Intisari Plus - David Paul sebenarnya pria yang simpatik. Perawakannya kecil, usianya 50 tahun. Dia tinggal di Newton Avenue, Camden, New Jersey. Tiap minggu bersama istrinya dia pergi ke Gereje Metodis Episkopal.
Sudah enam tahun, sejak 1914, Paul menjadi kurir Broadway Trust Company, sebuah bank di Camden. Meskipun sudah jutaan dolar diangkutnya, tak pernah dia dicurigai mengutip sepeser pun.
Ke mana David Paul?
Hari itu hari Selasa, 5 Oktober 1920. Tiap Selasa Paul sudah punya rute tetap. Pukul 13.00 ia meninggalkan Broadway Trust, beberapa menit kemudian tiba di First National Bank of Camden untuk mengantarkan cek. Lalu dia naik feri menyeberangi S. Delaware ke Philadelphia.
Di sana dia mengantarkan uang kontan dan cek lagi ke Girard National Bank. Selasa itu Paul berangkat dari Broadway Trust pada jam yang biasa, mampir di First National Bank sesuai jadwal, lalu meneruskan perjalanan dengan membawa kantung berisi AS $ 40.000 dalam pecahan dua puluhan dan AS $ 42.000 dalam bentuk surat-surat berharga.
Biasanya sekitar pukul 14.00 dia sampai di Girard National, tapi sore itu tidak. Kasir di sana menunggu sampai pukul 14.15, lalu menelepon Broadway Trust. Petugas di sana heran sekaligus cemas. "Akan kami periksa," katanya, "ya, segera. Pasti ada apa-apa dengan Paul. Mungkin kecelakaan."
Bank memberi tahu jaksa daerah Camden County, Charles A. Wolverton. Wolverton memberi tahu kepada detektif daerah itu, Larry Doran, yang segera melakukan menyelidikan. Ternyata semua orang di pelabuhan feri kenal pada Paul.
Mungkin karena sudah begitu rutin dia pulang-balik dengan menumpang feri. Selasa sore itu tidak ada penjual tiket atau awak feri yang ingat telah melihat dia. Jadi Detektif Doran cuma bisa menyimpulkan: Paul belum tiba di pelabuhan feri.
Ketika gambaran tentang David Paul ditanyakan ke rumah sakit, mereka bilang tidak ada korban kecelakaan yang masuk sore itu. Ny. Paul dihubungi. Katanya, pagi itu suaminya tampak biasa-biasa saja. Sepengetahuannya, Paul tidak menderita amnesia, lupa mendadak.
"Saya yakin tak mungkin dia melarikan uang," tambahnya. "Kalau suami saya hilang, pasti karena diculik. Saya percaya 100% kepada David."
Sepanjang sore Doran mengecek beberapa blok yang menurut perkiraannya dapat dipakai sebagai tempat menghilang oleh Paul. Semua orang, dari pedagang, polisi lalu lintas, bahkan tukang semir sepatu kenal dengan David Paul.
Tapi tak seorang pun dari mereka melihat David Paul setelah lewat tengah hari. Diculik? Masa! Sebagai kurir bank, Paul mendapat izin membawa senjata revolver .38.
Bagaimana mungkin orang yang waspada, berbadan sehat, dan bersenjata dapat diculik di jalan yang penuh dengan kenalannya, yang pasti siap menolong kalau melihat Paul diapa-apakan orang?
Mungkin ini kasus melarikan uang, pikir Doran. Dia menemui petugas di Broadway Trust untuk minta foto dan sidik jari David Paul. Selain foto dan sidik jari, orang yang melamar pekerjaan ke bank itu diminta menyerahkan surat-surat rekomendasi dari mantan bosnya sejak tahun 1900.
Menurut para mantan majikannya, David Paul pegawai yang balk dan setia. Pokoknya, Paul tidak menampakkan citra seorang pencuri sama sekali.
Doran menyerahkan foto dan sidik jari itu kepada asistennya untuk diperbanyak dan disebarkan ke stasiun kereta api dan terminal bus di seluruh New Jersey, lalu ke kantor polisi di seluruh Amerika Timur.
Lengannya digendong perban pembalut
Sementara itu Detektif Doran melanjutkan penyelidikan di daerah sekitar First National Bank, tempat terakhir kalinya orang melihat Paul. Ternyata penjaga pintu utama punya keterangan yang berguna.
"Ya, saya ingat melihat dia masuk dan keluar dari bank sekitar pukul 13.10. Waktu meninggalkan lobi, dia berjalan Bersama-sama tukang pos, yang waktu itu baru saja mengantarkan kantung surat.”
“Saya ingat betul melihat David Paul. Soalnya, tangan kirinya digendong dengan perban pembalut. Saya bertanya, kenapa. 'Ah, tak apa-apa, kok,’ cuma begitu jawabnya sambil tersenyum, lalu pergi."
Keterangan itu mengherankan, karena baik Ny. Paul maupun atasan-atasannya di Broadway Trust tidak menyebut-nyebut soal perban. Doran ke kantor pos besar, minta bertemu dengan tukang pos yang rutenya termasuk mampir di First National Bank.
Sayang, yang dicari sedang tidak bertugas. Tapi malamnya, pukul 19.00, Doran berhasil bertemu dengan orang itu di rumahnya.
Kata si tukang pos, dia berbarengan berjalan dengan Paul tak lebih dari semenit. Mereka melintasi lobi, melewati pintu putar, lalu di luar berpisah. Seperti penjaga pintu tadi, dia juga menanyakan soal lengan yang digendong dengan perban itu.
Namun, tak ada jawaban jelas. "Waktu berpisah di depan bank," kata si tukang pos, "saya rasa membelok ke arah feri, sedangkan saya ke arah lain." (Pelabuhan feri cuma beberapa blok jauhnya dari First National Bank). "Oh, sebentar. Tidak, tidak. Dia tidak membelok ke sana, tapi berhenti menyapa Frank James. Anda kenal Frank?"
Doran mengangguk. Dia dan Frank teman masa kecil. Sekarang Frank berkacamata, setengah umur, dan sudah berkeluarga. Dia dealer truk terkenal di Camden. Jadi, dari situ Doran berusaha menghubungi Frank James. Mungkin saja Paul sengaja atau tidak membocorkan petunjuk-petunjuk untuk melacak jejaknya.
Bercukur rapi
Ternyata malam itu James tak dapat ditemui. James makan malam agak sore, lalu pergi ke luar kota. Katanya, karena ada urusan bisnis dia akan pergi ke New Jersey bagian selatan.
"Namun, dia tidak memberi tahu akan ke mana persisnya," kata pegawai James. "Dia cuma menstarter Ford minibusnya yang baru itu, lalu berangkat. 'Banyak urusan, nih,' begitu katanya. Jadi, saya pikir mungkin ada orang yang berminat membeli truk atau malah satu armada truk."
Besoknya, Rabu, 6 Oktober, Doran menanyai beberapa pegawai rendahan di Broadway Trust. Ada pengalaman juru tulis yang perlu dicatat. Orang ini makan siang bersama Paul, sekitar pukul 12.00 - 13.00.
"Kami makan sandwich di warung pojok," katanya, "lalu kami ke tukang cukur, karena Paul mendesak. Dia mencukur rambut dan janggut, sampai kelihatan ganteng betul. Waktu kembali ke ruang tempat penyimpanan barang milik pegawai di bank dan merokok di sana, baru saya tahu sebabnya.”
“Dia mengaku akan berkencan dengan seorang wanita. 'Saya sering bertemu dia pada hari Selasa/ katanya, 'karena setelah selesai urusan di Philadelphia saya bebas. Selasa lalu mestinya kami bertemu, tapi beralangan. Jadi, kalau nanti kami bertemu, saya rasa pasti dia cemberut. Mungkin kau bisa membantu mencarikan alasan?"
Waktu itulah timbul gagasan membebat lengannya. Tentu saja sebenarnya lengan Paul tak apa-apa, cuma Paul ingin memberi bukti bahwa minggu lalu tak bisa muncul karena kecelakaan. "Jadi, saya membantunya," kata juni tulis. "Saya ambil perban pembalut dari lemari PPPK di ruang itu, lalu lengannya saya balut."
Meskipun Paul tidak memberi tahu nama wanita itu, dia sempat bilang wanita itu sudah menikah. Jadi, Doran menyimpulkan wanita inilah kuncinya. Tak jarang memang wanita terlibat dalam skandal pelarian uang. Sekarang Doran tidak hanya memburu satu, tapi dua orang.
Sayang, identitas wanita itu masih misterius. Tapi Doran memperkirakan pasti tak lama lagi suami wanita itu akan melapor bahwa istrinya hilang. Maka Doran minta kepada polisi di Camden dan Philadelphia supaya segera menyampaikan kepadanya semua laporan suami yang kehilangan istri, begitu laporan demikian masuk.
Riwayatnya tak seputih kapas
Sekarang tak ragu lagi. Paul telah melarikan AS $ 82.000. Dalam waktu 24 jam kasus ini sudah didengar orang di mana-mana.
Kamis pagi datang Ellis Parker dari Burlington, yang jauhnya 32 km dari Camden. Dia kepala detektif di sana. Dia menyatakan siap membantu Doran, termasuk memberikan informasi tambahan.
"Saya baca kasus ini di koran," kata Parker. "Entah kau tahu atau tidak, Dave Paul itu berasal dari Mount Holly dan kami teman masa kecil. Kalau Dave mengambil uang bank, ini bukan kejahatannya yang pertama.”
“Mungkin tak banyak orang tahu. Soalnya, itu terjadi pada tahun 1895, bahkan mungkin lebih lama lagi. Paman Dave kepala kantor pos di Mount Holly. Namanya Harry Paul. Ketika Dave bekerja di sana, mulai ada uang hilang.”
“Pengawas kantor pos jadi sibuk. Tak lama Dave tertangkap basah sedang mencuri. Dia masuk penjara federal selama setahun. Semuanya itu dilakukan dengan diam-diam. Waktu itu garagaranya juga seorang wanita."
Selanjutnya, menurut Parker, kurir bank itu mengambil cuti tahunannya antara 12-26 September. Dia dan istrinya melewatkan liburan itu di Mount Holly.
Namun, selama itu Ny. Paul kurang enak badan, sehingga hanya tinggal di rumah. David Paul bebas ke mana saja. "Waktu itu sedang ada pekan raya di Mount Holly," kata Detektif Parker.
“Tentu saja hampir setiap hari saya ke sana dan sampai enam kali bertemu dia, David Paul ditemani wanita berambut hitam, masih muda, cantik sekali. Kelihatannya tanpa risi dia berkencan dengan wanita itu, padahal istrinya sedang sakit di kota yang sama.”
“Wanita itu bukan wanita yang dulu di tahun '95. Saya sudah menyelidiki siapa wanita itu, tapi tak ada yang tahu namanya. Kata orang, dia dari Camden, karena ada nyonya-nyonya yang pernah melihatnya di sini waktu mereka berbelanja kemari."
Sampai saat itu pengumuman yang dipasang hanya berbunyi bahwa Paul dicari untuk ditanyai perihal hilangnya uang Broadway Trust. Tapi dengan adanya informasi baru ini, Jaksa Wolverton sebagai penuntut umum mengeluarkan pengumuman baru untuk menahan dia disertai hadiah AS $ 1.000 bagi siapa saja yang bisa memberikan informasi untuk dapat menangkapnya.
Ditemukan pemburu bebek
Kamis sore, Frank James, si dealer truk, muncul di kantor Doran. Katanya, dia baru saja kembali dari luar kota.
"Maaf, saya baru tahu kalau Anda ingin bicara dengan saya," kata James. "Sejak berangkat saya begitu sibuk sampai tak sempat baca koran. Tapi rasanya saya tidak bisa banyak menolong. Saya ingat bertemu Dave Paul di depan First National Bank pada hari Selasa.”
“Waktu itu saya sedang menunggu Ray Shuck, manajer perusahaan telepon. Ketika kami sedang berdiri berdua di sana, Ray datang, ikut mengobrol sebentar, lalu kami pergi makan siang. Seingat saya Paul berjalan sendirian ke arah feri."
James mengaku tak begitu kenal dengan Paul. Dia juga menggeleng keras-keras waktu Doran bertanya apakah dia tahu kalau Doran punya pacar. Waktu Doran menelepon Shuck di kantornya, dia bilang, "David Paul? Kalau James tidak menyebut namanya waktu kami omong-omong bersama di sudut jalan waktu itu, saya tak bakal tahu dengan siapa saya sedang bicara.”
“Maaf, Pak Doran. Kalau ada wanita lain dalam kehidupan David Paul, silakan Anda bertanya kepada orang lain."
Sementara hari-hari berlalu, tidak ada perkembangan menggembirakan. Pengumuman tentang dicarinya Paul tak ada hasilnya. Tak ada juga suami yang melapor telah kehilangan istri.
Namun, sebelas hari setelah menghilangnya David Paul, yaitu Sabtu, 16 Oktober, terjadi kejutan di Burlington, daerah kekuasaan Detektif Parker. Sabtu itu hari permulaan musim berburu bebek. Pagi-pagi sekali empat pemburu bebek sedang menjelajahi rawa-rawa 25 km sebelah tenggara Mount Holly.
Mereka bermobil lewat jalan yang disebut Irick's Causeway. Setelah meninggalkan mobil di jalan, mereka menyembunyikan diri di suatu hutan kecil. Di pinggir hutan itu ada kali kecil yang bermuara di Rancocas Creek, beberapa kilometer ke Selatan.
