Intisari Plus - Setelah istirahat makan siang, Margaret dan kakaknya kembali ke sekolah. Karena sekolahnya berbeda, mereka berpisah di tengah jalan. Namun rupanya hari itu Margaret tidak pernah sampai di sekolah untuk selamanya.
----------
Berawal di Birmingham, Inggris. Di bilangan Aston. Harinya Rabu tanggal 8 September 1965.
Margaret Reynolds berusia 6 tahun dan tinggal di Clifton Road. Saat itu ia mau menempuh hujan lagi untuk kembali ke sekolahnya. Sebelumnya juga dalam kondisi hujan, ia pulang ke rumah untuk makan siang. Susan, kakaknya yang berusia 11 tahun, menggandengnya. Keduanya menyusuri Clifton Road dengan menggunakan payung plastik kecil berwarna hijau.
Dikutip dari hargapangan.id & unlm.ac.id. Sekitar 100 yard dari rumah, mereka berpisah. Susan mengawasi adiknya menyeberang jalan, sampai dia mencapai kios telepon Potters Hill. Susan kemudian berbalik dan berlari menembus hujan menuju sekolahnya sendiri.
Karena hari hujan, tidak banyak orang tampak di jalan. Toko-toko yang hari itu buka, ditutup selama 1 jam. Pemilik dan pelayannya sedang istirahat makan siang. Margaret dan Susan meninggalkan rumah sekitar jam 13:15.
Biasanya sekolah usai pada jam 15:30. Namun pada jam 15:45 Margaret belum tiba kembali di rumahnya. Hal ini membuat Nyonya Reynolds mulai bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Margaret. Margaret lahir di rumah itu, tumbuh dan besar di sana. Kini sudah 2 tahun dia bersekolah, jadi tentunya sudah hafal benar dengan daerah sekitar rumahnya.
Margaret tidak pernah tiba di rumah lebih dari jam 16:00 bila ia pulang sekolah. Jadi kalau sudah lewat jamnya dan Margaret belum juga tiba di rumah, Nyonya Reynolds benar-benar gelisah. Ketika Susan juga tiba di rumah, dan Margaret belum juga, Susan serta-merta disuruh mencari adiknya.
Susan keluar lagi. Ia mengikuti rute Margaret ke sekolah, sambil menanyai orang-orang apakah mereka melihat Margaret. Ternyata tidak seorang pun yang melihat Margaret siang itu. Alangkah kagetnya Susan, ketika ia mengetahui bahwa Margaret tidak kembali ke sekolah setelah makan siang. Susan berlari sekencang-kencangnya pulang.
Nyonya Florence Reynolds tidak dapat percaya. Dia pun segera pergi ke sekolah Margaret. Di sekolah, guru Margaret menegaskan bahwa ia tidak melihat Margaret siang itu setelah makan siang. Nyonya Reynolds kembali ke rumah, namun Margaret belum juga tiba dari sekolah.
Ia lalu melaporkan masalah ini ke pos polisi terdekat di Victoria Road. Nyonya Reynolds mengatakan bahwa Margaret tidak mempunyai alasan untuk tidak ke sekolah atau tidak pulang ke rumah siang itu. Dan sebelumnya Margaret tidak pernah menghilang begitu saja. Sang ibu sama sekali tidak dapat membayangkan di mana kiranya Margaret mungkin berada saat itu.
Catatan tentang hilangnya Margaret di pos polisi Victoria Road berbunyi demikian, “Usia 6 tahun, rambut dikepang dan berponi. Baju luar tweed warna-warni, gaun putih dengan pola bunga biru, kaus kaki pendek, sepatu sandal plastik. Ia membawa payung kecil, dari plastik dengan motif bunga putih.”
Laporan anak “hilang” bukan hal baru di sana. Rata-rata 2 orang anak “hilang” tiap hari. Bahkan pernah dalam satu hari ada 8 atau 9 orang anak sama-sama “menghilang”. Kebanyakan mereka “ditemukan” 2 atau 3 jam setelah dilaporkan “hilang”. Bahkan ada pula yang sudah “ditemukan” sebelum “hilang”.
