array(1) {
  [0]=>
  object(stdClass)#49 (6) {
    ["_index"]=>
    string(7) "article"
    ["_type"]=>
    string(4) "data"
    ["_id"]=>
    string(7) "3806927"
    ["_score"]=>
    NULL
    ["_source"]=>
    object(stdClass)#50 (9) {
      ["thumb_url"]=>
      string(110) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2023/08/29/127-charles-richardson-coyjpg-20230829120013.jpg"
      ["author"]=>
      array(1) {
        [0]=>
        object(stdClass)#51 (7) {
          ["twitter"]=>
          string(0) ""
          ["profile"]=>
          string(0) ""
          ["facebook"]=>
          string(0) ""
          ["name"]=>
          string(5) "Ade S"
          ["photo"]=>
          string(54) "http://asset-a.grid.id/photo/2019/01/16/2423765631.png"
          ["id"]=>
          int(8011)
          ["email"]=>
          string(22) "ade.intisari@gmail.com"
        }
      }
      ["description"]=>
      string(134) "Charles Richardson sering melakukan tindakan kriminal. Para korban tidak ada yang berani melapor. Sayangnya ia tidak selalu beruntung."
      ["section"]=>
      object(stdClass)#52 (8) {
        ["parent"]=>
        NULL
        ["name"]=>
        string(8) "Kriminal"
        ["show"]=>
        int(1)
        ["alias"]=>
        string(5) "crime"
        ["description"]=>
        string(0) ""
        ["id"]=>
        int(1369)
        ["keyword"]=>
        string(0) ""
        ["title"]=>
        string(24) "Intisari Plus - Kriminal"
      }
      ["photo_url"]=>
      string(110) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2023/08/29/127-charles-richardson-coyjpg-20230829120013.jpg"
      ["title"]=>
      string(22) "Charles Richardson Coy"
      ["published_date"]=>
      string(19) "2023-08-29 12:00:23"
      ["content"]=>
      string(30661) "

Intisari Plus - Charles Richardson sering melakukan tindakan kriminal. Karena ancaman dan kekerasan, para korban tidak ada yang berani melapor. Sayangnya ia tidak selalu beruntung.

----------

Tewasnya Thomas Homes Waldeck pada hari 29 Juni 1965 ternyata hanyalah bagian yang kecil dalam rangkaian tindakan kriminal yang dilakukan oleh Charles Richardson Coy di Inggris. Meski disebut “kecil”, itu peristiwa itu termasuk yang paling penting. Thomas Homes Waldeck adalah seorang pengusaha pertambangan di Melrose, Johannesburg, Afrika Selatan.

Dengan disebutkannya nama dua negara, bisa diketahui betapa luasnya daerah operasi aktivitas kejahatan itu. Jelasnya, perkara pembunuhan Waldeck di Afrika Selatan mulai terungkap di Welwyn, Hertfordshire, Inggris.

Pada tanggal 8 Oktober 1965, seseorang bernama James Taggart memasuki Pos Polisi Welwyn. Dalam pengakuannya yang disampaikan kepada petugas Gerald McArthur, Taggart mengemukakan bahwa ia pernah berurusan bisnis dengan Charles Richardson. 

Menurut Richardson, kata Taggart, Taggart masih berutang padanya sebanyak 1.200 pound. Di bulan Juli 1965, ia diundang oleh Richardson untuk membicarakan sesuatu. Ternyata saat bertemu, Taggart ditelanjangi, diikat pada kursi, dan dipukuli. Masih untung Taggart hidup dan selamat. Ketika penyiksaan selesai, Taggart dipaksa pula untuk membersihkan darahnya di tempat itu.

Sejak itu Taggart hidup dalam ketakutan, jangan-jangan kaki tangan Richardson akan menyerangnya lagi. Ketika itu McArthur sebenarnya sudah mendengar desas-desus mengenai adanya geng Richardson di London dan semua kejahatannya. Keterangan Taggart memperbanyak dan memperluas bahan informasi mengenai Richardson yang ada pada McArthur.

Mata rantai kejahatan Richardson di atas itu — sebut saja kasus Taggart — barulah saya ketahui ketika McArthur mengemukakan hal tersebut dalam pertemuan antara polisi dan Scotland Yard menjelang Natal 1965. Kasus Waldeck saya ketahui dari Inspektur Kepala Detektif Arthur Rees yang pernah menginterogasi orang yang terbukti membunuh Waldeck di Johannesburg.