Waktu menuruni bukit kecil di pinggir kali, mereka melihat kaki manusia tersembul dari tanah. Gundukan tanah di sekeliling kaki itu masih segar dan tampak sekali ada bekas-bekas sekop. Jelas ada orang yang belum lama ini menggali lubang dangkal untuk mengubur mayat, tapi karena cepat-cepat mayat itu tak sampai terkubur dengan rapi.
Untuk melihat apakah mayat itu sungguh-sungguh masih utuh, mereka mengorek-ngorek lagi. Memang betul. Meskipun sudah cukup membusuk, tampak benar mayat itu mayat pria setengah umur dan berpakaian lengkap.
Salah seorang segera kembali ke mobil dan pergi ke telepon terdekat. Detektif Parker segera datang bersama seorang dokter dari kantor koroner.
Surat dari wanita misterius
Sekarang jelaslah David Paul tak mungkin ditangkap atas tuduhan melarikan uang, atau tuduhan lain. Dialah mayat itu. Dengan ditemukannya mayat Paul, kasusnya menjadi semakin rumit. Kepala Paul cedera karena dipukul dan jantungnya tertembus peluru. Dia korban pembunuhan. Menurut dokter, pembunuhan terjadi tak lama setelah David Paul menghilang, sekitar sepuluh hari sebelumnya.
Meskipun demikian, mayat itu baru dikubur paling lama 48 jam yang lalu. "Pakaiannya basah kuyup," kata dokter, "padahal baru-baru itu tidak hujan. Melihat dagingnya, menurut saya mayat ini setidak-tidaknya direndam dulu selama seminggu di dalam air, baru dikubur."
Detektif Parker menemukan jejak dedaunan rusak dan permukaan tanah yang terinjak-injak dari kali ke kuburan. Jadi, Parker menyimpulkan, mula-mula mayat direndam di kali, kemudian diseret ke tepian.
Rupanya si pembunuh, atau para pembunuh itu sadar, musim berburu bebek hampir mulai, sehingga daerah yang biasanya terpencil ini akan ramai dikunjungi orang. Maka mereka kembali lagi untuk menyembunyikan si mayat secara lebih baik. Siapa sangka malah ketahuan?
Perbannya tidak ada, tapi revolvernya dengan peluru lengkap masih ada di saku paha. Kantung tugasnya berat dan tetap terantai di sabuk. Surat-surat berharga yang bernilai AS $ 42.000 masih utuh juga di dalam kantung, meskipun basah kuyup. Tapi uang kontan AS $ 40.000 tak tampak bayangannya.
Di kantung dalam jaket David Paul, Parker menemukan sepucuk surat, dialamatkan kepada Dave Paul dan diposkan Senin malam, 4 Oktober -malam terakhir Dave Paul. Surat itu tidak mencantumkan alamat pengirim dan ditandatangani "Tessie".
Yang paling penting, ternyata surat itu dari wanita berambut hitam yang berpacaran dengan Paul selama dia cuti dulu, dan bahwa dengan dialah Dave Paul punya janji kencan Selasa sore itu.
"Sungguh aku menyesal, kau tak muncul Selasa lalu," begitu antara lain bunyinya. "Ada apa, sih? Apa kau punya kencan dengan pacar baru? Kalau kedengarannya aku cemburu, memang karena aku cemburu. Janji, kita ketemu Selasa ini, ya! Kutunggu. Tempat dan waktu biasa."
Parker mengambil surat itu, lalu dia ke Camden untuk membicarakan temuannya dengan Doran. Rupanya setelah Paul mencuri uang bank, dia bertemu dengan Tessie dan kemungkinan Tessie-lah yang kemudian membunuhnya. Tapi bagaimana mungkin Tessie seorang diri bisa merendam mayat itu di kali, lalu menyeretnya ke luar dan menguburnya?
Kedua detektif mempertimbangkan kemungkinan lain yang lebih realistis. Mungkin Tessie bekerja sama dengan seorang pria atau lebih. Dia yang membujuk Paul agar melarikan uang. Setelah berhasil, rekan-rekan prianya beraksi.
Mungkin juga Tessie bukan pembunuh, bukan pula pembujuk. Ada kemungkinan Tessie sama sekali tak tahu-menahu mengenai rencana pembunuhan ini. Kalau begitu bagaimana nasib Tessie? Jangan-jangan mayatnya juga akan ditemukan di kubur dangkal yang terpencil.
Kemeja dan tirai bemoda darah
Doran mulai melacak wanita berambut hitam dengan nama Tessie. Parker pulang ke Burlington sambil terus memasang telinga. Dua minggu berlalu, Oktober beralih ke November, tak ada perkembangan apa-apa.
Pada minggu pertama bulan November, Detektif Parker menerima berbagai informasi kecil yang agaknya saling berhubungan. Pertama, dari sekelompok pramuka. Waktu mereka sedang berkemah di hutan dekat Desa Almonessen, New Jersey, mereka menemukan kemeja pria bemoda darah dan tirai khusus untuk Ford minibus yang terbungkus kertas koran.
Tirainya masih baru, atau paling tidak mendekati baru, tapi juga bernoda darah. Korannya terbitan Camden, 4 Oktober, Senin. Bungkusan itu mereka temukan di bawah jalan raya dari Irick's Causeway ke Almonessen. Dugaan mereka, tentunya bungkusan itu dibuang dari mobil yang lewat.
Dari sebuah toko kelontong diperoleh informasi lain. Pada hari Selasa, 5 Oktober, sekitar pukul 16.00, hari lenyapnya Dave Paul, sebuah mobil Ford minibus datang. Pengendaranya dua orang pria.
Sementara yang satu tetap tinggal di belakang kemudi, yang lain turun, masuk ke toko, dan bilang, dia butuh satu kemeja putih no. 15. Begitu ditunjukkan sebuah, langsung kemeja itu diambilnya tanpa dilihat-lihat lagi. Orang itu membayar dengan uang pecahan 20 dolaran.
Masih ada satu laporan lagi. Kamis, 14 Oktober, dua hari sebelum mayat Paul ditemukan, dua pria berkendaraan Ford minibus mendatangi toko besi di Kota Medford, sekitar 11 km sebelah selatan Mount Holly.
Mereka membeli dua sekop. Mereka juga membayar dengan pecahan dua puluhan. Baik tampang orang-orangnya maupun mobilnya, sama dengan yang dilihat pemilik toko di Almonessen.
Kalau memang betul kedua orang di Medford sama dengan yang di Almonessen, kira-kira jalan ceritanya tentu begini: David Paul dibunuh di dalam Ford, tirai mobil dan kemeja salah seorang pembunuh kecipratan darahnya. Waktu membeli gantinya, si pembeli tak peduli pada model atau mutu kemeja itu, karena yang membutuhkan kemeja baru adalah kawannya yang menunggu di mobil.
Sedangkan sekop yang dibeli di Medford pasti mereka butuhkan untuk menggali kubur di rawa-rawa dekat Irick's Causeway.
Akhirnya Tessie muncul juga
Detektif Doran mencoba memanfaatkan koran untuk memanggil Tessie. Di koran tersebut disebutkan bahwa identitas Tessie yang sebenarnya akan dirahasiakan.
Nah, 5 November pagi muncul wanita cantik berambut hitam di kantor Doran. Wanita itu mengaku dialah Tessie. "Namun saya tak tahu-menahu soal pencurian uang Broadway Trust," katanya, "atau tentang pembunuhan David Paul. Tak mungkin saya mencelakakan dia.”
“Saya amat sayang pada David. Pada tanggal 28 September memang dia tak muncul, itu Anda sudah tahu. Tapi Selasa minggu depannya dia tak muncul lagi -pada hari dia menghilang! Saya tunggu sampai pukul 15.00, tapi dia tak kunjung datang. Tempat pertemuan kami di pelabuhan feri di tepian bagian Philadelphia."
Kata Tessie, "Sudah setahun kami berkencan. Pertemuan Selasa sore itu sudah rutin. Toh David harus ke Philadelphia tiap Selasa. Kalau pekan raya di Mount Holly memang agak lain. Saya tak bakal ke sana kalau istri David tak kebetulan sakit.”
“Selain pada Selasa sore, kami tak pernah kencan malam-malam. Ya, sebenarnya tidak persis demikian. Dua kali saya pernah pergi dengan David ke pesta malam Minggu di Lollypop Inn dan minum-minum sedikit."
"Lolypop Inn?" tanya Doran. "Di mana?" "Di hutan dekat Clementon. Sebetulnya tempat itu lebih pantas disebut klub, bukan penginapan seperti yang dikatakan pemiliknya, Frank James dan Ray Shuck. Waktu saya ke sana dengan Dave, Frank dan Ray mengundang kami. Mereka ditemani cewek-cewek cantik dari Philadelphia."
Doran bisa merasakan kunci pemecahan kasus David Paul sudah di tangan. Dua pria terhormat dan berkeluarga ini telah terbukti punya sisi gelap dan tak terpuji dalam tindak-tanduknya. Tirainya masih baru, atau paling tidak mendekati baru, tapi juga bernoda Juga bukan karena alasan moral.
Ada pertimbangan lain yang lebih nyata. Ketika James ditanyai soal perbincangannya dengan Paul di depan First National Bank di hari lenyapnya Paul, dia mengaku tak begitu kenal dengan Paul; bahwa dia tak tahu kalau Paul punya pacar. Bahkan Shuck mengaku sama sekali tak tahu-menahu bahwa orang itu namanya David Paul.
Jadi, jelas mereka bohong. Pertanyaannya: kenapa? Doran ingat James punya mobil Ford minibus baru dan bahwa kata pegawainya dia ke luar kota dengan naik Ford itu pada malam hilangnya David Paul karena ada urusan bisnis. Apa betul perjalanan bisnis?
Tessie memberikan nama dan alamat gadis-gadis Philadelphia yang menemani James dan Shuck. Bersama Parker dia berangkat ke sana. Meskipun mula-mula takut dan tak bersedia banyak omong, akhirnya mau juga mereka buka mulut, dengan janji identitas mereka akan terjaga baik. Mereka mengaku berpesta pora selama dua hari dengan kedua pria itu, sejak 5 Oktober malam.
"Frank dan Ray royal sekali," kata salah seorang. "Setiap kafe dan bar kami datangi. Kami makan-minum sepuas-puasnya. Semua yang paling mahal: steak, sampanye, dan Iain-lain.”
“Pecahan 20 dolaran mereka obral seperti uang receh saja. Kantung mereka tebal sekali, bisa untuk menyumbat mulut seekor kuda! Kami Bersama-sama sepanjang Selasa malam dan Rabu malam. Baru Kamis mereka meninggalkan kami dan pulang."
Kembali ke Camden, Doran mengundang James dan Shuck ke markas besar polisi. Di sana sudah menunggu pemilik toko kelontong di Almonessen dan toko besi di Medford. Kedua pemilik toko mengenali mereka dengan mantap.
Bukti-bukti terakhir diambil Doran dari mobil James. Tirainya tidak ada dan lantainya bernoda darah. Di bawah jok depan ditemukan perban pembalut, yang setelah dicocokkan ternyata sama jenisnya dengan yang dipakai di Broadway Trust.
Waktu diberi tahu bahwa mereka ditangkap, James dan Shuck menyangkal mati-matian. Kata mereka, sore 5 Oktober mereka cuma pergi makan-minum. Tapi kedua orang itu tetap ditahan. Setelah empat hari ditahan di sel terpisah, mulailah masing-masing berceloteh saling menyalahkan.
Ringkasnya, beginilah yang terjadi: David Paul sama sekali tak punya maksud melarikan uang bank. Dia diculik, dirampok. Penculikan dilaksanakan tanpa kekerasan, tapi dengan tipuan.
James dan Shuck memang sengaja muncul di depan First National Bank agar bisa bercakap-cakap dengan Paul. Mereka tahu bahwa pada hari Selasa Paul sarat uang. Ini mereka ketahui ketika suatu malam mereka minum-minum bersama Paul.
Nah, ketika bertemu Paul di depan bank, mobil James yang bertirai itu diparkir dekat-dekat. Paul mereka tawari, apakah mau ikut ke Philadelphia. Paul mau, asalkan mereka menjemput Tessie di seberang sungai.
Begitu korban masuk, mobil segera dipacu ke arah yang berlawanan. David Paul protes. Untuk membungkamnya, mereka memukuli kepalanya dengan tangkai dongkrak.
Ketika sudah di luar kota, mereka menembak dan membunuhnya. Kegiatan selanjutnya tak berbeda dengan dugaan Doran dan Parker. Paul mereka rendam di dalam kali dekat Irick's Causeway, lalu lebih dari seminggu kemudian mereka kembali ke situ untuk menguburnya.
Setelah membeli kemeja, masing-masing pulang ke rumah, makan malam, dan dengan alasan ada urusan penting mereka berangkat ke luar kota. Padahal yang mereka lakukan adalah berfoya-foya dengan cewek-cewek Philadelphia itu.
Dengan cara demikian mereka berhasil membelanjakan AS $ 5.000. Sisanya, AS $ 35.000 masih ada dan disembunyikan di pekuburan.
