array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3643231"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/01/05/saling-selingkuh-berakhir-maut-20230105040747.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(13) "Intisari Plus"
          ["photo"]=>
          string(0) ""
          ["id"]=>
          int(9347)
          ["email"]=>
          string(22) "plusintisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(137) "Seorang anak menemukan ayahnya mabuk di dapur, sementara ibunya tewas di sauna dan terkunci di dalam. Apakah ini sebuah kasus bunuh diri?"
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/01/05/saling-selingkuh-berakhir-maut-20230105040747.jpg"
      ["title"]=>
      string(31) "Saling Selingkuh, Berakhir Maut"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-01-05 16:08:30"
      ["content"]=>
      string(29922) "

Intisari Plus - Seorang anak menemukan ayahnya mabuk di dapur, sementara ibunya tewas di sauna dan terkunci di dalam. Apakah ini sebuah kasus bunuh diri?

--------------------

Gothenburg, kota kedua terbesar di Swedia yang berpenduduk sekitar 500.000 jiwa, terletak jauh ke arah utara tempat air dingin di Skagerrak bercampur dengan air dingin dari Kattegat. Pada musim salju matahari benar-benar hampir tak tampak di kawasan ini. Sebaliknya di bulan penuh, matahari terus bersinar sepanjang malam. Saat-saat seperti itulah yang amat dinantikan warga Kota Gothenburg, karena musim panas bisa dinikmati secara penuh.

Siang itu, pukul 13.00, Eric Larson, pemuda 17 tahun, sudah sampai di rumahnya di Overlida, sebuah kota kecil yang berjarak ± 30 mil ke arah timur Gothenburg. Bersama dengan teman-teman sebaya ia baru saja berpesta musim panas di berbagai tempat.

Betapa terkejutnya ketika memasuki rumah, ia dihadang pemandangan mengerikan yang seumur-umur belum pernah disaksikannya. Sang ayah Anders Larson, (54), yang sehari-hari bekerja sebagai sopir taksi tak tetap, tergeletak bengong di atas meja dapur. Aroma alkohol yang berhamburan dari mulutnya menandakan ia lagi mabuk. Padahal selama ini lelaki tersebut bukan seorang yang gemar minum minuman keras. Sepengetahuan Eric, kalau tidak ada pekerjaan ayahnya justru lebih suka tidur sepanjang hari.

“Di mana Ibu?” ujar Eric karena tidak tahu harus berkata apa. 

“Kami baru saja bertengkar,” gumam sang ayah, “Ia pergi ke ruang sauna.”

Seperti lazimnya dalam kehidupan rumah tangga, Eric pun tahu orang tuanya kadang-kadang bertengkar meski tidak sampai harus berbaku hantam. Rupanya lelaki beranak satu ini minum sampai mabuk sebelum akhirnya sang istri menenangkan diri di ruang sauna keluarga yang terletak di ruang bawah tanah. Eric segera meninggalkan dapur dan menuju ke ruang sauna dengan harapan akan memperoleh penjelasan dari sang ibu tentang apa yang baru saja terjadi di rumah ini.

Ketika mulai menuruni tangga, ia mencium bau aneh seperti kayu terbakar bercampur dengan benda lain. Bau itu mendadak membuat perutnya mual. Di lain pihak karena berpikiran macam-macam, bulu kuduk Eric sempat berdiri. Merinding.

Pintu ke ruang sauna, sebuah ruangan berbentuk segi empat hasil rakitan ayahnya, terkunci rapat. Setelah dibuka ia merasa suhu di tempat itu normal seperti biasa digunakan. Namun, pemanas sudah dimatikan. Sekelebat terpikir di benaknya, jika ruang sauna tidak panas, apa yang menyebabkan sesuatu terbakar?

Terdorong rasa penasaran untuk segera menemui ibunya, Eric Larson buru-buru menepis kecurigaan yang menghinggapi benaknya. Matanya segera menyapu ke segenap ruang dan untuk kedua kalinya ia dikejutkan dengan pemandangan yang lebih mengerikan. Ibunya tergeletak di lantai tak jauh dari pintu dalam keadaan telanjang. Siapa pun lelaki pasti mengakui, dalam usianya yang sudah 52 tahun bentuk tubuh Karine Larson tetap ramping dan bagus bak tubuh seorang penari. Rambutnya yang pirang dan berombak dipotong pendek. Tetapi, kenapa kulitnya sembap hampir mirip warna coklat kayu mahoni?