Orang tersebut merupakan kawula Inggris bernama Laurence Johny Bradbury. Bradbury dijatuhi hukuman mati di bulan April 1966 karena membunuh Waldeck. Tetapi kemudian vonis itu diganti menjadi hukuman penjara seumur hidup.

Bradbury, demikian kata Rees, menceritakan bagaimana dia sampai terdampar di Afrika Selatan dan terlibat dalam pembunuhan Waldeck. Katanya, semua itu berawal pada tahun 1960. Saat itu dia mulai berurusan dengan Charles Richardson dalam usaha besi tua. Juga di tahun itu, Bradbury mulai menjalankan kelab minum pada jam-jam menjelang pagi untuk kepentingan Richardson. Belum lama menjalankan kedua usaha Richardson tersebut, Bradbury sudah bosan. Terutama ketika ia mengetahui bahwa Richardson berkali-kali menggunakan truk-truk Bradbury untuk mengangkut barang-barang curian.

Richardson tampak setuju dengan rencana pengunduran diri Bradbury. Bradbury boleh meninggalkan usaha Richardson malam itu juga. Tepatnya, pagi dini hari itu juga setelah kelab minum ditutup. Tetapi ketika Bradbury meninggalkan tempat kelab minum, tiba-tiba dia disergap oleh sejumlah orang. Seseorang memukul kening Bradbury dengan kerakeling. Seorang lain melucuti pakaian Bradbury sampai terbuka dan menggores tubuh Bradbury dengan pisau cukur. Seorang lain lagi mengatakan bahwa hal-hal yang lebih buruk akan menimpa Bradbury, jika Bradbury tidak mau terus menjalankan kedua usaha Richardson.

Kaki tangan Richardson sementara puas dengan kesediaan Bradbury untuk meneruskan kelab minum. Tetapi kemudian usaha kelab minum itu diserahkan kepada orang lain dan Bradbury hanya disuruh mengurusi usaha besi tua saja. Sekarang tanpa imbalan apa pun.

Pada tahun 1961 truk-truk Bradbury disita dinas pajak. Bradbury kini mendapat kesempatan untuk menyatakan kepada Richardson bahwa dia tidak bisa lagi mengangkut besi tua milik Richardson. Bradbury berpisah dari Richardson dan berhasil mendapat pekerjaan dari suatu perusahaan angkutan. Tetapi tidak lama kemudian Richardson memerlukan sebuah mobil van untuk suatu perampokan besar. Bradbury diperintahkan supaya membajak salah satu mobil perusahaan. Bradbury menolak. Akibatnya ia dikeroyok oleh anak buah Richardson. Salah satu dari mereka menyerang Bradbury dengan pecahan botol bir. Itu menyebabkan putusnya ibu jari tangan kanan Bradbury.

Kecacatannya itu menyebabkan ia tidak lagi bisa melakukan pekerjaan yang berat-berat. Bradbury lalu berdagang kelontong dengan kereta dorong. Salah satu kaki tangan Richardson mendatangi Bradbury lagi. Ia menyerahkan beberapa pasang contoh kaus kaki nilon untuk dijual lagi. Bradbury membeli kaus kaki tersebut dengan harga 3 shilling 6 penny tiap pasangnya. Bradbury mengira bahwa barang-barang tersebut berasal dari toko kelontong yang dirampok. Kembali hubungan dengan Richardson dijalin lewat kaus kaki nilon. Bahkan Bradbury untuk seterusnya boleh mengambil dulu dan bayar kemudian.

Tetapi ketika Bradbury tidak segera bisa melunasi pembeliannya yang ketiga, dia dipanggil Richardson. Sekali lagi Bradbury dikeroyok oleh kaki tangan Richardson sampai terluka. Mata Bradbury bahkan memerlukan perawatan dengan operasi berat.

Bradbury lalu diberi usaha lain, semacam bank, untuk menghimpun dana dari 'nasabah-nasabah'. Pada akhirnya, bank itu dibuat pailit. Kepailitan 'bank' tersebut terjadi sungguh pada tahun 1964. Richardson menakut-nakuti Bradbury. Sebagai manajer 'bank' yang pailit itu, Bradbury akan ditangkap polisi bila penggelapan uang 'nasabah' sampai ketahuan. 

