Intisari Plus - Selama 11 tahun Roy bekerja di rumah keluarga Keck. Khawatir akan kehidupannya, Roy melakukan penggelapan barang seni keluarga itu.
-------------------
Rune “Roy” Donell (61) punya masalah serius. Pria bertubuh tinggi besar yang sebagian rambut tipisnya mulai beruban itu mengakhiri tugasnya di Angkatan Laut Swedia sebelum berimigrasi ke Amerika Serikat tahun 1976. Namun, ia tetap mempertahankan dirinya sebagai warga negara Swedia.
Masalahnya klasik, soal uang. Saat itu ia masih bekerja dengan gaji cukup. Di tempatnya bekerja, sebagai kepala urusan rumah tangga merangkap sopir pribadi, ia mendapat bayaran AS $ 25.000 per tahun.
Karena telah bekerja di rumah tangga itu selama sebelas tahun, tak heran bila majikannya sangat percaya padanya. la dapat dengan mudah mengakses salah satu rekening untuk mengeluarkan dana kebutuhan rumah tangga keluarga itu. Selama bekerja, Roy dapat menggelapkan total sekitar AS $ 20.000 - 30.000 per tahun. Dengan dana tambahan uang panas itu, Roy punya cukup uang untuk menghidupi kedua istrinya.
Belakangan Roy merasa tubuhnya mulai lemah, mudah sakit. Di tubuhnya mulai bercokol sejumlah penyakit, mulai hernia, tekanan darah tinggi, dan psoriasis.
Lalu, bagaimana kalau ia tidak bisa bekerja lagi di rumah jutawan itu? la prihatin dengan kehidupannya dan kedua istrinya.
Christina, istri pertamanya, enam tahun lebih tua dari dirinya. la bekerja di rumah yang sama sebagai juru masak. Christina sudah menggeluti profesi itu tujuh tahun lamanya. Namun, Christina bukan merupakan suatu kekhawatiran bagi Roy. Justru istri keduanya yang diprihatinkannya.
Si cantik Esther Ariza yang berkulit gelap, langsing, dan menggoda itu 16 tahun lebih muda daripada Roy. Tanpa uang, Esther pasti akan meninggalkannya. Esther - imigran asal Kolumbia senang berpakaian bagus dan berjalan-jalan. la memang menuntut banyak dari Roy.
Belum lagi ada Andy (20), anak Esther dari suami terdahulu, yang membutuhkan banyak biaya untuk pendidikannya. Selama ini seluruh kebutuhan hidup Esther memang ditanggung Roy.
Kolektor barang seni
Roy bekerja di Stone Canyon, Bel Air, Beverly Hills. Rumah di Bellagio Road itu menempati lahan seluas ribuan meter persegi dengan arsitektur meniru kastil Prancis abad ke -17. “Kastil” yang dinamai La Lanterne itu dihuni salah satu pasangan paling kaya di dunia, Howard B. Keck (71) dan Elizabeth “Libby” Avery Keck (65).
Howard - sering disebut Big Howard - mendapatkan kekayaan dengan cara tradisional: warisan. Semasa hidup, ayahnya terkenal di California sebagai orang yang bertangan dingin dalam bisnis perminyakan.
Tak hanya kaya, mereka juga dermawan. Big Howard sering menyumbang ke sejumlah museum, lembaga pendidikan, gereja, dan lembaga kebudayaan terkemuka. Salah satu yang terkenal yaitu sumbangannya tahun 1985 kepada California Institute of Technology untuk membangun observatorium astronomi di Hawaii, yang konon diperlengkapi dengan teleskop terbesar di dunia.
Libby Keck setali tiga uang dengan suaminya. Perempuan yang berpenampilan jauh lebih muda dibandingkan usianya itu sangat dikagumi karena selera seninya. Selama beberapa tahun ia menjadi direktur sejumlah museum dan aktif di beberapa lembaga kebudayaan. Libby tak hanya sangat mencintai seni lukis, ia sendiri pelukis amatir.
