dari berbagai sisi. 

Hampir pukul 19.00. Seorang gadis model memberi isyarat pada temannya. Ketika lampu sorot utama padam, keduanya bergegas menyelinap keluar. Suara teriakan genit gadis-gadis masih terdengar ketika Michelle O’Keefe dan Jennifer Peterson, gadis yang menyelinap keluar itu, menutup pintu studio.

“Aku sudah berjanji pada ibuku untuk masuk kelas malam. Mudah-mudahan masih ada banyak waktu,” kata Michelle sambil membetulkan tank-top supaya menutupi dada. Langkahnya tergesa-gesa. Jennifer tidak menjawab. Dia segera menyalakan mesin mobil dan menembus malam yang berangin. Tadi siang setelah makan, keduanya berjanji akan datang ke Klub Kid Rock karena ada pengambilan gambar untuk video klip di LA Olympic Auditorium.

Supaya praktis, setelah kuliah siang, Michelle memarkir mobilnya di Park and Ride, Taman Kota di Antelope Valley. Dia menumpang mobil Jennifer ke Kid Rock. Perjalanan harus ditempuh secepat-cepatnya karena jarak Klub Kid Rock dengan Park and Ride sekitar 80 km.

“Rasanya kita tidak akan bisa sampai dengan cepat,” kata Michelle melirik jam. Jennifer menghela napas. “Padahal kita sudah bergerak cepat, bahkan tidak sempat berganti kostum,” kata Jennifer memandang baju yang dikenakannya. Michelle tertawa melihat kostum seksi mereka.

“Tempat parkir di Taman Kota gelap, aku bisa ganti baju di mobil sebelum ikut kuliah malam,” kata Michelle. “Ini sudah terlalu malam, mungkin sudah terlambat tetapi lebih baik datang. Aku sudah berjanji pada ibuku untuk menyelesaikan kuliah malam.”

Sampai di tempat parkir, Michelle langsung turun. Jennifer memastikan sahabatnya itu berjalan menuju Mustang, mobil biru cemerlang yang tampak menonjol di tengah kegelapan. Michelle bergegas ke mobilnya, Jennifer pun meninggalkan tempat parkir.

Paginya, Jennifer mendapat kabar Michelle tewas di dalam mobilnya. Ada empat tembakan yang mematikan.

 

Tak biasanya pulang telat

Usianya baru 18 tahun. Segala kemudahan yang didambakan remaja dimiliki Michelle O’Keefe. Hidup di tengah keluarga kaya, Michelle memiliki segalanya. Wajah cantik dengan postur tubuh semampai yang diwarisi dari ibunya, Pat O’Keefe, membuat gadis itu sangat populer. Begitu masuk perguruan tinggi, dia langsung bergabung dengan tim pemandu sorak. Ini tim yang dianggap paling keren di kampus Michelle. Seleksinya ketat dan menjadi kumpulan gadis-gadis cantik. Maklum, tugas mereka memang untuk menarik perhatian di lapangan.

Satu lagi yang membuat gadis-gadis di sekitarnya iri, begitu masuk perguruan tinggi, Michelle mendapat hadiah Natal istimewa: Mustang biru. Mobil dengan warna biru cemerlang ini selalu menarik perhatian jika melintasi jalan-jalan di Antelope Valley, Southern California. Entah karena mobilnya, entah karena Michelle yang mengemudikan, atau karena keduanya.

Tak ingin melepas kesempatan, Michelle bergabung dengan Klub Kid Rock. Bersama gadis-gadis lain, dia menjadi model untuk beberapa video klip. Pat O’Keefe merestui aktivitas anaknya, toh, Michelle tidak pernah mangkir kuliah. Bahkan jika ada kelas malam, dia akan meninggalkan studio untuk kuliah. Prestasi akademiknya di kampus menonjol. Michelle juga dikenal religius dengan lingkungan pertemanan yang sehat. 

Pesta menyambut Tahun Baru 2000 baru dilewati. Di hari ke-22 Februari, Michelle mendapat panggilan untuk syuting video klip. Pat sebenarnya ingin Michelle melepas tawaran itu karena pada saat yang sama akan ada kuliah malam. Michelle tidak akan punya cukup waktu untuk berkendara dari Kid Rock ke kampus. 

Akan tetapi, melihat semangat dan keinginan anaknya, Pat pun luluh. Ketika Michelle menyiapkan kostum, Pat sempat melirik tank-top dan rok supermini yang dimasukkan ke dalam tas.

Melihat ibunya khawatir, Michelle tersenyum. “Bu, jangan khawatir. Ini hanya kostum. Segera setelah syuting selesai, aku akan kembali menjadi Michelle yang bercelana jins.”

Pat tidak punya alasan untuk khawatir karena Michelle selalu berhasil meyakinkan orangtuanya. Satu-satunya kekhawatiran Pat adalah kebiasaan Michelle memarkir Mustang biru di Taman Kota Antelope Valley. Tempat itu sangat sepi dan di malam hari tidak ada banyak lampu menyala. Tentu bukan Mustang biru yang dikhawatirkan melainkan keselamatan anak perempuannya yang molek.

“Tenang, Bu. Aku tidak akan membiarkan orang memerkosaku. Aku lebih suka mati daripada diperkosa. Lagi pula, di taman itu ada penjaganya,” kata Michelle menenangkan ibunya.

Pat pun melepas Michelle. Dia hanya heran, sampai pukul 21.30 lewat anaknya belum memberi kabar. Kuliah malam seharusnya sebentar lagi selesai. Biasanya Michelle memberitahu jika dia sudah sampai di kampus. Jika acara di studio Kid Rock terlambat usai, pengurus Kid Rock pasti meneleponnya. Mereka selalu memberitahu jika syuting melebihi jadwal. Itu pula yang membuat Pat rela melepas Michelle setiap kali syuting.

 

Dompet dan uang masih utuh

Dalam kecemasan itu Pat dan suaminya, Mike O’Keefe, tetap menunggu. Beberapa kali telepon seluler Michelle dihubungi tetapi tidak ada jawaban. Jawaban kecemasan itu datang dini hari. Bukan dari Michelle melainkan dari deputy sheriff Kota.

Jika sheriff datang pada pukul 02.00 dini hari tentu ada berita buruk yang harus disampaikan segera. Mike menata hati untuk mendengar berita kecelakaan yang dialami putrinya. Akan tetapi, bukan hanya kecelakaan yang menimpa anak sulungnya, melainkan penembakan. Mike langsung merasa punggungnya lemas. Dia menggigil mendengar Michelle ditembak.

Mereka bergegas ke Taman Kota Antelope Valley. Di sana sudah banyak mobil. Sebagian melihat karena ingin tahu, sebagian lagi sibuk memasang police line agar petugas mudah mengambil bukti.

Detektif Richard Longshore ada di antara kerumunan. Detektif veteran itu bersama rekannya menjelajahi sekitar TKP untuk mengumpulkan bukti standar. Akan tetapi, tidak ada senjata tidak ada sidik jari, dan tidak ada jejak kaki. Meskipun petugas keamanan mendengar suara tembakan, tetapi mereka tidak menemukan saksi mata. Longshore tahu, kasus ini akan rumit.

Dia memeriksa setiap inci dari mobil Mustang biru mengilap itu. Lagi-lagi, tidak ada bukti. Ketika ditemukan, baju Michele berantakan. Tank-top-nya melorot sehingga sebagian payudaranya kelihatan. Celana jins hitam tergeletak di samping kursi. Sepintas orang akan melihat bahwa Michelle mungkin menjadi korban perkosaan. Tetapi Longshore bukan detektif kemarin sore.

Perampokan juga tampaknya mustahil karena dompet Michelle masih ada dengan uang yang cukup banyak, lebih dari AS $ 100. Jika akan merampok, tentu Mustang biru ini sasarannya. 