Dikatakan kepada Bradbury, jika dia ingin menghindari kemungkinan penangkapan itu, Richardson dapat mengusahakan kepergian Bradbury ke Afrika Selatan. Pekerjaan Bradbury di Afrika Selatan hanya akan mengawasi mesin-mesin yang digunakan dalam perusahaan pertambangan yang dijalankan oleh Richardson dan Waldeck.

Bradbury akhirnya pergi ke Johannesburg dan bekerja di sana hingga setahun lamanya dan menjadi akrab dengan Waldeck. Lalu Richardson memberi tahu Bradbury bahwa Waldeck menipu dan membuat Richardon mengalami kerugian sampai 17.000 pound. Menurut Rees dalam pertemuan dengan Scotland Yard itu, apa yang terjadi selanjutnya hanyalah dugaan belaka. 

Bradbury mengakui pergi ke rumah Waldeck dan melancarkan tembakan-tembakan senapan 'sebagai peringatan'. Tetapi selama proses di pengadilan, Bradbury membantah telah membunuh Waldeck. Menurut Bradbury, kedatangannya ke rumah Waldeck pada hari 29 Juni 1965 ditemani orang lain. Orang itulah yang turun dari mobil, mengetuk pintu rumah Waldeck, dan menembak Waldeck ketika Waldeck membuka pintunya. Bradbury sendiri, katanya, tetap duduk di belakang kemudi mobil.

Hubungan Richardson dengan perusahaan pertambangan di Afrika Selatan tidak pernah jelas. Yang pasti saja, di bulan Desember 1964 di Afrika Selatan berdiri sebuah kongsi pertambangan. Pada kongsi itu, Waldeck sebagai pemilik dari 51% sahamnya menjadi direktur utamanya. Sedangkan Richardson sebagai pemilik 49% sahamnya menjadi direktur.

Di London Richardson mendirikan kongsi serupa, tetapi imbangan saham dan manajemen berbalik: Waldeck 49% saham direktur dan Richardson 51% saham direktur utama. Entah apa maksud pendirian kongsi di London ini. Tetapi yang pasti Richardson kemudian memiliki sejumlah kongsi seperti itu, tidak bersama Waldeck, tetapi dengan orang lain di Afrika Selatan. Pada bulan Mei 1965 modal yang ditanam sudah mencapai puluhan ribu pound.

Sudah barang tentu, ketika diinterogasi oleh Rees, Richardson membantah keterlibatannya dalam pembunuhan Waldeck. Argumennya adalah kematian Waldeck bisa membuat para calon investor urung bergabung. Jadi, tidak mungkin Richardson membunuh Waldeck.

Tetapi interogasi Richardson itu setidaknya mengungkapkan banyak sekali kegiatan geng Richardson di Inggris. Charles Richardson sendiri memulai hidupnya dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Charles yang lahir di Camberwell pada tanggal 8 Januari 1934 itu harus menghidupi ibunya dan membesarkan dua adik laki-laki dan satu adik perempuan. Ayahnya entah pergi ke mana. Di usia 14 tahun Charles dimasukkan ke asrama untuk anak-anak nakal. 3 tahun kemudian Charles berhasil membeli sebuah truk dan mulai berbisnis besi tua. Tampaknya saat itulah Charles bekerja baik-baik. Setelah menyelesaikan dinas militernya, Charles bisa mendirikan Peckford Scrap Metal Coy bersama adiknya Eddie.

Sayang, justru perusahaan yang jujur ini segera menjadi semacam perisai untuk menutupi perusahaan lain yang menadahi barang-barang curian. Kongsi Charles dan Eddie itu sendiri tetap berjalan lancar dan berkembang. Kemudian Charles mendirikan anak perusahaan di Brixton dan Camberwell untuk usaha barang-barang imitasi dan di Bermondsey untuk barang-barang furnitur kantor.

Tidak hanya sampai di situ, Charles Richardson terus mendirikan pelbagai macam perusahaan, terutama untuk menyalurkan hasil produksi pabrik. Mula-mula perusahaan Richardson hanya menerima sedikit, tetapi makin lama pesanan makin banyak. Richardson tidak pernah melalaikan pembayaran sampai pabriknya menaruh kepercayaan 100% padanya. Tetapi justru pada saat itulah Richardson tidak lagi mau membayar utang-utangnya. Barang-barang pabrik akhirnya dibeli dengan pemerasan dan ancaman pembunuhan. Beberapa ancaman pembunuhan bahkan sungguh-sungguh direalisasikan.