Kurang dari setahun kemudian, keduanya divonis bersalah dan dihukum mati di kursi listrik pada tanggal 30 Agustus 1921 di penjara negara bagian New Jersey, Trenton. (Charles Boswell & Lewis Thompson)
" ["url"]=> string(70) "https://plus.intisari.grid.id/read/553133919/pacarnya-istri-orang-lain" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1644348510000) } } [1]=> object(stdClass)#70 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3124211" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#71 (9) { ["thumb_url"]=> string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/02/03/kitty-senang-pergi-ke-dukunjpg-20220203121941.jpg" ["author"]=> array(2) { [0]=> object(stdClass)#72 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(15) "Charles Boswell" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9357) ["email"]=> string(19) "intiplus-2@mail.com" } [1]=> object(stdClass)#73 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(14) "Lewis Thompson" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9358) ["email"]=> string(19) "intiplus-3@mail.com" } } ["description"]=> string(143) "Suami bersekongkol dengan seorang dukun kepercayaan untuk membunuh istrinya. Motif pembunuhan adalah untuk menguasai perusahaan milik istrinya." ["section"]=> object(stdClass)#74 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/02/03/kitty-senang-pergi-ke-dukunjpg-20220203121941.jpg" ["title"]=> string(27) "Kitty Senang Pergi ke Dukun" ["published_date"]=> string(19) "2022-02-03 12:20:20" ["content"]=> string(28785) "
Intisari Plus - Catherine M. Ging yang biasa disebut Kitty memiliki sebuah toko pakaian di Syndicate Block, di tengah Kota Minneapolis. Pakaian-pakaian wanita yang dijual di tokonya bukanlah kelas murahan, sebab didatangkan dari New York dan bahkan Paris.
Setiap hari, Kitty yang berumur 29 tahun itu berjalan kaki ke tokonya. Senang juga kaum pria melihat Kitty, sebab wanita langsing itu pandai memilih pakaian yang pantas. Pulangnya ia berjalan kaki juga ke Ozark Apartments yang termasuk mewah di Thirteenth Street, yang berpotongan dengan Hannepin Avenue.
Di sana ia tinggal berdua saja dengan kemanakannya, Mary Louise Ireland, yang berumur belasan tahun. Ia bertugas menjaga gadis itu. Namun, menurut orang-orang yang mengetahui keadaan mereka, Mary Louise mungkin lebih pantas mendapat tugas menjaga bibinya daripada sebaliknya.
Kitty tinggal di apartemen 4-B. Beda selantai dengan apartemennya, di apartemen 3-C, tinggallah seorang pria muda yang bernama Harry Hayward, yaitu tunangan Kitty. Konon kalau Mary Louise sudah tidur, Harry dan Kitty sering melakukan pertemuan intim. Harry itu putra seorang kaya pemilik Ozark Apartments.
"Jangan beri tahu Pak Hayward"
Hari Senin, tanggal 3 Desember, menjelang magrib Kitty mengirim pesan dari tokonya kepada George Goosman, pemilik Palace Livery Stables, untuk memesan kereta kuda. Maklum ketika itu tahun 1894, belum ada taksi. Kereta kuda itu diminta menunggu Kitty di pintu samping West Hotel, hotel terbesar dan termewah di Minneapolis, pada pukul 20.00.
Goosman kenal baik dengan Kitty, kemanakannya, maupun Hayward. Kitty dan Hayward sering menyewa kereta dari Goosman dan merupakan pelanggan yang ia sukai.
Menjelang pukul 20.00, Goosman memilih salah sebuah keretanya yang paling enak dikendarai. Pada kereta itu dipasangnya Lucy, kuda betinanya yang berwarna coklat muda dan sangat jinak. Goosman membawa sendiri kereta itu ke West Hotel.
Kitty sudah menunggu. Ia kelihatan cantik dalam pakaiannya yang terbuat dari taffeta biru. Goosman merasa heran, karena Kitty sendirian. Biasanya kalau Kitty memesan kereta, Hayward selalu mendampinginya. Namun sebagai layaknya orang yang menyewakan kereta, Goosman tahu sopan santun. Ia tidak usil bertanya-tanya.
Ia menolong Kitty naik ke kereta, memasangkan selimut menutupi pangkuan dari kaki Kitty, lalu menyerahkan tali kekang.
"Semuanya beres, Nona Ging?"
"Beres, Pak Goosman. Terima kasih."
Sebelum berangkat, Kitty tahu-tahu berkata begini:
"Pak Goosman?"
"Ya?"
"Kalau Anda bertemu Pak Hayward, harap jangan beri tahu kalau saya bepergian malam ini."
"Tentu tidak, Nona Ging."
"Anda bisa dipercaya, Pak Goosman?"
"Tentu.”
Goosman menyaksikan kereta berangkat dan lenyap di Fifth Street. Di rumahnya Goosman bertanya-tanya dalam hati: "Apakah Kitty mempunyai pacar lain, di samping Harry Hayward? Ah, peduli amat dengan urusan orang lain!" pikirnya kemudian.
Dua jam kemudian, pukul 22.00, Lucy kembali menghela kereta yang tidak bersais. Tubuh Lucy penuh keringat. la datang dari arah Nicollet Avenue dan masuk ke Grant Street sebelum berbelok ke kediamannya.
"Whoa, Lucy!" sambut Goosman.
la menangkap tali kekang Lucy, lalu menenangkan kuda itu. Dilihatnya tali kekang itu diikatkan ke tempat menaruh cemeti. Ke mana Kitty dan mengapa ia begitu lalai membiarkan Lucy pulang sendirian? Goosman tidak tahu. Ia menyikat tubuh Lucy, menyelimutinya, dan membawanya ke istal.
Kini giliran kereta yang harus dirawatnya. Tiba-tiba Goosman terkejut, karena di bantalan tempat duduk dilihatnya darah, begitu pula di permadani penutup lantai dan di langit-langit kereta. Ia segera bergegas ke markas besar polisi Minneapolis.
Ditembak di belakang telinga
Letnan Thomas Cockran dari biro penyidikan, mendengarkan cerita Goosman dengan saksama. Ia segera menarik kesimpulan bahwa keretanya itu ada hubungannya dengan laporan yang ia terima sebelumnya.
Sebelum kedatangan Goosman itu, Letnan Cockran mendapat laporan sebagai berikut:
Seorang karyawan di Kota Minneapolis, William Erhardt, keluar dari tempat bekerja pukul 20.15. Ia naik kereta rel sampai terminal di batas kota, lalu meneruskan perjalanannya dengan berjalan kaki ke rumahnya di Excelsior Road, dekat Danau Calhoun.
Kira-kira pukul 21.00, ketika ia berjalan di tempat sepi di tepi danau, dilihatnya sebuah kereta kuda meluncur ke arah kota. Kereta itu ditarik kuda berwarna coklat muda. Kendalinya dipegang seorang pria. Karena malam itu gelap sekali, sedangkan kereta itu begitu cepat larinya, ia tidak bisa melihat wajah pria pengendara kereta itu.
Kira-kira 40 m dari tempatnya bertemu dengan kereta, ia melihat seorang wanita bermantel bulu tergeletak di tengah jalan.
Erhardt memberanikan diri mendekat. Wanita itu masih muda dan tubuhnya masih hangat, tetapi sudah tidak bemapas lagi. Ia mengira wanita itu tewas tergilas kereta yang tadi kabur, karena ada bagian tubuhnya yang berdarah. Jadi, cepat-cepat ia pergi ke tempat Sheriff Eric Holmberg.
Mayat wanita itu dibawa ke tempat penyimpanan mayat di Minneapolis untuk diperiksa oleh Coroner Willis Spring, yang menyatakan wanita itu bukan tewas digilas kereta, melainkan ditembak di bagian belakang telinga kirinya. Alat penembaknya mungkin revolver .38.
Mereka tidak tahu siapa wanita itu. Melihat pakaiannya yang bagus dan mutakhir, perhiasaan, dan topinya yang terbuat dari kulit halus, mestinya ia wanita kota.
Letnan Cockran menunggu sampai Goosman selesai bercerita, lalu berkata, "Dari penjelasan Anda, saya curiga jangan-jangan wanita yang ditemukan tewas itu tidak lain dari Nona Ging. Mari ikut saya ke tempat penyimpanan mayat."
Goosman diajak masuk ke ruang tempat sesosok jenazah wanita tergeletak di meja marmer. Benar, wanita itu Kitty Ging, yang sore tadi dibantu naik ke kereta, kata Goosman.
Goosman diminta mengulangi laporannya di hadapan Sheriff Holmberg dan Coroner Spring. Ketika pejabat hukum itu sependapat bahwa setelah meninggalkan West Hotel sendirian, mestinya Kitty menemui seorang pria yang kemudian naik ke keretanya.
Di perjalanan pria itu menembaknya dan melemparkan mayatnya ke jalan. Kemudian pria itu turun dari kereta dan meninggalkannya. Siapakah pria itu dan mengapa ia membunuh Kitty?
Senang ke dukun
Letnan Cockran dan Sheriff Holmberg lantas pergi ke Ozark Apartments. Mereka berniat menanyai Harry Hayward, pacar korban. Mereka juga ingin meminta keterangan dari Mary Louise Ireland, kemanakan Kitty Ging. Siapa tahu ia bisa membantu.
Mereka tiba di gedung apartemen itu pukul 23.00. Apartemen itu sudah sepi. Di lobi ada orang sedang mengepel lantai marmer. Ternyata ia Claus Blixt, penjaga apartemen.
Pria itu memberi tahu, tetapi ketika kedua pejabat hukum akan menaiki tangga yang menuju ke apartemen-apartemen itu, ia berkata, "Saya kira keduanya tidak ada di rumah, Pak. Nona Ging belum kembali sejak berangkat ke tokonya tadi pagi. Pak Hayward pergi tadi sore, kira-kira pukul 18.30 dan sampai sekarang belum kelihatan pulang."
"Nona Ging tidak akan pernah pulang lagi," jawab Letnan Cockran. "la ada di tempat penyimpanan mayat. Dibunuh. Karena itulah kami ingin berbicara dengan Pak Hayward. Barangkali Anda tahu di mana ia sekarang."
Penjaga apartemen itu kaget. Ia menggelengkan kepala dan tampak gemetar.
"Saya tidak tahu di mana Pak Hayward. Cuma waktu keluar tadi sore, ia mengenakan pakaian perlente untuk pergi makan malam atau mungkin untuk ke pesta dansa."
Kedua pejabat hukum itu lantas memutuskan untuk pergi ke apartemen Kitty Ging saja dulu. Pijatan bel mula-mula tidak mendapat jawaban. Ketika mereka memijat bel untuk kedua kalinya, muncullah seorang gadis yang matanya masih kelihatan sangat mengantuk, sedangkan rambutnya awut-awutan.
Sheriff Holmberg yang kebapakan berusaha untuk menyampaikan berita musibah dengan cara tidak mengagetkan. Mary Louise segera menangis tersedusedu. Namun, beberapa menit kemudian ia sudah bisa menguasai dirinya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan Holmberg serta Cockran.
Katanya, ia terakhir melihat bibinya siang tadi. Sepulang dari sekolah, ia singgah sebentar ke toko bibinya. Bibinya memberi tahu bahwa ia baru akan pulang malam hari, karena akan makan malam bersama Harry Hayward di West Hotel. Bibinya berkata akan berganti pakaian di toko saja, sebab Hayward akan menjemputnya di sana pukul 18.30 lewat sedikit.
"Apakah bibi Anda mempunyai teman pria lain?" tanya Cockran.
"Oh, tidak. Ia 'kan sudah bertunangan," jawab gadis itu. "Saya tidak tahu mengapa ia mengendarai kereta sendirian. Ia tidak pernah pergi kalau hari sudah malam, kecuali dengan Pak Hayward .... Eh, ya, kadang-kadang ia pergi juga sekali-sekali, untuk ke dukun. Bibi saya cerdik, tapi anehnya ia percaya betul pada tukang ramal dan dukun."
Kelihatannya Mary Louise tidak mengarang-ngarang cerita, sebab ketika Cockran dan Holmberg memeriksa benda-benda peninggalan Kitty, mereka menemukan banyak sekali buku tentang ramalan, daftar horoskop, dan sebangsanya. Namun, mereka juga menemukan surat-surat asuransi.
Diketahui pada bulan September Kitty mengasuransikan jiwanya sebesar AS $ 10.000. Polisnya tidak diberikan kepadanya. Menurut instruksinya, polis itu diserahkan kepada Harry Hayward! Hayward ditunjuk sebagai orang yang akan menerima uang asuransi itu, kalau Kitty meninggal.
Cockran dan Holmberg sepakat untuk mencari dan menanyai Hayward. Ternyata Hayward tak sulit dicari. Pukul 23.45 itu, ketika kedua pejabat hukum itu menuruni tangga menuju ke tingkat tiga, dari tingkat itu naiklah seorang pria tampan yang masih muda, yang mengenakan topi tinggi dan jas buntut.
"Saya bertemu Claus Blixt di bawah. la memberi tahu saya perihal Kitty," kata pria itu dengan suara parau dan wajah muram, ketika Cockran dan Holmberg memperkenalkan diri. Katanya, ia naik ke atas untuk menghibur Mary Louise, namun kelihatan bahwa ia sendiri juga perlu dihibur.
Banyak utang
Cockran dan Holmberg menanyai Hayward di apartemen pria itu di tingkat tiga. Kata Hayward, sore itu ia dan Kitty tiba di West Hotel pukul 19.00, Makanan mereka cepat terhidang, sebab mereka sudah memesan lebih dulu.
Setelah makan, pada saat mereka minum kopi, Hayward menyerahkan uang AS $ 2.000 kepada Kitty. Menurut Hayward, selama beberapa bulan terakhir ini Kitty berusaha meluaskan usahanya. Kitty ingin berdagang topi juga dan mantel bulu.
