array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3726829"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(102) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/04/06/tamu-di-malam-butajpg-20230406123020.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(123) "Inspektur Maigret mendapatkan laporan soal pria yang menerobos masuk ke apartemen sebagai Bapak Natal.  Apa yang dicarinya?"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(102) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/04/06/tamu-di-malam-butajpg-20230406123020.jpg"
      ["title"]=>
      string(18) "Tamu di Malam Buta"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-04-06 12:30:29"
      ["content"]=>
      string(43773) "

Intisari Plus - Inspektur Maigret mendapatkan laporan soal pria yang menerobos masuk ke apartemen sebagai Bapak Natal. Selain memberi hadiah, tamu di malam buta itu mencungkil lantai kamar. Apa yang dicarinya?

----------

Hari Natal itu Inspektur Maigret sarapan berdua dengan istrinya di apartemen mereka di Boulevard Richard Lenoir, Paris. Walaupun hari sudah pukul 08.00, jalan masih lengang.

Dari gedung di seberang tiba-tiba muncul dua orang wanita. Yang seorang berambut pirang, temannya berambut cokelat. Si pirang tampak ragu-ragu berangkat dan akan berbalik masuk kembali, tetapi si cokelat memaksa pergi. Wanita penjaga pintu rupanya berpihak pada si cokelat, sehingga kedua wanita itu pun menyeberangi jalan.

Madame Maigret kenal pada wanita berambut cokelat itu, yaitu Mademoiselle (Nona) Doncoeur yang tinggal di salah satu apartemen di gedung seberang.

“Rasanya mereka akan ke sini,” kata Maigret, ketika kedua wanita itu menengadahkan kepala ke arah jendela apartemen Maigret di tingkat keempat. Dugaan itu benar.

 

Bapak Natal memberi boneka

Mademoiselle Doncoeur, si cokelat yang berumur 40-an, kelihatan gugup, tetapi temannya yang jauh lebih muda, yang cuma mengenakan daster di balik mantelnya, tenang-tenang saja. Setengah berseloroh ia berkata, “Bukan saya Iho yang mengajak ke sini.”

Akhirnya Mademoiselle Doncoeur berhasil juga mengutarakan maksud kedatangan mereka. Katanya, mereka merasa perlu melaporkan sesuatu. Ia tinggal bersebelahan dengan Madame Martin (si pirang), yang suaminya sedang bertugas ke luar kota sebagai salesman perusahaan arloji.

Tadi pagi, sehabis pulang dari gereja, Mademoiselle Doncoeur datang ke apartemen Madame Martin, membawa kado untuk anak keluarga Martin yang sudah dua bulan terbaring di ranjang karena patah kaki. Rupanya ia datang terlalu pagi sebab Madame Martin belum bangun. Lalu berdua mereka masuk ke kamar anak perempuan berumur tujuh tahun itu. 

“Saya melihat Bapak Natal. Dia kemari semalam,” cerita anak itu.

“Lho, bagaimana kau bisa melihatnya. ‘Kan gelap,” kata Mademoiselle Doncoeur. 

“Ia membawa senter. Lihat Mama Loraine,” katanya sambil memperlihatkan sebuah boneka besar dan bagus dari balik selimutnya kepada Madame Martin. Anak itu menyebut Madame Martin ‘Mama Loraine’, sebab ia sebenarnya kemenakan Monsieur Martin yang tinggal bersama Madame Martin setelah ibunya meninggal.

“Bukan Anda yang memberi boneka itu Madame Martin?” tanya Maigret, memotong cerita Mademoiselle Doncoeur.

“Saya memang akan memberinya boneka tetapi tidak sebagus itu,” jawab Madame Martin.

Mademoiselle Doncoeur melanjutkan ceritanya: Kata Colette, Bapak Natal berjongkok melubangi lantai. Colette menduga agar bisa masuk ke apartemen di bawah, tempat tinggal keluarga Delormes, yang mempunyai seorang anak laki-laki berumur tiga tahun. Colette bilang, mungkin cerobong asap terlalu sempit untuk dimasuki Bapak Natal. Rupanya Bapak Natal merasa diawasi karena ia bangkit mendekati Colette dan memberinya boneka besar seraya menaruh telunjuk di bibirnya.

Setelah itu, katanya, Bapak Natal itu pergi lewat pintu yang menghadap ke lorong. Kamar itu memang mempunyai dua pintu. Pintu yang menghadap ke lorong itu setiap hari dikunci. Kedua wanita itu tidak keburu memeriksa apakah pintu itu dibuka secara paksa, sebab Mademoiselle Doncoeur terburu-buru mengajak Madame Martin melapor kepada Maigret.

“Lantai kamar itu berlubang?” tanya Maigret. Madame Martin mengangkat bahu, tapi Mademoiselle Doncoeour menjawab, “Sebenarnya bukan lubang tapi beberapa papan dilepaskan dari pakunya.”

Maigret bertanya apakah Madame Martin tahu apa kira-kira yang tersembunyi di bawah lubang itu. 

“Tidak Monsieur,” jawabnya.

Dari tanya-jawab dengan Madame Martin diketahui bahwa ia sudah lima tahun tinggal di apartemen itu, yaitu sejak ia menikah dengan Jean Martin. Sebelumnya Jean sudah tinggal di sana. Tak ada suatu barang pun terganggu semalam.