Tetapi hilangnya Margaret Reynolds benar-benar membuat gelisah. Ia seolah lenyap begitu saja, “seperti menguap”, menurut istilah di sana. Polisi segera melakukan penyelidikan ke daerah di sekitar rumah dan sekolah. Namun mereka tidak menghasilkan apa-apa. Kawan-kawan, tetangga-tetangga, saudara-saudara, semuanya ditanyai. Tempat-tempat bermain diperiksa. Sepulangnya dari tempat kerja, William Reynolds segera membentuk tim pencari yang terdiri dari kawan-kawan dan tetangga-tetangga. Mereka menyusuri jalan-jalan dan lorong-lorong di distrik Aston, mengunjungi rumah semua teman dan murid di sekolah putrinya.
Informasi tentang Margaret disebarkan. Semua upaya sudah dilakukan tapi sampai hari gelap Margaret belum juga muncul. Seluruh anggota polisi dikerahkan untuk mencari Margaret. Anjing-anjing pelacak pun tidak ketinggalan untuk ikut mencari Margaret, di sekolahnya dan di jalan-jalan yang menuju ke sekolah.
William Reynolds sendiri pergi mencari hingga ke jalan-jalan dan lorong-lorong yang gelap sampai fajar menyingsing hari berikutnya. Malam itu tanggal 8 September ia bahkan sama sekali tidak tidur di tempat tidurnya.
Menurut William, Margaret selalu bersikap ramah terhadap siapa pun yang kenal dengannya. Terhadap orang asing yang belum dikenalnya, Margaret biasanya sedikit malu-malu. Tetapi itu hanya terhadap orang asing laki-laki. Margaret tidak pernah malu bertanya tentang jalan kalau ia tersesat. Margaret sudah tahu betul alamat orang tuanya. Ia bahkan sudah mengetahui nomor telepon penting yang harus ia hubungi jika mendapatkan kesulitan.
Di sekolah, polisi mendapatkan keterangan jika Margaret adalah seorang anak yang normal, cerdas, bahagia, dan tidak pernah membolos. Tetapi satu hal pasti, hari Rabu itu dia tidak kembali ke sekolah setelah makan siang. Teman-teman sekolah Margaret juga ditanya, siapa saja teman mainnya, tempat kesukaannya, serta permainan yang disukainya. Tapi tidak seorang pun yang berhasil membantu.
Saat menelusuri rute Margaret ke sekolah, polisi mendapat fakta yang membuat cemas. Seorang petugas parkir di penyeberangan jalan dekat sekolah, Paman Harry, mengenal Margaret dengan baik. Ia memberi informasi bahwa hari Rabu Margaret menyeberang jalan. Tapi setelah makan siang, ia tidak terlihat menyeberang.
Kemudian keluarga Reynolds diperiksa polisi. Seluruh rumah digeledah, dari bawah rumah hingga gudang di bawah lantai. Tujuannya untuk mencari tanda-tanda keberadaan Margaret. Detektif-detektif mencari sisik melik di halaman rumah. Membosankan memang, tetapi semua gerakan yang mungkin dari Margaret diselidiki. Tujuannya adalah untuk mendapat kepastian bahwa Margaret tidak kembali ke rumah, lalu misalnya, ia terjatuh ke dalam lubang yang tidak diketahui.
Dalam waktu yang sangat singkat, kasus Margaret menjadi serangkaian teka-teki yang tak terjawab. Mungkinkah dia membolos dari sekolah? Mengalami kecelakaan? Tersesat di rumah yang bobrok dan tak berpenghuni? Atau ia dibawa oleh gelandangan? Disembunyikan orang? Mungkinkah ia diculik oleh pria atau wanita?