Di dekat tubuh ibunya Eric melihat sepotong ranting kayu tergeletak dalam keadaan terbalik di lantai. Kayu lapis dan minyak pembakar berserakan di sekitarnya. Pasti telah terjadi sesuatu yang tak beres!

 

Kecelakaan atau dibunuh?

Wanita yang masih menyisakan kecantikan ini tangannya sudah menghitam berlumur darah kering. Sementara pundak dan mukanya rusak sehingga kelihatan mengerikan. Dengan perasaan kalut bercampur takut, Eric memegang lengan ibunya dan berusaha memangkunya. Tetapi astaga! Lengan itu malah terlepas.

Peristiwa yang dialaminya di rumah dalam sekejap membuat Eric shock berat. Ia tak mampu lagi menahan emosinya. Pemuda tanggung ini segera menghambur ke luar rumah dan berteriak-teriak minta tolong kepada para tetangganya. Atas inisiatif tetangganya pula Eric segera dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans. Beberapa saat kemudian polisi dan tim medis berdatangan ke TKP (tempat kejadian perkara). Dokter Leif Halverstrom yang bertubuh pendek dan sudah beruban dari Kota Boras, jaraknya 15 mil dari sebelah timur Overlida, lantas memeriksa jenazah Karine Larson. Dari tingkahnya didapat kesan bahwa ia sendiri sulit untuk menyembunyikan ketidaktenangannya menghadapi kasus ini.

“Dipanggang!” seru Halverstrom dengan rasa tidak percaya. “Ia sudah dipanggang bahkan sampai ke organ-organ tubuh bagian dalamnya.”

“Anak malang!” gumam Inspektur Bjorn Svensson, kepala polisi dari bagian pembunuhan. “Sangat mengejutkan! Barangkali sulit sekali dr. Leif Halverstrom bisa mengatasi,” tambahnya.

Ketika memasuki rumah Larson, mereka menemukan Anders dalam keadaan tidak sadar di dapur. Mereka mengira Larson kena serangan jantung karena rasa tertekan. Ternyata Larson cuma mabuk.

Karena curiga Karine Larson mengalami kecelakaan, mereka mencari wanita itu dan menemukannya di ruang sauna. Lengannya terpisah dari tubuhnya. Segera kru medis disuruh polisi turun ke lantai bawah tanah.

Saat itu hari Sabtu pagi di musim panas. Tak seorang pun tahu apa yang jadi penyebab kematian Karine. Yang pastil kematian itu tidak wajar. Berbagai analisis sesaat segera muncul, mungkinkah ini kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan?

Regu penyelidik pembunuhan tidak menemukan orang lain yang bisa memberi informasi kepada mereka. Eric sudah dibawa pergi ke rumah sakit dan diberi obat penenang. Mungkin dibutuhkan waktu cukup lama sebelum terapi psikiatri bisa mengatasi shock secara emosional akibat kematian ibunya yang mengerikan.

Sementara Anders Larson masih tergeletak tanpa sadar melintang di atas meja dapur, para tetangga sudah kembali ke rumah masing-masing. Dalam suasana yang mencekam, petugas paramedis, dokter, dan Inspektur Svensson bekerja keras menyelidiki dan menganalisis keadaan rumah. Inspektur tinggi besar yang berambut pirang dan bermata biru jernih itu cepat-cepat menuju ke lantai bawah tanah. Sementara Sersan Detektif Nils Sorenson yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka tajam tetap berada di dapur bersama Larson.

 

Bak macan betina mengamuk

Saat mereka kembali ke atas, Sersan berhasil menyadarkan Larson dengan cara mengguyurkan air kran di wajahnya. Perlakuan itu memang sempat membuat Larson marah.

“Siapa Anda? Apa yang Anda inginkan?” tanyanya dengan suara masih di bawah pengaruh alkohol.

“Inspektur Svensson, polisi kriminal dari Boras,” jawab yang ditanya sambil memperlihatkan identitas resmi. “Siapa nama Anda? Apakah Anda pemilik rumah ini?” Larson menyebutkan namanya dan mengatakan dialah pemilik rumah itu.