Mungkinkah Jean Martin yang datang semalam karena ingin membuat kejutan bagi putrinya? Entahlah, kata Madame Martin. Setahu dia, suaminya berada di Bergerac, sekitar 700 km dari Paris dan jadwal perjalanannya sudah direncanakan jauh di muka. Jean hampir tidak pernah menyimpang dari jadwal.

 

Ayahnya pemabuk

Madame Martin tidak mendengar apa-apa semalam sebab kamarnya dipisahkan oleh kamar makan dengan kamar Colette.

“Anda pergi semalam?”

“Tidak, Pak Inspektur,” jawab Madame Martin tersinggung. 

“Anda menerima tamu?” 

“Saya tidak menerima tamu kalau suami saya sedang pergi.”

Maigret melirik pada Mademoiselle Doncoeur yang air mukanya tidak berubah. Berarti Madame Martin menceritakan yang sebenarnya.

Sebelum mendatangi Maigret, Mademoiselle Doncoeur sudah bertanya kepada penjaga pintu, kalau-kalau ia membukakan pintu buat seseorang semalam. Penjaga pintu menyatakan tidak ada seorang pun yang datang.

“Dengan siapa anak perempuan itu sekarang?” tanya Maigret.

“Sendirian. Ia biasa sendirian. Saya ‘kan tidak bisa di rumah terus sepanjang hari. Saya harus belanja, pergi ke mana-mana,” jawab Madame Martin.

“Saya mengerti. Di mana ayahnya?”

Madame Martin terpaksa menceritakan bahwa kakak iparnya, Paul, setelah kematian istrinya, jadi pemabuk. Kalau sedang tidak mabuk, ia datang menengok Colette yang sejak ibunya meninggal tinggal bersama Monsieur dan Madame Jean Martin.

Kini Paul kadang-kadang keluyuran sekitar Bastille seperti peminta-minta. Kadang-kadang ia berjualan koran di jalan.

“Mungkinkah ia datang menjenguk anaknya dalam pakaian Bapak Natal?” 

“Itulah yang saya katakan kepada Mademoiselle Doncoeur, tapi ia bersikeras mengajak saya menemui Anda.”

“Karena tidak ada alasan baginya untuk mencungkil papan lantai,” kata Mademoiselle Doncoeur dengan ketus.

Maigret meminta Madame Martin menelepon suaminya untuk mengecek apakah ia masih ada di Bergerac. Karena wanita itu tidak punya telepon, Maigret meminjamkan teleponnya.

Ternyata Jean Martin masih ada di Hotel Bordeaux di Bergerac. Ketika ia berbicara dengan Maigret, kentara sekali ia cemas. 

“Anda yakin istri saya dan Colette tidak apa-apa?” tanyanya. “Kalau cuma boneka sih saya bisa menduga kakak saya, tetapi pasti ia tidak akan mencungkil lantai.” Ia menyatakan akan pulang saja cepat-cepat, tetapi Maigret bilang ia akan mengawasi mereka. 

Istrinya juga tidak menganjurkan suaminya pulang. “Nanti bisa merusak kesempatanmu untuk dipindahkan secara permanen ke Paris,” kata si istri. “Saya berjanji akan mengabarimu kalau ada apa-apa .... Ia sedang bermain dengan bonekanya .... Belum, saya belum sempat memberi hadiahnya. Baik, saya segera pulang untuk menyerahkannya.”

Setelah itu Maigret minta izin agar boleh menemui Colette.

 

Seperti dengungan tawon

Setelah kedua wanita itu meninggalkan apartemennya, Maigret menelepon markas kepolisian di Quai des Orfevres. Ia meminta anak buahnya, Lucas, untuk memberinya daftar nama hukuman yang dibebaskan dari penjara tiga bulan terakhir ini. 

“Yang saya inginkan hanya yang menjalani hukuman lebih dari lima tahun,” katanya. “Periksa apakah di antara mereka ada yang pernah tinggal di Boulevard Richard Lenoir. Selain itu cari Paul Martin, seorang pemabuk yang tidak punya tempat tinggal tetap, yang sering kelihatan di sekitar Place de la Bastille. Jangan ditangkap, jangan diapa-apakan. Saya cuma ingin tahu di mana dia berada pada malam Natal.”

“Masih ada lagi: Telepon Bergerac. Ada seorang salesman bernama Jean Martin, adik Paul Martin, tinggal di Hotel Bordeaux. Tolong selidiki apakah kemarin ia menerima telepon atau telegram dari Paris. Selidiki juga di mana ia melewatkan malam Natal.”

Sehabis berpikir-pikir, Maigret bercukur dan berdandan, lalu menyeberang. Mademoiselle Doncoeur mungkin sejak tadi sudah mengawasi dari jendela apartemennya, sebab begitu Maigret tiba di tingkat empat, ia sudah menunggu di kepala tangga.

Ia mempersilakan Maigret masuk ke apartemen Madame Martin. Nyonya rumah, katanya, pergi berbelanja bahan makanan sebab khawatir toko-toko keburu tutup. Jadi ia tidak menunggu Maigret lagi.