Karena Margaret hilang tidak jauh dari Villa Park, seluruh vila di Aston itu “diacak-acak”, halaman di sekitar rumah. Hujan turun cukup lebat hari Rabu itu. Polisi khawatir, mungkin Margaret mau berteduh, tetapi kemudian terperosok ke bekas ruang bawah tanah atau gudang di bawah lantai rumah. Di area itu, banyak ruang bawah tanah dan gudang di sekitar Villa Park. Jangan-jangan dia terjatuh, lalu pingsan dan terluka. Alhasil, Margaret tidak bisa keluar atau berteriak-teriak minta tolong.
Para tetangga mengais-ais tumpukan sampah dan barang bekas. Semua pemilik mobil di Aston diminta untuk memeriksa garasi mobilnya, jangan-jangan Margaret berteduh di sana karena hujan atau sembunyi begitu saja. Hari Jumat berikutnya seluruh Birmingham penuh dengan poster berisi foto dan keterangan tentang Margaret.
Benar-benar mengharukan, saat Nyonya Florence Reynolds harus menyaksikan pemotretan teman Margaret. Model itu, Sandra James, memiliki perawakan seperti Margaret. Ia mengenakan pakaian serupa dengan yang dikenakan Margaret pada hari Rabu yang nahas itu. Setelah Nyonya Reynolds mengizinkan, lampu-lampu dinyalakan untuk mengambil fotonya yang mirip dengan Margaret.
Polisi mengumumkan ciri-ciri laki-laki yang terlihat bersama-sama dengan gadis cilik yang mirip Margaret. Itu terjadi pada hari Rabu 8 September antara jam 17:00 dan 17:25. Laki-laki itu memasuki sebuah toko agen koran di tempat yang kurang dari 1 mil jauhnya dari lokasi di mana Margaret berpisah dengan kakaknya. Ia membeli jas hujan, sebungkus kerupuk, dan koran. Tapi misteri ini tidak terungkap lebih jauh lagi.
Pihak TV BBC juga memutar film khusus untuk orang tua Margaret dan petugas-petugas polisi senior. Hal itu dilakukan setelah beberapa penonton TV merasa melihat gadis cilik seperti Margaret berada di antara orang-orang dewasa di Trafalgar Square. Gadis itu tampak sedang menonton tari-tarian yang diselenggarakan dalam rangka festival Seni Sekemakmuran. Petugas-petugas polisi metropolitan segera meneliti seantero Trafalgar Square dengan saksama, tetapi mereka tidak berhasil memperoleh jejak Margaret.
Setelah berkali-kali menyaksikan film dari BBC dan mengamati potret-potret yang dibuat oleh wartawan-wartawan, ayah Margaret berkata, “Gadis cilik itu kemungkinan besar adalah Margaret. Persamaannya jelas sekali!”
Untuk menemukan Margaret, begitu banyak tenaga polisi ditarik dari daerah lain untuk membantu polisi di Aston. Namun tidak ada kejahatan yang dilaporkan terjadi setelah Margaret menghilang. Tampaknya seolah penjahat dan penegak hukum sedang melakukan gencatan senjata. Pasalnya, polisi sedang mencari gadis cilik berusia 6 tahun yang hilang.
Hadiah sebesar 300 pounds ditawarkan pada siapa saja yang dapat mengembalikan Margaret dengan selamat pada orang tuanya. Tetapi ternyata bukan uang sebanyak itu yang menjadi pendorong bagi banyak orang untuk turut serta dalam upaya pencarian Margaret. Semua keluarga yang memiliki anak seusia Margaret merasa turut kehilangan, sebab hal yang sama bisa pula terjadi pada mereka. Semua orang ingin membantu. Tetapi bagaimana caranya?
Kesempatan membantu itu tiba pada tanggal 12 September, hari Minggu pertama setelah hilangnya Margaret. Sabtu malamnya siaran TV memberitakan bahwa Polisi Birmingham bisa menggunakan preman untuk membantu mencari Margaret. Begitu berita itu selesai disampaikan oleh penyiarnya, semua telepon di kantor Polisi Birmingham berdering terus semalaman. “Di mana kami harus melapor? Jam berapa? Apa perlu membawa obor?”
