Intisari Plus - Selama 1,5 tahun polisi berkutat dengan beberapa kasus perampokan bersenjata. Hingga suatu hari seorang anak remaja menemukan karung dan tidak sengaja menonton episode Crimewatch. Temuannya itu pun menjadi titik terang bagi polisi untuk menangani kasus perampokan tersebut.
------------------
Sore itu, 16 November 1985, Andy (14) bermaksud menyetel kaset video musik Top of The Pops. Secara tak sengaja ia keliru memutar kaset lain. Yang dilihatnya di layar TV malah rekaman episode Crimewatch dari Stasiun BBC.
Semacam program Wanted ini adalah pencarian buronan dengan cara menayangkan rekonstruksi sebuah peristiwa kejahatan, agar pemirsa mau melaporkan keberadaan si tersangka. Di situ tergambar perampokan bersenjata. Pelakunya mengikat sebuah kotak peledak berkendali jarak jauh di punggung seorang sandera.
Tertarik dengan benda aneh di punggung itu, Andy me-rewind lagi pas adegan tersebut. Benar! Rasanya ia pernah melihat benda itu beberapa waktu lalu."
Masih jelas dalam ingatannya, beberapa bulan lalu ketika bermain dengan teman-temannya ia menemukan karung sampan tergeletak di trotoar depan sebuah rumah di Broxbourne, Hertfordshire, London, tak jauh dari tempat tinggalnya.
Isinya macam-macam: topeng, rambut palsu, lem, sebuah penerima radio kecil, dan perangkat elektronik rakitan tangan. Iseng-iseng beberapa isi karung itu dibawanya pulang. Andy tertarik dengan perangkat elektronik yang sepintas mirip dengan yang dirangkai di mobil balap mainannya.
Malang, sang ibu keburu melihat temuan itu dan menyuruh Andy membuangnya. Benda inilah yang dilihatnya dalam rekaman Crimewatch tadi.
Atas inisiatif ibunya, mereka menelepon polisi. Tanpa disengaja, temuan Andy memberi petunjuk berharga bagi polisi yang sudah 1,5 tahun berkutat menyelidiki kasus itu.
Modus operandi sama
Sepanjang tahun 1985 serangkaian perampokan bersenjata telah membuat polisi dari Flying Squad di London sangat sibuk. Sasarannya beragam: bank, perkantoran, mobil barang, dan kantor pos.
Jumat pagi, 13 September 1985, sekawanan perampok menyatroni Imperial Cold Stores, toko perlengkapan rumah tangga di Tottenham. Kebetulan toko itu masih sepi. Cuma ada beberapa staf dan Fred, satpamnya. Dua orang menyerbu masuk.
Fred yang sedang membuat teh ditodong senjata. Mereka mengancam dan menyuruhnya duduk di meja dekat jendela menunggu datangnya mobil barang. Jantung Fred berdetak keras. Sejam kemudian mobil yang ditunggu tiba.
Pengemudinya mengangguk pada Fred, yang kemudian cuma membalas dengan senyuman, tanpa bisa berbuat apa-apa di bawah ancaman senjata. Setelah petugas pengiriman barang itu masuk, mereka disergap. Seorang dari mereka dijadikan sandera dan punggungnya dipasangi bom yang dikendalikan dengan pengendali jarak jauh.
Beberapa menit kemudian, direktur perusahaan itu tiba. Dia ditarik paksa dari mobilnya dan sebuah tembakan peringatan diletupkan tepat di sisinya. Perampok kabur dengan kendaraan majikan Fred setelah terlebih dulu melepas bom di punggung sandera. Mereka berhasil menyikat uang senilai Rp 315 juta.
Peristiwa ini serupa dengan tiga usaha perampokan lainnya di Hertfordshire dalam 6 bulan terakhir. Pada 24 April, di Enfield Crematorium, tiga orang bersenjata menyandera staf sebuah pabrik yang sedang menunggu mobil barang. Sial, karena ada perubahan jadwal pengiriman mereka terpaksa pergi dengan tangan hampa.
Pada 3 Mei, di Cross & Herbert, Hodesdon, dua orang bersenjata menyandera pegawai pabrik yang tengah menunggu setoran uang dari penjualan barang. Pada saat itu awak kendaraan merasa waswas karena tempat yang didatangi terlalu sepi.