Demikianlah seterusnya pola perbuatan jahat geng Richardson. Sesekali polisi berhasil menangkap “Ali” yang menjadi perusahaan “Babah” Richardson. Tetapi karena takut akan pembalasan, “Ali” tidak menyebutkan nama sang “Babah”. Karena itu, hanya beberapa korban saja berani melaporkan kasusnya ke polisi.

Salah satu korban yang pemberani itu adalah Jack Duval. Ia mulai berkenalan dengan Richardson di tahun 1960 di Astor Club. Richardson memberinya pekerjaan di Dentous Trading Coy. Duval dikirim ke Italia untuk memesan kaus kaki nilon dengan kredit. Ternyata tidak terlalu berhasil. Ketika tiba kembali di London, Duval dibawa ke sebuah ruangan di kantor yang dipimpin oleh Laurence Bradbury. Duval dihajar mukanya. Sebelum pulang ke flatnya di Dolphin Square, Duval dibekali pukulan-pukulan dengan stik golf. Ketika ditanya mengapa Duval diperlakukan begitu. Ia mengatakan bahwa hal itu sekadar peringatan padanya agar selalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Richardson.

Pekerjaan Duval berikutnya ialah memesan tiket pesawat terbang. Tak satu pun tiket itu dibayarnya. Duval kemudian pergi ke Italia mengumpulkan tiket lagi. Di sanalah Duval mengetahui utang pada perusahaan-perusahaan penerbangan atas namanya telah menumpuk hingga 20.00 pon nilainya. Itu membuat Duval khawatir, jangan-jangan dia tidak dapat keluar dari Italia. Sebagai ‘bos besar’ yang baik, Charles Richardson mengirimkan paspor palsu ke Italia untuk Duval.

Setibanya di London Duval dipukuli lagi oleh orang-orang Richardson. Tetapi lebih dari itu, Duval dijebloskan dalam penjara selama 3 tahun karena berkomplot menipu perusahaan-perusahan Personal Travel Services Ltd. dan Argosy Travel Ltd., tambah 12 bulan lagi karena memberikan keterangan tidak benar dalam usahanya memperoleh paspor baru. Selama itu Duval tidak pernah dikeluarkan dari penjara kecuali beberapa kali untuk menjadi saksi ketika Richardson dan anak buahnya diperiksa di pengadilan.

Korban Richardson lainnya bernama Bernard Bridges yang pernah tinggal di Brighton bersama-sama dengan Duval. Di musim panas tahun 1964 Charles Richardson menyatakan keinginannya untuk bertemu dengan Duval. Bridges disuruhnya mencari Duval. Ketika Bridges menyatakan tidak sanggup, dia kontan dipukul dan ditendang oleh George Cornell yang kelak tertembak dan tewas di rumah penampungan Blind Beggar.

Laurence Bradbury dan Roy Hall membawa masuk sebuah pembangkit listrik yang disebut sebagai 'kotak' di kantor itu. Mula-mula Hall mengikat Bridges dengan kawat, lalu kaki Bridges dan bagian-bagian tubuhnya yang lain dililiti dengan kabel listrik yang dihubungkan dengan 'kotak'. Lalu giliran Bradbury menggerak-gerakkan pengungkit sehingga arus listrik mengalir ke tubuh Bridges. Setelah merasakan kejutan-kejutan listrik, Bridges menyatakan kesediaannya untuk mencari dan menemukan Duval. Kawat dan kabel dilepaskan sendiri oleh Richardson. Bridges menyatakan bahwa Duval mungkin sekali pergi ke Sale, Cheshire, ke rumah bekas istrinya. Bridges diminta segera berangkat mencari Duval dengan bekal uang 15 pound. Bridges pergi meski ia hampir tidak bisa berjalan. Hasilnya tetap nihil.

Menurut desas-desus, Charles Richardson memang ahli menyiksa dan selalu menghadiri 'sidang-sidang peradilan'. Tidak jarang dia mengenakan jubah seperti hakim dan duduk di kursi besar. Sementara itu, di meja hijaunya tersedia sebilah pisau besar atau senapan yang siap untuk ditembakkan. Selain 'kotak' listrik tersebut di atas, Richardson juga menyediakan alat-alat untuk menyiksa lainnya seperti batang besi dan kawat berduri. Tidak jarang pula 'terdakwa' disiksa dengan bara api cerutu atau giginya dicabut begitu saja dengan tang.