Mendengar cerita Pat, Longshore menduga Michelle mati-matian membela diri saat diserang. Akan tetapi, siapa yang menembakkan empat peluru di empat titik?

 

Mustang pindah lokasi?

Taman Kota di lembah itu memiliki beberapa penjaga. Kebetulan yang berjaga pada malam itu Raymond Lee Jennings. Jennings ternyata sangat kooperatif. Dia juga pengobral kata. Jennings memiliki lima anak. Itu malam kedua bagi Jennings melakukan jaga malam. Dia harus berjalan kaki mengawasi seluruh lembah yang menjadi taman dan tempat parkir hingga fajar.

Mustang biru bukan mobil pasaran. Bentuk dan warnanya sangat mencolok. “Saya berpikir, suatu hari nanti saya juga ingin memiliki mobil keren seperti itu,” cerita Jennings. “Waktu itu pukul 21.00 ketika saya berpatroli jalan kaki. Saya melihat Mustang biru ada di tempat parkir. Saya kemudian kembali ke pos di bukit kecil yang menghadap ke tempat parkir.”

Ketika jam menunjukkan pukul 21.30, dia mendengar alarm mobil. Mungkin pemiliknya tengah membuka pintu mobil. Karena hanya berjarak 350 m dari tempat parkir, Jennings masih mendengar mesin mobil menderum, baru dinyalakan. Tak lama kemudian terdengar satu tembakan.

“Mobil itu mundur dan terdengar lagi tiga kali tembakan. Kali ini tembakannya lebih cepat,” tambah Jennings. Dia menghela napas. “Seharusnya saya datang mendekat, tetapi saya tidak bersenjata. Petugas di Taman Kota ini tidak dipersenjatai. Jika saya mendekat, saya khawatir akan jadi sasaran tembak.”

Menurut Jennings, beberapa menit kemudian setelah suara tembakan reda, dia menghubungi supervisor-nya. Bantuan tiba beberapa menit kemudian sementara Jennings tetap di dalam posnya. Ketika atasannya mendekati TKP bersama beberapa polisi, Jennings masih di posnya.

Detektif Longshore tampaknya menghadapi tembok buntu. Meski sudah dibantu Mark Safarik, mantan anggota FBI yang menjadi konsultan, ia tetap menemui jalan buntu. “Bukti forensik memang ada. Kami bisa menganalisis noda darah. Kami memiliki peluru dan selongsongnya. Tetapi kami sama sekali tidak mendapati sidik jari atau sesuatu berupa jejak DNA untuk membuktikan bahwa ada seseorang saat pembunuhan terjadi,” kata Safarik.

Sementara itu, Jennifer Peterson - orang terakhir yang bersama Michelle - sangat terpukul. Ketika diminta datang ke TKP, Jennifer tampak sangat sedih. Dia tampak sangat terkejut ketika dibawa Longshore ke tempat Mustang biru diparkir.

“Tidak, bukan di situ dia memarkir mobilnya,” kata Jennifer. “Saya masih ingat betul, Michelle memarkir mobilnya di sana, tepat di bawah lampu supaya mobilnya aman dan mudah diawasi.”

Jennifer pun mulai bercerita, ketika menurunkan Michelle di dekat mobilnya, tempat parkirnya masih di bawah lampu. “Saya mendengar mesin mobil Michelle dinyalakan. Saya melihat mobilnya bergerak. Saya pikir dia mengikuti mobil saya.”

Ternyata perkiraan Jennifer keliru. Menurut Safarik, Mustang biru justru mundur dan berpindah tempat ke lokasi yang gelap. “Seperti kata ibunya dan Jennifer, sebelum kuliah malam Michelle ingin berganti baju. Dia membawa mobilnya ke lokasi gelap untuk berganti baju. Dia memilih tempat parkir yang diapit dua mobil. Jadi, dia bisa berganti baju tanpa terlihat. Sayangnya, ada orang lain di sana dan menembakkan empat peluru.”

Michelle meregang nyawa dengan satu luka tembak di dada dan tiga di kepala dan leher.

 

Jeda waktu cukup lama

Dahi Longshore berkerut tanda sedang berpikir keras. Dia mencoret-coret kertas yang sudah penuh angka. Dia memperkirakan penembakan terjadi setelah pukul 21.30. Jennings yang mendengar tembakan ketakutan dan baru beberapa menit kemudian dia memberitahu atasannya. Atasannya datang beberapa menit kemudian. Mereka menunggu hingga polisi datang, lalu menuju TKP. Ada selang waktu cukup lama bagi si penembak untuk meloloskan diri, sekitar 30 menit.

Longshore tinggal di Huntington Beach, sekitar tiga jam berkendara. Selama waktu itu, segalanya bisa terjadi. Hanya ada satu orang yang bisa bercerita, Jennings. Menurut penjaga itu, dia sempat didatangi dua orang dengan truk merah dan bertanya apakah dia penjaga di situ.

“Saya sangat takut waktu itu. Saya tidak berani melihat tangan mereka. Selain itu, saya tidak melihat siapa pun. Sama sekali,” kata Jennings yakin. Longshore mengabaikan penumpang truk merah karena butuh waktu lama untuk mengejar truk merah yang di California jumlahnya pasti sangat banyak.

Yang membuat Longshore heran, malam itu sangat dingin, tetapi kaca jendela Mustang biru justru diturunkan. Polisi tidak menemukan jejak pelaku di dalam mobil atau tanda masuk dengan paksa. Jika kaca jendela diturunkan, berarti Michelle saat itu sedang berbicara dengan seseorang. Satu-satunya orang di tempat parkir itu hanya Jennings.

Jaket dan celana Jennings pun diperiksa. Seragam dari perusahaan keamanan itu sama sekali tidak menampakkan adanya sampel darah, serat, atau rambut yang sesuai dengan Michelle.

Penyelidikan buntu. Keluarga O’Keefe nyaris putus asa. Mereka menepis anggapan pembunuhan itu berdasarkan konflik rumah tangga, perselingkuhan, atau puncak kekesalan kekasih Michelle. Pat menunjukkan bahwa Michelle tidak punya kekasih.

“Dia juga tidak punya musuh,” kata manajer salon kecantikan itu. Mike dan Pat memasang baliho di dekat tempat parkir dan menawarkan hadiah bagi siapa saja yang bisa menemukan pembunuh anaknya. Hingga pertengahan musim semi, sekitar tiga bulan kemudian, seorang perempuan bernama Victoria Richardson menyatakan ada di taman itu saat pembunuhan terjadi. Waktu itu Victoria sedang berada dalam mobil bersama teman-temannya. “Saya mendengar bunyi tembakan,” kata Victoria.

Dia juga melihat penjaga berjalan di sekitar Mustang sesaat sebelum penembakan. “Mungkin dia sedang berpatroli,” kata Victoria. “Ketika mendengar tembakan berikutnya, kami sangat ketakutan. Kami tidak ingin terlibat dalam urusan ini. Setelah meredakan ketakutan, kami menuju pos penjagaan.”

Di tempat itu Victoria dan teman-temannya bertanya, “Apa yang terjadi? Apakah itu penembakan? Dia menjawab, tidak tahu.” 

Bukti dari Victoria membuat Longshore makin heran. Jika Victoria mendekati pos penjagaan malam itu, mengapa pertemuan itu justru tidak diingat Jennings? Padahal pertemuan dengan Victoria seharusnya menjadi sesuatu yang paling diingat. Jennings orang yang sangat detail, bahkan ketika Jennifer meninggalkan tempat parkir pun dia bisa mengamati itu.

Mendengar pengakuan Victoria, Jennings hanya berkata pendek. “Oh, ya. Aku memang bertemu dengan perempuan Afrika-Amerika.” Jennings menggambar jenis kendaraan yang dikendarai Victoria. Gambarannya tentang mobil Victoria ternyata benar.