Kecintaannya pada barang seni tercermin dalam koleksinya yang berkualitas dunia, yang tak terhitung lagi jumlahnya. Di La Lanterne digelar beberapa di antaranya, seperti lukisan dari para maestro seni lukis, tapestri, patung, hingga mebel antik milik Napoleon, Marie Antoinette, dan Louis XIV. Tak heran bila La Lanterne menjadi pilihan kunjungan wajib para kurator museum dan pencinta seni dari berbagai belahan dunia.
Dituntut anak
Tahun 1986 rumah tangga Keck diguncang prahara. Bermula ketika Little Howard Keck, anak sulung mereka mengajukan tuntutan tentang haknya mendapatkan warisan. Little Howard ingin mempertegas bahwa ia berhak mendapatkan sebagian besar dari harta kekayaan keluarga Keck - baik yang berupa saham, juga La Lanterne seisinya. Menanggapi tuntutan itu Big Howard dan Libby berada pada sisi berseberangan.
Perebutan warisan itu bukan kali pertama terjadi. Mendiang William Keck Sr. mewariskan kekayaannya pada Big Howard dan dua saudaranya, yakni William Jr. dan Willameta. Tahun 1983, setelah kematian saudara lelakinya, Big Howard membujuk adik perempuannya untuk menyerahkan bagian kepemilikan pada perusahaan warisan itu. Saat itu terjadi perseteruan sengit antara Big Howard dan Willameta, yang bahkan sempat dilansir dalam Wall Street Journal. Rupanya, Willameta harus mengalah. la meninggal tahun 1984, warisan itu pun seluruhnya jatuh pada Big Howard.
Dengan alasan ayahnya sebagai pewaris harta kakeknya sudah cukup lanjut usia, Little Howard mengajukan tuntutannya. Namun, rupanya ia lupa, keluarga besarnya telah bersepakat bahwa harta warisan akan jatuh ke sebuah generasi bila generasi sebelumnya benar-benar sudah “habis”. Selain itu, seluruh anggota keluarga akan mendapat bagian yang sama, tidak ada yang dominan.
Lucunya, peristiwa itu membuat Big Howard jadi berprasangka. la ragu, jangan-jangan Little Howard bukan anak kandungnya, melainkan hasil hubungan gelap istrinya dengan pria lain. Menurut dia, mana mungkin seorang anak kandung tega menuntut pembagian warisan ketika orang tuanya masih hidup.
Masalah dalam keluarga Keck makin berlarut-larut. Libby, bukannya menenangkan suaminya, malah tersinggung dengan tuduhan suaminya. la segera melayangkan surat tuntutan cerai.
Sambil menunggu keputusan pengadilan tentang perceraian mereka, Libby dan Big Howard hidup berpisah, meskipun tetap tinggal di bawah satu atap di La Lanterne.
Belajar mencuri
Retaknya hubungan rumah tangga Keck membuat Roy makin pusing. Ia harus cepat bertindak. Sekian lama bekerja di La Lanterne membuat Roy tahu ada tempat yang kurang diperhatikan Big Howard. Di ruangan itu, sebagaimana ruang lain, digelar barang antik koleksi Keck. Roy sebenarnya tidak tahu benar seberapa mahal harga barang-barang seni itu. Kalaupun ia tahu, hanya beberapa di antaranya. Itu pun karena diberitahu Libby yang senang mengajaknya ngobrol.
la juga tahu, ada sejumlah besar barang koleksi yang disimpan di ruang khusus. Maklum, koleksi Keck memang terlalu banyak untuk disimpan di dalam ruangan yang tersedia di La Lanterne. Salah satu isi ruang khusus itulah yang pada September 1986 digondolnya, yakni lukisan berjudul Fete Gollante karya seniman Francis, LeClerk des Gobelins.
Selama beberapa minggu ia menyimpan benda seni itu di apartemennya. Begitu tidak ada tanda-tanda yang membahayakan, ia membawanya menuju Stockholm. Saat melewati pabean Swedia, ia menyatakan membawa lukisan. Sebagaimana peraturan, ia membayar beberapa ratus dolar.