Mereka pun tidak jadi melakukan penyetoran. Perampokan pun urung terjadi. Upaya mereka diulangi lagi tanggal 27 Juni di Amtico, Enfield, tapi juga gagal lantaran yang ditunggu tak jadi datang.
Ada kesamaan modus operandi pada kejahatan-kejahatan di atas. Beraksi pada pagi hari, sasarannya selalu kendaraan barang, serta pelaku maupun senjata yang dipakai sama.
Menyusul perampokan Tottenham yang mendapat banyak perhatian media, pengelola program Crimewatch menelepon Detective Constable Kevin Shapland dari Flying Squad, menawarkan untuk memfilmkan rekonstruksi perampokan tersebut.
Flying Squad adalah kelompok polisi elite yang khusus dibentuk pemerintah Inggris untuk penanganan tindak kriminal. Dengan empat kantor di seluruh kawasan London, anggotanya terdiri atas 140 petugas, hasil seleksi ketat dari 4.000 polisi pilihan di Inggris.
Film rekonstruksi perampokan di Tottenham akhirnya ditayangkan 14 November 1985. Namun jumlah penonton saat ditayangkan ternyata lebih sedikit daripada biasanya, akibat kontes Miss World ditayangkan pada saat yang sama di ITV. Orang yang menelepon ke studio pun cuma 60. Padahal biasanya rata-rata ada 150. Itu pun tidak ada yang memberikan informasi berarti.
Tak lama setelah Andy menelepon, Detektif Kevin Shapland datang menemuinya. Informasi Andy yang begitu detail tentang kotak bom dan isinya amat menarik perhatian Kevin. Nama rumah tempat barang bukti itu ditemukan Andy adalah Emerald.
Tanpa banyak kesulitan identitas pemiliknya segera bisa diketahui, David dan Rita Croke. Ternyata mereka penghuni baru. Pemilik lamanya telah pindah ke rumah lain yang lebih besar, juga di Broxbourne.
Mereka mengelola perusahaan elektronik dan bangunan di Highbury. Informasi ini membuat polisi mencurigai pemilik lama rumah itu. Polisi segera membentuk tim khusus untuk menguak kejadian ini.
Pada 11 Desember 1985, hampir 4 minggu setelah Crimewatch ditayangkan, terjadi perampokan lagi di Armaguard Security Depot, Essex. Menurut pengakuan para saksi, sehari sebelum kejadian, sekitar pukul 19.00, Joe, satpam Armaguard, disandera di rumahnya.
Tiga penjahat bersarung kepala menyekap istri dan anaknya. Kepada Joe perampok menyatakan, "Anda tahu apa yang kami inginkan? Antarkan kami ke kantor Anda besok dan bukakan brankas."
Para penjahat memperlihatkan kotak bom waktu dengan lampu merah yang dikendalikan dari jauh. Benda maut ini akan dipasang pada salah seorang anggota keluarga Joe. Jika keinginan mereka tak dituruti, bom akan diledakkan.
Memang, tak ada jalan lain bagi Joe untuk membebaskan diri selain bekerja sama dengan kedua perampok yang menginap di rumahnya, sepanjang malam.
Esoknya, ketika mereka meninggalkan rumah pada pukul 05.30, bom telah dipasang di bawah jok mobil Joe. Istri dan anak perempuan Joe ditinggal dalam keadaan terikat agar tak bisa kabur. Joe mengendarai mobilnya ke kantor sementara perampok membuntutinya.
Akhirnya, di bawah todongan senjata Joe terpaksa menyerahkan uang perusahaannya dari brankas kepada perampok nekat tersebut. Bahkan sebelum perampok kabur, Joe dan salah seorang teman sekantornya dimasukkan ke dalam ruang besi dan pintunya dikunci. Uang sekitar Rp 1,7 miliar raib seketika.
Perampok meledek polisi dengan menyisihkan ‘hadiah’ sebuah bom yang masih menempel dalam mobil Joe. Ini merupakan kasus perampokan terbesar di wilayah Essex, London.
Giliran Shields jadi sasaran
Dua bulan kemudian, dalam perjalanan pulang Detektif Kevin Shapland lewat Emerald. Terlihat ada tiga mobil parkir di depannya, sebuah Audi GT, Porsche, dan Nissan Sunny Estate. Melihat pelat nomornya, dia tahu Nissan tersebut milik Dolly Ince, istri George Ince yang pernah dipenjara karena merampok.