Ancaman akan disiksa lagi ditujukan pada korban dan keluarganya. Itu menjamin kerahasiaan penyiksaan-penyiksaan oleh orang luar. Richardson malahan tidak lupa menyewa seorang dokter yang karena satu dan lain hal dilarang berpraktik. Dokter itu mengobati si terhukum, jadi ia tidak perlu ke dokter lain dan rahasia pun terjaga. Kenyataan karena Duval tidak berhasil ditemukan oleh Bridges juga menyebabkan disiksanya Derek Harris.

Harris sebenarnya sama sekali tidak tahu-menahu mengenai Duval. Tetapi dia dipukuli, ditelanjangi, dan disetrum dengan 'kotak' juga. Terakhir, satu kakinya ditusuk di lantai dengan pisau yang biasanya diletakkan di depan Richardson saat ‘persidangan’. Entah apa sebabnya, setelah itu Harris diberi banyak wiski dan uang 1.500 pound.

Seorang lelaki lain, Benyamin Coulston, dihadapkan kepada 'hakim' Richardson di 'ruang sidang' di bulan Januari 1965. Ia dituduh menipu dua orang anggota geng sebanyak 600 pound yang awalnya akan digunakan untuk membayar pesanan rokok. Coulston ditelanjangi, dipukuli mukanya oleh Frankie Fraser, lalu dimasukkan ke dalam bak mandi yang penuh dengan air dingin. Coulston kemudian dibawa ke 'ruang sidang' kembali. Siksaan diteruskan dengan cabut gigi tapi gagal. Akhirnya anggota-anggota geng Richardson yang hadir dalam 'sidang pengadilan' itu beramai-ramai menghunjamkan api rokoknya ke tubuh Coulston.

Coulston masih ingat ketika dia diikat dengan tali terpal dan mendengar anggota-anggota geng menyebut-nyebut Vauxhall Bridge sambil memasukkan Coulston ke van. Van berangkat, tetapi Coulston sudah tak sadarkan diri lagi. Ketika siuman, Coulston mendapati dirinya kembali di 'ruang sidang pengadilan'. Ia dikelilingi oleh anggota-anggota geng yang sebagian menyeringai, sebagian lagi tertawa-tawa. Ternyata berat sekali penderitaan Coulston. Ketika dia pergi berobat ke rumah sakit, dokter menemukan batok kepala yang retak dan luka berat lainnya yang memerlukan 20 jahitan.

Sementara Coulston dirawat di rumah sakit, polisi meminta contoh darah Coulston untuk dicocokkan dengan ceceran-ceceran darah yang terdapat dalam sebuah mobil van. Tetapi ketika mengetahui maksud polisi tersebut, Coulston bangkit dari tempat tidurnya. Ia menyelinap pergi dari rumah sakit, masih dalam piama dan tanpa memberitahukan siapa pun.

Itulah sebagian dari kekejaman-kekejaman yang dapat diungkapkan. Diduga lebih banyak lagi siksaan-siksaan yang tidak dapat diungkap karena menyangkut keluarga dan sanak saudara 'terdakwa' di 'pengadilan’ Richardson. Situasinya memang sulit sekali. Polisi menduga jika Richardson juga menggaji semacam detektif pribadi. Berkali-kali polisi mengurungkan operasinya untuk menjebak Richardson karena terdapat indikasi bahwa Richardson mengetahui tiap rencana yang direncanakan polisi di Scotland Yard.

Pada suatu siang musim panas tahun 1966 kami, McArthur dari Kantor Polisi Welwyn, Detektif Don Adams, dan saya sendiri, mengadakan rapat untuk merencanakan operasi baru. Kami yakin, tiap anggota geng mengira bahwa mereka tidak akan tertangkap.

Untuk mendukung perkiraan mereka itu, McArthur kami tugasi untuk libur panjang ke Austria. Kami meminta agar media massa memberitakan soal kepergian McArthur ke luar negeri itu, termasuk foto-foto liburannya.

Tetapi sebenarnya McArthur hanya beberapa hari saja berada di luar negeri. Akhir bulan Juni 1966 dia sudah tiba kembali ke London. Pukul 3 dini hari 70 orang detektif berkumpul di suatu tempat di London. Mereka mendengarkan pengarahan terakhir dari McArthur yang baru saja tiba dari luar negeri. Pukul 6 mereka disebar untuk mendatangi rumah-rumah anggota geng Richardson.