Hari Minggu jam 6 pagi kantor Polisi Aston secara harfiah kebanjiran sukarelawan. 2.000 orang menunggu untuk dibagi dalam kelompok-kelompok yang dipimpin oleh polisi. Bahkan sukarelawan itu sudah membentuk tim tersendiri, seperti regu SAR. Tidak sedikit pasangan suami istri, ada juga yang disertai anak mereka yang cukup besar. Mereka semua datang mendaftar sebagai sukarelawan. Agar tidak mengecewakan calon pendaftar lain, polisi mengumumkan lewat radio di siang hari bahwa lowongan sudah ditutup.
Pada hari Minggu itu Kepala Polisi Aston, Arthur Brannigan, menargetkan daerah seluas 6 mil persegi untuk diperiksa dengan saksama. Tetapi dengan banyaknya sukarelawan, pencarian hari Minggu itu bahkan mencapai daerah seluas 18 mil persegi. Karena itu, polisi yakin jika Margaret tidak ada di daerah itu.
Tetapi sebenarnya kemungkinan kecelakaan masih tetap ada. Beberapa orang melaporkan melihat seorang gadis berpayung plastik hijau berjalan-jalan di daerah itu pada jam-jam sekolah. Hal ini menguatkan dugaan bahwa jangan-jangan Margaret memang bersembunyi (main-main) di taman. Adanya hujan yang cukup deras memang agak memperkecil kemungkinan itu. Tetapi untuk mendapat kepastian, polisi dan tim pencari merasa perlu mengeringkan parit-parit, kolam-kolam, gorong-gorong. Termasuk segala macam tempat penampungan dan penyaluran air di sekitar Aston.
Meski Margaret tidak ditemukan juga di tempat-tempat air itu, pengeringan itu mengungkapkan banyak peristiwa kriminal lain. Dasar kolam, gorong-gorong, dan parit ternyata penuh dengan rongsokan sepeda motor, sepeda, mobil, ban serap, dan peti besi yang terbuka.
Ada kemungkinan Margaret tertabrak mobil. Mungkin karena takut, pengendaranya membawa Margaret pergi. Tetapi petunjuk ke arah ini juga tidak ada sedikit pun. Orang mulai menduga, jangan-jangan Margaret dibawa orang jahat dan diperlakukan secara tidak wajar. Lalu ia dibunuh dan jenazahnya dimusnahkan. Untuk menyelidiki hal tersebut, polisi membentuk tim yang terdiri dari 160 orang polisi. Mereka bertugas mengunjungi rumah-rumah di seputar Aston dalam radius seluas 8 mil persegi. Setiap penghuni rumah ditanya perihal aktivitasnya pada hari Rabu 8 September. Tiap penghuni tanpa kecuali dimintai keterangan. Semua keterangan itu kemudian dicocokkan satu sama lain.
Penyelidikan dari rumah ke rumah membutuhkan waktu 6 minggu. Tetapi tidak diperoleh petunjuk yang berarti mengenai keberadaan dan kondisi Margaret. Bahkan polisi bertanya pada orang yang tinggal di luar Aston.
Lalu sesuatu terjadi pada tanggal 30 Desember. Lepas tengah hari Nyonya Tift dari Hollemeadow mengantarkan anaknya Diane dan Ian ke rumah nenek mereka di Chapel Street. Selesai mengantar, Nyonya Tift lalu pulang ke rumahnya. Ia menidurkan anaknya Marie, menyuruh Jean agar menemani adiknya, lalu mengajak Susan dan Rita ke toko yang menyewakan mesin cuci.
Ketika sedang menunggu di depan mesin cuci, Susan berkata pada ibunya bahwa dia baru saja melihat gadis kecil lewat di depan kaca jendela toko itu. “Seperti Diane,” kata Susan. Nyonya Tift tidak terlalu memperhatikan cerita Susan. Ia bahkan mengira jika Susan salah lihat, pasalnya mata Susan memang tidak terlalu awas.
Nyonya Tift sama sekali tidak menyangka bahwa 15 menit setelah berada di rumah neneknya, Ian keluar dari sana. Ia bermain dengan anak tetangga di sebelah rumah orang tuanya. Sedangkan Diane ditinggalkan di tempat neneknya.