Ternyata mereka tinggal bersama. Kecurigaan polisi terhadap pemilik lama Emerald pun gugur. Kini, perhatian dialihkan ke penghuni sekarang, David dan Rita Croke.
Tujuh tahun lalu David Croke (43) pernah dihukum lantaran mencuri. Rita yang dua belas tahun lebih tua, dinikahinya sejak 15 tahun lalu. David yang drop-out sekolah pada usia 14 tahun tanpa kecakapan tertentu, iseng-iseng bekerja sebagai sopir. Saat itu dia tidak punya pekerjaan tetap.
Sejak pertengahan April 1977 - Februari 1985, dia tinggal di flat pemerintah di Edmonton, London. Setelah itu ia pindah ke Emerald, yang dibelinya secara tunai sekitar Rp 300 juta. Transaksi inilah yang mengundang kecurigaan polisi. Bagaimana seorang pengangguran bisa beli rumah semahal itu.
Akhir Juli, mobil Golf GTI hijau terlihat di jalan masuk Emerald. Pemiliknya diketahui bernama Donald Barret, mantan napi kambuhan yang tiga tahun lalu keluar dari bui.
Dalam penyelidikan kasus ini anggota tim polisi bertambah dengan masuknya Inspektur Detektif Duncan MacRae. Saat itu, polisi belum tahu apa yang hendak dikerjakan. Tapi seminggu kemudian, tanda-tanda aktivitas mereka mulai terlihat.
Suatu sore Barret tiba di Emerald dengan Golf GTI hijaunya. Dia masuk sebentar, lalu keluar bersama David Croke. Keduanya masuk ke mobil Golf itu. Barret yang mengendarainya.
Tim pengintai segera membuntuti, meluncur ke arah London melalui pusat kota dan menuju Battersea. Sasaran mereka kompleks industri. Polisi menunggu di luar kompleks. Mereka melihat mobil tadi dikendarai perlahan mengitari blok itu dan keluar lagi.
Di sana terdapat gudang milik perusahaan pengiriman uang dan surat berharga yang bernama Shields. Polisi curiga perusahaan ini bakal menjadi sasaran perampokan. Pengamatan dan pengintaian intelijen beberapa hari memastikan hal itu.
Seorang detektif yang bertugas mengamati gudang itu melihat mobil Golf hitam diparkir di pintu masuk depan. Mobil ini sebelumnya juga pernah berada di jalan masuk Emerald.
Diketahui, pemiliknya bernama Alan Turner yang tinggal di Essex. Rupanya dia satpam Shields. Belum diketahui apa tugasnya. Begitu juga apakah dia bergabung dengan komplotan itu atau tidak.
Inspektur Duncan MacRae menggelar pertemuan mendadak untuk membicarakan strategi penggerebekan. Tugas pertama, menentukan pos pengintaian sekitar kompleks industri yang memungkinkan mereka melihat gerbang utama Shields.
Titik utama yang menguntungkan adalah sebuah pub yang letaknya beberapa puluh meter dari gudang. Untuk melihat yang datang dan pergi, dipakailah sebuah pos polisi tua di persimpangan Battersea Road, satu-satunya jalan ke kawasan industri tersebut.
Sebuah sekolah yang letaknya memungkinkan untuk melihat halaman utama gudang dijadikan pos observasi berikutnya. Kebetulan saat itu liburan sekolah.
Sesuai dengan waktu yang diperkirakan, setiap orang harus siap di posisi masing-masing. Tahu-tahu terbetik kabar, Barret terbang ke Portugal bersama keluarganya. Alhasil, petugas polisi terlantar selama 2 hari.
Minggu, 10 Agustus, Barret riba kembali di Heathrow, sendirian. Tim penyelidik membuntutinya ke Emerald, tempat dia bertemu David Croke.
Mereka segera ke rumah Alan Turner di Essex. Diduga ini perundingan terakhir. Mereka berkumpul sampai pukul 22.00. Croke dan Barret kembali ke Emerald. Tapi hujan badai di Hertfordshire malam itu menyulitkan tim pengintai melihat gerak-gerik mereka.