Sebelum tengah hari mereka berhasil menangkap 10 orang laki-laki dan seorang wanita anggota geng Richardson di rumahnya masing-masing. Mereka adalah Charles Richardson (32 tahun) dari Denmark Hill, istrinya Jean Richardson (29); Albert John Longman (40), direktur perusahaan; tanpa alamat tetap; Roy Hall (25), pemeriksa besi tua, dari Bromley Kent; Robert St. Leger (44), pedagang dari Woodford Green, Essex; James Thomas Fraser (24), penjaga pintu sekaligus pesuruh, dari Camberwell; James Kensitt (51), pedagang dari Croydon, Surrey; Brian Oseman alias Morse (34), penjaga pintu dan pesuruh, dari Peckham; Thomas Clark, pengangguran, dari Fulham; dan Alfred Berman (51), pedagang partai besar, dari Kenton, Middlesex.

Sedangkan yang terakhir adalah Derek Mottram (32), penjual makanan dan minuman, dari Brixton. Ia tidak ditahan karena sakit. Mottram langsung dimasukkan ke rumah sakit di Middlesex. Semuanya ditangkap dan ditahan atas tuduhan mendapatkan uang dengan ancaman, penyerangan, siksaan fisik, dan penggelapan barang-barang dagangan.

Tanggal 4 April 1967, dengan Hakim Lawton di Old Bailey, dimulailah salah satu peradilan yang terpanjang dalam sejarah kriminalitas Inggris. Tertuduhnya meliputi Charles Richardson, Edward Richardson, Jean Richardson, Roy Hall, Alfred Berman, Francis Fraser, James Moody, Thomas Clark, dan Albert Longman. Mereka bersama-sama dikenai 22 tuduhan yang meliputi perampokan, kekerasan, menuntut uang dengan ancaman, melukai, dan menyebabkan cacat fisik, serta penyerangan. Semua itu dilakukan dalam jangka waktu 2,5 tahun sejak September 1963. Semua tertuduh menyangkal dan menyatakan dirinya tidak bersalah.

Edward Richardson dari Chislehurst, Kent, dan Frankie Fraser harus diambil dulu dari penjara, di mana mereka menjalani hukuman untuk kejahatan lainnya. Keduanya dijatuhi hukuman 5 tahun karena turut serta dalam keributan dan perkelahian di Mr. Smith's Club, Catford, pada tanggal 7 Maret 1966.

Jaksa Sebag Shaw selaku wakil Mahkota menuduh bahwa geng Richardson ingin menegakkan kekuasaan mutlak untuk Charles Richardson atas sejumlah perusahaan penyalur barang-barang hasil pabrik, di mana sebagian besar utangnya tidak dibayarkan kepada yang berhak. Perusahaan-perusahaan itu sendiri sebenarnya juga hanya sebagai latar belakang dan motif untuk sejumlah perbuatan kekerasan yang dilakukan dengan kejam dan berdarah dingin. 

Setelah beberapa orang korban mengajukan kesaksian, salah satu tertuduh, Alfred Berman, tampil dengan pembelaan dirinya. Pembelaannya itu melibatkan hampir semua sesama tertuduh. Berman mengatakan bahwa sebagai pengusaha, dia menaruh minat besar pada tawaran Charles Richardson untuk menanam modalnya di bidang pertambangan di Afrika Selatan. 

Usaha Berman bergerak di bidang perhiasan rambut yang beromzet 300.000 pound setahun. Dia memberikan sahamnya sebanyak 50.000 pound, tetapi belakangan diketahuinya bahwa 30.000 pound dari sahamnya itu masuk kantong pribadi Richardson. Ketika hal ini dikemukakan, Richardson menyatakan bahwa yang benar ialah jumlah itu dipinjamkan kepada Richardson pribadi. Saat menunggu diadili di tahanan, Berman melihat bahwa tanda tangannya ada dalam surat pinjaman 30.000 pound pada Richardson pribadi.

Berman menyangkal tuduhan menuntut uang dari James Taggart dengan ancaman dan mencederai Taggart di kantor Richardson. Sebaliknya, Berman mengatakan bahwa dia hampir pingsan ketika memasuki kantor Richardson. Saat itu ia melihat pemandangan dalam kantor. Taggart dalam kondisi telanjang terikat pada sebuah kursi. Kepalanya bengkak, demikian pula telinga dan matanya. Di mana-mana tampak darah berceceran. Kata Berman, Richardson berteriak-teriak mengatakan apa yang sudah diperbuat Taggart. Berman berjalan terhuyung-huyung mau keluar dari ruangan itu, tetapi dicegah oleh Richardson.