Selesai mencuci, Nyonya Tift mendapati jika Ian sudah ada di rumah. Itu tidak aneh sebab memang rumah sang nenek tidak terlalu jauh bagi anak kecil seusia Ian. Ian kemudian diminta untuk menjemput Diane.
“Diane belum tiba di rumah? Ia sudah pulang tadi!” kata sang nenek pada Ian. Ian pulang dan menyampaikan kepada sang ibu jika Diane sudah pulang ke rumah.
Alangkah kagetnya Nyonya Tift, ketika mendapat keterangan dari nenek Diane, bahwa Diane pulang ke rumah seorang diri sekitar jam 3 siang. Pencarian Diane pun dilakukan oleh para kakak dan tetangganya. Tetapi ketika sampai jam 7 Diane juga ditemukan, Nyonya Tift melaporkan masalah itu pada polisi.
Malam akhir tahun dingin sekali. Tim-tim pencari Diane dengan tergesa-gesa segera melaksanakan tugasnya. Diane Tift memiliki ciri-ciri tinggi badan 3 kaki 3 inci, perawakan sedang, mata biru, dan rambut agak kecokelatan. Ia mengenakan baju luar tweed hitam cokelat, penutup kepala pink putih, kaus kaki biru, dan sepatu cokelat. Selain itu Diane juga membawa tas plastik bekas hadiah Natal.
Pencarian Diane Tift berlangsung seperti pencarian Margaret Reynolds. Hasilnya pun sama: tidak ditemukan dalam keadaan hidup. Jenazah kedua gadis kecil itu ditemukan di tempat yang sama.
Pada tanggal 12 Januari 1966, Tony Hodgkiss dari Cannock sedang mencari udara segar dengan bersepeda ke Mansty Gully. Di Mansty Gully itulah Hodgkiss melihat jenazah anak kecil. Hodgkiss segera pergi meninggalkan Mansty Gully untuk melaporkan pada Polisi Cannock. Tetapi baru keesokan harinya tempat penemuan jenazah itu didatangi oleh tim penyelidik dari Scotland Yard.
Lokasinya yang di parit itu sudah cukup menunjukkan adanya pembunuhan. Karena korbannya anak kecil, polisi menduga jika pembunuhnya adalah seorang maniak yang suka mengganggu gadis kecil. Kalau pembunuhnya maniak, mungkin ada korban lain di tempat yang sama. Pasalnya, cara operasi maniak biasanya sama. Maka polisi mengaduk-aduk parit berlumpur tempat ditemukannya jenazah gadis cilik pertama.
Dugaan mereka terbukti. Polisi menemukan satu jenazah gadis cilik lagi. Jenazah yang ditemukan Tony Hodgkiss pada tanggal 12 Januari adalah Diane Tift. Sedangkan jenazah yang ditemukan polisi pada tanggal 13 Januari adalah Margaret Reynolds. Pada kedua jenazah, tepatnya di leher, terdapat bekas-bekas ikatan dengan tali. Pada jenazah Diane Tift terdapat tanda-tanda bekas perkosaan. Diane Tift rupanya sudah meninggal ketika dibuang ke parit di Mansty Gully itu. Dan Margaret Reynolds hanya tinggal kerangkanya saja.
Bagi Tony Hodgkiss, penemuan kedua jenazah gadis kecil itu sangat tidak mengenakkan. Banyak orang menduga jika Tony Hodgkiss adalah pelaku pembunuhan yang kejam itu. Untunglah setelah dicek alibinya, polisi dapat memastikan bahwa Tony Hodgkiss bukan pembunuh kedua gadis kecil itu.
Jenazah Diane Tift dikebumikan pada tanggal 21 Januari. Suami istri Reynolds ikut menghadiri pemakamannya. Margaret baru dikebumikan 3 hari kemudian. Orang tua Diane, Terry dan Irene Tift, harus dirawat di rumah sakit karena menderita tekanan jiwa yang berat.