Beberapa hari kemudian Roy muncul di Beijar, sebuah rumah lelang benda seni terbesar di Swedia. Dari informasi direktur perusahaan itu, Kaarl Gustav Petersen, Roy baru tahu bahwa Beijar tidak menerima karya seni palsu. Namun, kemudian salah seorang ahli di Beijar - setelah memeriksa lukisan itu - yakin bahwa karya lukis itu asli. Herannya, tidak seorang pun di balai lelang itu yang bertanya pada Roy tentang cara ia memperoleh lukisan itu.
Beberapa hari kemudian lukisan itu laku terjual. Setelah dipotong komisi untuk Beijar, Roy mengantungi AS $ 6.000. Uang itu dikirimkan ke rumahnya di Beverly Hills via pos. Sejak itu Roy pun tahu cara dan jalur menjual lukisan curian.
Bagaimanapun Roy tidak ingin mencuri karya dunia yang banyak dikenal masyarakat. Meskipun harganya mahal, risikonya sangat besar bila ketahuan. Barang seperti itu tentu juga akan sulit dijual. Roy hanya berpedoman, yang penting karya seni itu mudah dijual.
Lukisan berikut yang disasarnya karya pelukis impresionis dari Swedia, Anders Leonhard Zorn. Lukisan cat minyak berukuran 1 m x 60 cm itu berjudul I Fria Luften (In Free Air), tapi lebih dikenal sebagai Kvinna Klaer Sitt Barn (Woman Dressing Her Child) produksi tahun 1888. Libby membeli lukisan bergambar ibu dan anak itu di London hanya seharga AS $ 88.506.
Sebelum meninggalkan Stockholm, Roy telah mengabari Petersen tentang Fria Luften. Konon Petersen sangat berminat pada karya Zorn dan yakin bahwa karya itu bisa terjual dengan harga yang bagus di Swedia.
Februari 1987 Roy memberitahu Keluarga Keck tentang pengunduran dirinya. Alasannya, usia tua dan merosotnya kondisi kesehatan. Roy dan Christina memutuskan akan kembali ke Swedia dan menghabiskan masa tua di tanah kelahiran mereka. Mereka keluar dari rumah majikannya pada minggu kedua Maret.
Belakangan Keluarga Keck tahu, Roy pergi sendiri ke Swedia sementara Christina ditinggal di apartemen mereka yang kecil di Manning Avenue. Keck tidak tahu kalau Roy ditemani istri keduanya, Esther. Saat itu pula Roy menjinjing sebuah tabung kardus besar - yang bahkan tetap dibawa masuk ke dalam kabin pesawat.
Roy dan Esther bersantai di Stockholm sampai Andy menyusul seminggu kemudian. Mereka bertiga bersenang-senang dengan melakukan perjalanan ke beberapa negara di Eropa. Baru bulan April mereka kembali ke Los Angeles.
Ketahuan palsu
Empat bulan kemudian, 24 Agustus, penghuni La Lanterne baru tahu tentang hilangnya sebuah lukisan. Libby sendiri yang mengetahuinya, ketika tanpa sengaja ia memasuki ruangan tempat lukisan digantung.
“Lihat!” katanya pada pengawal dan sopirnya, Roger Paine, sambil menunjuk pada lukisan Fria Luften di dinding. “Ya, Nyonya,” Paine mengamati sekilas. Terus terang saja ia tidak terlalu memahami apa yang dimaksud majikannya. Jadi, ia memilih diam, tidak melanjutkan komentar.
Kemudian Libby dengan tidak sabar menarik tangan Paine dan mengajaknya mendekat ke lukisan. Libby meletakkan jarinya ke permukaan lukisan, yang licin sekali.
“Aha, ini seharusnya lukisan cat minyak, permukaan lukisan cat minyak seharusnya bertekstur,” pikir Paine. “Wah, ada orang mencuri lukisan yang asli,” cetus Paine, akhirnya.
“Justru itu yang tadi kumaksud,” jawab Libby geram.
Esoknya seorang petugas berseragam dari LAPD, detektif Mike Kummerman, datang ke La Lanterne untuk memeriksa TKP. Namun, baru seminggu kemudian, 31 Agustus, ia bisa meminta keterangan dari Libby via telepon.