Maigret memeriksa dapur. Di sana ada mentega, telur, sayuran, daging, dan roti. Apartemen itu rapi, tapi seperti apartemen bujangan, bukan apartemen keluarga. Rupanya tidak ditambahi apa-apa lagi sejak lima tahun yang lalu.

Colette tidur di ranjang yang terlalu besar baginya. Wajahnya bertanya-tanya tetapi kelihatan ia percaya kepada Mademoiselle Doncoeur dan Maigret.

“Mama Loraine sudah pulang?” tanyanya Maigret menggigit bibirnya. Praktis anak itu adalah anak angkat Jean dan Loraine Martin, tetapi mengapa ia tidak memanggil mama saja?

“Mama Loraine tidak percaya yang datang semalam Bapak Natal,” kata Colette ketika Maigret menanyainya sambil duduk di sisi ranjang. Saat itu Mademoiselle Doncoeur sudah meninggalkan mereka.

Dari percakapan dengan Colette, ketahuan bahwa mereka tidak pernah kedatangan tamu, baik itu teman Colette, maupun teman orang tuanya. Yang datang cuma petugas pencatat meteran gas dan listrik. Lewat pintu kamar yang selalu terbuka kalau siang, Colette mengenali suara mereka. Pernah datang seorang lain dua kali. Kedatangan pertama terjadi sehari setelah kakinya patah. Ia ingat betul sebab dokter baru pulang. Ia tidak melihat wajah orang itu, cuma suaranya saja sebab Mama Loraine menutup pintu kamar.

Mereka bercakap-cakap tetapi apa yang dipercakapkan tidak kedengaran. Kemudian Mama Loraine berkata bahwa orang itu mau menjual asuransi. Lima atau enam hari yang lalu orang itu kembali lagi malam hari, pada saat lampu kamar Colette sudah dimatikan. Kedengarannya orang itu seperti bertengkar dengan Mama Loraine sehingga Colette takut. Kemudian Mama Loraine berkata kepada Colette, orang itu dari asuransi. Colette tak usah takut dan harus cepat tidur.

Colette tidak pernah melihat wajah orang itu, tapi mengenali suaranya, walaupun perlahan, sebab seperti dengungan tawon besar.

Colette bilang, Mama Loraine sekarang sedang pergi ke toko. Karena Colette sudah punya boneka bagus dari Bapak Natal, Mama Loraine akan mengembalikan boneka dari dirinya sendiri ke toko.

Maigret bangkit memeriksa lubang di bawah papan yang dicungkil oleh Bapak Natal. Tak ada apa-apa di dalamnya, kecuali debu. Pintu juga memperlihatkan tanda-tanda dibuka secara paksa. Pembukanya tampaknya bukan profesional.

Kata Colette, Bapak Natal tidak berbicara dengannya. Mungkin cuma tersenyum, tetapi tidak jelas, sebab wajahnya ditutupi janggut.

Ketika mereka masih bercakap-cakap muncullah Madame Martin. la berpakaian lebih rapi daripada sekadar untuk berbelanja tapi menenteng tas belanjaan. Tanpa senyum ia minta maaf karena tidak bisa menunggu Maigret. Katanya, ia harus belanja banyak, takut toko-toko keburu tutup.

Maigret curiga Madame Martin pergi lebih jauh dari Rue Amelot atau Rue de Chemin Vert, tempat toko-toko yang biasa dikunjungi oleh para ibu yang tinggal di daerah mereka. Ke mana?

 

Majikannya lenyap

Mademoiselle Doncoeur datang untuk bertanya apakah pertolongannya masih diperlukan. Madame Martin sudah mau menjawab “tidak” tetapi Maigret buru-buru memintanya menemani Colette sementara ia berbicara di ruang sebelah dengan Madame Martin.

“Mademoiselle Doncoeur repot tidak karuan. Itulah susahnya perawan tua. Apalagi perawan tua yang mengguntingi setiap berita tentang seorang inspektur polisi tertentu yang akhirnya bisa ia undang ke gedung tempat tinggalnya,” kata Madame Martin seraya mencopot topinya.

“Anda tidak bekerja, Madame Martin?” tanya Maigret. 

“Sulit untuk bekerja sambil mengurus rumah tangga dan seorang anak kecil, walaupun anak itu sudah bersekolah. Lagi pula suami saya tidak mengizinkan.”

Dari tanya-jawab Maigret tahu bahwa Madame Martin sebelum menikah bekerja di toko perhiasan dan mata uang kuno milik Monsieur Lorilleux di Palais Royal. Ia melayani pembeli, merangkap pengurus buku dan sekretaris. Kalau Monsieur Lorilleux pergi, pekerjaannya ditangani Madame Martin.

Setelah menikah dengan Jean Martin, ia masih tetap bekerja. Tapi empat bulan kemudian, ketika Madame Martin pergi ke tempat kerjanya, ia dapati pintu toko masih tertutup. Ketika lama tidak dibukakan juga, ia menelepon ke rumah Monsieur Lorilleux di Rue Mazarine. Kata Madame Lorilleux, suaminya sudah berangkat ke tempat kerja pukul 08.00 seperti biasa. Ketika majikannya itu tidak muncul juga, bersama Madame Lorilleux ia pergi ke kantor polisi untuk melapor. Sejak itu mereka tidak pernah melihat Monsieur Lorilleux lagi.