Sebagian dari modalnya milik Kitty sendiri, tetapi Kitty memerlukan lebih banyak uang daripada yang dimilikinya. Jadi, bulan September Kitty meminjam AS $ 7.500 dari Hayward. Saat itu Hayward menyatakan kalau Kitty perlu, jangan ragu-ragu meminjam lagi.
Tambahan pinjaman diminta Kitty minggu yang lalu. Mereka berjanji akan bertemu di West Hotel malam itu dan di sana Hayward akan menyerahkan uang yang AS $ 2.000 itu.
"Ia mendesak agar saya mau menerima surat tanda terima," kata Hayward. "Surat itu sudah ia siapkan dan tandatangani di rumah atau mungkin di tokonya."
Hayward mengeluarkan surat tanda terima itu dari sakunya. Katanya, waktu meminjam AS $ 7.500 bulan September, Kitty pun membuat tanda terima.
Sheriff Holmberg menyinggung soal asuransi jiwa Kitty.
"Oh, itu!" kata Hayward. "Kitty memaksa saya. Katanya, karena ia meminjam uang saya, maka sepatutnya saya menerimanya, supaya kalau terjadi sesuatu dengannya, uang saya tidak hilang." Lalu Hayward bertanya, apakah Kitty dirampok?
"Perhiasannya tidak hilang, tetapi padanya tak ditemukan uang," jawab Sheriff.
"Ah!" kata Hayward. Ia terdiam. Ketika kedua pejabat hukum bertanya lebih lanjut, Hayward bercerita bahwa Kitty sering ke dukun. Tunangannya itu percaya sekali pada perintah dukun.
Selain itu Kitty tidak bisa menyimpan rahasia. Kalau ia membawa uang umpamanya, kemungkinan orang-orang yang bertemu dengannya akan diberi tahu bahwa ia membawa uang.
"Saya sudah berusaha melarangnya ke dukun. Saya tidak percaya pada dukun maupun tukang ramal, tetapi Kitty diam-diam pergi mengunjungi mereka juga. Hal itu sering menjadi bahan petengkaran di antara kami."
"Barangkali Anda tahu siapa dukunnya?" tanya Cockran.
"Dukunnya berganti-ganti. Kalau kata-kata dukun yang satu kurang berkenan di hatinya, ia pindah ke dukun yang lain. Saya tak tahu dukun mana yang dikunjunginya.
Menonton dengan wanita lain
Mungkinkah Kitty diam-diam pergi ke dukun malam itu? pikir Cockran dan Holmberg. Mungkin uang AS $ 2.000 yang dibawanya itulah yang menyebabkan ia dibunuh.
"Pak Hayward, untuk melengkapi laporan kami, sudilah kiranya Anda menjelaskan apa saja kegiatan Anda setelah makan malam dengan Nona Ging?"
"Kami selesai makan malam pukul 19.45, karena saya ada janji lain," jawab Hayward. "Saya pergi menonton sandiwara A Trip to Chinatown di Grand Opera House dengan seorang gadis."
"Siapa?"
"Nona Estelle Peters. Anda tentu tahu ayahnya, Pak Peters, anggota dewan kota itu."
Ketika melihat kedua penanyanya agak tercengang, Hayward menambahkan, "Oh, itu cuma kewajiban sosial. Kitty pun tahu saya sering dijamu di rumah Pak Peters yang banyak membantu saya."
Menurut Haywawrd, ia tiba di rumah keluarga Peters sekitar pukul 20.15 dan pertunjukan sandiwara dimulai pukul 20.30. Ia mengantar Nona Peter kembali ke rumahnya pukul 23.15 dan langsung pulang.
Begitu tiba di Ozark ia mendengar tentang kematian Kitty dari penjaga gedung dan ketika ia akan naik ke tingkat empat untuk menghibur Mary Louise, ia bertemu dengan Cockran dan Holmberg.
Ketika meninggalkan Ozark malam itu, Cockran dan Holmberg sependapat: kalau Hayward itu pembunuh Kitty, mestinya ia pemain sandiwara yang ulung yang pernah mereka jumpai.
Malam itu mereka berdua tak bisa tidur nyenyak. Para wartawan pun begadang untuk mencari dan menulis berita tentang pembunuhan atas Kitty Ging.
Keesokan harinya sebagian koran menggambarkan Kitty sebagai pengusaha muda yang tak tercela, sedangkan sebagian lagi menggambarkanya sebagai wanita yang moralnya patut dipertanyakan. Namun, semua meminta agar pihak yang berwenang lekas memecahkan perkara pembunuhan itu.
Pernah mendapat ancaman
William Eustis, Wali Kota Minneapolis, memberi tanggapan dengan membentuk unit penyelidikan khusus di sebuah suite di West Hotel. Ia mengundang orang-orang yang merasa mempunyai keterangan yang ada sangkutannya dengan pembunuhan Kitty untuk datang ke unit tersebut. Selain itu ia minta para auditor kota memeriksa pembukuan toko Kitty.
Sheriff Holmberg dan Letnan Cockran menyambut baik partisipasi Wali Kota. Mereka sendiri mengecek alibi Hayward dengan menemui Estelle Peters.
Wanita yang bertubuh kurus itu sama sekali tidak mengesankan. Ia masih ingat dengan jelas bahwa kemarin malam ia dijemput Hayward pukul 20.15 dan diantar kembali sampai ke rumah pukul 23.15.
Selama di teater, Hayward tak pernah beranjak dari sisinya. Nona Peters menyebutkan beberapa orang yang mereka jumpai di teater dan juga orang-orang yang bercakap-cakap dengan mereka pada waktu istirahat.
Jadi, karena Kitty Ging ditembak sekitar pukul 21.00 di tempat yang letaknya sekitar 6 km dari teater, berarti tak mungkin Hayward yang melakukannya.
Mereka pun pergi ke markas Wali Kota Eustis di West Hotel. Pak Wali Kota menyampaikan berita besar. Menurut seorang teman Kitty, kira-kira setahun sebelum Kitty berpacaran dengan Hayward, ia ditaksir seorang pedagang perhiasan, Arthur Apperson.
Pria itu sungguh-sungguh mencintai Kitty, tetapi Kitty menanggapinya dengan dingin saja. Ketika Hayward muncul, Kitty segera menyisihkan Apperson. Pengusaha itu tidak bisa menerima penolakan Kitty. Ia pernah mengancam.
"Jika aku tak bisa memperoleh Kitty, tak ada seorang pun yang akan mendapatkannya. Akan kubunuh dia!"
Cockran dan Holmberg mencari Apperson. Ternyata ia sedang dirawat di RS Umum Minneapolis. Sudah sepuluh hari ia terbaring dengan tungkai patah. Jangan keluyuran jauh-jauh ke Danau Calhoun, turun dari ranjang pun ia tak mampu.
Selain itu ia sudah menikah dengan wanita yang bukan cuma termasuk paling cantik di kota itu, tetapi juga paling kaya. Sudah lama ia melupakan cintanya pada Kitty.
Tak seorang pun menyatakan melihat Kitty sejak keberangkatannya dari West Hotel pukul 20.00 sampai mayatnya ditemukan sejam kemudian. Semua kerabat dan kenalan Kitty ditanyai, tetapi tak ada yang bisa memberi keterangan yang diperlukan.
Hari Rabu semua karyawan Kitty dipanggil ke West Hotel untuk ditanyai, begitu pula Mary Louise dan Hayward. Bahkan Claus Blixt, si penjaga gedung, dipanggil untuk menceritakan lagi apa yang mereka ketahui tentang Kitty.
Sementara itu gang di muka pintu markas penuh dengan wartawan yang tak mau pergi dari sana, sebab khawatir ketinggalan berita besar. Di antara mereka terdapat seorang reporter bernama F.A. Briggs.
Beberapa bulan sebelumnya Briggs pernah digebuki gara-gara menulis artikel bersambung tentang situasi perjudian di Minneapolis.
Walaupun Briggs tak menyebut nama-nama, tetapi orang-orang yang digambarkannya jelas sekali menunjukkan ciri-ciri orang yang bersangkutan, sehingga pen- duduk kota bisa menerka siapa yang dimaksudkannya.
Suatu malam, sepulang dari kantor, ia digebuki sampai babak belur dan diancam agar jangan berani lagi menulis tentang para penjudi. Briggs tak tahu siapa orang yang menganiayanya itu, tetapi ia sempat mengingat-ingatnya dengan baik. Sejak itu ia berusaha mencari orang tersebut, tetapi belum berhasil.
Alangkah tercengangnya ia ketika salah seorang yang dipanggil untuk dimintai keterangan ke markas di West Hotel itu ternyata pria yang memukulinya beberapa bulan yang lalu. Ia berusaha menahan diri, menunggu pria itu selesai didengar keterangannya, lalu ia minta berbicara dengan Wali Kota, Sheriff, dan Letnan.
Gara-gara percaya dukun
Mendengar ceritanya, ketiga orang itu sependapat bahwa orang-orang yang ditunjuk oleh Briggs itu patut dimata-matai, karena ia mampu melakukan tindakan kekerasan. Diam-diam gerak-geriknya diikuti mulai siang itu juga. Ternyata ia tidak melakukan sesuatu yang mencurigakan.
Kira-kira pukul 17.00 diketahui pria itu meninggalkan kediamannya dengan bertopi dan bermantel. Holmberg menguntitnya. Ternyata ia cuma pergi ke toko yang berdekatan untuk belanja sedikit.
Selama ia absen itu Cockran masuk ke kamar pria tersebut untuk menggeledah. Ternyata di lemari kamarnya ditemukan sebuah mantel pendek yang bernoda darah dan di bawah pakaian itu ada sebuah revolver .38, yang sebuah patrunnya sudah terpakai.
Cockran cepat-cepat ke luar dari kediaman pria itu, yang tidak segera ditangkap, tetapi terus diamati. Pukul 19.00 mereka melihat Harry Hayward memasuki gedung Ozark Apartments, sedangkan pria yang mereka amat-amati tampak mengikuti Hayward naik ke tingkat atas.
Ketika keduanya tidak muncul-muncul lagi beberapa menit kemudian, Holmberg dan Cockran diam-diam datang ke apartemen itu. Lobi kosong, sehingga dengan leluasa mereka bisa masuk.
Setelah ragu-ragu sejenak, mereka memutuskan untuk menuju ke apartemen yang ditinggali oleh Hayward. Dengan mengendap-endap mereka mendekati pintu dan memasang telinga baik-baik. Dari dalam kamar kedengaran orang bertengkar.
"Kapan dong, saya bisa mendapatkan uangnya? Jangan terus menunda-nunda," suara seorang pria.
"Ssh! Pikir dong, mana mungkin saya bisa mendapat uang asuransi secepat itu? Mereka mengawasi saya seperti elang. Kalau saya salah langkah, mereka bisa tambah curiga."
"Namun, Anda 'kan berjanji akan membayar dalam waktu 24 jam? Tahu begini, saya tidak mau disuruh membereskan Kitty. Pokoknya, Anda harus membayar sekarang!"
Kedua pejabat hukum itu merasa mendengar langkah kaki ke arah pintu, lalu pintu terpentang. Claus Blixt muncul. la memang pria yang mereka amat-amati, yang dulu mengebuki Briggs. Segera saja Sheriff menyambarnya. Letnan Cockran mencekuk Harry Hayward. Keduanya ditahan dengan tuduhan membunuh Kitty.
Hayward menolak berkata apa-apa. Blixt begadang semalam di dalam selnya, lalu ia mengaku membunuh Kitty. Katanya, hal itu ia lakukan atas permintaan Hayward.
Kata Blixt, tidak benar Hayward mencegah Kitty pergi ke dukun. Hayward diam-diam malah menganjurkan dan mencarikan dukun. Dukun itu disogoknya agar memberi anjuran-anjuran yang menguntungkan Hayward.
Kitty menurut saja, ketika dukun menyuruhnya menyerahkan sebagian modal dari toko pakaiannya kepada Hayward untuk dipakai bertaruh. Kalau menang, uangnya buat Kitty. Tentu saja Hayward tidak pernah menang.
Atas perintah dukun pula Kitty meminjam uang dari Hayward, untuk segera dikembalikan lagi supaya bisa dipertaruhkan "untuk kepentingan Kitty". Uang itu pun dinyatakannya amblas lagi. Padahal uang yang diserahkan Hayward sejenak kepada Kitity itu bukanlah uang asli, melainkan yang palsu yang ia peroleh dulu ketika masih menjadi anggota dinas rahasia yang memerangi pemalsuan uang.
Entah bagaimana pria penjudi yang senang hidup mewah itu bisa memiliki sejumlah uang palsu yang dulu disita dinas rahasia.
Menurut Blixt, Hayward pula yang menganjurkan Kitty mengasuransikan jiwanya dan menunjuk Hayward sebagai penerima uang asuransi sebagai jaminan atas "pinjamannya".
Jadi, berarti Kitty Ging menandatangani surat kematiannya, ketika ia menandatangani formulir asuransi jiwa itu. Tiga bulan setelah itu Hayward menyewa Blixt untuk membunuh Kitty.
Hayward sudah sekongkol dengan dukun. Dukun menyuruh Kitty diam-diam menyewa. kereta, tanpa sepengetahuan Hayward. Kitty diperintahkan mengendarai kereta itu di tepi Danau Calhoun. "Anda akan bertemu dengan seorang pria yang mengembalikan semua uang Anda yang hilang dalam perjudian," kata dukun.
Menurut Blixt, ia diminta menunggu di tepi danau oleh Hayward. Mula-mula Kitty tidak mengenali Blixt, karena gelap. Baru setelah Blixt naik ke atas kereta, Kitty mengenalinya, tapi sudah terlambat. Blixt menembaknya, lalu mendorong mayat Kitty tidak jauh dari tempat ia ditembak.