Pada kesempatan itu Kummerman hanya akan menggali data pribadi pelapor. Tugas yang biasanya dijalani dengan mudah, kali itu membuatnya agak kerepotan. Pasalnya, karakter Libby yang sangat sadar akan statusnya sebagai orang terpandang. Saat ditanya berapa usianya, Libby menjawab, “Aku tidak harus mengatakannya padamu. Apa hubungannya dengan kasus ini?”
Untung Kummerman tidak kurang cara untuk mendapatkan data itu. la dapat mengambilnya dari data SIM Libby di departemen kendaraan bermotor.
Libby juga tidak tahu nomor Jaminan Sosial, tapi jika sang detektif mau menelepon kantornya maka sekretarisnya dapat memberitahukannya. Tentang alamat-alamat penting, Libby mengaku tidak tahu mana yang penting, yang pasti dia dan suaminya telah tinggal di Beverly Hills Hotel selama 10 tahun sebelum mereka pindah ke rumah mahal itu delapan tahun silam. Ihwal pekerjaannya, Libby mengaku tidak punya pekerjaan, tetapi melaporkan suaminya sebagai “pensiunan”.
Hal lain yang dijawab dengan santai adalah soal anak. la punya empat anak, ia juga hafal nama mereka. Namun, ia tidak tahu dengan tepat usia mereka, karena sudah lama tidak merayakan hari ulang tahun mereka.
Tahu teknik mencuri
Sikapnya yang acuh tak acuh seketika lenyap begitu Kummerman bertanya tentang lukisan yang hilang. “Hari Rabu itu aku pergi ke luar rumah untuk suatu keperluan. Ketika kembali, aku bisa melihat secara utuh lukisan itu. Tiba-tiba aku sadar bahwa warna-warna pada lukisan itu aneh, tidak seperti biasanya. Jadi, aku segera masuk dan memeriksanya. Benar dugaanku, itu hanya foto, seukuran lukisan asli.”
Ketika Kummerman bertanya tentang kemungkinan terjadinya pencurian, Libby menolak mengatakan siapa yang patut dicurigai. “Tidak, aku tidak punya gambaran soal pelakunya.”
Libby menambahkan, rasanya tidak mungkin terjadi pencurian karena rumahnya terjaga ketat selama 24 jam. Malah Libby pun menggambarkan betapa sulitnya untuk dapat membawa lukisan keluar La Lanterne dan membuat foto reproduksi seperti itu.
“Kita harus melepaskan lukisan itu dari bingkainya. Sebagai pelukis, aku sering melakukannya. Kita harus menarik pakunya, lalu pelan-pelan melepasnya.” Kemudian kanvas digulung, itulah cara termudah dan praktis untuk membawa keluar lukisan. Untuk mendapatkan hasil pemotretan yang baik, lukisan harus dibawa ke studio foto, yang banyak ditemukan di Santa Monica Boulevard. Namun, saat pembesaran foto, biasanya akan muncul masalah, yaitu warnanya tampak aneh, tidak seperti aslinya.”
Jadi, menurut Libby, ini bukan hasil karya seorang ahli. “Kalau karya seorang ahli, mungkin aku tidak akan dengan cepat mengetahuinya.”
“Mungkin Anda punya dugaan, siapa orang yang punya waktu dan kesempatan untuk melakukan hal itu di rumah Anda?” pancing Kummerman lagi.
“Ya, tapi aku tidak akan mengatakan. Aku tidak mau menuduh.”
“Saya mengerti, tapi dengan menyebutkan namanya, Anda akan membantu penyelidikan ini.”
“Menurutku, pertanyaanmu kurang tepat. Lebih baik kalau kamu bertanya, ‘Siapa saja yang bekerja di rumah ini?’”
“Baiklah ... Anda punya pembantu yang dapat memasuki ruangan ini?”
“Ya, hanya ada tiga pembantu. Tapi, karena mereka baru bekerja beberapa bulan, rasanya mereka tidak bisa dituduh. Mereka menggantikan sepasang suami-istri yang berhenti bekerja sekitar tiga bulan lalu, dan seorang pembantu wanita pada satu setengah bulan silam.”
“Wah, banyak ya yang keluar.”
Libby dengan defensif menjelaskan, mereka semua berhenti bekerja atas keinginan sendiri.
“Mungkinkah pasangan suami-istri itu yang melakukan?” tanya Kummerman.