Sejak itu Jean Martin yang sudah menjadi salesman melarang istrinya bekerja lagi. Saat itu suami Madame Martin sudah mengerjakan pekerjaannya yang sama dengan sekarang.

Dari tanya-jawab, Maigret tahu beberapa hal lain, yaitu: Jean Martin sedang keluar kota waktu Monsieur Lorilleux lenyap dan toko perhiasan tidak memperlihatkan tanda-tanda diganggu. Madame Lorilleux kini hidup dari mengusahakan toko bahan makanan yang kecil saja di Rue du Pas de la Mule, karena toko lama terpaksa dijual. Anak-anaknya sekarang mungkin sudah menikah.

Maigret minta Madame Martin menggambarkan Monsieur Lorilleux.

“Orangnya lebih tinggi dari Anda. Badannya gemuk dan dandanannya sembarangan. Saya tidak tahu berapa umurnya, mungkin 50-an. Kumisnya berwarna kelabu.

“Setiap pagi ia berjalan kaki ke tempat bekerja. Biasanya ia tiba 15 menit sebelum saya datang. Orangnya pendiam dan pemurung. Sebagian besar waktunya dilewatkan dengan berkurung di ruang kerjanya yang kecil di belakang toko.”

Maigret bertanya, kalau-kalau Monsieur Lorilleux mempunyai kekasih. 

“Setahu saya tidak,” jawab Madame Martin yang mulai kesal ditanyai macam-macam gara-gara tetangga sebelah usil.

 

Tetangga usil

“Setiap kali saya keluar pintu untuk pergi, Mademoiselle Doncoeur muncul menawarkan diri untuk menemani anak itu. Jangan-jangan laci-laci saya semua dia periksa,” keluh wanita itu.

“Tapi kelihatannya Anda berhubungan baik juga dengan dia.” 

“Habis mau apa? Colette minta ia menemaninya. Suami saya juga dekat dengannya, sebab waktu menderita paru-paru basah di masa bujangan, dia yang merawatnya.”

Madame Martin marah sekali ketika ditanyai apa yang ia beli di Rue de Amelot dan Rue de Chemin Vert. Ia ambil kantung barang belanjaannya untuk digabrukkan di atas meja makan. 

“Lihat sendiri!” katanya. 

Maigret memeriksanya. Ada tiga kaleng sardencis, mentega, kentang, ham dan daun selada.

“Mau tanya apa lagi?” tanya wanita itu menantang. 

“Nama agen asuransi Anda.”

Madame Martin memandang tidak mengerti. Ketika Maigret menjelaskan agen yang ia maksudkan, Madame Martin bilang orang yang datang itu bukan agen asuransinya. Ia cuma menawarkan dan sulit sekali bagi Madame Martin untuk menyuruhnya pergi.

Wanita itu lupa nama perusahaan asuransi yang diwakili oleh salesman itu. 

“Pukul berapa Colette tidur?”

“Saya mematikan lampu kamarnya pukul 19.30, tetapi kadang-kadang ia masih ngomong sendiri sampai beberapa waktu.”

“Berarti agen itu datang lewat pukul 19.30?” tanya Maigret. Madame Martin tahu ia terjebak tapi tidak mundur.

“Ya, saat itu saya sedang mencuci piring,” katanya. “Saya tidak bisa menolak sebab orang itu sudah masuk.” 

“Apakah suami Anda mengasuransikan jiwanya?”

“Ya,” jawab wanita itu. 

Setelah itu barulah Maigret pamit untuk menanyai Mademoiselle Doncoeur. Ia berpesan kalau Paul Martin datang, harap ia diberi tahu.

 

Kenapa beli mentega lagi?

Apartemen Mademoiselle Doncoeur mirip kamar di asrama biarawati. Wanita itu mengaku sudah 25 tahun tinggal di apartemen yang sekarang. Ia tahu siapa yang tinggal di apartemen sebelahnya sebelum ditempati oleh Paul Martin.

Ia menjawab tidak pernah didatangi orang asuransi selama tiga tahun ini.

“Anda tidak suka pada Madame Martin?” tanya Maigret. Dengan malu-malu Mademoiselle Doncoeur akhirnya mengaku juga.

“Kalau saya mempunyai putra, saya tidak ingin bermenantukan Madame Martin. Apalagi Monsieur Martin sangat baik, sangat menyenangkan.”

“Madame Martin itu seperti bukan wanita,” katanya. “Betul ia merawat Colette dengan baik, tetapi tidak pernah berkata yang manis-manis kepada anak itu.”

“Colette tidak suka kepadanya?” 

“Colette itu penurut. Ia mencoba bertindak sesuai yang diharapkan darinya.”

Mademoiselle Doncoeur tidak kenal dengan ayah Colette, tetapi pernah bertemu di tangga dengannya. Tampaknya ia malu bertemu orang. Wanita itu yakin bukan Paul Martin yang datang semalam, kecuali kalau ia dalam keadaan sangat mabuk. Soalnya, orang seperti Paul Martin tidak cocok bertindak seperti semalam. Setelah selesai menanyai Maemoiselle Doncoeur, Maigret pulang.

