Intisari Plus - Tidak ada yang percaya jika Cheryl Miller tewas dibunuh karena gadis itu punya jiwa sosial tinggi. Rasanya mustahil jika ada yang mau membenci dan mencelakainya. Lalu siapa?
-------------------
Cheryl Miller memang belum menjadi selebriti. Namun, siapa pun yang pernah bertemu, apalagi mengenal gadis ini dengan baik, pasti setuju kalau dia memiliki pesona yang tidak dimiliki gadis muda berusia 21 tahun lainnya. Selain punya wajah cantik dan tubuh menarik, Cheryl - yang bekerja paruh waktu di sebuah toko roti di Saginaw, Michigan, Amerika Serikat - juga dikenal sebagai gadis yang cerdas dan mandiri.
Donna Duquette - bibinya - masih ingat betapa keponakannya itu sangat perhatian kepada orang lain. “Jiwa sosialnya tinggi, terutama kepada keluarga dan kawan-kawan dekatnya,” ungkap Donna. Tak aneh kalau Donna kemudian berkesimpulan, “Untuk gadis seumur dia, Cheryl benar-benar sosok yang luar biasa dan sempurna.”
Donna lantas bercerita, betapa keponakannya itu lebih memilih tinggal di sebuah apartemen, bersama seorang temannya, teman wanita tentu. Keputusan pindah itu tak diherani Donna. “Sejak usia belasan tahun, Cheryl sudah terbiasa melakukan banyak hal sendirian,” tegas sang bibi lagi. Kalaupun butuh kawan, yang paling sering menemani dia hanyalah sepeda motor kesayangannya. Sepeda motor itu dibeli dari hasil tabungannya sendiri.
Di kalangan teman-temannya, Cheryl pun sangat populer dan supel. Tak heran, dia gampang sekali menarik perhatian lawan jenis. Namun teman-temannya tak ingat, sudah berapa banyak cowok yang pernah menjadi teman kencan Cheryl. “Kami tak pernah mau ikut campur terlalu jauh pada urusan pribadinya. Cheryl terlalu baik untuk dibuat marah atau tersinggung,” sahut seorang teman kerjanya.
Pendek kata, Cheryl Miller bak mutiara yang sinarnya sangat terang dan diperkirakan bakal makin benderang di masa yang akan datang. “Bukan tidak mungkin, dengan karakter dan semua bakat yang dimilikinya, kelak dia akan menjadi seorang bintang. Seorang selebriti,” Donna kembali angkat bicara.
Namun, manusia memang hanya bisa memohon, karena pada akhirnya, Tuhan jua yang menentukan. Doa dan harapan mereka terhadap Cheryl tak pernah kesampaian. Bukan Tuhan tak mau mendengarkan, tapi Dia tampaknya punya rencana lain untuk sang “calon bintang”. Rencana yang tak pernah diketahui manusia.
Menuju jalan buntu
Sabtu pagi itu, awal tahun 1970- an, di tengah cuaca gerimis, Cheryl Miller ditemukan kawan seapartemennya dalam keadaan tergeletak tak berdaya di tempat tidur, di apartemen mereka di Saginaw. Luka terbuka, meski tidak menganga, juga ditemukan di tubuhnya. Komentar-komentar terkejut terdengar dari kawan, tetangga, terlebih keIuarga.
Bersamaan dengan itu, suasana sedih dari duka menyergap seketika. Terutama, setelah muncul kepastian dari kepolisian dan rumah sakit bahwa nyawa Cheryl tak bisa diselamatkan. Sang “calon bintang” telah meninggalkan alam fana untuk selamanya. Kepergian yang terlalu pagi sebenarnya.
Setelah itu, duka berubah menjadi luka, karena cara Cheryl tewas sungguh sangat mengenaskan. Hasil autopsi menyimpulkan, gadis manis itu mengalami kekerasan seksual. “Tampaknya, ia diperkosa, kemudian dicekik. Atau sebaliknya, dicekik dulu baru diperkosa. Kita belum bisa memastikan,” tukas seorang anggota tim forensik. Cheryl diperkirakan meninggal antara pukul 05.30 - 06.00.