“Belum pernah saya menyaksikan kebencian seperti ditunjukkan Richardson kepada Taggart,” kata Berman. “Frank Fraser memukuli Taggart dengan tang, Charles Richardson sendiri menyepak dan menghajar Taggart. Saya tak berdaya dan tak dapat berbuat apa pun.”

Menjelang akhir peradilan, diungkapkan bahwa ibu dari salah satu anggota juri didatangi oleh dua laki-laki. Mereka berkata jika mengetahui bahwa satu anak laki-laki dari ibu tua itu menjadi anggota juri dan satu anak laki-laki lainnya mempunyai perusahaan. Kedua tamu tidak diundang itu berkata bahwa sebaiknya ada suara lain, bila juri membicarakan keputusannya.

Ketika Hakim Lawton diberi tahu tentang hal tersebut, dia mengatakan bahwa dia sudah diminta perhatiannya untuk dua pendekatan pada dua anggota juri seperti dialami ibu tua itu. Menanggapi hal itu, pihak tertuduh dan pembela mengatakan bahwa pendekatan-pendekatan itu dilakukan oleh pihak jaksa untuk menciptakan prasangka terhadap tertuduh. Hakim Lawton menyatakan jika cukup sulit bagi tertuduh untuk bekerja sama dengan orang luar (agar mengancam anggota-anggota juri). Itu karena tertuduh semuanya sudah ada dalam tahanan sejak Juli sebelumnya. 

Hakim Lawton memerlukan 4 hari penuh untuk membuat kesimpulan dari peradilan yang mengadili perkara geng Richardson. Ketika kesimpulan diperoleh pada tanggal 6 Juni 1967, peradilan Richardson sudah mencatat 42 hari sidang. Selama waktu itu Jean Richardson dinyatakan gugur tuduhannya dan dibebaskan dari tahanan. Tim juri juga mendengarkan kesaksian untuk menunjang 22 tuduhan terhadap tertuduh.

Menurut Hakim Lawton, tiap tertuduh tidak menghadapi tuduhan yang sama. Namun perkaranya perlu dipertimbangkan tertuduh demi tertuduh. Hakim juga berpesan agar apa pun yang dikemukakan Laurence Bradbury dalam pengadilan di Afrika Selatan jangan sekali-sekali dipertimbangkan lagi dalam pengadilan di London ini.

Keputusan juri dikemukakan pada tanggal 7 Juni 1967, setelah tim penentu mengadakan rapat selama 9,5 jam. Pada pukul 20.13 hari itu juga, Charles Richardson dinyatakan bersalah atas kejahatan yang dituduhkan padanya. Kejahatan-kejahatan itu antara lain merampok Jack Duval dengan kekerasan, menyiksa Derek Harris, Bernard Bridges, Benjamin Coulston, dan James Taggart sehingga mereka menderita fisik, dan menuntut uang dengan ancaman.

Edward Richardson dinyatakan bersalah karena menyerang Duval dan menyebabkan sakitnya Coulston. Roy Hall, Francis Fraser, dan Thomas Clark dinyatakan bersalah pula karena menyiksa dan meminta uang dengan ancaman. Tentang Alfred Berman dan James Moody, tim juri tidak berhasil memperoleh kata sepakat antara mereka. Berman dikembalikan ke tahanan setelah hakim melarang juri untuk membahas soal Berman sekali lagi. Namun juri yang sama diminta untuk berdiskusi kembali dan memeriksa kesaksian mengenai Moody sehubungan dengan tuduhannya menyiksa Coulston.

Setelah diskusi yang kedua selesai, tim juri memutuskan Moody tidak bersalah, tetapi Moody juga kembali ke tahanan untuk menunggu sidang atas tuduhan lain. Ia menyerang polisi sewaktu ditahan di Clerkenwell. Untuk tuduhan itu Moody pada tanggal 23 Juni 1967 dihadapkan ke meja hijau. Dia dinyatakan bersalah, tetapi hukuman kurungan yang dijatuhkan padanya sama jumlah harinya dengan lamanya dia ditahan. Maka pada tanggal 23 Juni itu Moody keluar dari pengadilan sebagai orang bebas.