“Apakah yang Anda inginkan dari saya?” tanyanya, “Minum-minum di rumah sendiri tentu bukan suatu pelanggaran undang-undang ‘kan? Apakah Karine memanggil dan mengadukan kepada Anda soal pertengkaran kami?”

“Anda bertengkar dengan istri, Tuan Larson?” kata Inspektur. “Di manakah istri Anda?”

“Di ruang sauna,” kata Larson. “Mengapa?”

“Anda ditangkap karena dicurigai melakukan pembunuhan,” kata Inspektur dengan sikap hormat. “Ingat, semua yang Anda katakan akan dicatat dan bisa digunakan untuk melawan Anda. Anda tidak perlu mengeluarkan pernyataan dan berhak didampingi pengacara resmi jika Anda rasa perlu. Saya akan memanggil Anda untuk bicara secara baik-baik.”

Larson, lelaki gemuk dan berkepala botak ini, sesaat memandang Inspektur itu dengan mata seperti mata banteng. Dalam sekejap Larson hilang dari mabuknya.

“Karine!” serunya dengan suara serak. “Apa yang terjadi pada Karine?”

Inspektur tidak mengatakan kejadian yang sebenarnya. Yang jelas beberapa saat kemudian, Larson dibawa ke kantor polisi pusat Boras dan menjalani interogasi. Bagaimanapun ia tidak segera dijadikan tertuduh. Tak seorang pun tahu apakah Karine Larson mati karena bunuh diri setelah bertengkar dengan suaminya.

Sementara itu seluruh staf teknis polisi kriminal diterjunkan untuk menyelidiki lebih detil rumah di Overlida dan mencoba mencari-cari sesuatu yang bisa dipakai sebagai petunjuk membuka tabir gelap kematian Karine. Mayat Karine masih tergeletak di ruang sauna dan tidak boleh dipindahkan sampai penyelidikan itu tuntas.

Dr. Halverstrom masih berkutat di sekitar mayat. Ia lagi pusing memutar otak. Tampaknya kematian itu agak aneh dan mau tak mau Harverstrom harus menunggu sampai autopsi selesai.

Tidak ada yang tahu bahwa Eric telah mengangkat tubuh ibunya sebelum lengan yang lembek itu jatuh. Jadi mayat itu pasti tidak dibiarkan tergeletak lebih lama lagi di atas siluet coklat yang terbentuk dari cairan yang tertumpah di lantai. Hal ini menimbulkan teka-teki bagi para penyelidik, ketika mereka tidak bisa membayangkan siapa yang telah memindahkan jenazah tersebut.

Para tetangga yang mengeluarkan pernyataan, tidak tahu apa-apa mengenai keadaan penemuan mayat itu, sementara Eric pun belum lagi bisa ditanyai. Karena minimnya informasi laporan yang diterima terasa agak sumir.

Menurut analisis sementara, Karine Larson tidak mungkin bunuh diri, tetapi berusaha mempertahankan nyawanya seperti seekor macan betina dari suatu serangan fisik. Sebagai wanita kuat yang bertubuh atletis, Karine Larson menggunakan cabang pohon sebagai alat penghantam. Ia memukulkannya ke pintu sekuat tenaga sehingga cabang itu menjadi berkeping-keping. Kemungkinan sebelum atau sesudahnya, ia menabrak pintu itu dengan bahunya yang telanjang, sehingga tubuhnya terluka dan meninggalkan bekas darah di pintu.

Akhirnya, dalam keadaan putus asa, Karine mengambil bata panas dari tempat pembakaran dan menggedor pintu dengan benda itu. Dugaan itulah yang akhirnya membuat jari tangannya terkelupas. Toh, semua usahanya tidak berhasil. Pintu itu tetap terkunci dan Karine secara perlahan-lahan terpanggang sampai mati.

Laboratorium melakukan tes untuk melihat berapa lama dan pada temperatur berapa Karine melakukan sauna sampai saat ia ditemukan.

 

Teka-teki suhu ruangan 

Dari laporan yang tercatat, saat melakukan sauna atau mayat itu ditemukan, temperatur menunjukkan suhu ruangan. Alat pengontrol suhu mencatat 79°C. Itu merupakan suhu yang biasa digunakan. Meskipun demikian pada dinding bagian dalam dekat alat pemanas ketahuan bahwa ruang itu pernah mendapat pemanasan tinggi. Ini menunjukkan bahwa temperatur mencapai lebih dari 93°C dalam jangka waktu yang lama. Tes tersebut bisa memperkirakan temperatur dan berapa lamanya terjadi pemanasan.