Madame Maigret, yang tidak mempunyai anak, tampaknya sependapat dengan Mademoiselle Doncoeur tentang Madame Martin, walaupun Maigret tidak berkata sepatah kata pun tentang pertemuan-pertemuan di seberang.

Sementara itu Maigret mendapat keterangan baru: Penjaga pintu yang tadinya yakin bahwa semalam tak seorang pun datang tanpa ia tahu kini merasa ragu-ragu. Soalnya, ia menjamu beberapa tamu sampai lewat tengah malam. Selain itu, setelah tidur ia tidak tahu lagi siapa yang datang dan pergi.

Maigret yakin, kalau Madame Martin merupakan orang pertama yang mendengar kedatangan Bapak Natal dari Colette, ia akan menyuruh Colette untuk tutup mulut. Tapi karena Mademoiselle Doncoeur juga hadir dan mendesaknya melapor kepada Maigret, ia terpaksa menurutinya. Mengapa ia terburu-buru pergi dengan alasan harus berbelanja, padahal di rumah bahan makanan masih banyak? Kenapa ia membeli mentega, padahal masih ada 0,5 kg di lemari es?

 

Risau memikirkan anak-istri

Sementara itu Lucas memberi tahu, tidak seorang pun narapidana yang dibebaskan dalam empat bulan ini pernah tinggal di Boulevard Lenoir. Maigret minta keterangan itu sebab tadinya ia menduga ada penyewa apartemen yang menyembunyikan uang atau benda curian di bawah papan lantai sebelum ditangkap polisi. Setelah keluar dari penjara tentu orang itu akan berusaha mengambil barang yang disembunyikannya. Karena kamar itu ditempati siang-malam oleh Colette, ia masuk dengan menyamar sebagai Bapak Natal.

Namun, kalau benar demikian, rasanya Madame Martin tidak akan enggan melapor kepada Maigret. Ia juga tidak akan buru-buru meninggalkan apartemennya yang baru dimasuki orang.

Lucas juga melaporkan bahwa Paul Martin sudah ditemukan. Gerak-geriknya diketahui dengan jelas. Mula-mula ia antre makan malam di tempat amal, lalu pergi ke Latin Quarter untuk membuka dan menutupkan pintu mobil para pengunjung kelab malam. Setelah itu ia menenggak minuman keras sebanyak-banyaknya sampai mabuk dan tak sadarkan diri. Pukul 04.00 ia ditemukan di Place Maubert lalu dibawa ke tempat penampungan. Ia baru bangun pukul 11.00.

Jean Martin di Bergerac pun diketahui gerak-geriknya. Ia dalam perjalanan pulang ke Paris karena merasa tidak tenang setelah menerima telepon tadi pagi. Semalam, ketika sedang di kamar makan, ada seorang pria menelepon menanyakan Martin. Sebelum Martin sempat menerimanya, hubungan telepon diputuskan. Panggilan telepon itu mengkhawatirkan Martin sehingga dalam perjamuan dengan teman-temannya ia risau terus akan keadaan anak-istrinya.

 

Penelepon yang mencurigakan

Maigret meminta Lucas mencari alamat manajer arloji Zenith di Avenue de l’Opera. Sementara menunggu, ia mendengarkan obrolan istrinya. Tampaknya istrinya prihatin betul dengan keadaan Colette. 

“Saya tidak suka wanita itu,” kata Madame Maigret tentang Madame Martin. “Saya pernah beberapa kali bertemu dia di toko. Dia jenis orang yang sangat curiga. Timbangan diawasi dengan saksama. Uang dihitung keping demi keping, seakan-akan takut ditipu.”

Ketika itu telepon berdering. Lucas memberi alamat Monsieur Arthur Godefroy, general manager arloji Zenith di Prancis. Maigret berpesan kepada Lucas agar mencari keterangan mendetail tentang lenyapnya Lorilleux lima tahun yang lalu ke kantor polisi Palais Royal. Setelah itu Maigret menelepon Godefroy. Kata Godefroy, reputasi Jean Martin tiada cela. Minggu depan ia akan diangkat menjadi asisten manajer. Kemarin pagi seseorang menelepon Godefroy, menanyakan alamat Jean Martin, karena katanya ada urusan penting. Godefroy lupa nama pria itu. la menganjurkan si penanya untuk menghubungi Martin di Bergerac.

Mungkin si penanya itulah yang menelepon Martin pada malam Natal untuk memastikan bahwa Martin ada di Bergerac, bukan di rumahnya, pikir Maigret. Apakah dia yang semalam muncul sebagai Bapak Natal di kamar Colette?

Colette sudah dua bulan berada di kamarnya. Sebetulnya dua minggu yang lalu ia harus sudah bisa berjalan, tetapi ada komplikasi. Dalam beberapa hari lagi mungkin ia sudah bisa keluar dengan Madame Martin. Artinya kamarnya bisa dimasuki orang dengan lebih leluasa. Mengapa orang yang semalam masuk ke kamarnya itu tidak bisa menunggu?