Dalam vonisnya yang menghukum Charles Richardson dengan 25 tahun penjara, Hakim Lawton berkata, “Mendengar kesaksian-kesaksian dalam perkara ini, saya berkesimpulan bahwa Anda yang selama bertahun-tahun menjadi pemimpin geng yang demikian besar. Untuk memenuhi kepentingan material dan melaksanakan hasrat kriminal, Anda tidak segan untuk meneror siapa saja yang menghalangi. Teror itu dilakukan dengan cara-cara terkutuk, sadis, dan menjijikkan. Itu membuat saya malu!

“Keputusan pengadilan harus keras dengan alasan-alasan berikut: pengadilan harus menunjukkan penolakannya atas jalan pikiran Anda. Anda harus disingkirkan agar jangan terjadi kejahatan lebih jauh. Dan harus jelas pula bagi mereka yang berniat menjadi pemimpin geng, bahwa mereka akan dihancurkan oleh hukum seperti Anda sekarang ini.”

Charles Richardson juga dihukum membayar 2/3 dari biaya peradilan, sebanyak 20.000 pon. Edward Richardson dijatuhi hukuman 10 tahun penjara yang harus dimulai setelah hukuman dalam perkara Mr. Smith's Club selesai. Roy Hall juga 10 tahun penjara, dengan catatan dari hakim, bahwa Roy Hall sebenarnya lebih merupakan tokoh yang konyol. Pasalnya, dia sudah sejak masa kanak-kanak dikuasai oleh Charles Richardson. Thomas Clark yang juga dianggap oleh hakim sebagai korban Charles Richardson mendapat 8 tahun.

Vonis untuk Francis Fraser ditangguhkan, sambil menanti penyidangan perkara-perkara lain, di mana dia juga terlibat, di Central Criminal Court. Pada hari 21 Juni, Alfred Berman muncul kembali di Old Bailey. Ia dituduh menuntut uang dari Taggart dengan kekerasan dan menyerang Michael O'Connor di bulan September 1964. O'Connor diserang karena dianggap terlalu intim dengan Nyonya Berman yang sejak lama telah meninggalkan suaminya. Berman keluar dari pengadilan sebagai orang bebas karena dia sudah ditahan lebih dari 10 bulan. Namun, karena kesalahannya tidak membayar pajak dan cukai sebanyak 382 pound, Berman dihukum denda 500 pound dan harus membayar ongkos penjara. 

Tuduhan-tuduhan lain yang juga dikenakan pada Charles Richardson, Jean Richardson, Albert Longman, Roy Hall, Brian Oseman, dan James Kensitt tidak disidangkan. Jaksa Agung menganggap banyak dari peristiwanya sudah disidangkan, sehingga penyidangan lebih Ianjut akan merugikan masyarakat luas. Sidang yang mengenai penyiksaan oleh geng Richardson sendiri sudah memakan biaya lebih dari 150.000 pound. Pengadilan banding yang bersidang pada tanggal 26 Maret 1968 memperkuat keputusan hukuman atas Charles dan Edward Richardson, Roy Hall, Francis Fracer, dan Thomas Clark.

Pada 16 Juni 1967, Francis Fraser, James Thomas Fraser, dan Albert Jong Longman, muncul kembali di Old Bailey dengan tuduhan meminta uang dengan kekerasan dari Glinski (Desember 1961) dan menyerang korban pada kesempatan lain. Tom Fraser dan Longman bisa segera bebas dari tuduhannya itu karena hukumannya disamakan dengan jumlah hari keduanya ditahan untuk tuduhan itu. Francis Fraser yang dihukum 10 tahun penjara dalam pengadilan geng Richardson hanya dihukum membayar ongkos perkara Glinski itu sebanyak 2.000 pound. Robert St. Leger yang juga dituduh menyerang Glinski dan menuntut uang dari Glinski tidak dapat dibuktikan kesalahannya. Tetapi Leger tetap ditahan karena berkomplot untuk menipu Nyonya Eleanor Robertson sehubungan dengan harta milik nyonya tersebut di Pulau Canary. 

Meskipun tokoh-tokoh penting dari geng Richardson sudah berada di dalam penjara, namun pihak polisi masih juga sibuk untuk membayangi sejumlah orang yang oleh geng Richardson diwajibkan membayar semacam upeti, seperti orang-orang yang menyelenggarakan tempat parkir, dan lain-lain.

(John du Rose)

Baca Juga: Cemburu Buta Mantan Menteri

 

" ["url"]=> string(67) "https://plus.intisari.grid.id/read/553806927/charles-richardson-coy" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1693310423000) } } }