“Saya sangat kaget, benar-benar kaget. Seperti ada orang yang baru saja menembakkan peluru karet ke perut ini,” Donna bercerita sembari memegang perut. “Saya tak bisa membayangkan, bagaimana reaksi orangtua Cheryl saat itu. Mereka pasti sangat menderita,” tambah Donna.
Detektif Ron Herzberg dan detektif Tom Reeder yang tiba di tempat kejadian perkara (TKP), tak lama setelah ditelepon, langsung menyisir lokasi. Police line pun dipasang bersamaan dengan kesibukan polisi mengamankan barang bukti. Setelah mengamati kondisi mayat dan TKP, Ron dan Tom mulai menanyai sejumlah saksi. Keluarga, teman-teman korban, tetangga, semua disambangi.
Seperti Donna, mereka semua tidak percaya. “Mana mungkin ada orang yang tega berbuat begitu sadis pada gadis sebaik dan secantik Cheryl?” tegas mereka, dalam irama yang sama. Berdasarkan masukan-masukan itu, polisi kemudian mengarahkan penyelidikannya pada Abbass Esfehani, seorang pemuda asal Iran yang sedang mengikuti program pertukaran pelajar.
Ron dan Tom mendengar selentingan kabar dari teman-teman Cheryl, saat itu Abbass masih dalam status pacaran dengan korban. Meski belakangan, ketidakcocokan mulai muncul, sehingga hubungan mereka kabarnya agak merenggang.
“Pada kasus pembunuhan seperti ini yang pertama kali kita selidiki biasanya adalah orang-orang yang mengenal dan dikenal korban. Apalagi motif terbunuhnya Cheryl jelas karena sesuatu yang sifatnya pribadi. Ini bukan perampokan, karena tak ada barang-barang milik korban yang hilang. Saat ini, kami sedang menyelidiki kemungkinan keterlibatan teman dekat korban,” detektif Ron Herzberg memberikan keterangan kepada wartawan.
Ron sengaja tidak merahasiakan nama Abbass, untuk mendukung asas praduga tak bersalah. Detektif Tom Reeder yang mendampingi Ron, ikut menganggukkan kepala, seraya menambahkan, “Beberapa hari sebelum kejadian, orangtua korban sempat berbicara dengan anaknya. Mereka bilang, Cheryl tak ingin lagi bertemu, apalagi melanjutkan hubungan dengan pacarnya itu.”
“Sang pacar marah, lalu membunuh Cheryl?” tanya wartawan.
“Itu salah satu kemungkinan skenario yang perlu didalami,” jawab Ron dan Tom tanpa dikomando.
“Orangtua Cheryl tahu apa penyebab retaknya hubungan mereka?” cecar wartawan.
“Tidak secara spesifik. Tapi Cheryl sempat berkata, dia agak khawatir pada sikap temperamental Abbass,” balas Ron.
“Apakah polisi mempunyai calon tersangka lain, selain teman dekat korban?”
“Kemungkinan itu juga sedang kami selidiki.”
Ya, Tak Tama setelah itu, Ron dan Tom memang langsung mengumpulkan data dan fakta, menyusunnya menjadi semacam puzzle yang harus dipecahkan. Mereka berhasil menemukan sidik jari Abbass di dinding yang mengarah pada kamar tempat mayat Cheryl ditemukan. Polisi juga menemukan beberapa helai rambut di tubuh sang gadis, yang warna hitamnya mirip dengan rambut di sisir milik Abbass.
Kumpulan barang bukti itu makin menguatkan kecurigaan aparat kepolisian pada pemuda asal seberang lautan itu. Sayangnya, pihak berwajib tak pernah memiliki kesempatan menginterogasi Abbass. Calon tersangka itu tampaknya menyadari kerepotan yang bakal dihadapinya, jika terus bertahan di Amerika Serikat. Hanya selang beberapa hari sejak tewasnya Cheryl, Abbass menjual mobilnya, lalu terbang ke negara asalnya. Sebagian barang-barangnya bahkan ditinggalkan begitu saja di Saginaw.
Polisi tentu kebakaran jenggot. Mereka tak mau kehilangan buruannya begitu saja. Tanpa membuang waktu, mereka segera menghubungi rekan sejawatnya di Iran, minta agar Abbass ditahan, karena dugaan terlibat dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan. Namun, tanpa barang bukti, yang bisa dilakukan polisi Iran hanyalah “menginterogasi” Abbass dalam hitungan jam.