Pencarian pembunuh Margaret Reynolds dan Diane Tift tentu saja diteruskan, meskipun petunjuk yang semakin lama semakin tidak jelas.
Kemudian pada hari Minggu 14 Agustus 1966, muncul misteri baru di desa kecil Mobberly.
Sehabis makan siang di rumahnya di Bucklow Avenue, Jane Elizabeth Taylor (10 tahun) berganti pakaian. Ia mengenakan kaos biru, jaket biru, celana jeans cokelat, kaus kaki pendek, dan sepatu sandal merah. Ia mau main bola dengan Alan Cavaney, gadis sebaya yang tinggal di sebelah rumahnya. Jane menyambar sepeda Alan adiknya. Ternyata, ia pergi untuk selama-lamanya dan tidak pernah kembali ke rumah.
Sepeda Alan memang ditemukan di Pavement Lane, setengah mil dari rumah. Tetapi tidak ada tanda-tanda ke mana perginya Jane. Seperti kasus Margaret dan Diane, segera dibentuk tim pencari oleh polisi.
Petunjuk pertama datang dari seorang wanita yang sekitar jam 2 siang mengendarai mobilnya lewat Pavement Lane. Dia melihat gadis cilik dengan ciri-ciri seperti Jane berjalan di tengah jalan. Gadis itu diapit oleh dua orang pemuda. Ketika mobil wanita itu mendekat, seorang pemuda menggandeng tangan gadis cilik itu. Lalu ketiganya mundur, agar mobil bisa lewat.
Menurut wanita itu, ketiganya pergi menjauhi tempat di mana nantinya sepeda Alan ditemukan. Mereka menuju ke Knutsford. Wanita itu juga melihat sebuah mobil tua bercat abu-abu yang diparkir di tepi jalan. Menurut wanita itu juga, kedua pemuda yang mengapit gadis cilik itu kira-kira berusia 23 tahun.
Sisik melik lain diberikan oleh teman main Jane, Julie Patmier. Julie mengatakan pada polisi bahwa setahun sebelumnya dia dan Jane pernah dihampiri oleh seorang laki-laki yang mengendarai mobil biru. Saat itu mereka sedang berjalan-jalan di Pavement Lane. Laki-laki itu menawarkan limun dan kue. Julie dan Jane serentak mengatakan ‘tidak mau’ dan terus lari menjauh.
Polisi membandingkan kasus ini dengan kasus Margaret dan Diane. Maka dibuatlah daftar yang isinya tentang kesamaan antara ketiga kasus. Kesamaan itu antara lain:
Benarkah ketiga peristiwa penculikan gadis kecil itu saling berhubungan satu sama lain? Polisi Inggris masih terus mencari pelakunya. Jane Elizabeth Taylor tidak pernah ditemukan kembali.
Sejak hilangnya Margaret Reynolds, polisi sudah menyerukan agar orang tua jangan membiarkan anak-anak mereka, terutama yang masih kecil, berkeliaran di jalan raya tanpa pengantar yang dapat dipercaya. Tetapi seruan tinggal seruan. 3 bulan setelah hilangnya Jane, polisi menemukan beberapa anak kecil berjalan seorang diri di jalan raya.
(Harry Hawkes)
Baca Juga: Ia Hampir Tidak Kembali Hidup
" ["url"]=> string(70) "https://plus.intisari.grid.id/read/553822797/di-mana-margaret-reynolds" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1693310476000) } } [1]=> object(stdClass)#57 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3257670" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#58 (9) { ["thumb_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/04/28/kisah-kelima-belas-panyawat-auit-20220428070738.jpg" ["author"]=> array(1) { [0]=> object(stdClass)#59 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(13) "Intisari Plus" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9347) ["email"]=> string(22) "plusintisari@gmail.com" } } ["description"]=> string(127) "Peti mati membawa tuannya pulang ke rumah. Dua pasang suami-istri pernah dua kali bertemu dalam kondisi sama di tempat berbeda." ["section"]=> object(stdClass)#60 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(7) "Misteri" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(7) "mystery" ["id"]=> int(1368) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(23) "Intisari Plus - Misteri" } ["photo_url"]=> string(113) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/04/28/kisah-kelima-belas-panyawat-auit-20220428070738.jpg" ["title"]=> string(61) "Kematian yang Berselang 157 Tahun dan Pasangan dari Leningrad" ["published_date"]=> string(19) "2022-04-29 10:12:52" ["content"]=> string(7700) "
Intisari Plus - Peti mati membawa tuannya pulang ke rumah. Dua pasang suami-istri pernah dua kali bertemu dalam kondisi sama di tempat berbeda. Pembunuhan seorang gadis terjadi sama persis, tapi berselang 157 tahun.