Safarik menangkap keganjilan pada cerita Jennings. Jika Jennifer yakin Mustang itu diparkir di bawah lampu, tentunya penjaga juga mengetahuinya. Bukankah sejak siang mobil itu diparkir di sana? Mengapa Jennings menunjukkan mobil itu diparkir di tempat yang jaraknya 100 m dari yang ditunjukkan Jennifer? Safarik yakin, sebenarnya Jennings ada di dekat Mustang biru ketika penembakan terjadi.

 

Si serba tahu kian mencurigakan

Di depan polisi yang memeriksanya, Jennings seperti biasa banyak bicara. Saat ditanya pendapatnya tentang Michelle, dia menjawab sambil cengar-cengir, “Saya mengira dia pelacur. Yah ... bajunya seperti itu. Memakai tank top dan rok sangat pendek. Ketika penembakan terjadi, saya hanya melihat dari jauh. Dadanya kena peluru. Mengenaskan sekali nasib gadis itu.”

Polisi dan detektif curiga. Bagaimana Jennings bisa dengan jelas menunjukkan detail itu padahal dari pos yang tak pernah ditinggalkannya itu hanya ada sinar temaram?

Toh Jennings menunjukkan keinginannya membantu polisi. “Tembakan pertama di dadanya itu yang fatal akibatnya. Tiga tembakan di kepala dan leher bukan tembakan mematikan. Saya bisa melihat tangannya masih berkedut setelah tembakan di dadanya. Setelah itu saya tidak tahu lagi. Bukankah saya tidak meninggalkan pos sampai Detektif Longshore datang,” kisah Jennings. 

Safarik tak bereaksi. Otaknya berpikir cepat. Jika bukan karena senang membual, cerita Jennings ini pasti benar-benar nyata. Dari mana dia tahu bahwa tembakan yang mematikan itu di dada? Bukankah tembakan di kepala juga dapat mematikan? Yang lebih membuat Safarik curiga adalah hasil autopsi sama sekali belum keluar tetapi Jennings sudah tahu lebih detail. Sayangnya, Safarik dan Longshore tidak memiliki bukti fisik.

“Bagaimana kau tahu itu?” tanya Safarik dengan ekspresi datar. Jennings diam sejenak lalu berkata. “Yah .... saya berspekulasi. Menurut saya, kira-kira begitulah yang terjadi. Saya ingin membantu polisi. Saya merasa bersalah karena ada pembunuhan pada saat saya berjaga.”

Longshore tak sabar, “Bagaimana mungkin kau bisa tahu tangan Michelle berkedut jika jarak antara Mustang biru dengan pos penjagaan 350 m? Bukankah engkau ada di sana ketika penembakan itu terjadi?” Jennings mengelak. “Mungkin saja analisisku itu keliru. Abaikan saja.”

Jennings kelihatannya tahu terlalu banyak. Dia menjadi tersangka, tetapi tidak ditangkap. Polisi tidak menemukan bukti fisik selain posisinya yang ada di dekat pembunuhan. Polisi juga tidak menemukan sejarah kriminal dalam hidup Jennings.

Raymond Lee Jennings pun terpaksa dilepas. Jennings yang tinggal di dekat rumah O’Keefe belakangan tidak lagi menjadi penjaga taman. Dia bekerja di perusahaan dealer mobil. Detektif terus mengawasi Jennings dan terus mengejar petunjuk lain, termasuk memanfaatkan berbagai media untuk membantu bahan bakar penyelidikan.

 

Mestinya di tempat kejadian

Di pihak lain, keluarga O’Keefe sangat terpukul. Apalagi mereka tahu sebenarnya penyidik dan detektif sudah mengarahkan tuduhan terhadap Jennings. Namun karena ketiadaan bukti fisik, sekarang tersangka pembunuhan putri mereka malah bisa dengan tenang berkeliaran di dekat rumah O’Keefe.

Pat dan Mike O’Keefe mendatangi pengacara sipil Rex R. Parris. Parris menyewa detektif swasta dan melakukan penyelidikan sendiri. Rekonstruksi dilakukan menggunakan Mustang biru yang diparkir di bawah lampu kemudian berpindah tempat. Dari pos penjaga yang dulu ditempati Jennings, sama sekali tidak terlihat situasi di dalam mobil. Jadi, jika Jennings memang mengetahui soal tembakan di dada dan tangan Michelle masih berkedut, sudah pasti dia ada di dekat lokasi penembakan.

Tepat setahun setelah peristiwa penembakan, keluarga O’Keefe mengajukan gugatan jutaan dolar AS terhadap Kota Palmdale, perusahaan pengamanan, dan Raymond Lee Jennings atas kematian Michelle.

Ketika Jennings kembali dikonfrontasi pada musim panas 2002, dia berkali-kali menyangkal telah membunuh Michelle. “Kesalahan yang saya lakukan pada pemeriksaan yang lalu adalah saya terlalu banyak bicara. Maksud saya sebenarnya hanya ingin menganalisis kemungkinan-kemungkinan berkaitan dengan penembakan itu, tapi justru membuat saya terjerat.”

Dia lantas bertanya dengan heran. “Jika kasus yang terjadi tahun 2000 itu memang cukup bukti, saya pasti tidak akan duduk di sini. Saya sudah ada di dalam penjara. Bukankah polisi tidak mendapatkan bukti apa pun?”

Parris menunjukkan bukti lain. Dia merekam semua pembicaraan dan waktu pada telepon seluler Michelle. Jennifer dan Michelle masuk ke tempat parkir pada pukul 21.23 tepat seperti yang diceritakan Victoria yang melihat petugas berpatroli jalan kaki di tempat parkir. Pukul 21.25 mobil berpindah ke tempat parkir yang berjarak 100 m. Pada 21.30 terjadi penembakan. Namun hanya sebatas itu upaya yang bisa dilakukan.

Tiga tahun berlalu, kasus kematian Michelle masih juga jadi pekerjaan rumah Longshore. Dia mengendapkan kasus itu sambil menyelidiki truk merah yang disebut-sebut Jennings. Tetapi tidak satu pun truk merah yang mendekati Antelope Valley waktu itu. “Satu-satunya saksi dan orang yang tahu tentang penembakan itu hanya Jennings,” kata Longshore.

Ketika Jennings akan diajukan ke pengadilan, Jaksa Robert Foltz menggeleng. “Yang terberat adalah karena tidak ada bukti fisik.”

 

Melihat dari sudut berbeda

Jim Jeffra menimang-nimang lisensi yang baru didapatkan, lisensi sebagai detektif swasta. Aku akan melihat kasus The Girl with The Blue Mustang ini dari pandangan berbeda. Aku akan melihat dari sisi Jennings tidak membunuh.” Berbulan-bulan dia menelusuri setiap jengkal wilayah di Antelope Valley, menanyai banyak orang, termasuk Jennings. Kemudian Jeffra menemui Mike O’Keefe.

Mereka menyaksikan seluruh video tentang pengakuan Jennings. Pada saat Jennings mengakui bahwa dia melihat denyut nadi Michelle dan tangannya berkedut, Jeffra mematikan video itu.

“Saya tahu, dia yang membunuh Michelle,” kata Jeffra. Dia kemudian membuat presentasi dengan rekaman yang menguatkan bahwa Jennings sangat banyak karena dia ada di dekat lokasi pembunuhan.

Sayangnya, ketika presentasi selesai dan penangkapan akan dilakukan di akhir tahun 2004, Jennings sudah pergi jauh. Dia mengajukan diri menjadi prajurit di Irak. Jaksa tidak bisa menangkapnya.