“Kami tak punya bukti untuk menahan dia. Tapi kami akan memenuhi permintaan Anda, untuk mengirim sampel rambut Abbass ke Amerika,” Ron menirukan keterangan dan janji yang didengarnya dari koleganya di seberang lautan.
Herannya, atau malah hebatnya, setelah diteliti, sampel rambut yang dikirim kepolisian Iran itu ternyata sama sekali tidak cocok dengan contoh rambut yang ditemukan di tubuh korban. Bahkan sampel itu juga tak cocok dengan rambut yang ditemukan di sisir milik Abbass, yang tertinggal di bekas kediamannya di Saginaw. Polisi betul-betul dibikin bingung, sekaligus frustrasi.
“Kami tak bisa melakukan apa-apa, karena memang tak ikut menyaksikan, saat sampel diambil dari Abbass,” jelas Ron.
Alhasil, karena ketiadaan bukti, lima bulan setelah ditemukannya mayat Cheryl, polisi akhirnya menghentikan (sementara) perburuan terhadap Abbass Esfehani. Abbass sendiri sejak kejadian itu tak pernah lagi berkunjung ke Amerika Serikat. Saat itu, keluarga dan teman-teman Cheryl mulai merasa, upaya menemukan siapa pembunuh dan pemerkosa Cheryl, tampaknya mengarah ke sebuah jalan, bernama jalan buntu!
Alibi tak terbantah
Dua tahun setelah mentok di jalan buntu, polisi masih memburu pemerkosa dan pembunuh Cheryl Miller. Mereka melakukan check dan re-check terhadap orang-orang yang pernah diwawancarai. Polisi juga mencari dan memintai keterangan saksi-saksi baru. Berbagai kemungkinan dan skenario pun coba dipikirkan. Polisi berusaha keras mencari tahu apakah ada orang lain di luar Abbass yang pantas dimasukkan ke dalam daftar tersangka.
Dalam kurun waktu dua tahun itu pula polisi sempat menawarkan hadiah uang buat mereka yang dapat memberikan petunjuk penting atau mengarah pada ditemukannya pembunuh Cheryl. Mereka berhasil menjaring keterangan dari sekitar 150 orang saksi. Dari situlah daftar tersangka baru kasus pembunuhan dan pemerkosaan Cheryl dibuat.
Selain Abbass, dua nama lain yang masuk dalam daftar tersangka adalah Antonio Alverez (sepupu teman seapartemen Cheryl) dan Gabriel Ferris Alverez yang pernah menumpang beberapa waktu di apartemen itu dicurigai mempunyai kaitan dengan kematian Cheryl; menyusul ditemukannya kemiripan antara sampel rambut Alverez dengan rambut hitam yang ditemukan di tubuh korban.
Namun, polisi dengan hanya mengandalkan teknologi yang dimiliki saat itu belum dapat memastikan, sejauh mana tingkat kesamaan antara sampel rambut Alverez dengan rambut yang ditemukan di tubuh Cheryl. Jadi, bukti fisik terhadap Alvarez sangat minim, bahkah paling minim jika dibandingkan dengan dua tersangka lainnya.
Bagaimana dengan Gabriel Ferris? Nah yang satu ini agak unik. Saat kabar pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Cheryl menyeruak, status Ferris adalah pengantin baru yang sedang menghabiskan malam pertama bulan madunya di sebuah tempat peristirahatan di luar Saginaw. Ferris sendiri sebenarnya berasal dari keluarga cukup berada, tetapi dia kerap berurusan dengan polisi, bahkan masuk hotel prodeo lantaran terlibat peredaran obat-obatan terlarang.
Detektif Reeder pernah beberapa kali berjumpa dengan Ferris.
“Melihat betapa gugupnya dia ketika berbicara tentang Cheryl, insting saya bilang, inilah pembunuh Cheryl yang sesungguhnya,” sergah Tom Reeder.