Dekat terminal kereta api, Blixt turun dari kereta, mengikat tali kekang kereta ke tempat menaruh cemeti dan mengusir kuda kereta untuk enyah. Ia sendiri menumpang kereta rel ke rumahnya.
Senjata yang dipakai membunuh Kitty, dibeli oleh Hayward bersama-sama Blixt pada hari Sabtu sebelum pembunuhan. Si penjual ternyata kemudian mengenali Hayward sebagai pria yang membayar senjata itu pada hari Sabtu.
Para akuntan yang memeriksa pembukuan Kitty mengatakan bahwa Kitty sama sekali tidak menambah modal usahanya. Sebaliknya, ia banyak menarik modalnya akhir-akhir ini. Perusahaan Kitty yang mestinya untung itu jadi kehabisan modal.
Awal tahun 1895 Harry Hayward dan Claus Blixt dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan atas Kitty Ging.
Hakin Seagrave Smith dari Pengadilan Hannepin County menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi Claus Blixt dan hukuman mati bagi Harry Hayward, yang menjadi otak pembunuhan itu. Hukuman gantung atas Hayward, si penjudi, dilakukan tanggal 11 Desember. (Charles Boswell & Lewis Thompson)
" ["url"]=> string(72) "https://plus.intisari.grid.id/read/553124211/kitty-senang-pergi-ke-dukun" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1643890820000) } } [2]=> object(stdClass)#75 (6) { ["_index"]=> string(7) "article" ["_type"]=> string(4) "data" ["_id"]=> string(7) "3117264" ["_score"]=> NULL ["_source"]=> object(stdClass)#76 (9) { ["thumb_url"]=> string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/2022/02/01/thumbnail-intisariplus-01-sese-20220201064539.jpg" ["author"]=> array(2) { [0]=> object(stdClass)#77 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(15) "Charles Boswell" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9357) ["email"]=> string(19) "intiplus-2@mail.com" } [1]=> object(stdClass)#78 (7) { ["twitter"]=> string(0) "" ["profile"]=> string(0) "" ["facebook"]=> string(0) "" ["name"]=> string(14) "Lewis Thompson" ["photo"]=> string(0) "" ["id"]=> int(9358) ["email"]=> string(19) "intiplus-3@mail.com" } } ["description"]=> string(59) "Niatnya hendak membunuh satu orang, korban jadi tiga orang." ["section"]=> object(stdClass)#79 (7) { ["parent"]=> NULL ["name"]=> string(8) "Kriminal" ["description"]=> string(0) "" ["alias"]=> string(5) "crime" ["id"]=> int(1369) ["keyword"]=> string(0) "" ["title"]=> string(24) "Intisari Plus - Kriminal" } ["photo_url"]=> string(111) "https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/945x630/photo/2022/02/01/thumbnail-intisariplus-01-sese-20220201064539.jpg" ["title"]=> string(43) "Seorang di Antara Korban adalah Gadis Model" ["published_date"]=> string(19) "2022-02-01 20:21:36" ["content"]=> string(25579) "
Intisari Plus - Juseph dan Mary Gedeson adalah sepasang suami-istri imigran dairi Hongaria, yang telah lama menetap di Amerika. Mereka mempunyai dua orang anak perempuan yang luar biasa cantiknya. Yang pertama, Ethel, telah menikah dan tinggal dengan suaminya Joseph Kudner di pinggiran Kota New York. Yang kedua Veronica atau Ronnie, umur 21 tahun dan masih gadis.
Ronnie menjadi model bagi para pelukis dan juru potret. Ia sangat laku, bukan saja karena kemolekan tubuhnya, tetapi lebih-lebih karena gadis ini tak keberatan berpose dalam keadaan telanjang.
Ketika perkara Gedeon yang akan diceritakan di bawah ini terjadi, Joseph dan Mary Gedeon telah bercerai. Ronnie tinggal bersama ibunya dalam sebuah apartemen di East 50th Street, sedangkan Joseph Gedeon di East 34th Street di mana ia mengusahakan sebuah toko bekleiding.
Walaupun telah bercerai, namun hubungan Mary dan Joseph masih baik. Pada waktu-waktu tertentu, terutama pada hari-hari raya, mereka dan kedua anak mereka berkumpul untuk bersantap bersama-sama.
Ketika itu bulan Maret 1937 Joseph dan Mary Gedeon membuat rencana merayakan Paskah bersama pada hari Minggu, 28 Maret. Pesta akan berlangsung di rumah Mary. Ronnie dan ibunya akan menyiapkan masakan. Seluruh keluarga, menurut rencana, akan berkumpul pada pukul 15.00. Secara tak terduga-duga hari pesta itu menjadi hari duka.
Anjing mengamuk
Joseph Gedeon dan Ethel serta Kudner, suaminya, bertemu di tengah jalan dan bersama-sama menuju ke rumah Mary dan Ronnie. Di sana mereka tidak menjumpai masakan yang telah siap sedia, tetapi tiga mayat korban pembunuhan.
Ronnie terkapar di ranjang tanpa pakaian sehelai pun, sedangkan ibunya tergeletak di kolong. Korban ketiga adalah Frank Byrnes, seorang Inggris setengah usia yang menyewa salah satu kamar apartemen Ny. Gedeon. Mayat Ronnie dan ibunya tak memperlihatkan luka-luka senjata. Lain halnya dengan mayat Frank Byrnes. Ia berlumuran darah tergeletak di ranjang hanya bercelana dalam. Tubuhnya sebagian tertutup selimut. Gedeon segera lari ke kantor polisi yang kebetulan letaknya dekat sekali.
Sesaat kemudian apartemen Ny. Gedeon telah penuh detektif di bawah pimpinan Komandan John A. Lyons, yang membawa serta dr. Thomas Gonzales untuk mengadakan pemeriksaan. Kedatangan mereka disambut oleh anjing piaraan Ny. Gedeon. Binatang ini mengamuk dan menyalak dengan ganasnya, hingga terpaksa disingkirkan ke tempat lain agar tidak mengganggu jalannya pemeriksaan. "Jika ada orang yang tidak dikenalnya, anjing itu selalu demikian," kata Ethel dengan nada minta maaf atas terjadinya gangguan ini.
Peristiwa kecil ini dan pernyataan seorang tetangga dekat bahwa sekitar pukul 23.00 Sabtu malam dari arah apartemen Ny. Gedeon ia mendengar seorang wanita berteriak, tetapi sama sekali tak mendengar anjing menyalak, memungkinkan polisi membuat kesimpulan berikut: Pembunuh pastilah seseorang yang tidak asing di rumah Ny. Gedeon.
Sementara itu penyelidikan dr. Gonzales menghasilkan gambaran berikut. Di antara ketiga korban, yang meninggal pertama-tama adalah Ny. Gedeon. Pukul 23.00 Sabtu malam sangat cocok dengan hasil penyelidikan dokter mengenai keadaan mayat Ny. Gedeon.
la mati dicekik dengan sepasang tangan yang luar biasa kuat. Sebelum mati lemas, wanita itu melakukan perlawanan. Di sela-sela kukunya terdapat cabikan-cabikan daging dari penyerangnya. Pelipisnya menunjukkan tanda-tanda dipukul keras sekali dengan tinju, yang tentu membuatnya tak sadar. Tanda-tanda jamahan seksual sama sekali tak terlihat padanya.
Juga Ronnie bukan korban perkosaan. Sementara itu tampak jelas bahwa Sabtu malam ia melakukan hubungan kelamin secara sukarela. Ronnie meninggal kira-kira 6 jam setelah kematian ibunya, sekitar pukul 06.00 hari Minggu. Seperti Ny. Gedeon, Ronnie mati karena dicekik lehernya.
Sepotong pita perekat terjerat di antara rambutnya. Rupanya pembunuh sebetulnya bermaksud memberangus Ronnie dengan pita itu agar tak dapat berteriak-teriak minta tolong. Tapi ini tak jadi ia lakukan. Celana dalamnya terletak dekat kaki ranjang. Autopsi menunjukkan bahwa dalam otak gadis itu banyak terdapat alkohol. Ini memberi kesimpulan bahwa pada waktu meninggal, Ronnie sedang mabuk berat.
Cara kematian Byrnes lain sekali dengan kedua korban terdahulu. Rupanya ia sedang tidur ketika diserang. Ia tidak dicekik, tetapi kepalanya ditusuk dengan sebuah benda runcing. Seperti Ronnie, Byrnes pun meninggal sekitar pukul 06.00 Minggu pagi, kemungkinan besar beberapa saat setelah gadis itu. Seandainya pembunuh menyerang Ronnie setelah menganiaya Byrnes dengan senjata runcing, tentunya ia akan menodai ranjang Ronnie dengan darah Byrnes. Tidak terdengarnya kegaduhan oleh Byrnes sewaktu pembunuh mencekik Ronnie, mudah diterangkan, yaitu karena Byrnes sangat tuli.
Yang hilang hanya jam beker
Motif pembunuhan pasti bukan pencurian. Tak ada benda-benda berharga yang dibawa kabur dari kamar Ronnie. Satu-satunya yang hilang hanyalah sebuah jam beker di dapur. Di tempat kejadian selebihnya ditemukan sarung tangan kiri milik pembunuh, tetapi tak ada sidik jarinya. Kecuali itu di lantai dapur ada lapisan sejenis tanah liat, rupanya berasal dari telapak sepatu pembunuh. Tanah liat itu dikirim oleh polisi ke laboratorium untuk diselidiki.
Pemeriksaan seluruh apartemen tidak menambah kejelasan. Di kamar mandi terdapat noda-noda darah, yaitu di bak mandi dan pada sebuah handuk yang tergantung di situ. Rupanya pembunuh mencuci tangan setelah menikam Byrnes.
Selebihnya di tempat yang sama ditemukan pakaian yang dikenakan Ronnie menjelang dibunuh: sepatu, kaus kaki, gaun, topi, notes kecil. Semua benda itu terletak dalam keranjang cucian. Rupanya gadis itu dalam keadaan mabuk menanggalkan seluruh pakaiannya di situ, kecuali celana dalam yang ditemukan dekat ranjang. Atau barangkali pembunuhnyakah yang menaruh semua benda itu di kamar mandi?
Selagi para pemeriksa berada di kamar mandi, tiba-tiba telepon berdering. Seorang lelaki menanyakan Ronnie. Katanya, ia membuat perjanjian akan ke gereja bersama Ronnie sore itu. "Terjadi sesuatu dengan Ronnie," jawab polisi yang kemudian minta agar lelaki itu segera menuju ke rumah Ronnie.
Sepuluh menit kemudian lelaki tersebut sudah datang. Ternyata ia masih muda, kira-kira sebaya dengan Ronnie. Ketika diberi tahu polisi tentang apa yang terjadi, pemuda itu terkejut sekali. Ia tak memperlihatkan kesan bersalah. Dengan jujur dan terus terang ia menceritakan hubungannya dengan Ronnie.
Pemuda itu masih bujangan dan bekerja di Wall Street. Ia bukan tunangan Ronnie, tetapi bergaul dengannya secara intim. Sabtu malam Minggu menjelang terjadinya peristiwa itu, pemuda tersebut masih mengajak Ronnie ke apartemennya. Di sana mereka makan spageti, minum-minum, dan sekitar tengah malam bermesra-mesraan di ranjang.
Ronnie takut dimarahi ibunya jika tidak pulang. Maka pemuda itu mengantarkannya pulang pukul 03.00. Sebelum berpisah, mereka berjanji akan ke gereja bersama-sama hari berikutnya.
"Ya, tingkah laku kami sebetulnya bertentangan dengan ajaran gereja, tapi itulah kenyataannya," pemuda itu menambahkan dengan jujur.
Pukul 03.00 Ronnie pulang. Pukul 06.00 ia telah mati. Rupanya pembunuh itu telah menunggunya di kamar. Dalam jangka waktu tiga jam antara pukul 03.00 dan 06.00 apa yang terjadi antara Ronnie dan pembunuhnya? Barangkali yang terakhir ini berusaha melakukan pemerasan terhadapnya atau menagih janji? Dengan menyelidiki riwayat hidup Ronnie, barangkali saja pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab.
Ibu dan anak banyak pacarnya
Gadis ini ternyata pernah kawin, yaitu pada usia 16 tahun.Tetapi bekas suaminya jelas tak mempunyai sangkut paut dengan pembunuhan Ronnie. Telah empat tahun lelaki itu tak pernah melihat mantan istrinya. Pada saat kejadian ia berada di tempat lain.
Dari buku catatan Ronnie ternyata bahwa ia mempunyai banyak kekasih. Salah seorang di antaranya adalah lelaki yang sudah berkeluarga dan mempunyai tiga orang anak. Lelaki itu pernah mengongkosi Ronnie ketika memerlukan pertolongan dokter karena kesulitan "ginekologis", istilah lain untuk menyebut kehamilan. Tetapi lelaki ini pun dapat memberi alibi yang meyakinkan kepada polisi.
Lelaki lain yang menurut laporan Gedeon menaruh minat kepada Ronnie adalah seorang jutawan dari Boston. Jutawan itu bermaksud menjadikan Ronnie sebagai simpanannya. Ia akan menempatkannya dalam sebuah apartemen mewah di Park Avenue lengkap dengan mobil segala, tetapi tawaran itu ditolak oleh Ronnie. Akibatnya, jutawan itu marah sekali. Tidak mustahil ia menaruh dendam terhadap Ronnie, karena cintanya tak terbalas.