“Tidak, tidak mungkin. Si suami sudah selama sebelas tahun menjadi sopir merangkap kepala bagian rumah tangga kami.”
“Apakah ia punya cukup pengetahuan tentang lukisan dibandingkan yang lainnya?”
“Mungkin tidak, meski aku sering berdiskusi dengannya. Dan tampaknya ia suka kuajak ngobrol.”
“Menarik sekali,” kata Kummerman. “Siapa namanya?”
“Roy, Roy Donell.”
Bukan yang dicari
Selama beberapa tahun di Los Angeles pelaku kejahatan di bidang seni ditangani detektif LAPD William E. Martin. Prestasinya memang meyakinkan, angka rata-rata pengembalian lukisan curian jauh melebihi rata-rata penegakan hukum nasional. Setelah wawancara pendahuluan Detektif Kummerman, kasus itu segera dilimpahkan pada Martin.
Penyelidikan lanjutan tidak mengungkapkan keterlibatan petugas keamanan La Lanterne dengan pencurian itu. Pemeriksaan juga tidak menemukan bagian rumah yang rusak akibat usaha masuk dengan paksa.
Namun, ada masukan baru dari Libby, bahwa saat ngobrol dengan Roy, ia pernah sekilas mengatakan lukisan itu bisa laku dengan harga tinggi di Swedia.
Dari beberapa nama yang harus diperiksa, Martin tampaknya tertarik untuk lebih memperhatikan Roy. Apalagi kemudian ia tahu bahwa sebelum berhenti tak lama setelah waktu diperkirakan hilangnya lukisan itu Roy, dikabarkan berlibur ke Swedia.
Segera Martin mengirim pesan pada Interpol, meminta bantuan dari pihak berwenang di Swedia. la ingin tahu catatan kejahatan Roy di tanah kelahirannya. Juga tentang kemungkinan keberadaan lukisan curian itu.
Pada 8 September 1987, hanya dua minggu setelah Libby Keck melaporkan kasus itu, Interpol Swedia mengirim pesan panjang kepada Martin. Isi ringkasnya, “Rune Gunnar Donell dan istrinya Christina Donell yang berkebangsaan Swedia tidak memiliki catatan kejahatan di negara ini. Mereka juga tidak masuk dalam daftar pencarian orang di Swedia.
Pada 15 September 1986 Balai Lelang Beijar Auktioner dikunjungi oleh seseorang yang mengaku bernama Roy Donnel, P.O. Box 532, Beverly Hills, California. la membawa lukisan karya pelukis Le Clerk Des Gobelins berjudul Fete Gallante. Lukisan itu terjual dalam lelang 19 November 1986. Pada 12 Maret 1987 Roy Donnel kembali ke Swedia bersama seorang wanita, tampaknya berdarah Amerika Latin. Roy Donnel membawa lukisan karya Zorn berjudul Kvinna Klaer Sitt Barn. Lukisan itu terjual dalam lelang pada bulan April....”
Ada uang yang hilang
Roy tinggal di barat Los Angeles, kawasan hunian kelas menengah. Ke sanalah Martin menuju. Martin mencatatkan Roy di Penjara Kota Los Angeles untuk kasus pencurian.
Selanjutnya, Martin meminta izin Christina untuk memeriksa apartemen mereka. Di sana polisi menemukan tiket pesawat Scandinavian Air dan jadwal perjalanan dari biro perjalanan mengenai kunjungan Roy ke Stockholm pada September 1986. Mereka juga menemukan brosur dari Balai Lelang Beijar Auktioner. Di ruangan lain polisi menemukan bukti transfer uang dari Balai Lelang Beijar Auktioner ke Security Pacific Bank di Los Angeles. Ada yang bertanggal 18 Maret 1987, sedangkan beberapa lainnya bertanggal 17 Maret 1987. Total dana yang dikirimkan Beijar AS $ 85.633.
Petunjuk lainnya, brosur dan daftar harga dari Lab Foto “Rossi”, juga dua kamera 35 mm, sebuah lensa tele, dan satu strip film warna.