Longshore terus mengikuti aktivitas Jennings. Ketika tahu masa pengabdian Jennings di Irak berakhir beberapa hari sebelum Thanksgiving 2005, detektif itu merapat. Begitu bus yang dinaiki Jennings berhenti di halte, Jennings dipaksa turun di bawah todongan pistol. Dia ditangkap dan ditahan di Los Angeles. Ketika Jennings mengajukan permohonan penahanan luar, hakim minta uang jaminan AS 1 juta. Jennings tidak bisa memenuhi itu sehingga harus meringkuk dalam tahanan hingga musim semi 2008. Jaksa yang menangani kasus ini adalah Michael Blake.

Menurut Blake, Jennings malam itu berjaga. Ketika dia melihat Michelle, dia mengira gadis itu pelacur karena mengenakan pakaian yang sangat minim. Pelaku sempat memelorotkan tank-top yang dikenakan Michelle. Namun Michelle berontak. Jennings memukulnya. Sangat mungkin Michelle mengenali Jennings karena rumah mereka berdekatan. Pelaku panik ketika tahu bahwa gadis itu bukan pelacur dan bahkan orang yang dia kenal. Dia lalu melepaskan tembakan.

Sidang berlangsung enam minggu dengan 12 juri sebagai penentu. Tanpa bukti fisik selain bukti forensik, para juri berdebat alot. Pada sidang pertama, sembilan juri menyatakan Jennings bersalah, tiga lainnya menyatakan Jennings bersih. Pada sidang berikutnya, hanya satu yang menyatakan Jennings pantas dilepas. Pada sidang terakhir sebagai penentuan, keluarga O’Keefe datang. Mereka berharap mendapatkan titik terang setelah 10 tahun Michelle dibunuh.

“Ini Februari kesepuluh yang sangat berat. Kami berharap ada yang bertanggung jawab atas kematian Michelle,” kata Mike O’Keefe. Sidang kali ini benar-benar menegangkan karena inilah keputusan yang ditunggu selama 10 tahun.

Namun Jennings terlihat santai. Dia sempat minta maaf kepada keluarga O’Keefe sebelum duduk di kursi pesakitan, Februari 2010. Ketika juri yang telah merekonstruksi kejadian di Antelope Valley, bersidang, berdebat, akhirnya mereka menyatakan bahwa Jennings bersalah. Potongan-potongan pengakuan Jennings menjadi rangkaian kesaksian yang justru menjeratnya sebagai pesakitan. Jennings dikenai hukuman 40 tahun. 

Seorang juri berkata, “Saya punya anak gadis seusia Michelle. Ini tidak boleh lagi terjadi. Kesalahan yang mengakibatkan kematian tidak bisa dimaafkan.” (Endah Imawati) 

 

 

" ["url"]=> string(66) "https://plus.intisari.grid.id/read/553448361/terlalu-banyak-bicara" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1661951524000) } } [2]=> object(stdClass)#65 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3350303" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#66 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/06/29/dipenjara-sampai-tahun-2036_emil-20220629070527.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#67 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(149) "Saat mengobrol dengan adiknya di telepon, tamu datang ke rumah Vonnie untuk menawarkan anjing. Saat pulang ke rumah, suaminya tidak menemukan Vonnie." ["section"]=> object(stdClass)#68 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/06/29/dipenjara-sampai-tahun-2036_emil-20220629070527.jpg" ["title"]=> string(27) "Dipenjara Sampai Tahun 2036" ["published_date"]=> string(19) "2022-06-29 19:05:46" ["content"]=> string(34623) "

Intisari Plus - Saat mengobrol dengan adik perempuannya di telepon, tamu datang ke rumah Vonnie untuk menawarkan seekor anjing. Saat pulang ke rumah, suaminya tidak menemukan Vonnie. Polisi menduga Vonnie menjadi korban penculikan.

------------------

Musim panas 1974 pasangan muda itu boyongan ke rumah mungil di kawasan Burien, sebelah selatan Seattle. Vonnie mulai menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga, sementara Todd Stuth mendapat giliran kerja mulai sore sampai tengah malam. Berarti malam hari umumnya mereka berpisah. Untung orang tua Vonnie dan adik perempuannya tinggal berdekatan. Juga temannya banyak. Jadi, ia tidak kesepian.

Rabu malam, 27 November 1974, Vonnie sibuk menyiapkan pesta Thanksgiving esok hari. Untuk pertemuan keluarga itu Vonnie menyumbang salad Jell-O. la melarutkan Jell-O dalam air mendidih dan sibuk meracik bahan-bahan lain di meja dapur sambil mendengarkan suara televisi dari ruang tamu.

Pukul 22.30 adik perempuannya menelepon. Di sela-sela obrolan mereka, Vonnie permisi sebentar untuk membuka pintu - ada tamu! Begitu kembali berbincang di telepon ia bilang ada pria yang mengaku tetangga seberang jalan menawarkan seekor anjing.

"Saya katakan padanya ia harus datang kembali besok ketika Todd ada di rumah," tutur adik perempuan Vonnie, menirukan omongan kakaknya.

Pukul 23.00 kakak tiri Vonnie memasuki halaman rumah Stuth untuk mengambil barang di mobil yang diparkir di sana. Sekilas ia memandang ke dalam rumah dan melihat Vonnie sedang asyik bicara di telepon. Tapi ia tidak masuk untuk bicara dengannya.

Seperti biasanya, Todd baru pulang pukul 01.15. la mendapati pintu tidak terkunci, televisi dan semua lampu masih menyala. la memanggil-manggil Vonnie, tapi tak ada jawaban. la sempat risau, saat melihat dompet Vonnie tergeletak di meja. Uang Vonnie AS $ 150 masih utuh dalam dompet. Racikan salad belum selesai juga di atas meja dapur. Kemudian Todd Stuth mengecek lemari dan melihat mantel kerudung warna abu-abu milik Vonnie tidak ada.

Tidak ada pesan apa-apa. Tak bisa dipahami Vonnie pergi tanpa meninggalkan pesan. Todd menelepon saudara dan teman-teman Vonnie untuk mencari tahu keberadaan istrinya. Barangkali ia pergi untuk keperluan mendadak, atau meminjam sesuatu yang dia perlukan untuk mempersiapkan pesta Thanskgiving. Tapi tidak seorang pun melihat atau mendengar kabarnya.

Vonnie Stuth benar-benar pergi. 

Sementara itu di AS Barat Laut, delapan wanita muda sudah dilaporkan hilang. Lynda Healy, Donna Manson, Susan Rancourt, Roberta Parks, Brenda Ball, Georgeann Hawkins, Denise Naslund, dan Janice Ott. Anehnya, mereka yang hilang itu adalah ibu-ibu muda. Media ramai memberitakan kasus itu.

Mayat Janice dan Denise ditemukan pada pertengahan September. Mereka berusia antara 18 dan 22 tahun. Cantik dan langsing dengan rambut panjangnya tersibak di bagian tengah. Secara fisik Vonnie mirip dengan semua wanita itu.

 

Dibujuk ‘pria tetangga’

Hilangnya Vonnie Stuth mencirikan suatu penculikan. Di mata keluarganya, Vonnie adalah wanita muda yang selalu berhati-hati. Ia tidak akan membukakan pintu bagi orang yang tidak dikenalnya.

Selama beberapa hari Todd Stuth terus bersama-sama detektif King County untuk memberikan petunjuk yang bisa membantu mereka menemukan istrinya. Kalaupun di rumah, ia cuma menunggu telepon dari Vonnie. Todd Stuth bersikeras, di antara mereka tidak terjadi cekcok atau perselisihan. Juga tak ada alasan yang membuat Vonnie minggat.

"Aneh!" kata pekerja pengecoran berusia 21 tahun itu. "Dia pasti diculik. Tidak ada keraguan dalam pikiran saya." 