Tak ada petunjuk kenapa Karine tidak meninggalkan ruang sauna. Pintu terbuka, dan seperti yang berlaku secara legal di Swedia, tidak boleh memasang kunci pintu dari luar. Padahal Karine gagal untuk keluar pun karena pintu, sama seperti dinding, dibuat dari dua lapis papan dengan ketebalan ± 4 cm yang diletakkan secara diagonal satu sama lain dan disekrup.

“Jangan cuma dikira-kira,” kata Inspektur, “Wanita itu berjuang seperti binatang yang terperangkap di dalam dan menurut mereka tidak ada petunjuk mengapa ia tidak bisa keluar. Lalu apa yang dikatakan Halverstrom?”

Sersan membaca laporan hasil autopsi, sementara Inspektur membaca hasil dari laboratorium.

“Tidak ada apa-apa,” katanya. Sampai sekarang laporan medis hanya mengatakan bahwa korban terpanggang sampai mati, tetapi hampir tidak ada preseden dalam kedokteran forensik, dan Halsverstrom belum tahu waktu kematian atau bahkan berapa lama waktunya sampai Karine mati. Seseorang menarik sampai terlepas lengannya korban mati. Jari-jarinya terbenam ke arah kanan, ke dalam daging lengan bagian depannya. Ia mengira, mungkin itu tindakan putranya. Mungkin ketika Eric menemukan ibunya, tetapi kini ia masih berada di rumah sakit dan tidak bisa ditanyai.

“Karena menemukan ibunya di situlah yang membuat Eric harus dibawa ke rumah sakit,” kata Inspektur. “Saya ragu-ragu apakah ada yang bisa diperoleh dengan menanyai Eric. Saya yakin ia tidak tahu apa-apa mengenai hal itu.”

“Bagaimana dengan Larson?” tanya Sersan.

“Memang, orang pertama yang dicurigai dalam suatu pembunuhan selalu pasangan hidupnya,” kata Inspektur sambil mengangkat bahu. “Tapi apakah ini suatu pembunuhan?”

“Anda maksudkan kasus ini suatu kecelakaan?”, kata Sersan. “Pintu dalam keadaan terkunci.”

Inspektur terdiam sejenak karena tidak bisa memikirkan apa-apa.

“Bukan,” katanya kemudian. “Dugaanku mungkin betul. Ny. Larson tidak menaikkan temperatur lebih dari 93°C dan ia juga tidak menurunkannya lagi. Tidak mungkin ini suatu kecelakaan. Juga bukan bunuh diri tapi suatu pembunuhan.”

“Apakah Anda menuduh Larson?” tanya Sersan. 

“Belum,” kata Inspektur.

“Kita belum tahu motifnya dan tidak ada penjelasan bagaimana pintu itu diberi perintang. Mungkin seseorang punya alasan untuk membunuhnya. Maklum, tempat ini terbuka. Setiap orang bisa masuk dan kalau mau langsung ke dalam rumah. Bahkan dari depan orang bisa masuk sampai ke ruang bawah tanah.”

“Analisis Anda cukup beralasan,” kata Sersan sambil manggut-manggut.

Sersan Nils Sorenson tidak pernah berpikir bahwa ada orang selain Anders Larson yang punya alasan kuat untuk membunuh. Tapi bagaimana mungkin seorang ibu rumah tangga berusia 52 tahun memiliki musuh sadis yang tega memanggangnya hidup-hidup?

Karena itu bisa dimengerti mengapa Sersan berpikir pelakunya seorang laki-laki, meskipun terlintas di benaknya bahwa seorang wanita pun bisa mengganjal pintu ruang sauna dan menaikkan kontrol pengatur suhu seperti yang dilakukan oleh seorang laki-laki.

 

Suami main serong

Dari penyelidikan yang dilakukan berdasarkan beberapa analisis di atas, beberapa nama masuk dalam daftar yang dicurigai. Di antaranya seorang wanita bernama Gerda Andreson (41). Wanita lajang itu bertempat tinggal di kota yang sama.