Ferris memang tidak meninggalkan jejak rambut di tubuh korban. Namun; dia mengakui pernah menjadi pacar dan berhubungan seksual dengan Cheryl Miller. Hubungan intim terakhir yang mereka lakukan konon hanya sekitar sepekan sebelum pembunuhan. Polisi juga menemukan sidik jari Ferris di meja rias dekat tubuh Cheryl ditemukan. Kini, Ferris menjadi calon tersangka paling sempurna di antara tiga calon tersangka dalam daftar polisi.
Masalahnya, Ferris justru satu-satunya calon tersangka yang memiliki alibi paling sulit dibantah. Saat terjadinya pembunuhan, seperti berkali-kali diceritakannya pada polisi, Ferris sedang berada sekitar 100 km dari Saginaw, persisnya di sebuah cottage di kawasan wisata Lake Huron. Di sana, bersama istri yang baru saja dinikahinya, Ferris menghabiskan malam pertama bulan madu.
Apakah masuk akal, orang yang sedang berbulan madu menyempatkan diri memerkosa dan membunuh bekas pacarnya? Secara logika, mestinya tidak. Akhirnya, perlahan tapi pasti, arsip kasus Cheryl Miller dimasukkan ke dalam peti. Dengan kata lain, untuk kedua kalinya, polisi mengarah ke jalan yang sama, jalan buntu. Polisi bahkan “tersesat” di jalan buntu itu selama hampir 20 tahun!
Saksi tua renta
Makanya, menjadi “berkah” tersendiri, ketika arsip kasus Cheryl Miller akhirnya dibuka kembali pada 1994. Ketika itu, pihak kepolisian Saginaw bertekad mengadakan penyelidikan ulang atas kasus berumur puluhan tahun ini. Beberapa detektif - yang saat peristiwa pembunuhan Cheryl terjadi masih remaja - bergerak mendatangi saksi-saksi yang dulu pernah dimintai keterangan.
Jelas tak gampang, karena orang-orang yang dulu segar bugar, kini banyak yang sudah berusia setengah baya dan sakit-sakitan. Sedangkan mereka yang 20 tahun lalu sudah menjadi orangtua atau berusia setengah baya, bahkan sudah ada yang meninggal dunia. Termasuk kedua orangtua Cheryl, yang meninggal dengan membawa serta semua kedukaannya ke alam baka.
“Mudah-mudahan, dengan ditemukannya bukti-bukti baru yang mengarah pada tertangkapnya tersangka, arwah Cheryl dan orangtuanya bisa beristirahat dengan lebih tenang. Kasihan mereka,” tutur Dona.
Dona kali ini memang boleh berharap banyak, karena polisi berhasil mendapatkan sejumlah fakta baru dan penting. Bukan tentang Abbass Esfehani atau Antonio Alvarez, tapi tentang si pemilik alibi terkuat, Gabriel Ferris. Ferris yang selama 20 tahun berlindung pada alibi bulan madunya itu kini harus menghadapi kesaksian demi kesaksian yang perlahan-lahan membungkam “senjata” yang selama ini meloloskannya dari cengkeraman aparat penegak hukum.
Polisi menyebut kebiasaan buruk Ferris yang tak bisa “menjaga mulut” sebagai salah satu faktor yang meringankan pekerjaan mereka. Detektif Roy Walton - kini sudah pensiun - yang ikut membuka kembali kasus Cheryl Miller pada 1994 bersaksi bahwa Ferris pernah bilang, Cheryl hanyalah satu dari lima perempuan yang pernah ditidurinya dalam kurun waktu yang hampir bersamaan.
Selain Roy Walton, masih banyak saksi lain yang merekam bahwa pada tahun-tahun pertama setelah terbunuhnya Cheryl, Ferris kerap berperilaku dan berbicara aneh tentang pembunuhan yang menimpa mantan kekasihnya itu. Bekas teman satu sel Ferris - saat ia dipenjara karena masalah narkoba - pun mengaku Ferris sering sekali berbicara tentang pembunuhan itu, baik dalam keadaan sadar maupun mengigau. Seorang mantan napi lainnya, bahkan berani bersumpah, Ferris pernah mengaku terus terang: dialah pembunuh Cheryl!