---------------------------------------
Pemakaman Kembali Seorang Aktor
AKTOR Kanada, Charles Coghlan, jatuh sakit dan meninggal di Galveston, Texas, ketika melakukan perjalanan ke negara bagian Amerika itu tahun 1899. la dimakamkan dalam peti jenazah dari timah yang disimpan dalam sebuah lubang yang "ditutup mati".
September 1900, kurang dari setahun sejak pemakamannya, badai hurricane melanda Galveston, membanjiri pemakaman dan memecahkan tutup lubang tempat peti jenazah Coghland yang kemudian terapung-apung ke Teluk Meksiko, lalu terkatung-katung sepanjang pantai Florida dan memasuki Samudra Atlantik, di mana Arus Teluk membawanya ke utara.
Suatu hari di tahun 1908, beberapa nelayan di Pulau Prince Edward di Kanada, melihat sebuah kotak panjang yang sudah jelek karena lama kena air dan panas matahari, mengapung ke pantai. Kotak itu tidak lain dari peti jenazah Coghland. Mayat aktor itu terapung-apung lebih dari 5.600 km menuju tempat asalnya. Rekan-rekan sepulaunya memakamkan ia kembali di halaman gereja tempat ia dulu dibaptis.
Pasangan dari Leningrad
GEOFF Kenihan dan istrinya, penulis perjalanan Kerry, masuk ke kamar makan Hotel Leningrad dari sebuah pintu, ketika sepasang pria dan wanita lanjut usia, Roger dan Alice, masuk dari pintu lain pada tanggal 2 Agustus 1971. Kedua pasangan ini sama-sama langsung menuju ke sebuah meja kosong di dalam ruangan itu dan berakhir dengan makan semeja. Mereka menikmati makanan hotel itu dan kehadiran kenalan baru mereka. Ketika berpisah, mereka tidak menyangka akan bertemu kembali.
Tanggal 2 Agustus 1972 (perhatikan tanggalnya), Geoff dan Kerry memasuki restoran India di Hotel Oberoi di Singapura. Mereka menuju ke satu-satunya meja yang masih kosong, berbarengan dengan pasangan lain yang masuk bersamaan dari pintu lain dan melakukan hal yang serupa. Pasangan itu tidak lain dari Roger dan Alice yang dulu mereka jumpai di Hotel Leningrad
Kematian yang Berselang 157 Tahun
JANUARI 1889, Elizabeth Bromfield sedang berjalan pulang dari gereja, menyusuri Adelaide Street di Kota Blayney, New South Wales, ketika petir menewaskannya.
Januari 1989, seorang pria di kota itu dituduh membunuh seorang wanita pada bulan itu. Nama korban: Elizabeth Broomfield!
Ada persamaan aneh lain: Dua orang gadis yang umurnya sama, tewas di hari yang sama dan di tempat yang sama, tetapi kedua peristiwa itu dipisahkan oleh waktu 157 tahun. Begini detailnya:
Tanggal 27 Mei 1817, Mary Ashford (20), ditemukan tewas di Erdington, yang ketika itu masih berupa desa kira-kira 8 km dari Birmingham. Tanggal 27 Mei 1974, Barbara Forrest yang berumur 20 tahun, ditemukan tewas dicekik di Erdington, yang kini sudah menjadi pinggiran Kota Birmingham.