 

Kolektor gambar porno

Maigret buru-buru menelepon Lucas lagi. “Cari supir taksi yang mengangkut seorang wanita berumur awal 30-an, pirang, langsing tapi kekar antara pukul 09.00 - 10.00 sekitar Boulevard Richard Lenoir. Wanita itu memakai rok setelan kelabu dan topi kelabu kecokelatan. Ia membawa tas belanjaan cokelat. Tanya ke mana ia pergi. Tidak banyak taksi tadi pagi jadi tidak akan sukar dicari.”

Tidak lama setelah itu seorang anak buah Maigret, Torrence, datang membawa Paul Martin yang menunduk saja. Ia habis menangis sebab khawatir terjadi sesuatu pada Colette.

Maigret menanyakan latar belakang pertemuan Jean dengan Loraine. Kata Paul, Jean bertemu dengan Loraine di sebuah restoran kecil dekat tempat kerja Loraine. Mereka tak lama berkenalan lalu kawin.

“Jean jujur sekali. Tidak mungkin ia menaruh benda berharga di bawah papan lantai tanpa istrinya tahu. Kalau ia pulang dari tugas ke luar kota pun, istrinya tahu pengeluarannya sampai ke sen-sennya.”

“Apakah istrinya pencemburu?” tanya Maigret. Paul enggan menjawab. “Harap Anda katakan terus terang apa yang Anda tahu. Ingat bahwa putri Anda terlibat,” kata Maigret. Paul buka mulut juga. Katanya, Loraine tidak cemburu pada wanita, tetapi cemburu soal uang. Almarhum istri Paul tidak cocok dengan Loraine, karena menurut istri Paul, Loraine itu dingin dan tertutup. Ia curiga Loraine menikah dengan Jean hanya karena Jean punya pekerjaan yang baik, rumah dan perabotan.

Paul tidak mau menjawab ketika ditanyai apakah menurut pendapatnya Loraine itu dulu kekasih Lorilleux, tetapi ia mau memberi tahu alamat dan nama keluarga Loraine sebelum menikah.

Setelah itu Maigret mempersilakan Paul ke seberang menemani anaknya sampai Maigret mengizinkan ia meninggalkan apartemen Jean Martin.

Maigret menelepon Lucas lagi, untuk menyuruhnya pergi ke bekas pondokan Loraine Boitel. Lucas harus mengorek keterangan tentang wanita itu. Apakah ia kekasih Lorilleux?

Pada kesempatan itu Lucas memberi keterangan yang diketahuinya tenang Lorilleux. Katanya, penjual perhiasan itu memiliki koleksi buku dan gambar porno di tokonya, juga sebuah dipan besar yang ditutupi sutra merah di kamar belakang. Pelanggannya banyak orang terkenal. Tempat maksiat terselubung memang bukan barang langka di daerah ini. Tapi di rumahnya Lorilleux itu bertindak sebagai orang baik-baik.

Lucas menyampaikan pula bahwa Lorilleux diketahui sering bolak-balik ke Swiss pada saat banyak terjadi penyelundupan emas. Beberapa kali ia digeledah di perjalanan, tapi tidak dijumpai bukti-bukti bahwa ia menyelundupkan benda berharga itu.

Menjelang sore, Lucas kembali dari bekas pondokan Madame Martin di Rue Pernelle. Katanya, bekas induk semang Madame Martin tak bisa ditemui sebab sudah tewas tergilas trem dua tahun yang lalu. Rumahnya kini didiami oleh seorang bekas centeng yang pernah berurusan dengan polisi, sehingga tidak sulit untuk membuka mulutnya. 

Kata bekas centeng itu, Loraine tinggal tiga tahun di sana. Ia tidak menyukai wanita itu sebab pelitnya minta ampun. Ia masak di kamar padahal melanggar aturan. Centeng mengenali foto Lorilleux yang dibawa oleh Lucas. Katanya, pria itu datang ke kamar Loraine dua tiga kali sebulan sambil membawa-bawa tas. Ia selalu muncul sekitar pukul 01.00 dan pergi lagi sebelum pukul 06.00.

 

Semua mengenalinya 

Menjelang pukul 17.00 Torrence menelepon. Katanya, ia bisa menemukan pengemudi taksi yang membawa wanita seperti yang digambarkan oleh Maigret, dari pertemuan Boulevard Richard Lenoir dengan Boulevard Voltaire tadi pagi. Wanita itu diantar ke sebuah toko tas yang buka terus pada hari Minggu maupun hari raya di Rue de Maubeuge. Maigret minta supir taksi itu dikirim ke apartemen Madame Martin untuk mengenali lalu melapor ke apartemennya. 

Sementara menunggu, Maigret menelepon toko tas. Ternyata wanita yang dimaksud membeli kopor murah yang dibawanya ke bar di sebelah. Dari sana wanita itu menyeberang ke sambil menjinjing kopornya.

Maigret meminta pemilik toko tas untuk pergi ke apartemen Madame Martin. Ia hanya perlu menekan bel. Kalau wanita yang membukakan pintu benar wanita yang tadi pagi membeli tas, ia harus pura-pura menyatakan salah alamat. Kalau orang lain yang membukakan pintu, ia mesti menanyakan Madame Martin. Setelah itu ia harus menyeberang untuk melapor pada Maigret. Maigret akan mengganti semua ongkos. 

“Baik, Inspektur,” kata orang itu.