Mendengar cerita ini polisi menjadi curiga. Jangan-jangan Gedeon sendiri terlibat dalam pembunuhan Ronnie dan ibunya. Penyelidikan menunjukkan bahwa Ny. Gedeon seorang wanita yang penuh gairah. Sebelum bercerai dengan suaminya, wanita itu mempunyai banyak sahabat lelaki. Menjelang kematiannya, Ny. Gedeon terlihat bersama-sama dengan seorang lelaki tampan. Kepada setiap orang, Ny. Gedeon memperkenalkan sahabatnya itu sebagai "suami saya yang kedua". Tidak mustahil Gedeon menjadi cemburu karenanya.
Polisi teringat pada senjata runcing yang digunakan untuk membunuh Frank Byrnes. Tak mustahil senjata itu besi pengait yang sering digunakan para pekerja Gedeon di gudang tempat menyimpan barang-barang dagangannya. Jika benar Gedeon pembunuhnya, maka sudah barang tentu anjing Mary Gedeon tak akan menyalak sewaktu orang itu datang di rumah majikannya. Penggeledahan yang dilakukan di rumah Gedeon menghasilkan sebuah pistol yang berisi sejumlah peluru.
Tanggal 1 April Gedeon ditahan polisi, di samping karena menyimpan senjata tanpa izin, juga untuk diinterogasi mengenai kematian Ny. Gedeon, Ronnie, dan Byrnes.
Tentang pistol yang ditemukan di rumahnya, Gedeon mengatakan bahwa senjata itu titipan dari seorang teman. Lebih jauh diperoleh keterangan bahwa Sabtu malam Minggu menjelang terjadinya pembunuhan, Gedeon dari pukul 19.00 sampai 03.00 berada di sebuah kafe minum-minum bir. Setelah itu ia langsung pulang ke rumah dan tidur. Sementara itu perkembangan penyelidikan menyebabkan polisi beranggapan tak perlu menahan Gedeon lebih lama lagi. Tanggal 3 April ia sudah dilepaskan. Perkara pistol yang disimpannya tanpa izin, untuk sementara ditangguhkan pengusutannya.
"Saya takut kepada Bobby"
Perubahan arah penyelidikan disebabkan oleh hasil penelitian tanah liat yang ditemukan di tempat pembunuhan. Apa yang mirip tanah liat itu ialah plastisin, bahan yang biasa digunakan oleh para pembuat patung. Di rumah Ny. Gedeon pernah tinggal seorang seniman pembuat patung. Ia menempati kamar yang belakangan dihuni oleh Frank Byrnes.
Orang itu ialah Robert Irwin (29). Ia pernah menyewa kamar di apartemen Ny. Gedeon, yaitu dari bulan Mei – Desember 1934. Setelah itu ia pindah tempat tinggal, tapi kadang-kadang masih sering mampir ke rumah Ny. Gedeon.
Robert ketika indekos di rumah Ny. Gedeon jatuh cinta pada Ethel, yang pada waktu itu belum menikah. Tetapi Ethel tak menaruh perasaan yang sama. Namun sikapnya terhadap Robert tetap baik, ramah. Kadang-kadang ia bahkan mau menemaninya mengunjungi museum-museum setempat.
Ronnie yang suka mencatat pengalaman pribadi pernah menulis kalimat berikut tentang Robert Irwin atau "Bobby": Jelas bahwa Bobby berusaha merebut hati Ethel. Saya sendiri tak rela ia menikah dengan Ethel. "Maksud itu akan saya cegah melalui ibunya." Bulan berikutnya Ronnie menulis: "Saya takut kepada Bobby. Ia kerap kali datang ke rumah sejak Ethel menolak cintanya."
Robert Irwin pernah mengalami gangguan psikis hingga perlu dirawat di rumah sakit negara di Rockland. Tingkah lakunya kadang-kadang memang aneh. Setelah Ethel menikah misalnya, Irwin sering mengira bahwa wanita idamannya ini telah bercerai dari suaminya. Ia berusaha mendekatinya.
Tetapi semua peristiwa itu sudah berlalu. Ethel sudah lama tak mendengar lagi tentang Irwin dan tak dapat memberikan alamatnya ketika polisi menanyakannya.
Komandan Lyons kini menyuruh orang-orangnya mencari data-data Robert Irwin di RS Rockland yang dulu merawatnya. Di sana mereka memperoleh semua dokumentasi tentang lelaki ini dan diagnosis dokter tentang penyakit dan latar belakangnya.
Robert lahir di Kalifornia. Ketika ibunya melahirkannya, sama sekali tak ada bidan, jangankan dokter yang menolongnya. Tak lama kemudian suaminya meninggalkan wanita malang itu dan anaknya. Riwayat hidup Robert setelah itu berupa rentetan perpindahan dari rumah piatu yang satu ke yang lain. Pendidikan sekolah sewaktu kecil terputus-putus dan tanpa arah, namun prestasi Robert cemerlang.
Ketika Robert berumur 22 tahun, seorang pemahat terkenal waktu itu, Lorado Taft, melihat bakat-bakatnya sebagai seniman ukir. la memberi Robert bukan saja pendidikan di bidang seni, juga persahabatan dan lingkungan keluarga.
Sebagai seniman Robert mengembangkan teori anehnya yang ia namakan "visualisasi". Dengan visualisasi, demikian katanya, ia dapat menghidupkan fisik di masa lampau. Setelah melihat sebuah sandiwara misalnya, ia kemudian setiap kali dapat "mengundang kembali" pengalaman itu. Dalam visualisasi semua aktor dan aktris akan tampil di depannya hidup-hidup.
Berkat kemampuannya melakukan visualisasi, Irwin percaya akan dapat mencapai puncak prestasi artistik. Sebab dengan "filsafatnya" itu ia dapat menampilkan semua karya besar dari segala zaman di hadapannya.
Dalam mempraktikkan visualisasi, Irwin sering berjam-jam duduk dalam posisi seperti pada praktik yoga. Pada saat itu segala-galanya lenyap dari kesadarannya, tetapi ia masih merasakan gerak nafsu seksual.
Hal ini sangat ia sayangkan. Sebab seks dianggap dapat mengancam cita-citanya ke alam visualisasi. Anggapan ini pada suatu hari mendorongnya melakukan pembedahan atas dirinya sendiri untuk menghilangkan kejantanannya. Dalam keadaan berlumuran darah ia diangkut ke rumah sakit.
Di sana ia minta kepada dokter untuk menyelesaikan pembedahannya, tetapi permintaan ini tidak dikabulkan. Setelah luka-lukanya dijahit Robert Irwin dibawa ke rumah sakit jiwa. Di sana ia dirawat beberapa bulan. Kemudian dikirim ke rumah sakit di Rockland. Diagnosis dokter menyatakan bahwa Irwin dihinggapi dementia praecox.
Kumat
Tahun 1934 ia diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. la pergi ke New York dan indekos di rumah Ny. Gedeon. Cintanya yang tak terbalas oleh Ethel membuatnya murung sekali. Atas nasihat seorang ahli jiwa ia kembali ke RS Rockland. Pertengahan tahun 1936 ia dinyatakan sembuh dan boleh keluar dari rumah sakit.
Kini Robert belajar teologi di Universitas St. Lawrence. Di samping itu ia menjadi guru seni patung. Polisi kini menuju ke Universitas St. Lawrence. Robert ternyata bukan lagi mahasiswa teologi. Ia dikeluarkan karena menyerang seorang rekan mahasiswa yang tak sengaja merobohkan patungnya. Jumat, 26 Maret 1937, dua hari sebelum terjadinya pembunuhan, ia meninggalkan universitasnya.
Tetapi untung Robert meninggalkan jejak yang berharga. Seperti Ronnie, ia pun suka membuat catatan harian. Buku hariannya ketinggalan di kamarnya di St. Lawrence.
Salah satu kalimat dalam harian itu memberi harapan kepada polisi. Bunyinya sebagai berikut: "Ya, Tuhan. Betapa aku memuja Ethel. Kesempurnaan. Aku bisa menjadi gila kalau mengingat bahwa Ethel telah menikah dengan lelaki lain. Oh, seandainya dulu Ronnie dan ibunya tak mengalangalangi maksudku untuk memperistri Ethel. Aku menjadi sampah tak berharga karenanya Gadis impianku, tidakkah kau mendengar bisikanku di malam hari? Betapa aku benci kepada Ronnie dan ibunya karena perbuatan mereka terhadap diriku."
Komandan Lyons dan anak buahnya berusaha mengikuti jejak Irwin yang sejak hari Jumat meninggalkan St. Lawrence. Pada hari yang sama, demikian hasil penyelidikan polisi, Irwin, telah sampai di New York. Di sini ia menyewa kamar lengkap dengan perabotnya. Letaknya tak jauh dari apartemen Ny. Gedeon.
Hari berikutnya, Sabtu, Irwin makan dengan seorang gadis terhormat, tunangan seorang rekannya di Universitas St. Lawrence. Selesai makan-makan mereka berdua mengunjungi beberapa museum. Di sana-sini Irwin menanyakan lowongan pekerjaan baginya.
Menjelang sore Irwin kelihatan murung. Rupanya bukan hanya karena tak berhasil mendapatkan pekerjaan, tetapi lebih-lebih karena "cinta yang hilang". Yang ia maksudkan rupanya Ethel Gedeon, sekalipun ia tidak menyebut namanya. Pukul 18.00 Irwin dan gadis temannya berpisah.
Sejak saat itu sampai hari Minggu pagi urutan gerak-gerik Irwin sukar direkonstruksi. Yang jelas, Minggu pagi ia muncul di apartemen yang disewanya. Hari berikutnya, Senin pagi, ia mengakhiri sewa kamarnya. Ia pergi dengan membawa dua koper. Bagasi ini ia titipkan di Stasiun Kereta Api Grand Central.
Ketika diperiksa oleh polisi, dalam salah satu koper tersebut ditemukan jam beker yang hilang dari dapur Ny.Gedeon. Di samping itu, polisi menemukan pula pasangan sarung tangan yang tertinggal di tempat pembunuhan. Kini tak ada kesangsian lagi siapa pembunuh ketiga memuja Ethel korban di East 50th Street.
Mirip rekan sekerja
Polisi New York segera menyebarkan publikasi ke seluruh penjuru Amerika tentang buronan yang mereka cari. Publikasi itu antara lain berupa surat edaran sebanyak 200.000 lembar dengan foto dan gambaran tentang ciri-ciri Robert Irwin.
Tanggal 25 Juni surat selebaran polisi membawa hasil. Henrietta Koseanski, seorang pekerja di dapur Hotel Statler di Cleveland, Ohio, melihat gambar Robert Irwin mirip sekali dengan rekan sekerjanya, Robert Murray. Henrietta bertanya kepada Murray, apakah ia pernah memakai nama Irwin. Murray menjawab "tidak". Beberapa menit kemudian Murray keluar ruangan. Henrietta memberi tahu manajer hotel dan yang terakhir ini segera memberitahukan polisi. Tetapi ketika alat negara datang, Robert Murray alias Robert Irwin telah melarikan diri.
Tetapi lolosnya Robert Murray tidak berlangsung lama. Hari berikutnya ia tiba di Chicago dan mendatangi kantor sebuah surat kabar. Di situ ia mengakui identitas dan namanya yang sebenarnya. Kepada pemimpin surat kabar, Robert Irwin menawarkan kisah eksklusif tentang pembunuhan yang ia lakukan di New York. Pemimpin surat kabar itu bersedia membeli ceritanya. Selama kisah Robert Irwin ditulis dan dicetak, surat kabar tersebut merahasiakan pengarangnya. Setelah itu ia menyerahkan Irwin kepada polisi.
Anak buah Komandan Lyons cepat-cepat pergi ke Chicago dan membawa pulang Irwin kembali ke New York. Irwin menyatakan tak mau membuka mulut jika tidak didampingi oleh Dr. Wertham yang pernah merawatnya sebagai pasien jiwa. Ahli psikiatri itu segera datang. Setelah berunding dengannya, Irwin menyatakan bersedia memberikan pengakuan seluruhnya tentang terjadinya pembunuhan.
Hari Sabtu menjelang Minggu Paskah, katanya, ia merasakan siksaan batin karena cintanya yang tak terbalas kepada Ethel. Dalam keadaan putus asa hampir saja ia menceburkan diri di East River, yang letaknya tak jauh dari East 50th Street.
Pulang dari East River ia melihat sebatang besi runcing dalam sebuah got. Diambilnya benda itu, yang ternyata alat pemecah es. Kini timbul pikiran padanya bahwa penderitaannya akan berakhir jika ia membunuh Ethel.
"Kesulitan saya adalah karena tekanan-tekanan seksual. Untuk memecahkan masalah ini, saya hanya melihat satu jalan, yaitu dengan membunuh Ethel. Saya yakin bahwa setelah itu saya akan dapat menempatkan diri saya pada tingkat kesempurnaan spiritual. Segala-galanya akan beres," kata Irwin.
Dengan gagasan itu ia menuju ke rumah Ny. Gedeon, karena ia beranggapan bahwa Ethel tinggal di situ. Satu-satunya sasaran yang ia incar adalah Ethel. Ternyata rumah itu kosong. Akhirnya, Ny. Gedeon sampai di rumah. Wanita itu kelihatan agak capek sekali. Irwin keluar sebentar berjalan-jalan dengan membawa anjing Ny. Gedeon. Ketika ia kembali, Frank Byrnes telah pulang pula. Ny. Gedeon memperkenalkan Irwin dengan Byrnes, yang tak lama kemudian masuk ke kamarnya dan tidur.