Mayat Forrest ditemukan di antara rumput-rumput yang tinggi dekat tempat penitipan anak-anak di mana ia bekerja sebagai perawat, kira-kira 350 m dari tempat mayat Ashford dibuang. Tanggal 26 Mei pada tahun 1817 dan 1974 bukan cuma sama-sama hari Senin, tetapi juga hari yang disebut Whit-Monday, Senin ketujuh setelah Paskah.
Pola kegiatan kedua gadis itu sesaat sebelum dibunuh juga mirip. Keduanya mengunjungi seorang teman sore itu, di mana mereka berganti pakaian untuk pergi ke pesta dansa. Keduanya diperkosa sebelum dibunuh. Mereka tewas kira-kira pada waktu yang sama.
Pria yang ditangkap untuk kedua peristiwa itu bernama Thornton! Kedua-duanya dibebaskan. Jadi, kedua kasus itu tetapi tidak terpecahkan
Pakar Terkecoh
DELAPAN belas pejabat senior pada Departemen Kesehatan menghadiri sebuah konferensi yang disertai makan malam awal tahun 1992 dan mereka semua terserang keracunan makanan!
Kisah-kisah Penuh Api
DALAM kebakaran di Kalifornia tahun 1993, sutradara film Inggris, Duncan Gibbins, tewas terbakar saat mencoba menyelamatkan kucing siamnya. Gibbins pernah membuat tiga film yang laris. la ikut menulis The Third Degree Burns (Luka Bakar Tingkat Tiga/1989), menyutradarai Fire with Fire (Api dengan Api/1986), dan ikut menulis serta menjadi sutradara Eve of Destruction (Malam Sebelum Penghancuran 1991). Seperti yang tercermin dari judul-judulnya, semua ada hubungannya dengan api dan penghancuran. Kucing siam Gibbins kemudian ditemukan selamat, tapi luka terbakar.
Kotak Korek Api Emas
KETIKA Raja Edward VII dari Inggris masih muda dan masih bergelar Prince of Wales, ia seorang pemburu rubah yang mahir. Salah seorang yang sering menjadi teman berburunya adalah seorang aktor bernama Edward A. Sothern. Suatu hari, sebagai tanda penghargaan dan kasih, pangeran memberi temannya sebuah kotak korek api dari emas, yang dirancang untuk dikaitkan pada rantai arloji.
Sothern selalu membawa kotak korek api itu ke mana pun ia pergi. Namun, suatu hari, saat berburu ia terlempar dari kudanya dan kotak itu hilang walaupun sudah dicari dengan saksama. Sothern menyuruh buat duplikatnya dan lama kemudian menghadiahkannya kepada putranya, Lytton.
Lytton Sothern pun seorang aktor. Dalam perjalanan keliling Australia, ia memberikan kotak duplikat itu kepada seorang temannya yang bernama Labertouche.
Di Inggris, saudara laki-laki Lytton, George, yang senang berburu rubah seperti ayahnya, sedang menunggang kudanya ketika ia bertemu dengan seorang petani tua yang tanahnya dipakai berburu. Ketika mengetahui bahwa George adalah putra Edward A. Sorhern, petani itu menunjukkan kepadanya kotak emas yang hilang 20 tahun sebelumnya dan baru saja ditemukan seorang buruh tani pagi itu, ketika sedang membajak.
Lytton dan saudara laki-laki George, Edard H. Sothern, yang merupakan aktor ketiga dalam keluarga mereka, sedang berkeliling Amerika ketika peristiwa ini terjadi. George merasa peristiwa ini cukup penting untuk disampaikan kepada Lytton dalam surat.
Ketika Edward membaca surat itu, ia sedang dalam perjalanan bersama aktor lain, Arthur Lawrence, yang baru pertama kali itu bertemu dengannya. Ia menceritakan peristiwa aneh itu kepada Lawrence dan merasa sangat ingin tahu bagaimana nasib kotak duplikatnya.
Betapa tercengangnya dia ketika Lawrence mengayun-ayunkan rantai di hadapannya. Di rantai itu tergantung kotak korek api dari emas yang diberikan Labertouche kepada Lawrence