Sementara itu, di stasiun polisi Lambeth, Detektif Kevin Shapland sudah menyelesaikan briefing terakhir kepada anggota tim. Operasi bersenjata akan dilancarkan sepanjang malam itu.
Petugas Blue Berrets, unit senjata api taktis, ditempatkan di sekitar gudang, karena keterampilan mereka dalam penanganan sandera dan senjata api diperlukan. Para petugas terampil dalam pengintaian berkendaraan juga disiapkan. Total yang bertugas malam itu, 80 personel.
Serba tak menentu
Tanda-tanda bakal terjadi sesuatu terlihat pada pukul 04.20, ketika lampu luar Emerald menyala. Donald Barret dan David Croke keluar, masuk ke mobil menuju garasi terbuka.
Dengan kendaraan yang tak biasa mereka pakai, yakni mobil barang Ford Escort biru, meluncur menuju Battersea. Keduanya mengenakan pakaian gelap, berdasi, dan membawa radio.
"Saya berada di pos pemantauan jalan utama Battersea. Ketika melihat mereka dalam perjalanan, lambung saya mual. Adrenalin mulai terpompa, dan saya cuma berharap segala sesuatunya akan berjalan sesuai rencana," kenang Kevin Shapland.
Pukul 05.45 Alan Turner tiba di gudang dengan Golf-nya dan beberapa menit kemudian, dia ngobrol dengan temannya yang memarkir kendaraan di sebelahnya. Turner tampak gugup. Dia mondar-mandir dan merokok terus.
Sepuluh menit kemudian, Ford Escort biru dengan Barret dan Croke di dalamnya tampak membuntuti sebuah mobil Vauxhall, berisi seorang pegawai Shields. Mereka melaju ke daerah sasaran.
Vauxhall berhenti di luar gerbang masuk. Pengemudinya keluar, disambut Turner dan temannya. Ford Escort biru perlahan menghampiri mereka. Inilah saatnya melakukan penyerbuan. Setiap orang siap siaga dan menunggu. Tapi mobil barang biru malah pergi. Atmosfer ketidakpastian menggelayut di pos-pos pengintaian polisi.
Sementara itu Turner dan temannya telah masuk bersama pegawai Shields. Beberapa saat kemudian keluar lagi. Turner berjalan menuju mobil barang putih di dekat gerbang utama.
Dia membawa sesuatu mirip kotak sepatu, dan dimasukkan dari pintu belakang mobil. Dia kemudian melompat ke ruang kemudi. Temannya menuju tempat duduk penumpang dan mereka menghidupkan mesin.
Sampai di sini polisi masih belum bisa bertindak. Turner 'kan satpam perusahaan itu. Tak ada yang tahu persis apa yang terjadi. Perampokan atau bukan.
“Kami menghadapi persoalan nyata dan pelik. Ada sebuah kendaraan, mungkin berisi uang atau emas di dalamnya dan dua orang bersenjata. Tapi ada juga satpam. Kami belum bisa berbuat lebih Ianjut, selain harus membuntuti mereka," ungkap inspektur kepala Detektif Peter Gwynn.
Detektif Kevin Shapland segera bergabung dengan unit pengintai di jalan utama. Ford biru, dengan Barret dan Croke di dalamnya, membuntuti mobil barang putih.
"Kami di belakang pada jarak tertentu. Barret mengenakan wig dan kacamata. Saya tak tenang. Semuanya mungkin terjadi. Kami tahu mereka bersenjata, dan situasinya dapat berpotensi menjadi bahaya," aku Shapland. Konvoi ini mengitari Hyde Park Corner dan naik ke Edgware Road menuju jalan raya Ml.
Pada saat bersamaan, helikopter polisi metropolitan juga telah disiapkan di pangkalan heli Battersea. Kalau perampok keluar area, helikopter dengan perlengkapan komunikasi canggih ini dapat diperintahkan membantu operasi.
Memberi selamat
Tiba-tiba mobil barang putih keluar menuju kawasan wisata, Newport Pagnell, Escort biru tetap mengikuti. Waktu menunjukkan pukul 07.45. Turner memarkir mobil barang, keluar, dan berjalan menuju restoran.