Setiap orang di desa itu tahu siapa Gerda Andreson dan bagaimana hubungannya dengan Anders Larson. Tidak ada lelucon bagi Gerda maupun Anders. Dengan kata lain, hubungan khusus antara kedua orang itu sudah menjadi rahasia umum.

Sebenarnya perkenalan kedua orang ini terjadi secara kebetulan. Ceritanya begini. Musim panas Juli 1976 suatu hari Gerda menumpang mobil Anders. Saat itu mereka masih muda dan rupanya entah dibujuk setan dari mana, kedua orang tersebut bercumbuan. Percintaan mereka dilanjutkan di sebuah taman di sudut kota. Toh, belakangan Anders sangat menyesali peristiwa itu. Maklum, ia teringat perjumpaannya dengan Karine pun terjadi dengan cara yang sama sepuluh tahun lalu. Namun setelah itu tumbuh menjadi cinta sejati, meski kedua orang tua mereka tidak setuju. Setelah mengandung Eric 6 bulan, Karine menikah dengan Larson dan mereka hidup berbahagia, sekurang-kurangnya sampai terjadi insiden dengan Gerda.

Yang namanya main api, suatu saat pasti akan terkena abunya. Demikian pula hubungan luar pagar yang dilakukan Larson dengan Gerda. Apalagi rupanya, Gerda sangat terkesan dengan nikmatnya buah apel yang mereka cicipi sehingga ia tidak bisa melepaskan Anders. Bahkan ia menginginkan Anders menceraikan Karine dan menikah dengannya. Sebagai wanita ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya, sehingga tak ada seorang pun di Overlida yang tidak mengetahui hal itu. Yang jelas, keterusterangan itu ternyata menimbulkan masalah antara Anders dan istrinya. Meski Karine tidak begitu terganggu, Anders merasa malu dan menyesal. Gerda merasa frustrasi berat, karena setelah itu, baik Larson maupun penduduk setempat malah menertawakan dirinya.

“Buktikan jika kau bisa menemukan saksi yang melihat Gerda berada dekat rumah Larson pada hari Sabtu dan aku akan bekerja sama dengan Harverstrom untuk mencari waktu kematian yang lebih pasti! Kita ‘kan sudah mengetahui motifnya,” ujar Inspektur menantang para koleganya.

Meskipun pada akhirnya berhasil ditemukan saksi yang melihat keberadaan Gerda beberapa ratus meter dan rumah keluarga Larson, persoalannya tidak menjadi lebih mudah. Pasalnya, alibi orang tersebut kuat. Maklum waktunya kira-kira tengah malam.

“Tidak cocok dengan jam terjadinya peristiwa,” kata Inspektur. “Halverstrom dan petugas laboratorium sedang melakukan tes dan mereka hampir sampai pada kesimpulan bahwa Ny. Larson disekap di ruang sauna sekitar pukul 19.00. Pada tengah malam Ny. Larson pasti sudah tidak sadar dan hampir mati.”

“Bagaimana mereka sampai pada kesimpulan itu?” kata Sersan dengan nada penuh keheranan.

Tanpa berkata apa-apa Inspektur mengeluarkan laporan hasil tes yang dilakukan pada bangkai sapi yang beratnya kurang lebih sama dengan berat tubuh Karine Larson. Uji coba itu dilakukan di ruang sauna, tempat Karine menemui ajalnya. Hasilnya memberi petunjuk bahwa awal penderitaan Karine dimulai sekitar pukul 19.00, ketika ia berusaha untuk keluar dari perangkap mematikan itu. Perjuangan Karine berakhir dalam waktu 3 jam sebelum ia putus asa. Dugaannya, waktu itu pukul 22.00. Dalam keputusasaan masih ada waktu sekitar 3 jam lagi, sebelum maut menjemputnya. Waktu menunjukkan sekitar pukul 01.00 dini hari.

Untuk mengembalikan suhu tubuh sama dengan suhu ruangan, minimal diperlukan waktu sedikitnya 2 jam mandi sauna. Diperhitungkan saat itulah polisi tiba di TKP atau bisa juga ketika mayat Karine ditemukan Eric Larson.

“Penemuan mayat itu pasti sebelum pukul 19.00. Tidak lebih,” kata Sersan sambil memegang lembaran kertas. “Cocok dengan pernyataan Larson, istrinya pergi ke ruang sauna pukul 19.00. Padahal satu-satunya orang yang melihat Gerda Andreson menyatakan waktunya sekitar tengah malam.