Setelah itu Irwin mendesak-desak Ny. Gedeon untuk boleh bertemu dengan Ethel. Kesabaran Ny. Gedeon akhirnya habis. Katanya, "Bob, Ethel tidak ada di sini. Sekarang sudah larut malam. Silakan pergi."
"Tidak," jawab Irwin. "Saya akan tetap di sini sampai berhasil melihat Ethel."
Pada saat itu tiba-tiba amarah Ny. Gedeon meledak dan ia menyergap Irwin sambil berteriak, "Enyah kau dari sini. Saya panggilkan Byrnes nanti jika kau tak mau keluar!"
Setelah itu Irwin menghantam Ny. Gedeon dan mencekiknya. Ny. Gedeon mengadakan perlawanan ganas. Irwin baru berani melepaskan leher Ny. Gedeon setelah mencekiknya selama 20 menit. Wanita itu jatuh terkulai di lantai. Mayatnya dilemparkan ke bawah tempat tidur.
"Kemudian Ronnie datang," Robert Irwin melanjutkan ceritanya. "Saya berada di kamar lain. Ronnie masuk ke kamar mandi. Di situ lama sekali, hingga saya bertanya-tanya apakah ia masih akan keluar.Tiba-tiba ia muncul lagi. Langsung ia saya dekap. Lehernya saya cekik. Ronnie saya bawa ke kamar ibunya."
"Saya tak tahu apa yang mesti saya perbuat terhadap Ronnie. Ia hanya saya dekap kuat sekali, sedemikian rupa, tetapi ia masih bisa bernapas. Ia minta jangan saya gauli, sebab ia baru saja dioperasi karena suatu penyakit."
"Akhirnya, Ronnie berkata, 'Bob, saya tahu kau mencari Ethel. Jika kau laksanakan niatmu, kau akan mendapat kesulitan.' Kata-kata ini membuat saya naik darah. Ia saya cekik. Sehelai pakaian yang masih menutupi tubuhnya saya lepaskan." Kemudian Robert menceritakan bahwa waktu itu bukanlah untuk pertama kalinya ia melihat Ronnie tanpa pakaian. Namun ia belum sempat melakukan hubungan seks dengannya. "Ronnie menggauli banyak lelaki, tetapi terhadap saya ia tak menaruh minat. Perhatiannya kepada saya hanya sejauh saya berminat terhadap Ethel," Irwin menambahkan.
Ketika Robert menyewa kamar di apartemen Ny. Gedeon, Ronnie yang merasa kesepian pernah memintanya tidur dengannya. Pada lain kesempatan gadis itu melakukan striptease di hadapannya seorang diri. Satu kali pernah Irwin memandikannya. Ketika Ny. Gedeon dan Ethel suatu saat meninggalkan rumah tiga hari lamanya, Irwin menemui Ronnie seorang diri. Selama itu Ronnie di rumah berkeliaran setengah telanjang.
Tetapi kesemuanya itu tak pernah menyebabkan Irwin menginginkannya. Perhatian pemuda itu hanya terpusat pada Ethel. Ronnie memiliki tubuh yang menggairahkan. Tetapi tingkah lakunya yang terlalu menekankan ke kelaminnya memuakkan, kata Irwin.
Setelah membunuh Ronnie, Irwin menuju ke kamar Frank Byrnes. Pelipisnya ia tusuk dengan alat pemecah es. "Sebetulnya saya tidak bermaksud membunuhnya," Irwin menerangkan perbuatannya. "Saya tak pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya. Saya tak menaruh perasaan dendam apa pun terhadapnya, tetapi ia melihat saya di rumah Ny. Gedeon malam itu dan mengetahui nama saya. Maka saya terpaksa menyingkirkannya.
Dibela Samuel Leibowitz
Setelah menamatkan hidup Byrnes, Irwin mengambil jam beker di dapur. Ia tak tahu apa yang mendorongnya berbuat demikian. Kemudian ia meninggalkan rumah. Di tengah jalan ia ingat bahwa salah satu sarung tangannya tertinggal, tetapi ia tak berniat untuk mengambilnya kembali. Alat pemecah es ia campakkan entah ke mana. Mengenai pakaian Ronnie, ia tak ingat lagi dimasukkan dalam bakul cucian atau tidak.
Robert Irwin pada akhir keterangannya masih menyinggung "filsafat visualisasi"-nya.
Katanya, "Saya membunuh Ny. Gedeon karena naik pitam. Ronnie saya bunuh karena terpaksa. Demikian pula Byrnes. Satu-satunya orang yang saya incar hanyalah Ethel, karena saya cinta dan benci kepadanya."
"Saya hanya bermaksud mengambil hidup satu orang. Kini saya akan mengganti hidup para korban saya dengan mengembangkan daya visualisasi yang merupakan langkah lanjutan dan evolusi umat manusia.
Dalam sidang pengadilan Irwin dibela oleh pengacara termasyhur, Samuel Leibowitz. Berdasarkan masa lampau kliennya dan diagnosis para dokter jiwa, ia menyatakan Robert Irwin sebagai orang gila. Namun Jaksa William C. Dodge menentangnya.
Sementara itu dibentuk suatu komisi untuk menyelidiki kesehatan jiwa Irwin, tetapi yang bersangkutan sama sekali tidak mau membantu pekerjaan panitia tersebut. Irwin bungkam, tak mau memberi kesaksian apa pun, walaupun ia berhak untuk itu
Tanggal 25 Maret 1938 panitia mengeluarkan pendapat bahwa Irwin sehat menurut hukum. Ia tahu "hakikat dan sifat perbuatan-perbuatannya dan bahwa perbuatan-perbuatan itu salah".
Tanggal 8 November Robert Irwin diajukan ke depan pengadilan. Leibowitz bertahan pada pembelaan bahwa Robert Irwin hanya melakukan pembunuhan yang tak direncanakan. Jaksa Dodge menerima pendapat ini. Hakim James Wallace menjatuhkan hukuman 39 tahun penjara.
Robert Irwin dimasukkan ke Penjara Sing Sing, tapi tak lama kemudian ia terpaksa dipindahkan ke lembaga untuk merawat para tahanan yang sakit jiwa. Kesehatan mentalnya semakin mundur, hingga ia tak mungkin lagi dibebaskan. (Charles Boswell & Lewis Thompson)
Intisari Plus - George E. Marsh terkenal sebagai orang terkaya di Lynn, Massachusettes, AS. Pada hari tuanya, di usia 74 tahun, ketika ia tidak bisa lagi bekerja, kekayaannya tidak urang dari AS $ 1 juta.
Dengan adiknya, Caleb, tadinya ia mengusahakan pabrik sabun, The Good Will Soap Manufacturing Company. Belum lama berselang, milik bersama itu mereka jual dengan harga yang lumayan. Sejak itu Marsh hanya mengurusi tanah miliknya di Lynn dan di Nashua, New Hampshire, di samping menarik bunga dari uang yang ia pinjamkan kepada beberapa orang.
Marsh tinggal di sebuah rumah di Ireson Avenue dengan Hannah, adik perempuannya yang tidak pernah menikah, dan seorang pembantu rumah tangga, Mary Miller. Sekalipun kaya raya, orang tua itu tidak pernah memiliki mobil pribadi.
Jika pada suatu hari bepergian, biasanya setelah makan siang, ia cukup naik trem atau menumpang kendaraan seorang teman yang kebetulan lewat. Tempat menunggu trem hanya beberapa puluh meter dari rumahnya.
Di Lynn, George Marsh adalah tokoh terpandang. Bukan saja karena seorang hartawan, tetapi karena ia lama menjabat ketua Kamar Dagang kota tersebut.
Sekalipun di hari tuanya ia telah berhenti dari jabatan itu, George E. Marsh tetap dianggap sebagai tokoh terkemuka yang berpengaruh dalam kehidupan politik kotanya.
Seluruh Kota Lynn heboh dan komandan tertinggi kepolisian setempat secara langsung turun tangan ketika pada tanggal 11 April 1912 Marsh diberitakan hilang.
Ke tukang jahit
Hari itu Marsh berangkat dari rumah sekitar pukul 13.00, setelah makan. Katanya, ia akan pergi ke tukang jahitnya, J. Oliver Stone, di Exchange Street. Ketika malam datang dan Marsh belum juga kembali, Hannah Marsh, adik perempuannya, menelepon Caleb, tetapi adik lelakinya ini mengatakan bahwa sepanjang hari ia tak bertemu atau berhubungan dengan kakaknya. Ketika satu jam kemudian Marsh belum juga pulang, mereka melapor kepada polisi.
Penyelidikan yang diadakan oleh komandan polisi Kota Lynn Thomas R. Burckes, dibantu oleh dua inspektur polisi, Thorne dan Murray, serta sejumlah anggota kepolisian lainnya. Penyelidikan malam itu belum menghasilkan apa-apa.
Mereka hanya dapat mengumpulkan keterangan bahwa siangnya Marsh memang pergi ke pusat kota dan mengunjungi tukang jahitnya. Di sini ia mencoba setelan baru. Kira-kira pukul 15.30 ia meninggalkan tempat tersebut. Tiga perempat jam kemudian beberapa orang melihatnya turun dari trem di halte, di mana ia biasa turun, beberapa puluh meter dari rumahnya.
Mulai dari sini jejak Marsh hilang tak menentu. Sampai hari berikutnya, lewat tengah hari datang laporan bahwa mayatnya ditemukan dalam sebuah rawa-rawa dekat tanggul di pinggir Teluk Massachusettes adalah seorang pengawas jembatan bernama Tom Brennan, yang kenal dengan almarhum. Lalu ia melapor pada polisi.
Burckes dan anak buahnya secepatnya menuju tempat tersebut bersama dua orang dokter. Menurut penyelidikan, Marsh meninggal akibat tembakan lima butir peluru yang menembus dada dan bagian bawah perut. Masing-masing tembakan sifatnya mematikan.
Ketika mayat telah siap untuk diangkut dengan mobil jenazah, datang seseorang bernama Des Rossiers. Orang ini menyerahkan sebuah tongkat yang pegangannya dari emas.
"Tongkat ini saya temukan kemarin sore kira-kira pukul 17.00, tidak jauh dari sini," kata Des Rossiers. "Karena saya tidak tahu ini tongkat siapa, maka saya bawa pulang. Tapi pagi ini setelah mendengar bahwa Marsh menghilang saya menjadi yakin bahwa ini milik Marsh dan saya berniat menyerahkannya kepada polisi."
Di samping sebuah tongkat, orang ini juga menemukan sebuah peci yang terbuat dari kain panas. Benda ini ia temukan tidak jauh dari tongkat di atas. Mendengar informasi ini, Burckes langsung menuju tempat tersebut. Ternyata di sana ia melihat cipratan-cipratan darah.
Rupanya di tempat itulah Marsh dibunuh. Barangkali ia mencoba melawan penyerangnya. Dalam pergulatan ini peci penyerangnya terjatuh.
Menurut laporan Des Rossiers, tongkat dan topi itu ia temukan kira-kira pukul 17.00. Padahal pukul 16.15 Marsh masih nampak turun dari trem tidak jauh dari rumahnya.
Dari situ ke tempat ditemukannya tongkat dan topi itu cukup jauh, kira-kira 40 menit jika naik mobil. Jarak waktu yang begitu sempit antara saat Marsh turun dari trem dan terbunuhnya menguatkan suatu kesimpulan kepada polisi: pembunuh rupanya telah menunggu Marsh di halte trem, di mana Marsh biasa turun menunggu dan siap dengan rencana jahatnya.
Begitu turun dari trem ia segera mengajak Marsh naik suatu kendaraan, dibawa ke Teluk Massachusettes dan dibunuh di suatu jalan yang sepi.
Pada topi tertempel merek: Joseph Hirsh and Son, 36th Avenue, New York City. Belum puas dengan penemuan ini Burckes masih mencari jejak-jejak lain di tempat kejadian. Ia berhasil menemukan sebuah kancing besar.
Melihat benang-benang pada kancing, Burckes menduga kancing itu terlepas secara paksa dari mantel berwarna abu-abu yang dipakai pembunuh. Barangkali karena direnggut oleh Marsh yang berusaha membela diri.
Semua sudah dapat bagian
Siang itu juga para dokter melakukan autopsi pada jenazah Marsh. Dua butir peluru ukuran 32 yang ditemukan dalam tubuh korban menyimpulkan bahwa pembunuh menembakkan senjatanya yaitu pistol Colt, dari jarak dekat.
Penelitian saku-saku jas dan celana Marsh menunjukkan bahwa motif pembunuhan bukanlah perampasan. Arloji emas almarhum dan dompet yang padat uang sama sekali tidak diotak-atik.
Keluarga terdekat almarhum, Hannah dan Caleb Marsh, sama sekali tidak mempunyai gambaran siapa kiranya pembunuh kakaknya. Sementara itu di antara penduduk Kota Lynn mulai tersebar desas-desus seputar sebab-musabah kematian Marsh.
Ada tiga teori. Yang pertama, Marsh seorang kapitalis yang kejam. Dari para peminjam uangnya ia menarik bunga yang terlalu tinggi dan ia tak kenal ampun pada saat pembayaran bunga atau pengembalian seluruh pinjaman. Mungkin ia dibunuh oleh seseorang yang berutang padanya.
Teori kedua, barangkali pembunuh Marsh ada hubungannya dengan bangkrutnya sebuah firma makelar efek-efek di Lynn. Marsh adalah langganan dari firma tersebut.