Nampaknya memang tidak ada hubungan langsung dengan delapan wanita yang juga hilang itu. "Saya harap tidak. Karena saya tak ingin Vonnie mati. Saya tidak akan meninggalkan rumah ini sampai saya tahu apa yang terjadi dengannya," ujar Todd.

Di rumah Stuth, detektif tak menemukan tanda-tanda perlawanan. Tak ada darah atau bekas pergumulan. Yang jelas Vonnie Stuth telah membuka kunci pintu depan, dan ada orang yang berhasil membujuk atau memaksa dia ke luar rumah.

Satu-satunya petunjuk yang menjadi pegangan penyelidik hanya komentar Vonnie kepada adik perempuannya tentang pria yang mengaku tetangga seberang jalan yang menawarkan seekor anjing. Tapi pria yang mana? Detektif menanyai para tetangga, tapi tak seorang pun mengaku bicara pada Vonnie di malam sebelum Thanksgiving.

Rumah di seberang jalan malah baru saja dikosongkan. Stuth sama sekali tidak mengenal penyewa rumah itu. Seingatnya pasangan berusia mendekati setengah baya yang tinggal di sana. Mereka punya mobil van. Ada tetangga yang melihat van di parkir di halaman rumah itu sekitar 10 menit pada malam Vonnie hilang.

Detektif mengecek rumah kosong itu dan menemukan tumpukan sampah di belakang rumah. Mengais-ngais tumpukan sampah merupakan "tugas berat" bagi penyidik. Tapi sampah bisa merupakan tambang emas informasi. 

Mereka menemukan robekan-robekan foto. Begitu digabungkan, jadilah foto seorang wanita berambut hitam, cukup cantik untuk menjadi seorang model. Posenya nyaris bugil. Para tetangga mengenalinya sebagai wanita yang tinggal di rumah itu. Robekan-robekan kertas lain memuat alamat dan nama Gary A. Taylor. Menurut para tetangga, itu sepertinya nama lelaki yang tinggal di rumah itu. 

Apa yang dikerjakan Taylor selama tingga! di rumah itu? Dari mana dia dan wanita itu berasal? Tak seorang pun tahu. Mereka tinggal di rumah itu hanya beberapa bulan. Namun mereka juga tidak punya anjing. Taylor berusia sekitar 35 atau 40 tahun, dan tingginya sekitar 180 cm. Berambut cokelat terang dan beruban di bagian pelipis. la mengenakan kacamata bergagang gelap.

Belum tentu pria yang mengetuk pintu rumah Vonnie adalah Taylor. Bisa saja orang asing datang ke rumah Stuth dan pura-pura mengaku tetangga. 

Kepada adik perempuannya, Vonnie tidak menyebutkan siapa pria tetangga itu. Dia cuma mengatakan bicara kepada seseorang, menutup pintu depan, dan kembali melanjutkan obrolan di telepon. Bahkan, pukul 23.00, kakak tirinya melihat Vonnie baik-baik saja.

Mungkin pria itu kembali lagi, dan memaksa Vonnie pergi untuk melihat anak anjing yang ditawarkannya. Pada kedatangannya yang pertama Vonnie tidak mau pergi ke luar. Mungkin kemudian dia dibujuk untuk pergi. Dia juga tidak berteriak. Atau bisa juga, karena Bandara Seattle-Tacoma tidak jauh dari situ, warga tidak mendengar apa-apa karena suara bising mesin pesawat jet saat hendak mendarat.

Sersan Detektif Len Randall dan Mike Baily yang bertugas menangani kasus itu merasa frustrasi seperti saat menangani kasus wanita hilang yang lain. Tak ada mayat sebagai bukti pembunuhan. Jadi, kasusnya belum bisa dinyatakan sebagai kriminal. Yang ada hanyalah kasus orang hilang.

Mike Baily dan Len Randall menemukan alamat Gary Taylor, yang sudah pindah ke kawasan peternakan terpencil seluas 1,5 ha, dekat Enumclaw, Washington, jauh ke sebelah tenggara meskipun masih di kawasan King County. Mereka mencari informasi tentang Taylor lewat jaringan lewat Pusat Informasi tentang Kejahatan seluruh AS (NCIC = National Crime Information Center).

Nama Gary A. Taylor tidak ditemukan. Menurut informasi yang dikirimkan ke King County, Taylor tidak termasuk daftar orang yang dicari-cari dalam yurisdiksi Amerika. Dia juga tidak memiliki catatan yang menjadikannya tersangka utama dalam kasus Vonnie Stuth.

Tanggal 6 Desember detektif menemukan tanah pertanian terpencil itu. Gary Taylor sebenarnya tidak begitu senang atas kedatangan mereka, tapi dia tampak cukup ramah. Polisi membawanya ke kantor polisi King County Courthouse di Seattle, dan ia dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus hilangnya Vonnie Stuth. 

Di hadapan polisi, Taylor nampak gugup ketika menyangkal ada hubungan dengan hilangnya Vonnie Stuth. Dia mengatakan tidak mengetahuinya. Karena sama sekali tidak punya alasan kuat, mereka hanya menahan Taylor selama beberapa jam.

Secara teknis, belum ada tindak kejahatan, karena tidak ada korban yang bisa menjadi bukti. Juga tidak ada tempat kejadian perkara. Pengecekan lewat NCIC juga tidak menunjukkan bahwa Taylor termasuk dalam daftar pencarian. 

Len Randall mengantarkan Gary Taylor kembali ke rumah mungil di dekat hutan di Enumclaw. Dia berhasil membuat Taylor berjanji akan datang ke unit pembunuhan pada Senin, 9 Desember, untuk bercerita lebih jauh dan menjalani tes uji kebohongan. Keluar dari kantor polisi, Gary Taylor nampak santai, dan ramah. Dia berjanji akan datang lagi hari Senin untuk membeberkan semuanya. 

Hari Senin tiba, tapi Taylor tidak nongol. Kabur! Rumah di Enumclaw dikosongkan. Di mana ia berada, menjadi teka-teki. Detektif King County terlambat mengetahui siapa Gary Addison Taylor sesungguhnya. Dari Michigan datang informasi yang membuat sangat kecilnya kemungkinan Vonnie Stuth pulang lagi.

 

Sangat membenci wanita

Gary Addison Taylor lahir tahun 1936 di Howell, Michigan, kota kecil antara Ann Arbor dan Lansing. la tinggal bersama orang tuanya dan seorang kakak laki-laki hingga berumur 15 tahun. Teman-teman sekolah mengenalnya sebagai seorang yang berangasan, penggemar kebugaran fisik, dan pemain terompet yang berbakat. la pernah berurusan dengan pihak berwajib gara-gara menembaki jendela-jendela toko di kota itu.

Tahun 1951 keluarga Taylor pindah ke St. Petersburg, Florida. Di sana mereka mengelola sebuah motel. Pada malam Natal 1954, Taylor pertama kali ditangkap polisi. Kala itu usianya masih 18 tahun. Dia dituduh menyerang wanita kasir bioskop berusia 39 tahun dengan kunci inggris, saat turun dari bus hingga kakinya terkilir. 

Dia tak mengenal wanita itu. Polisi yakin Gary bertanggung jawab atas 16 atau 17 penyerangan tanpa motif terhadap wanita di kawasan itu. Dia diadili atas tuduhan tunggal menyerang wanita dengan maksud membunuh, tapi kemudian dinyatakan bebas.

Belakangan kepada tiga psikiater di Michigan, Gary Taylor mengatakan untung dia tidak sampai membunuh kasir bioskop itu, karena kemungkinan untuk itu ada.

Tak lama setelah Gary Taylor dinyatakan bebas oleh pengadilan di Florida, keluarga Taylor pindah lagi ke Michigan. Ke Royal Oak dekat Detroit, tempat ayah Taylor membuka toko makanan kering. Gary Taylor menjadi anggota angkatan laut, tapi cuma bertahan 11 bulan. Dia diberhentikan karena menderita migrain kronis. 