 

Istrinya main gila

Inspektur mengecek catatan waktu itu pada kertas lembaran. 

“Jika waktunya mundur sedikit, Karine bisa menurunkan kembali termostat dan memindahkan benda apa pun yang mengganjal pintu,” katanya, “tetapi jika waktunya malam hari, Ny. Larson pasti belum mati.”

“Andreson tidak mengetahui hal itu,” kata Sersan. “Setelah 5 jam di neraka tersebut Ny. Larson tidak bisa bertahan. la mungkin meninggal setelah temperatur turun kembali.”

“Tampaknya sangat logis,” kata Inspektur. “Akan aku lihat apa yang dikatakan oleh Halverstrom dan para petugas itu.”

Dokter dan para ahli laboratorium setuju bahwa teori Sersan pun masuk akal dan Inspektur memerintahkan untuk menahan Gerda Andreson. Gerda diperingatkan akan hak-haknya dan ia ditanyai apakah sudah siap untuk membuat suatu pernyataan. Gerda menyatakan siap. Menurutnya, ia merasa dirinya tidak bersalah jika dicurigai terlibat dalam kematian Karine Larson. Ia juga tak punya alasan menginginkan kematian Karine.

Ketika didesak dengan alasan kemungkinan berniat merebut Anders Larson dari sisi Karine, ia menolak.

“Tidak,” kata Nona Andreson. “Saya tak lagi tertarik pada Anders. Delapan tahun adalah suatu waktu yang lama dan ia sudah berubah. Bahkan jika Karine menceraikan Anders, saya ....”

“Karine menceraikan Anders?” Inspektur menginterupsi dengan heran. “Mengapa? Apakah karena Anda?”

Gerda Andreson tertawa, meskipun tanpa rasa humor.

“Karena kekasihnya sendiri,” katanya. “Karine tidak bisa setia kepada Anders seperti juga suaminya terhadap dia.”

“Jadi Karine juga punya simpanan lelaki lain? Apakah suaminya tahu?” tanya Inspektur.

“Tentu saja,” kata Gerda. “Justru sayalah yang mengatakannya. Saya pernah usul kepada Anders agar pulang ke rumah sore hari tanpa setahu Karine. ‘Lantas ikuti ke mana istrimu pergi. Siapa tahu suatu saat nanti kalau kau sakit bisa periksa dokter gratis.’”

“Diperiksa secara gratis?” tanya Inspekrur.

“Ya, karena kekasih Karine adalah seorang dokter,” kata Gerda. “Dr. Arnold Joestrom. Ia praktek di luar Kota Boras, di jalan menuju ke Overlida.”

“Baiklah, sekarang bagaimana?” kata Sersan.

Meskipun Inspektur tidak lagi menganggap Gerda sebagai orang yang dicurigai, ia tidak ingin segera membebaskan wanita itu karena takut Gerda akan bicara mengenai apa yang sudah dikatakannya kepada polisi.

 

Tertangkap basah di ruang praktik

“Kita harus mengecek pernyataannya,” kata Inspektur. “Jika apa yang dikatakan Gerda benar, Larsonlah pembunuhnya. Tapi sulit bagiku untuk percaya, ia berada di dapur minum-minum sendirian sampai mabuk, sementara ia tahu persis istrinya perlahan-lahan sedang menuju kematian di tempat yang hanya berjarak 3 meter di bawahnya. Di lain pihak, ia mengaku berada di dapur pukul 19.00 dan jika ada orang yang tahu bagaimana mengganjal pintu ruang sauna, dialah orangnya.”

“Belum terlihat bahwa pintu itu bisa diganjal,” kata Sersan. “Apakah kita tidak perlu membuat suatu pernyataan tertulis?”

“Mungkin,” kata Inspektur. “Tetapi kita tahu pintu itu diganjal karena kau pergi ke sana dan menemukannya. Aku akan memanggil dr. Joestrom.”

Kenyataannya, Inspektur tidak memanggil dr. Joestrom, yang ternyata seorang ahli kandungan. Tetapi semua informasi yang diperlukan bisa diperoleh dari sekretaris sang dokter.