Torrence sementara itu sudah menemukan supir taksi lain yang membawa wanita seperti yang digambarkan dari stasiun. Wanita itu tidak pergi ke Boulevard Richard Lenoir, tapi ke pertemuan Boulevard Beaumarchais dengan Rue du Chemin Vert. Maigret meminta supir itu dikirim kepadanya. 

Sementara itu ia meminta Torrence pergi ke stasiun untuk mengecek betulkah di situ ada tas seperti yang dibeli dari toko tas di Rue de Maubeuge. Torrence tidak bisa menggeledahnya tanpa surat resmi, jadi cukup ia mencatat nomor karcis penitipan. Ia mesti mencari penjaga yang pagi menerima tas itu dan membawanya ke apartemen Madame Martin.

Kemudian bel pintu berbunyi. Ada dua orang pria di sana. Yang seorang supir taksi dan yang seorang lagi penjual kopor. Mereka berdua baru saja pergi ke apartemen Madame Martin. Betul, itulah wanita yang bertemu mereka tadi pagi.

Pukul 07.30 supir taksi yang seorang lagi melapor. “Cakepan pakai baju tidur daripada pakai setelan kelabu,” katanya dengan mata nakal.

Setelah itu Maigret mengajak Lucas ke apartemen Madame Martin. Ia menugasi Lucas segera pergi menjaga Colette. Ia akan menangani Madame Martin.

Petugas tempat penitipan barang di stasiun datang bersama Torrence. Ia juga mengenali Madame Martin. Katanya, wanita itu memasukkan resi penitipan ke tas belanjaan berwarna cokelat. “Itu tasnya!” katanya, ketika diajak ke dapur Madame Martin. Tapi di tas itu resi tidak ditemukan.

 

Gepokan uang

Namun, Madame Martin menyangkal keras pernah melihat keempat orang itu. Ia mengaku bahwa Lorilleux memang kadang-kadang datang, tapi katanya untuk urusan bisnis.

“Bisnis pukul 01.00?” 

“Ia biasa tiba dari Swiss dengan kereta malam dan takut dirampok di jalan karena membawa-bawa banyak uang. Jadi ia menunggu pagi di rumah saya.”

“Ia membawa banyak uang waktu melenyapkan diri?” 

“Tidak tahu. Ia ‘kan tidak mempercayakan semua rahasianya kepada saya,” kata Madame Martin yang merokok terus-menerus. Ketika hari semakin malam, ia sering menoleh ke lonceng. Suaminya akan tiba dengan kereta malam.

“Orang yang datang semalam tidak menemukan apa-apa di bawah papan lantai, karena Anda sudah memindahkan barang yang disembunyikan di situ,” kata Maigret.

“Saya sama sekali tidak tahu-menahu tentang hal itu,” jawab Madame Martin. Maigret tidak peduli pada sanggahan itu.

“Ketika tahu ia datang, Anda memutuskan untuk memindahkan benda berharga itu ke tempat penitipan barang di stasiun.”

“Saya sama sekali tidak pernah berada dekat stasiun. Di Paris ‘kan ada ribuan wanita pirang yang mirip dengan saya.”

Maigret memerintahkan Madame Martin menulis nama dan alamatnya pada sehelai kertas. Wanita itu tidak bisa menolak. Kertas itu diserahkan oleh Maigret kepada Lucas. 

“Minta kantor pos mengakurkan tulisan ini dengan tulisan pada sampul semua surat yang dialamatkan ke daerah ini, yang akan tiba malam ini. Saya bertaruh akan menemukan sebuah yang tulisannya sama dengan yang di kertas ini. Mungkin dialamatkan kepada Madame Martin. Di dalamnya ada resi.”

Untuk pertama kalinya Madame Martin kelihatan gugup, tapi ia belum menyerah.

“Anda akan menceritakan kepada suami saya tentang kunjungan Monsieur Lorilleux ke pondokan saya?”

“Kalau perlu.” 

“Anda manusia kurang ajar. Jean tak tahu-menahu soal ini.” 

“Tapi sial baginya, ia suami Anda.”

Kemudian Lucas muncul kembali. “Janvier akan mengurus surat itu, Pak. Saya bertemu Torrence di bawah. Katanya, pria itu ada di bawah, di bar yang letaknya dua rumah dari tempat Anda.”

Madame Martin melompat. “Pria mana?” tanyanya.

“Pria yang datang ke sini semalam. Anda pasti tahu ia akan datang kembali, sebab semalam ia tidak berhasil memperoleh yang dicarinya. Mungkin ia lebih nekat sekarang.”

“Anda tahu siapa dia?” 

“Saya bisa menebak. Ia Lorilleux. la ingin meminta kembali miliknya.” 

“Bukan miliknya!” 

“Pokoknya, ia menganggap itu miliknya. Tiga kali ia datang tanpa hasil. Kini ia akan datang lagi dan akan heran karena Anda ditemani banyak orang di sini. Ia akan lebih bersedia berbicara daripada Anda. Menurut Anda, ia datang membawa senjata atau tidak?”

“Tidak tahu!” 

“Rasanya ia bersenjata. Ia sudah bosan menunggu. Entah apa yang Anda katakan kepadanya, tetapi ia sudah tidak percaya lagi. Wajahnya sudah nekat.”

“Diam!” 