Untuk menguatkan dakwaannya Martin mengunjungi Lab “Rossi”. Tom Rossi, si pemilik, mengatakan kepada partner Martin - Detektif Donald Hrycyk - ingat betul pada Roy, karena Roy memang meninggalkan kesan khusus.
Awal 1987 seorang pria membawa slide warna 35 mm dan meminta untuk dicetak. Biasanya, pembesaran foto dilakukan sesuai ukuran standar, tetapi pria beraksen Swedia itu meminta ukuran yang aneh karena harus pas dengan bingkai khusus.
Ketika kembali beberapa hari kemudian, tampak ia tidak puas dengan hasilnya. Warna-warna yang muncul tidak seperti aslinya, ukurannya juga tidak pas.
Rossi mengatakan pada lelaki itu, ia hanya bisa membuat seperti yang ada pada slide, sungguh sulit bila ingin menyamakan dengan yang asli karena yang asli tidak ada di hadapannya untuk perbandingan. la juga menjelaskan, pembesaran hingga 20 kali pada slide 35 mm akan menghasilkan gambar kabur dan berbintik-bintik. Rossi menganjurkan agar membawa lukisan asli ke studio foto untuk direproduksi memakai kamera khusus dengan format besar, hasil cetaknya pasti lebih bagus.
Pria itu setuju. Beberapa minggu kemudian ia kembali dengan lukisan asli, tanpa bingkai. “Anehnya, ia terus berada di dekat lukisan itu saat saya memotretnya,” kata Rossi.
Rossi melakukan pembesaran dan memasangnya pada papan poster. Namun, ketika pria Swedia itu kembali, baru ketahuan bahwa lukisan itu sekitar 2,5 cm lebih kecil daripada bingkainya. Rossi kembali memperbaiki foto itu. Setelah dua bulan bolak-balik, akhirnya pria Swedia itu puas dengan hasilnya.
Meski puas menemukan seorang saksi, Martin merasa masih ada yang kurang. Menurut Beijar, sebuah perusahaan di Swedia telah membeli lukisan itu seharga sekitar AS $ 550.000, dan Beijar mendapat komisi 20%. Padahal, nilai transfer yang ada hanya AS $ 85.000, berarti sekitar AS $ 355.000 hilang. Martin tidak menemukan uang tunai dalam jumlah berarti di apartemen Roy maupun rekening lain di bank.
Didalangi majikan?
Saat memeriksa apartemen Roy, Martin dan Hrycyk menemukan tanda bukti penyewaan safe deposit box di sebuah bank di Beverly Hills, dan surat penitipan rumah mobil. Dengan bekal surat penggeledahan, mereka membuka rumah mobil itu. Di sana ditemukan dua foto pembesaran yang salah dari I Fria Luften. Mereka juga menemukan kopi negatif. Bukti-bukti itu lagi-lagi hanya menguatkan kejahatan pemalsuan dan pencurian lukisan.
Mengenai sejumlah uang yang hilang, Martin tidak terlalu memusingkannya. Berdasarkan pengalaman, dengan sedikit ancaman, seorang terhukum rela mengaku di mana menyimpan uangnya, asalkan mereka mendapat pengurangan hukuman. Namun, Martin harus gigit jari, sampai saat pengadilan digelar, Roy tidak juga mengaku di mana uang itu disimpan.
Harapannya hanya pada Esther, si wanita berdarah Latin. Bisa jadi ia tahu di mana Roy menyembunyikan uang itu. Dengan melacak catatan keuangan Roy, Martin dapat dengan mudah menemukan alamat Esther.
Menurut pengakuan Esther, selama perjalanan di Eropa, Roy tidak pernah mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan lukisan. Roy hanya mengatakan, di Stockholm akan menjual aset dengan nilai transaksi cukup menggiurkan. Selebihnya, Esther mengaku, tidak tahu apa-apa. Dari cara Esther menjawab, Martin dapat dengan cepat menyimpulkan, wanita itu memang tidak banyak tahu tentang “operasi” Roy.
Kejutan muncul saat pemeriksaan. Meski membenarkan semua pengakuan Rossi, Roy tetap tidak mau mengaku bersalah. Itu karena ia hanya menjalankan perintah Libby.