Menurut sekretaris itu, ia melihat foto Anders Larson di surat kabar dan mengenalinya sebagai laki-laki yang datang ke kantornya pada tanggal 25 Januari tahun itu.

Saat itu dr. Joestrom sedang menjamu kekasihnya di kamar periksa dan tiba-tiba Larson menghambur masuk meskipun si sekretaris sudah berusaha mencegahnya. Ny. Larson sedang tergeletak di ranjang periksa sementara kekasih gelapnya dalam keadaan setengah telanjang.

Anehnya, masih menurut sang sekretaris, Ny. Larson justru tenang-tenang saja menghadapi keadaan itu. Malah ia mengatakan kepada suaminya, sungguh kebetulan Larson tahu hubungan gelapnya dengan Joestrom. Ia memang sudah punya rencana untuk menceraikan suaminya.

Interupsi kehadiran Anders ternyata tidak mengganggu acara Ny. Larson dan si dokter. Buktinya, setelah itu dengan cuek mereka melanjutkan kencannya.

“Melanjutkan?” tanya Inspektur. “Apa yang dilakukan Larson?” 

“Ia segera pergi,” kata si sekretaris. 

Inspektur yakin ia tahu pasti apa yang dilakukan Larson setelah itu. Namun untuk bisa membuktikannya sehingga bisa memuaskan hakim, memang bukan pekerjaan yang gampang. Motif pembunuhan pun sudah kuat. Masalahnya, apakah pengadilan percaya sopir taksi bertubuh gemuk dan botak itu mampu melakukan tindakan keji, apalagi mengingat ia tidak pernah melakukan pelanggaran lalu lintas selama hidupnya. Lain halnya jika Larson mengaku.

Inspektur tidak yakin Larson akan mengaku. Sejauh ini Larson tidak pernah mengaku. Ceritanya pun sangat sederhana, sehingga sulit untuk membuktikan kesalahan itu. Larson dan Karine bertengkar. Ia pergi ke dapur untuk minum sampai mabuk. Sedangkan Karine pergi ke ruang sauna. Itu saja yang selalu diucapkannya.

Sekembalinya di kantor, Inspektur mendapat laporan bahwa Sersan telah pergi ke rumah Larson dengan anggota tim laboratorium dan mencoba berbagai cara yang memungkinkan untuk mengganjal pintu ruang sauna. Karena pikirannya selalu terganggu dengan misteri kasus ini, Inspektur tak mampu berkonsentrasi untuk mengerjakan tugasnya yang lain. Itulah sebabnya ia kemudian memutuskan untuk berangkat ke Overlida!

Di sana ia mendapati Sersan dan para petugas sedang melakukan percobaan dengan sejumlah papan berat yang ditemukan tertumpuk di sisi lain ruang bawah tanah itu. Mereka menganalisis apakah bisa mengatur papan-papan itu untuk mengganjal pintu ruang sauna dengan cara memakunya ke dinding yang berlawanan.

Tampaknya percobaan ini sia-sia karena jaraknya terlalu jauh. Papan-papan itu harus dikencangkan bersama-sama dan tak ada bekas-bekas lubang paku atau sekrup pada papan-papan tersebut.

Rupanya hanya Inspektur yang mengamati bahwa ujung dua lembar papan dipotong miring, sementara ujung yang lainnya dipotong rata.

Hal ini pun belum segera menjelaskan segalanya, tetapi pada proses coba-mencoba, akhirnya ditemukan kemungkinan, jika papan-papan itu dipasang menyilang seperti huruf X di atas pintu kamar sauna, bisa dipaku ke bingkai. Dengan demikian pintu tidak bisa dibuka. Akhirnya, misteri pintu yang diganjal itu sudah terpecahkan.

Ketika dihadapkan pada pernyataan sekretaris dr. Joestrom, Gerda Andreson, dan penemuan bagaimana cara mengganjal pintu, Larson menjadi emosional dan mengakui pembunuhan itu. 

Menurutnya, ia tidak bisa menerima usul perceraian tersebut. Pada tanggal 10 Mei 1985 Larson dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. (John Dunning)

Baca Juga: Dua Permadi Tewas di Luar Pentas

 

" ["url"]=> string(75) "https://plus.intisari.grid.id/read/553643231/saling-selingkuh-berakhir-maut" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1672934910000) } } }