Di Michigan, Gary Taylor hanya betah satu setengah bulan. Dia ditangkap lagi gara-gara meneror wanita. Berita utama surat kabar Detroit memasang judul ‘The Phantom Sniper of Royal Oak’.

Gary Taylor berubah lagi. la menembak wanita (19) yang sedang berjalan pulang dari pemberhentian bus. la kabur dan tertangkap setelah polisi mengejarnya selama 3 jam melewati empat kota di pinggiran Detroit.

Taylor mengaku telah menembak wanita itu, juga 15 kali menyerang wanita lain. Empat korban terluka. Untung tidak ada yang terbunuh. Salah satu korbannya malah masih berusia 11 tahun. Taylor tak mengenal semua wanita itu. 

Para korban ditembak hanya karena mereka adalah wanita. Dia mengaku membeli senjata kaliber .22 memang untuk menembak wanita. Dia membidik bagian atas pinggang karena desakan hati yang tidak terkontrol. Dengan penembakan itu dia memperoleh kepuasan seksual yang luar biasa.

Dia mengaku terdorong mencelakai wanita sejak kelas tiga sekolah dasar. Kepada psikiater ia juga mengatakan mengenal dunia pelacuran sejak usia 15 tahun. Dia puas melihat wajah-wajah wanita yang ketakutan ketika dia memukul dan merampok mereka. 

Kenapa wanita menjadi sasaran buruannya? Kenapa dia demikian membenci mereka? Taylor menganggap bahwa wanita merupakan sumber kelemahan baginya, dan mungkin bagi semua pria. Karena alasan itulah dia menembak mereka.

Kalau di saat remaja Gary Taylor melakukan serangan secara spontan dan ngawur, setelah lebih dewasa ia menggunakan cara yang berakal. la tahu, hanya dengan sedikit sandiwara para wanita sudah langsung tertipu. Apalagi dia tampan, tinggi, dan berotot. 

Dia suka bergaya sebagai pemuda baik-baik, simpatik, dan pintar melucu. Taylor menikmati sandiwaranya di depan wanita. Sesungguhnya dia menertawakan mereka, bahkan lebih.

Dia selalu membalas senyuman pelayan restoran yang genit. "Mereka mengira saya bergenit-genit dengan mereka," kata Taylor kepada detektif. "Padahal mereka pasti bergidik kalau tahu apa yang ada di kepala saya saat memandang mereka."

Gary Taylor divonis gila. Di depan sidang di Michigan, Dr. Abraham Tauber menerangkan, Gary Taylor demikian membenci wanita tanpa alasan yang masuk akal. Jadi, ada kemungkinan dia bakal membunuh seseorang (wanita) kalau dibiarkan bebas berkeliaran.

Tanggal 28 Maret 1957, Taylor dimasukkan ke rumah sakit jiwa di Ionia. Waktu itu usianya 21 tahun kurang 1 hari.

Tahun 1960 Taylor dipindahkan ke Klinik Lafayette di Detroit. Karena selama tiga tahun di Ionia menunjukkan kemajuan, dia diperbolehkan ikut kursus las listrik di luar klinik, yaitu di Wolverine Trade School.

Ketika Natal, Taylor mendapat ‘cuti’ dari Klinik Lafayette. Dengan menyamar sebagai petugas Jawatan Pajak, dia mengetuk pintu sisi barat rumah seorang mantan ratu kecantikan Detroit, yang sempat dibuntutinya. Dia menaruh tasnya yang kosong dan memerkosa wanita itu, selain merampas uang AS $ 13.

Karena dianggap berkelakuan amat baik selama di Klinik Lafayette, Gary Taylor semakin banyak diberi kebebasan menjelajahi kawasan Detroit dengan leluasa. Padahal obsesinya tidak berubah. 

Empat bulan kemudian, April 1961, dia ditangkap polisi Detroit gara-gara menyerang pemilik rumah penginapan dan anak perempuannya dengan menggunakan parang sepanjang 45 cm. 

Seperti biasa Taylor menerapkan jurus tipu daya untuk masuk ke rumah calon korbannya itu. Dia pura-pura menyewa kamar di rumah korban. Dengan begitu pemilik rumah tidak ragu-ragu membukakan pintu saat dia pulang beberapa jam kemudian. Saat itulah dia menyerang mereka. 

Mendengar berita penangkapan Taylor, seorang wanita Detroit (26), pemilik toko barang seni menghubungi polisi dan mengidentifikasi Taylor sebagai pria yang mencekiknya hingga pingsan di tokonya pada bulan Januari. Saat itu Gary Taylor pura-pura menjadi pakar seni. Pemilik toko seni itu mengaku terkejut melihat ahli seni lukis dan patung yang ramah itu tiba-tiba menjelma menjadi monster yang menakutkan.

Banyak pemberitaan negatif di Michigan tentang Gary Taylor, tahun 1961. Masyarakat menggugat, mengapa dia dipindahkan dari Ionia. Dia langsung dikembalikan ke rumah sakit khusus untuk penjahat yang sakit mental tanpa proses pengadilan atas kasus-kasus selama tahun 1960 - 1961. 

Jaksa Agung Michigan Paul L. Adams mengadakan penyelidikan selama tiga bulan untuk mengetahui mengapa Taylor dipindahkan ke Klinik Lafayette. Kemudian dia memutuskan pasien sakit jiwa baru bisa dibebaskan bersyarat, bila telah melalui prosedur dengar pendapat di pengadilan.

Tahun 1966 dan 1967, pihak keluarganya mohon Gary Taylor dikeluarkan dari Ionia. Tapi dua kali permintaan itu ditolak dengan alasan dia masih sakit jiwa dan berbahaya. Baru tahun 1970 Taylor dipindahkan ke Pusat Psikiatri Forensik Michigan, di Ypsilanti, kota kecil antara Detroit dan Ann Arbor. 

Juli 1972, dia dibebaskan dan menjadi pasien rawat jalan, dengan syarat secara periodik kontrol untuk pengobatan. Menurut Dr. Ames Robey, direktur Pusat Psikiatri Forensik itu, Gary Taylor berbahaya jika tidak minum obat.

Sekitar setahun Gary Taylor kadang-kadang masih datang berobat ke Pusat Psikiatri Forensik di Ypsilanti. Tapi sejak pertengahan tahun 1973 dia tidak pernah datang lagi. Sayangnya, baru tiga bulan kemudian, November 1974, namanya masuk daftar pasien sakit jiwa yang kabur. Lebih gawat lagi, nama Taylor tidak tercantum dalam daftar buronan di jaringan komputer NCIC yang berlaku nasional.

Baru setelah lebih dari setahun pihak berwenang Michigan menemukan kekeliruan dan minta kepada semua penegak hukum di Amerika untuk menahan Taylor. Ini pemberitahuan yang seharusnya dikeluarkan pada,6 November 1974, tapi tidak dilakukan karena keteledoran. Setelah tiga kali keteledoran, masih terjadi satu keteledoran lagi.

Nama Gary Taylor baru tercantum dalam jaringan komputer nasional 13 Januari 1975, tujuh minggu setelah Vonnie Stuth menghilang. 

Gara-gara keteledoran terakhir itu, saat Gary Taylor diinterogasi pada 6 Desember, polisi tak menemukan nama Taylor dalam daftar penjahat buronan jaringan NCIC. Sampai tanggal 13 Januari Vonnie masih hilang, dan Taylor tidak ditemukan juga keberadaannya.

 

Kabur lagi, kabur lagi

Detektif menggeledah tanah milik Taylor di Enumclaw, tempat yang dianggap ideal untuk menyandera Vonnie. Untuk sampai ke sana mesti melewati jalanan tanah berliku-liku di antara pepohonan yang menghijau. Jaraknya 200 m dari jalan besar. Ada garasi dan gudang tersembunyi yang tak kelihatan. 