Polisi juga mendapat “kutipan berharga” dari seorang perempuan - bekas pacar Ferris - yang pernah menemaninya berkendara jauh pada 1976, dua tahun setelah kematian Cheryl. “Saya tidak berniat melakukannya. Sungguh, saya benar-benar tidak berniat melakukannya,” demikian ucapan yang sering didengar sang mantan pacar sepanjang perjalanan. “Ucapan-ucapan Ferris akan menjadi bukti penting bagi kami, untuk menjebloskannya ke dalam bui,” sebut polisi.
Bukti-bukti lisan itu makin meyakinkan, jika ditambah “temuan lama”, berupa sidik jari Ferris di meja rias, tak jauh dari lokasi tempat ditemukannya mayat Cheryl. Faktor pemberat penemuan sidik jari itu, lantaran letaknya hanya beberapa inci dari posisi kepala korban saat ditemukan. “Hampir bisa dipastikan, sidik jari seperti itu biasanya ditinggalkan oleh si pembunuh,” jelas polisi.
Namun, gong dari semua gong adalah keterangan mantan istri Ferris, Terri Igaz. Begitu mematikannya “nyanyian” Terri, sehingga bulan madu hari pertama yang selama ini menjadi alibi tak tergoyahkan, akhirnya tidak lagi menjadi bagian yang hilang (missing link) yang mengganggu penyelidikan polisi. Setelah bercerai dari Ferris, Terri akhirnya mau berterus terang.
“Setelah melakukan hubungan intim, Ferris sebenarnya sempat keluar kamar. Aku enggak tahu ke mana, karena aku sendiri langsung tertidur. Yang pasti, sebelum matahari terbit, dia sudah kembali ke cottage,” sang mantan istri membuka kisahnya. Terri yang terbangun oleh kedatangan Ferris, sempat menyatakan keheranannya.
“Kamu dari mana, honey?”
Ferris tak langsung menjawab.
“Astaga, apa yang terjadi. Kamu terluka?”
“Bukan, ini darah kelinci. Ketika sedang mencari angin segar di luar, tiba-tiba muncul seekor kelinci. Ehh, mungkin dia mau menyeberang jalan. Karena kaget, aku enggak sempat ngerem. Yaaa, akhirnya ketabrak. Bangkainya sampai nyangkut di roda. Nah, saat aku mau menarik bangkainya - seperti kamu lihat sekarang - sebagian darahnya malah menempel di baju,” Ferris beralasan, sembari menunjuk bercak darah di bajunya.
Saat itu, Terri cuma manggut-manggut. Dia merasa harus percaya pada cerita suaminya. Lagi pula, bulan madu bukanlah saat yang tepat untuk bertengkar. Terri juga tak ingin memeriksa mobil, yang disebut-sebut Ferris baru saja menabrak kelinci, sehingga ia tak tahu apakah masih tersisa noda darah di roda. Dia benar-benar ingin menikmati suasana romantis bulan madu. Hanya itu.
Nyanyian mantan istri
Terri bahkan tak terlalu ambil pusing, ketika beberapa jam kemudian, persisnya pukul 11.00, Ferris sempat bertingkah aneh saat menyaksikan berita pembunuhan dan pemerkosaan Cheryl di televisi lokal. “Saat menonton, dia mengeluarkan suara parau, aneh sekali, rasanya mirip orang menangis. Tapi setelah aku perhatikan lebih teliti, ternyata dia cuma sedang berakting. Akting pura-pura menangis,” imbuh Terri.
Saat Terri menatap Ferris dengan pandangan heran, lelaki itu hanya berucap ringan, tanpa ekspresi, “Lihat. Perempuan yang terbunuh itu, dia itu bekas pacarku. Pacar terakhir, sebelum aku menikahi kamu.”
Kesaksian Terri menjadi kartu As polisi untuk mematahkan alibi yang selama 30 tahun terakhir ini menyelamatkan Ferris dari ancaman hukuman berat. Keberhasilan yang amat sangat disyukuri keluarga besar Cheryl. “Orangtua Cheryl memang tak bisa lagi menyaksikan jalannya sidang kasus pembunuhan akhirnya. Adik saya bahkan sampai meninggal karena stres. Tapi saya, atas nama keluarga, merasa sangat bahagia jika kasus ini akhirnya terungkap,” ucap Donna, bibi Cheryl.