Mobil-mobil polisi pengintai tetap mengawasi tersangka. Mereka dapat melihat Croke dan Barret berbincang dengan Turner di luar pintu masuknya. Kelihatannya pertemuan ini telah direncanakan.
Saat Turner berjalan kembali menuju mobil barang, dia diikuti oleh Croke dan Barret. Nampaknya dalam detik-detik ini ‘aksi’ terjadi. Tapi karena teralang mobil barang, polisi tak bisa melihatnya.
Lokasi juga menyulitkan tim pengintai, karena bila melakukan penyergapan di tempat terbuka akan membahayakan umum. Kenyataan bahwa para tersangka sebelumnya pernah menyandera, menembakkan senjata, dan menggunakan bom merupakan pertimbangan utama.
Tak berapa lama kemudian mobil barang putih terlihat meninggalkan tempat parkir. Namun sekarang, yang mengendarai David Croke, bukan lagi Alan Turner. Barret dengan mobil barang biru menguntit rapat di belakangnya. Nah, kelihatannya perampok telah beraksi. Polisi harus bertindak.
Petugas tahu bahwa lokasi penyergapan terbaik adalah jalan kecil yang arahnya menjauhi jalan raya. Tapi waktunya terbatas. Konfrontasi di jalan utama dapat berakibat fatal, maka baru ketika kedua mobil barang bergerak menuju jalan raya, perintah penyergapan diberikan.
Kendaraan pengintai, yang diparkir di tempat tersembunyi, dipacu untuk menghadang mobil barang putih. Dalam sebuah baku tembak singkat, para penjahat bisa ditangkap.
Dari mobil mereka ditemukan sebuah revolver 0.32, pisau lipat, dan kaleng gas CO. Di dalam kotak sepatu ditemukan batangan emas lantakan. Dalam hiruk pikuk itu, Barret mencoba melarikan diri dengan mobil barang biru, tapi dengan tangkas Detektif Shapland berhasil meringkusnya.
Rupanya Barret masih mengenali para penangkapnya. Saat ditangkap dia malah memberikan ucapan selamat kepada petugas tersebut.
Dua orang petugas satpam Shields terlihat menutupi kepalanya, wajahnya merunduk ke lantai mobil barang. Walaupun Turner jelas-jelas ikut dalam suatu ‘aksi perampokan’ bersama Barret dan Croke, polisi tetap belum tahu sampai seberapa jauh keterlibatan mereka. Keempatnya segera dibawa ke kantor polisi Milton Keynes.
Siang harinya, pukul 14.00, petugas lain diperintahkan menggerebek Emerald dan menangkap Rita Croke. Dari wanita ini petugas berhasil menyita sebuah tas berisi senjata genggam Reck 0.65, beberapa butir peluru, peluru gas, kacamata, dan surat-surat berharga. Tas lainnya berisi sarung pistol, peluru, topi, dan pakaian.
Pengakuan mantan napi
Untuk mendapatkan pengakuan bahwa komplotan itu juga bertanggung jawab atas serangkaian perampokan sebelumnya, dalam proses penyidikannya, Flying Squad meminta bantuan Barret, si mantan napi tersebut.
Dari catatan polisi, Barret ternyata pernah dijadikan informan polisi pada tahun 1980, setelah mendapat pengurangan hukuman penjara. Dari keterangan Barret diketahui, perampokan Shields sudah direncanakan dengan cermat dan dipersiapkan dalam waktu setahun.
Bahkan kelompok ini membutuhkan waktu beberapa bulan untuk menetapkan tanggal beraksinya. Saat itu Alan Turner baru saja mulai bekerja di Shields. Waktu yang tepat adalah ketika Turner bertugas mengantar batangan emas dengan mobil barang.
Padahal saat itu Barret berlibur bersama keluarganya. Karena rencana perampokan itu, Croke meminta Barret pulang untuk membantu aksi itu. Dari pengakuannya, nampak bahwa David Croke adalah otak kelompok ini. Namun, Croke tidak waspada. Barret rupanya masih terus diawasi polisi.
Dalam penyelidikan selanjutnya, Barret mengakui kelompoknya juga bertanggung jawab atas peristiwa perampokan Armaguard.
"Sebelumnya mereka akan memilih satpam Bill untuk dipakai. Tapi belakangan, setelah menyelidiki Bill dan rumahnya, Croke menggantikannya dengan satpam lain, yakni Joe," jelas Barret. "Kotak plastik dengan sebuah sakelar lampu merah yang disebut-sebut sebagai bom itu sebenarnya cuma mainan," tambahnya.