Tanah di belakang rumah itu turun sejauh 30 m lebih, dan berakhir di sungai kecil Newaukum Creek. Di bulan Desember dan Januari itu, permukaan tanahnya keras sekali. Tidak ada tanda-tanda kuburan.

Jelaslah di musim dingin tidak mungkin bisa melakukan penggalian tanah pekarangan seluas 1,2 ha. Tidak ada jalan bagi penyelidik untuk memastikan bahwa Vonnie berada di suatu tempat di situ. Sementara itu Gary Taylor terus bergerak dengan van-nya dan mungkin membawa Vonnie, atau jasad Vonnie.

Detektif King County menjejaki Taylor ke Portland, Oregon. Emily Taylor, wanita yang mengaku istrinya, telah menyewa apartemen di sana bersama Taylor sejak 6 - 16 Desember. Mobil van-nya ditemukan di Portland, dan sudah dipindahtangankan oleh sebuah perusahaan pemberi kredit. 

Sehelai rambut pirang panjang yang mirip dengan ciri-ciri rambut Vonnie Stuth ditemukan dalam mobil itu. Namun tidak dapat dibuktikan apakah itu sungguh-sungguh rambut Vonnie.

Saat itu Taylor sudah kabur. Dia mengendarai Ford Pinto, meninggalkan istrinya, dan muncul di beberapa kota kecil Oregon, sendirian. Tapi dia sudah pindah lagi sebelum pihak berwenang dapat menangkapnya. Istri Taylor meninggalkan Portland akhir Januari 1975, bermobil dengan pasangan Chrysler ke Tucson, Arizona, rumah sanak keluarga suaminya. 

Rumah di Tucson terus diawasi, tapi Gary Taylor tak muncul di Arizona. Sadapan telepon menunjukkan bahwa telepon yang masuk ke rumah itu datang dari berbagai kawasan di barat daya. Taylor sudah bergerak lagi!

Maret dan April 1975, para detektif di Houston, Texas, ikut sibuk menangani penjahat seksual yang sukar ditangkap itu. Empat korbannya wanita manajer kompleks apartemen. Mereka diserang oleh pria yang pura-pura ingin menyewa apartemen.

Ciri-ciri sang penyewa itu berbadan tinggi, tampan, dan sangat memesona. Tapi pesona itu cepat sekali luntur saat dia berada bersama wanita dalam apartemen yang kosong. Dia menodongkan revolver sembilan peluru ke wanita itu dan minta "dilayani". Tapi dia tidak memerkosa para wanita itu, karena tidak dapat ereksi. 

Para wanita korban itu menggambarkan penyerang mereka sebagai pria yang ada di puncak kemarahan. Dia memaki-maki, mengancam akan membunuh, dan mengata-ngatai mereka, "Perempuan jalang!"

Dua korban di Texas diserang pada 11 Maret, dua lainnya pada akhir Maret dan awal April. Ada seorang wanita Houston mengaku menderita penyakit saraf sehingga sempat melepaskan diri dari cengkeraman saat si penyerang termangu ragu-ragu. 

Saat terjatuh di tangga, korban berteriak sekeras-kerasnya. Pria itu pun buru-buru melarikan diri, meninggalkan revolvernya. Polisi tidak menemukan sidik jari di senjata itu. Selama penyerangan, terdakwa mengenakan sarung tangan.

Satu lagi korban di Houston. Seorang pria yang tutur katanya halus berhasil masuk ke rumah seorang wanita muda (16) yang sedang hamil. Saat itu wanita tersebut hanya ada bersama anaknya (18 bulan). Setelah berusaha memerkosanya, pria itu memaksa dia pergi ke motel, membawa serta bayinya. 

Kepada polisi, dia melaporkan bahwa pria yang memerkosanya mengantuk berat, dan mungkin teler karena pakaiannya berbau mariyuana.

Polisi Houston cepat-cepat menuju ke Ramada Inn. Lagi-lagi si penjahat itu sudah kabur. Tapi kini dia ceroboh. Gara-gara teler, dia mencantumkan namanya "Sersan" Taylor dan memberikan nomor pelat Michigan. Polisi mengecek nomor itu. 

Betul, pelat nomor itu milik Gary Addison Taylor, penderita sakit jiwa yang melarikan diri dari Michigan. Dialah yang dicari-cari pihak berwenang di Seattle atas tuduhan pembunuhan tahun 1974 berkaitan dengan hilangnya Vonnie Stuth. Empat korban lainnya diduga juga perbuatan Taylor.

Sekali lagi Gary Taylor kabur. Taylor benar-benar harus segera ditangkap, terutama setelah satu bus penuh gadis-gadis dan beberapa pengendara motor ditembak oleh seorang penembak gelap bersenjata kaliber .22, di Sherman, Texas, pada tanggal 16 Mei. 

Sebulan setelah penyerangan terhadap ibu muda di Ramada Inn, polisi Houston menerima info bahwa Gary Addison Taylor bekerja di toko mesin di Houston.

Menurut seorang informan, sepulang kerja Taylor biasanya melalui rute khusus menuju rumah sewaannya. Tanggal 20 Mei 1975, pukul 03.00, dia akhirnya ditangkap.

Menurut Detektif Stephenson, Taylor pindah ke Houston pada Desember 1974, setelah membaca iklan lowongan kerja di beberapa surat kabar. la mulai bekerja di toko mesin di Houston dua hari sebelum Natal dan tiga minggu sebelum dicari-cari pihak berwajib. Sebagai referensi dia mencantumkan tiga pria Michigan, dengan alamat palsu. Namun tak seorang pun mengeceknya. 

Taylor juga mencantumkan nama ayahnya sebagai salah satu referensi. Pada pertengahan Maret dia minta izin tidak masuk dengan alasan menghadiri pemakaman ayahnya di Tucson. Padahal ayahnya masih hidup dan segar bugar. Ketika dihubungi oleh sebuah surat kabar Detroit, ayah Taylor mengatakan sudah lima tahun tidak bertemu anak laki-lakinya itu dan tak ingin berurusan lagi dengannya.

Segera sesudah Gary Taylor ditahan di Texas, Emily Taylor muncul. Dia bercerita banyak kepada pihak berwenang. Dia menikah dengan Taylor tiga tahun lalu tanpa mengetahui latar belakang sebenarnya.

Kata pengacaranya, Frederick A. Meiser, Emily yakin, suaminya terlibat beberapa kasus pembunuhan. Setiap kali mabuk, katanya, dia ngoceh tentang pembunuhan. 

"Dia mabuk dan mengatakan, 'Hai, kamu 'kan kenal orang-orang itu? Saya membunuh dan menguburkan mereka di luar rumah di Michigan'," tutur Emily Taylor menirukan ocehan suaminya. la pun menduga Taylor membunuh Vonnie Stuth dan menguburnya di pekarangan rumah di Enumclaw.

 

Dikubur di sungai kecil

Sheriff Richard Germond dari Lenawee County, Michigan, tempat Taylor pernah tinggal, menyusun regu penyelidik pada Kamis, 22 Mei 1975. Begitu pula pihak berwenang King County, Washington. 

Regu Germond memeriksa pekarangan rumah kecil tempat Taylor tinggal pada awal tahun 70-an. Rumah itu terletak 20 mil sebelah tenggara Jackson, dekat Irish Hills. Mereka ditargetkan menemukan empat jasad korban. Tapi mereka hanya mendapati dua korban dan sejumlah pakaian wanita terkubur di bawah jendela kamar tidur Taylor. 