Donna memang menjadi anggota keluarga Cheryl yang paling rajin mengikuti sidang. Sejak 30 tahun lalu, dia tak pernah absen membela Cheryl, yang disayanginya melebihi anak sendiri.
Di persidangan, polisi merangkai teka-teki kematian Cheryl Miller dengan merekonstruksi peristiwa menghebohkan 30 tahun lalu itu. Meski sudah memilih Terri menjadi istri, Ferris ternyata masih berusaha mengencani Cheryl untuk terakhir kalinya, sebelum betul-betul menjadi “suami”. Entah apa yang ada di benak Ferris saat itu, sekadar iseng atau hati kecilnya sebetulnya lebih mencintai Cheryl ketimbang Terri.
Yang pasti, meski raganya berada di rumah peristirahatan di Lake Huron (sekitar satu jam perjalanan dari Saginaw), pikiran Ferris tetap tak bisa lepas dari apartemen Cheryl. Keinginan bercinta untuk terakhir kalinya dengan bekas pacar, persis sebelum melakukan hubungan resmi sebagai suami istri, sering juga disebut “stag night”, menjadi motif pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Cheryl. Namun malam itu, kesempatan yang ditunggu-tunggu tak jua datang.
Dari pagi hingga menjelang malam, Terri tak pernah mau lepas dari Ferris. Hampir setiap aktivitas mereka lakukan bersama-sama. Tentu saja, Terri tak menyadari kegelisahan Ferris saat itu.
Ferris baru punya “waktu luang”, justru setelah dia selesai menunaikan tugas sebagai suami di malam pertama bulan madunya. Toh, betapa pun telatnya, niat Ferris untuk menyambangi apartemen Cheryl tetap menggebu. Alhasil, malam atau dini hari itu juga, dia meraih kunci kontak mobil, lalu melarikannya ke Saginaw, tempat tinggal sang mantan pacar. Niatnya jelas, ingin berkencan; bukan memerkosa, apalagi membunuh.
Sayangnya, kedatangan Ferris tak mendapat sambutan hangat Cheryl. Sebaliknya, dia malah mendapat semprotan. “Kamu sudah melakukan hubungan suami-istri, jadi sudah resmi jadi suami Terri. Tak ada lagi stag night, dan saya tidak mau berhubungan seksual dengan lelaki beristri,” bisa jadi begitulah bentuk semprotan Cheryl. Bisa ditebak, penolakan itu membuat Ferris naik pitam. Kekerasan fisik dan seksual pun diterima Cheryl yang mengakibatkan sedikit luka terbuka.
Lalu, perempuan malang yang diharapkan menjadi selebriti oleh kawan dan keluarganya itu dicekik, sampai napasnya tak lagi berembus. “Ferris punya kemampuan untuk melakukan itu. Saya sangat yakin. Karena belakangan, kami juga mendapat bukti, sebelumnya dia telah dua kali berusaha membunuh Cheryl, entah untuk alasan apa.”
Bahkan mantan istri Ferris, Terri, ikut bersaksi, “Saya yakin ia melakukannya. Ia memang punya kebiasaan buruk memukuli istri.” Namun, kesaksian terakhir ini ditolak mentah-mentah di pengadilan, baik oleh Ferris maupun pengacaranya.
Dua puluh tahun sejak terjadinya pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Cheryl Miller, atau 10 tahun sejak kasus menghebohkan itu diangkat kembali dari peti X-file Kepolisian Saginaw, tepatnya tahun 2004, akhirnya dengan yakin, polisi mendudukkan Gabriel Ferris di kursi terdakwa.
Ferris yang pada saat itu berumur 55 tahun harus mempertanggungjawabkan dosa yang dibuatnya di masa muda. Seperti diucapkan seorang perwira polisi, “Tak ada kata terlambat untuk memenjarakan seorang pembunuh.” Terlebih pembunuh mutiara yang sedang bersinar terang. Seorang calon selebriti asal Saginaw. (Chris Hansen)
Baca Juga: Gelang Emas Berinisial H
" ["url"]=> string(71) "https://plus.intisari.grid.id/read/553517505/stag-night-membawa-bencana" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1665345511000) } } }