“Anda ingin kami pergi supaya bisa berdua saja dengannya?” tanya Maigret. Ketika itu pukul 22.38 dan Madame Martin pun terpaksa buka mulut karena khawatir dibunuh Lorilleux. Ia mau menjawab pertanyaan Maigret. Katanya, benda berharga yang tadinya tersembunyi di bawah papan dan kemudian dititipkan ke tempat penitipan barang di stasiun itu adalah gepokan uang kira-kira 1 juta frank. Uang itu bukan milik Lorilleux melainkan kepunyaan Julian Boissy yang dibunuh Lorilleux.

Lorilleux membunuh orang itu demi uangnya karena Madame Martin yang waktu itu sudah menikah dengan Jean bilang, ia mau kabur dengan Lorilleux kalau Lorilleux bisa menyediakan cukup uang kontan. Ia ingin kaya. Ia bosan hidup miskin dan dikelilingi orang-orang yang harus menghemat sesen demi sesen untuk bisa menyambung hidup.

Sebetulnya ia tidak mencintai Lorilleux seperti halnya ia tidak mencintai Jean. Ia bersedia kabur dan hidup bersama Lorilleux hanyalah untuk sementara, yaitu sampai ia bisa mendapat uang banyak.

 

Ditakut-takuti

Bagaimana caranya Boissy dibunuh? Boissy, duda kaya yang pelit itu, tinggal dalam kamar sewaan. Ia sering datang ke tempat Lorilleux karena Lorilleux menyediakan sarana untuk memuaskan gairah seksualnya yang tidak normal. Devaluasi frank menyebabkan Boissy ingin menukarkan uangnya dengan emas.

Monsieur Lorilleux yang biasa menyelundupkan emas dari Swiss bersedia membelikannya emas, tetapi Boissy diminta membayar lebih dulu.

Suatu hari Boissy datang membawa uang. Madame Martin disuruh pergi dari toko. Ketika ia kembali, dilihatnya Lorilleux sedang memasukkan mayat Boissy ke kotak besar. Menurut Madame Martin, ia tidak memeras majikannya, ia cuma menakut-nakuti. la bilang para tetangga curiga, jadi sebaiknya Lorilleux menitipkan uang Boissy kepadanya untuk disembunyikan di bawah papan lantai rumahnya. Hal itu bisa leluasa dikerjakan karena suaminya sering bertugas ke luar kota. Janjinya uang itu cuma dititipkan beberapa hari. Tapi ketika dua hari kemudian Madame Martin diajak kabur ke Belgia oleh Lorilleux, ia menolak. Ia menakut-nakuti lagi Lorilleux. Katanya, seseorang yang mirip inspektur polisi menanyai dia. Lorilleux ketakutan. Madame Martin memberinya sebagian dari uang Boissy supaya Lorilleux bisa kabur ke Brussel. Ia berjanji akan menyusul beberapa hari kemudian. Janji itu palsu.

“Dikemanakan jenazah Boissy?” tanya Maigret.

Lorilleux membawanya dengan taksi ke rumah peristirahatannya di tepi Sungai Marne. Mayat itu entah dikuburkan di sana, entah dibuang ke sungai, tetapi tidak pernah ada orang yang merasa kehilangan Boissy.

Selama lima tahun, Madame Martin selalu menakut-nakuti Lorilleux lewat surat. Katanya, polisi masih selalu datang menanyai Lorilleux kepadanya. Suatu kali bahkan Lorilleux sampai pergi ke Amerika Selatan saking takutnya. Karena jarang dikirimi uang, Lorilleux jadi nekat dan datang dua kali. Madame Martin memakai Colette sebagai alasan untuk tidak bisa mengambil uang, sementara ia berusaha mengenyahkan Lorilleux lagi.

“Suami Anda akan tiba di sini sepuluh menit lagi,” kata Maigret. “Saya rasa Lorilleux juga tahu, sebab ia sudah menghubungi Bergerac dengan telepon dan bisa membaca daftar kedatangan kereta. Anda ingin menunggu dua pria itu di sini?”

“Bawa saya pergi! Saya berpakaian dulu ....” 

“Di mana resi Anda?” 

“Di kantor pos Boulevard Beaumarchais.” 

“Suami Anda dan Colette? Mereka ditinggal saja?” 

“Biar saja.”

Madame Martin menggelayut ketakutan kepada Maigret dan Lucas ketika mereka menuruni tangga. Maigret kemudian bilang bahwa ia tidak akan ikut mengantar. 

Ketika melihat tidak ada mobil polisi di jalanan, Madame Martin berhenti. Ia takut berjalan kaki hanya dengan dilindungi Lucas seorang. 

“Jangan takut. Rorilleux tidak ada di sini, kok.”

Madame Martin pun mengamuk karena tadinya dikibuli.

Maigret menunggu kedatangan Jean Martin. Dua jam lamanya mereka berbicara. Ketika ia tiba di apartemennya di seberang pukul 01.30, didapatinya istrinya tertidur di kursi.

(Georges Simenon)

Baca Juga: Seorang Korbannya Maharaja dari India

 

" ["url"]=> string(63) "https://plus.intisari.grid.id/read/553726829/tamu-di-malam-buta" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1680784229000) } } }