Jasad yang sudah membusuk itu dimasukkan dalam kantung plastik sampah. Pakaian yang berjejalan dalam dua kantung lainnya. Jasad dikubur telanjang dan diikat kawat dan kabel listrik. Ada tanda-tanda korban mati ditembak pada bagian kepalanya. Jasad dipindahkan ke Lansing, tempat ahli patologi forensik akan melakukan pemeriksaan.

Dalam kantung juga ditemukan kartu perpustakaan atas nama Lee Fletcher (24) beralamat Toledo, Ohio. Dua wanita tercatat hilang dari sebuah bar di Toledo sejak April 1974.

Lee Fletcher dan Debbie Henneman (17), keduanya diduga keras pelacur, terakhir meninggalkan bar bersama pria tinggi yang naik van berpelat nomor Michigan. Seorang teman pria dari kedua wanita itu melihat mobil van yang membawa wanita itu pergi. Setelah mengecek dan tahu pelat nomor itu ia menuju ke rumah Taylor dan mencari-cari Lee Fletcher dan Debbie Henneman tapi tidak ketemu.

Detektif Lenawee County diperintahkan menyelidiki rumah Gary Taylor dan istrinya di Onsted, Michigan. Rumah itu tidak menunjukkan keanehan, sama seperti yang lainnya. 

Namun, begitu sampai ke suatu sudut ruang bawah tanah, mereka menemukan ruang penyiksaan yang sempit dan kedap suara. Juga ditemukan bekas darah dan jaringan tubuh di lantai, atap, dinding, dan, pipa. Namun musim semi tahun 1974, pasangan Taylor telah meninggalkan tempat itu menuju ke Barat.

Di Enumclaw pencarian jasad Vonnie Stuth dimulai pada hari Kamis, 22 Mei, dan berakhir Sabtu. Tujuh petugas King County, 40 sukarelawan SAR, beberapa tentara, dan seekor anjing herder menyusuri pekarangan rumah Taylor inci per inci.

Sesosok jasad membujur dan terkubur pada kedalaman 35 - 50 cm ditemukan di dekat Sungai Newaukum Creek. Mayat itu mengenakan jins, mantel abu-abu berkerudung, dan sepatu bot warna cokelat setinggi pergelangan kaki. Rambutnya pirang panjang. 

Minggu, 26 Mei, tim medis King County mengidentifikasinya lewat catatan gigi. Positif, jasad itu adalah Vonnie Stuth (19). Dia mati karena luka tembakan di kepala, dan diduga meninggal enam bulan lalu. Tapi tak dapat ditentukan apakah dia diperkosa atau tidak.

 

Tak bisa berpura-pura lagi

Di Houston, detektif kasus pembunuhan Carol Stephenson dan Theresa Pierce menanyai tersangka tentang kematian penari go-go Susan Kay Jackson (21). Ironisnya, untuk menangani kasus pria pembenci wanita itu justru yang ditugaskan dua detektif wanita.

Susan Jackson menghilang dari Three Thieves Bar, tempatnya bekerja, pada 14 Mei 1975. Empat hari kemudian seorang tua pasien jantung yang sedang jalan menemukan jasad terbungkus di kawasan terpencil 30 mil dari Houston.

Gary Taylor tidak berusaha mengelak. Dia mengaku membunuh Susan Jackson. Dia juga mengaku membunuh Vonnie Stuth, dan dua wanita dari Toledo, yang ia tidak tahu namanya. Dia tidak minta pengacara, meski sudah dikatakan berulang kali bahwa dia berhak untuk itu. Tentang penyerangan seksual di Houston, ia hanya mengaku secara lisan.

Tak seorang pun tahu berapa kasus pembunuhan yang belum terbongkar bisa dikaitkan dengan Gary Addison Taylor. Kepada psikiater, Dr. Ivan A. Le Core di Rumah Sakit Pontiac, Michigan, Gary Taylor membayangkan membunuh seorang wanita pemain ski. 

"Dia pernah punya keinginan menembak wanita yang sedang bermain ski di lokasi ski dan pergi jauh untuk mendapatkan senapan dan teleskop pembidik. Tapi begitu menuju lokasi ski entah kenapa dia mengurungkan niatnya," kata Le Core.

Istri Taylor menyendiri di San Diego. Dia ditanyai bagaimana bisa hidup dengan tersangka dan tidak menyadari bahwa suaminya seorang pembunuh. "Karena dia pria yang sangat cerdik. Tindak-tanduknya amat normal, meski setiap waktu dia bisa melakukan pembunuhan."

Detektif Houston Carol Stevenson menduga pasti lebih banyak korban yang jatuh daripada yang diketahui orang. Tapi, Taylor menyangkal beberapa kejahatan lain. "Saya kira dia takkan mengakui pembunuhan lain yang tidak kita ketahui," kata Stephenson.

Gary Taylor dituntut oleh jaksa agung Harris County, Texas, 28 Mei 1975, atas lima tuduhan kejahatan seksual. Tiga penyiksaan seksual, satu pemerkosaan, dan satu usaha pemerkosaan. Dia ditahan dengan uang jaminan AS $ 340.000.

Tanggal 29 Mei 1975, Gary Taylor resmi dituntut atas kasus pembunuhan tingkat pertama terhadap Vonnie Stuth. Tuntutan itu tercantum dalam surat pernyataan yang ditulis oleh wakil oditur senior King County, Phil Killien.

Sementara itu pupus sudah harapan keluarga Vonnie Stuth ketika jasad Vonnie ditemukan di sungai kecil, di kawasan Enumclaw, setelah 6 bulan menunggu. Lapisan teratas kue pernikahan Vonnie selama ini tetap mereka simpan di freezer. Siapa tahu Vonnie pulang dan bisa merayakan HUT perkawinannya tanggal 4 Mei. Tapi karena Vonnie telah tewas, ibu Vonnie, Lola Linstad, membuang kue itu.

Vonnie Stuth diduga ditembak pada bagian belakang kepala ketika dia berusaha lari dari Taylor begitu tiba di tanah pertanian Enumclaw. Dugaan itu diperkuat bahwa dia masih berpakaian lengkap ketika tubuhnya ditemukan. Itu karena Vonnie berpembawaan keras, dan pasti marah saat tahu tidak ada anjing dalam van. Ini sedikit menghibur keluarganya. 

Oleh Hakim King County William Goodloe di Seattle, Taylor juga dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat kedua. Hakim Goodloe memvonis Gary Addison Taylor hukuman seumur hidup. Wakil oditur, Joanne Maida, minta rekomendasi hukuman setidaknya seumur hidup. 

"Jika saya punya kuasa untuk melakukan itu, saya akan merekomendasikannya," ujar Hakim Goodloe. Namun, dia tidak punya kuasa itu.

Kenyataannya, hukuman minimal atas pembunuhan tingkat kedua sedikitnya lima tahun penjara. Jaksa King County mengusulkan agar dewan di Washington yang berhak membebaskan narapidana dengan jaminan uang atau syarat untuk tidak membebas-bersyaratkan Taylor selama paling tidak 15 tahun. Taylor memasuki ruang pengadilan dengan tenang dan tersenyum. Seusai mendengar vonisnya, Gary Addison Taylor berjabatan tangan dengan pengacaranya. la juga menyampaikan penyesalan atas tewasnya Vonnie Stuth.

Gary Taylor mengaku membunuh empat wanita dan memperkosa lima lagi. la dijebloskan ke Penjara Washington di Walla Walla. Meski statusnya selalu ditinjau kembali setiap beberapa tahun, paling cepat Taylor baru akan bebas pada 17 Mei 2036. Jika dia tetap hidup, usianya 100 tahun. Mudah-mudahan saat itu ia sudah tidak berbahaya lagi.




" ["url"]=> string(72) "https://plus.intisari.grid.id/read/553350303/dipenjara-sampai-tahun-2036" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656529546000) } } }