Dari hasil berbagai perampokan itu David Croke punya vila dan kapal di Malta. Bukti pendukung juga didapat dari data forensik. Selama perampokan Armaguard, kabel yang berhubungan dengan pagar di sekeliling gudang diputus.
Ketika polisi menyelidiki Emerald, beberapa bulan kemudian mereka menemukan sebuah pemotong kabel. Juga sebuah sarung kepala ditinggal di TKP. Wig yang dikenakan Barret ketika ditangkap cocok dengan rambut yang ditemukan di sarung kepala.
Pakai nama samaran
Fakta demi fakta akhirnya terungkap dari interogasi terhadap Barret. Anggota ketiga komplotan ini adalah Glen Armsby. Dia tinggal dengan saudara perempuan Rita Croke. Dave dan Glen punya sejumlah rekening bank dan saham di building societies.
Tapi sekembali dari Malta, Dave mentransfer uangnya ke bank di Irlandia dengan alasan bunganya lebih tinggi. Rekening David Croke di Bank of Ireland, Seven Sisters Road ini, terdaftar atas nama T. Moore.
"Saya punya beberapa cek yang ditandatangani Croke dengan nama T. Moore," jelas Barret. Dari hasil perampokan Armarguard, Croke menerima bagian sekitar Rp.500 juta.
Pengakuan ini didukung temuan polisi, sebuah koper milik Croke di Emerald berisi surat berharga yang dibubuhi nama T. Moore. Ketika polisi mengecek di banknya, mereka melihat bukti tertulis dalam rekening, slip pembayaran dan cek, yang lagi-lagi membuktikan segala sesuatu yang diceritakan Barret.
Perampokan toko peralatan rumah tangga di Tottenham, juga melibatkan Glen Armsby dan David Croke. Dave-lah yang mengawal petugas pengirim barang, sementara Barret menangani direktur toko itu.
Tiga karyawan yang hendak melawan dibereskan oleh Glen. Sedangkan yang memindahkan uang ke mobil Fred adalah Dave, lalu Glen yang mengendarainya. Sementara Barret dan Dave mengawal dari belakang untuk menghadang bila ada yang mengejar mereka. Dari hasil perampokan ini, masing-masing kebagian Rp 100 juta.
Total kejahatan yang telah mereka lakukan sebanyak 23 kali. Di antaranya ada yang sudah terjadi 3 tahun lalu. Barret diinterogasi setidaknya selama 9 bulan. Kasusnya dilimpahkan ke pengadilan pada April 1988. Di pengadilan, informan yang kambuh jadi perampok sejak usia 12 tahun ini berbicara dengan sangat lancar.
Sebaliknya, David Croke menolak menjawab setiap pertanyaan mengenai tuduhan terhadapnya. Akhirnya, karena bukti-bukti amat kuat, dia dinyatakan bersalah telah melakukan 9 kali perampokan, termasuk di Tottenham, Armaguard, dan Shields. Dia dihukum 23 tahun.
Walaupun Glen Armsby mengakui terlibat dalam perampokan Tottenham, polisi memusatkan tuduhan pada kasus paling serius, perampokan Armaguard. Untuk ini, dia dihukum 15 tahun penjara. Alan Turner dihukum 7 tahun dan Rita Croke dikenai hukuman percobaan.
Sementara itu Barret dinyatakan bersalah melakukan 23 tindak kejahatan. Setelah hakim mempertimbangkan hukuman selama 24 jam, esok paginya dia memberi Donald Barret hukuman 16 tahun penjara.
Ketika persidangan berakhir, 8 orang menerima hukuman penjara total 71 tahun. Bagi Detektif Kevin Shapland, ini merupakan sukses pribadi yang besar. "Semua ini terjadi karena sebuah laporan anak laki-laki 14 tahun yang, karena perjalanan nasib, telah melihat video Crimewatch. Tanpa informasinya kami takkan pernah melihat rumah di Broxbourne itu." (Liz Mills)
" ["url"]=> string(73) "https://plus.intisari.grid.id/read/553350054/untung-andy-menemukan-karung" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1656424842000) } } }