“Itu sebabnya pula polisi tidak bakal menemukan uang itu, karena seluruh uang diserahkan kepada Libby. Saya hanya mendapat komisi 20%,” aku Roy.
“Tidak masuk akal,” kata Martin. “Katanya, selama perjalanan keliling Eropa setiap kali ia mengirimkan uang tunai AS $ 20.000 melalui pos.”
Menurut pengakuannya, jumlah uang penjualan itu sangat besar, jadi akan merepotkan bila dibawa-bawa dalam perjalanan. Maka, sekembali ke California, setiap kali menyajikan sarapan, ia menyelipkan setumpuk uang di bawah serbet di samping cangkir kopi Libby.
Sedangkan biaya perjalanannya, aku Roy, diambil dari penjualan lukisan yang pertama dicurinya.
Roy juga menyatakan, ia tidak peduli dengan klaim asuransi sebesar AS $ 500.000 dari keluarga Keck atas kehilangan lukisan itu.
Dari pemeriksaan ulang oleh Deputi Jaksa Wilayah Michael Montagna, Roy bersikukuh, semua uang penjualan lukisan sebagian besar disimpan Libby. Alasannya, Libby membutuhkan uang untuk membayar pengacara yang mengurus perceraiannya.
Bagaimana reaksi Libby?
“Sungguh menggelikan pengakuan itu. Mengapa aku harus mencuri lukisan koleksi hanya demi secuil uang? Kalau perlu, saat ini pun aku bisa menuliskan cek senilai uang itu,” jawab Libby dengan wajah marah.
Memang, selama ini Libby mendapat banyak uang dari suaminya. Libby juga mempunyai rekening pribadi senilai AS $ 11 juta. Setiap bulan diperkirakan tidak kurang dari AS $ 200.000 didapatnya.
Begitupun Roy masih bersikukuh bahwa Libby dalang semua pencurian itu. la memberikan lukisan itu di tempat parkir Hotel Bel Air.
Jawaban itu mentah-mentah ditolak Libby, “Seumur hidupku aku tidak pernah menginjak hotel itu.”
Namun, pembela Roy, Don Randolph mengingatkan, sebelum menikah dengan Big Howard, Libby pernah menjadi istri seorang pria yang belakangan menjadi pemilik Hotel Bel Air.
Fakta itu tetap tidak membuat Libby mengubah pengakuan.
Pengadilan selanjutnya menghadirkan Big Howard, yang pas disebut sebagai pemilik sah lukisan itu. Big Howard mengaku, telah menerima uang pengganti asuransi atas kehilangan lukisan itu. Di pengadilan tampak benar betapa Big Howard sangat berhati-hati dalam berucap. Maka, ketika tim pembela bertanya padanya apakah istrinya berbohong atau tidak jujur, dengan diplomatis Big Howard menjawab, “Saya tidak yakin ia jenis orang yang dapat dipercaya.”
Wah, kalau begitu, mana yang benar, Roy atau Libby?
Tetap tidak terlacak
Dewan juri sungguh terombang-ambing dalam menentukan keputusan. Sikap Libby di pengadilan dianggap menyebalkan. Tak heran beberapa anggota juri mulai bersimpati pada Roy.
Namun, kemudian mereka mencoba untuk benar-benar menilai secara objektif. Libby mungkin benar, uang yang hilang itu ibarat setetes air dari seember air yang ia miliki.
Kemungkinan keduanya bekerja sama sudah dibuang jauh-jauh.
Kalau Libby terlibat, apa yang dia harapkan? Bukankah uang asuransi jatuh di tangan suaminya?
Juga, untuk apa ia mencuri lukisan kecil yang pertama kali dijual seharga AS $ 6.000? Apakah untuk latihan agar Roy tahu jalur perdagangan barang seni, seperti kata Roy? Rasanya tidak perlu, bukankah Libby sudah tahu jalur-jalur penjualan barang seni?
Akhirnya juri memutuskan, Roy harus menghabiskan 10 bulan dalam kurungan penjara. Herannya, AS $ 355.000 tak terlacak ke mana menguapnya.
" ["url"]=> string(77) "https://plus.intisari.grid.id/read/553400971/lukisan-cat-minyak-tanpa-tekstur" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1659533946000) } } }