Suatu panitia penengah akan menyelidiki sebab-sebab bangkrutnya firma itu dan Marsh tentu akan diminta kesaksiannya. Kemungkinan besar Marsh akan memberikan keterangan yang sangat merugikan firma tersebut, sehingga pemiliknya akan masuk penjara. Bukankah motif ini cukup masuk akal untuk membunuh Marsh?
Akhirnya, teori ketiga yang lebih sederhana. Marsh orang yang kaya raya. Siapa-siapa saja kiranya yang akan menerima warisannya kalau ia sampai meninggal. Kiranya dia atau merekalah pembunuhnya.
Para petugas kepolisian tidak mengabaikan teori-teori tersebut, tetapi mereka lebih mengutamakan pencarian dan pengumpulan fakta-fakta. Baik dari para kenalan, sanak saudara almarhum maupun dari dokumen yang ia tinggalkan.
Dari penyelidikan ini ternyata teori pertama sukar diterima. Marsh orang yang baik hati. Bunga uang yang dipinjamkannya adalah di bawah tarif resmi yang diizinkan. Sikapnya pun sangat lunak terhadap peminjam yang tak tepat waktu pembayarannya.
Juga teori kedua kurang masuk akal. Mengenai makelar efek-efek, Marsh memang akan dimintai kesaksian, tetapi sebagai saksi pembela bukannya saksi penuntut. Apa yang akan diucapkan Marsh sebagai saksi telah dituliskannya. Isinya tak mempermasalahkan siapa pun.
Mengenai teori bahwa pembunuhan adalah soal kekayaan yang ditinggalkan almarhum, banyak pula kesangsiannya. George Marsh dua kali menikah dan dua kali kematian istrinya.
la mempunyai beberapa anak, tetapi yang hidup hanya satu orang, laki-laki, namanya James Marsh II. Soal peninggalan untuk para ahli waris telah lama diatur oleh Marsh dengan teliti sekali. Masing-masing mendapat bagian yang melimpah.
Selanjutnya, sebagian dari kekayaannya ia wariskan kepada lembaga sosial. Yang belum diaturnya hanya sejumlah uang yang tak begitu berarti. James Marsh II dan istrinya - mereka belum lama kawin - sedang berlibur di San Francisco. Sebetulnya Geroge Marsh bermaksud segera menyusul mereka, kira-kira sebulan lagi.
Demikian keterangan Caleb kepada polisi. Nama James diberikan George Marsh kepada anaknya untuk memperingati adik George Marsh sendiri, yaitu James Marsh yang meninggal pada tahun 1905. James Marsh I tidak mempunyai anak kandung dan memungut anak angkat, perempuan, namanya Orpha.
Orpha tidak kawin, sudah setengah baya, dan sekarang tinggal di Stockton. "Ia tidak disebut-sebut dalam surat warisan sebagai salah seorang pewaris kekayaan George Marsh," Komandan Burckes menyela.
"Tidak ada alasan untuk itu," jawab Caleb. "Hidupnya serba cukup. Dari ayah angkatnya Orpha mendapat warisan sebanyak AS $ 140.000. Saya tahu tentang hal itu karena George-lah yang mengurusi warisan itu, yang seluruhnya dinikmati oleh Orpha. Hannah maupun saya tidak pernah berhubungan dengan Orpha. Kalau kami bertemu kembali, saya tidak akan mengenalinya."
"Tidak ada anggota keluarga lain lagi?" tanya Burckes.
"Tidak. Saya tidak melihat apa alasan keuntungan yang kami peroleh dengan membunuh George," Caleb mengakhiri keterangannya.
Mobil biru kuning
Sambil menunggu kedatangan James Marsh II yang menurut Caleb telah ditelegramnya dan akan segera kembali dari San Francisco, Komandan Burckes dan anak buahnya melanjutkan penyelidikannya.
Topi yang didapatkan dekat tongkat Marsh dibawa ke Toko Hirsh and Sons di New York. Polisi menanyakan siapa yang membeli topi dari kain panas ukuran nomor 7 itu. Tetapi tak diperoleh keterangan apa pun karena banyak sekali topi serupa.
Sementara itu masuklah laporan yang tampaknya berharga dari seorang ibu rumah tangga yang tinggal dekat dengan Marsh, dan kebetulan pada hari kejadian bersama almarhum ia naik trem ke pusat Kota Lynn.
Wanita itu, Ny. Harris, menyatakan bahwa ketika naik trem ia melihat sebuah mobil kecil berwarna biru dengar kombinasi kuning berhenti dekat halte trem. Ketika trem berangkat, mobil itu terus membuntutinya.
Saat trem berhenti di halte pusat kota, mobil itu berhenti juga. Kemudian pengendara mobil tersebut memandang ke arah George Marsh dan terus mengamatinya ketika Marsh berjalan kaki hendak ke tukang jahitnya.
Pengendara mobil mengenakan mantel abu-abu dan topi dari kain panas. Kemudian datang lagi laporan serupa, juga tetangga almarhum, yaitu dr. Bergengren. Selama dua minggu menjelang terjadinya pembunuhan, hampir setiap hari orang itu dengan mobilnya nampak di kompleksnya.
"Saya merasa curiga," kata dokter itu. "Maka saya menga mengajaknya berbicara untuk mengetahui mengapa ia berkeliaran di situ terus-menerus. Katanya, ia seorang pegawai perusahaan trem yang harus mengawasi lalu lintas trem di situ."
Dr. Bergengren puas dengan keterangan ini. Ketika ditanya apakah ia ingat nomor mobilnya, dia menjawab tidak. Tetapi ciri-ciri fisik pengendaranya tidak luput dari pengamatan dokter yang biasa berurusan dengan pemeriksaan tubuh manusia itu.
Umur orang itu sekitar 30-an, matanya biru, rambutnya agak kemerahan, warna kulitnya putih, kelopak mata kirinya kerap kali bergerak-gerak barangkali karena sifat penggugupnya, jari telunjuk tangan kanannya cacat, mungkin akibat suatu kecelakaan.
Tetapi ketika ditanya oleh polisi, perusahaan trem menyatakan tidak mempunyai pegawai dengan ciri-ciri demikian. Beberapa waktu kemudian diperoleh sebuah laporan dari sekitar tempat pembunuhan.
Seorang bernama Turkowski, kira-kira pukul 17.00, tepat pada hari kejadian, melihat sebuah kendaraan dengan kombinasi biru kuning berhenti di sebuah jembatan kira-kira 800 m dari tempat ditemukannya mayat Marsh. Dari kendaraan itu turun seorang laki-laki bermantel abu-abu dan memakai topi dari kain panas.
Orang itu membuang sesuatu ke dalam sungai, lalu meneruskan perjalanannya. Turkowski tidak mendengar suara tembakan sebelum itu. Burckes segera memerintahkan menyelidiki dasar sungai di bawah jembatan yang terbentang di atas Sungai Saugus.
Akhirnya, ada keterangan yang lebih meyakinkan lagi bahwa mobil biru kuning tersebut memang mempunyai hubungan erat dengan pembunuhan Marsh. Pelapornya adalah Ny. Leary yang pagar belakang rumahnya berbatasan dengan halaman belakang rumah Marsh.
Wanita ini, setelah membaca berita-berita surat kabar tentang mobil biru kuning, merasa harus menyampaikan pengalamannya kepada polisi.
"Sepuluh hari yang lalu seorang bernama Willis A. Dow datang ke rumah saya dengan kendaraan biru kuning. Katanya, ia datang di Lynn untuk mempersiapkan pembuatan sebuah film. Ia minta diperbolehkan menyewa sebuah kamar.”
“Sebetulnya saya tidak biasa menyewakan bagian rumah saya. Tetapi karena orang itu mengatakan ia tinggal di Hotel Boston dan di Lynn hanya tinggal beberapa hari saja, maka akhirnya saya berikan juga kamar untuk dia sewa," begitu tutur Ny. Leary.
Kartu nama palsu
Pada suatu hari, wanita itu membuka kamar Willis A.Dow karena disangkanya lelaki itu sedang keluar. Ternyata Dow sedang mengawasi rumah George Marsh dengan teleskop.
Sewa rumah itu berakhir pada suatu pagi, tepat pada hari terbunuhnya Marsh. Dow mengatakan batal membuat film di Lynn, karena kota ini ternyata tidak sesuai dengan lakon film yang hendak dibuatnya.
Sementara itu pada tanggal 15 April, polisi Lynn menerima telegram dari James Marsh II yang menyatakan bahwa ia menjanjikan AS $ 500 kepada siapa pun yang dapat menangkap pembunuh ayahnya dan bahwa ia dan istrinya sebentar lagi akan tiba di Lynn. Hadiah sebesar itu dijanjikan pula oleh sebuah perkumpulan di mana Marsh tergabung sebagai anggota.
Pada hari yang sama (15 April) masuk lagi laporan tentang mobil biru kuning. Laporan datang dari seorang montir bernama Brady yang memperbaiki mobil tersebut karena mogok di Chatam Street, tidak jauh dari rumah Marsh.
Setelah girnya yang meleset diperbaiki, pengendara bermantel abu-abu dan bertopi itu memberikan kartu nama: Willis A. Dow dari X-Ray Motion Pictures Company, Chicago, Illinois. Brady disuruh menunggu pembayaran perbaikan mobil dari dealer yang masih menggaransi mobil tersebut.
Setelah berhubungan lewat telepon dengan dealer itu sendiri, Connell and McKone di Boston, Brady menyetujuinya. Langsung Komandan Burckes pergi ke Boston untuk mencari keterangan dari dealer mobil itu.
Memang perusahaan Connell and McKone menjual mobil biru kuning itu kepada seseorang bernama Willis A Dow dengan harga AS $ 400. Mereknya Courier tahun 1910, dengan nomor polisi 23364 yang dikeluarkan di Massachusettes tahun 1912.
Tadinya mobil itu milik mereka sendiri, tetapi kini sepenuhnya milik Willis A. Dow yang belum pernah mereka kenal sebelumnya.
Kini polisi menelepon biro kendaraan setempat dan memperoleh keterangan bahwa alamat Dow, pemilik kendaraan dengan nomor tersebut, adalah New Richmond Hotel, Boston. Pemilik hotel itu masih ingat seseorang bernama Dow yang menyewa sebuah kamar mulai tanggal 24 Maret sampai Kamis, 11 April.
Menurut keterangan pelayan yang membersihkan kamarnya, Dow beberapa kali tidak tidur di kamarnya, mungkin menginap di tempat lain.
Mengenai mobil berwarna biru kuning, Kenback mengenalnya pula, tetapi ketika meninggalkan hotel, Dow tidak lagi mengendarai mobil tersebut melainkan naik taksi. Kepada direktur Hotel Dow mengatakan pergi ke Portland. Selebihnya Kenback memberitahukan kepada polisi bahwa hubungan dengan Dow bisa diperoleh lewat First National Bank di Boston, di mana Dow membuka rekening banknya.
Komandan Burckes kembali ke Lynn. Di sini beberapa laporan penting telah menunggunya. Jejak Dow tidak nampak di Portland dan di Chicago sama sekali tidak ada perusahaan film yang bernama X-Ray Motion Pictures.
Jelaslah Dow menggunakan kartu nama palsu dan ia berbohong ketika mengatakan kepada direktur New Richmond Hotel bahwa ia akan pergi ke Portland.
Cipratan darah di lantai mobil
Sementara itu benda yang dilemparkan oleh orang bermantel abu-abu, bertopi kain panas, dan berkendaraan biru kuning ke dalam Sungai Saugus berhasil ditemukan oleh polisi: sebuah pistol Colt 32 yang lima pelurunya telah ditembakkan.
Dari penyelidikan para ahli terbukti bahwa memang pistol itulah yang memuntahkan peluru yang ditemukan dalam tubuh korban.
Pada senjata api itu masih jelas terlihat nomor seri pabriknya: 88191. Segera Komandan Burckes mengirim kawat ke Colt Patent Arms Company di Hartford, Connecticut, untuk minta bantuan mencari pemilik pistol bernomor sekian.
Kemudian tanggal 15 April, hari Selasa, Komandan Burckes menghubungi First National Bank di Boston dan memperoleh informasi berikut ini: Willis A. Dow membuka rekening pada bank itu tanggal 25 Maret, jadi 17 hari sebelum terbunuhnya George Marsh.
Yang diserahkan oleh Dow bukan uang tunai, melainkan semacam surat kuasa yang memberikan hak kepadanya untuk mengambil uang di sebuah bank di Los Angeles, Kalifornia. Jumlah yang disebutkan dalam surat kuasa itu AS $ 1.700.
Karena surat itu memenuhi semua syarat, maka oleh First National Bank diterima dan diperlakukan sebagai uang tunai. Dari jumlah yang telah dimasukkannya ke dalam bank, Dow telah mengambilnya sebanyak AS $ 600. Semua sisanya diambil pada tanggal 6 April.
Kini Komandan Burckes mengirim kawat kepada polisi Los Angeles untuk mencari Willis A Dow. Setelah itu ia menuju markas polisi Boston. Di sini ada perkembangan baru dalam pengusutan: mobil berwarna biru kuning telah ditemukan di Clarendon Street, Boston.
Burckes dan para detektif Boston memeriksa mobil tersebut dan menemukan cipratan cipratan darah di lantai kendaraan, di samping kotak peluru ukuran 32 yang setengah kosong.
Petunjuk di mana pemiliknya berada tidak bisa diperoleh. Tetapi sementara itu telah masuk jawaban dari pabrik Colt di Hartford: revolver 32 no. 88191 dijual oleh pabrik tersebut pada tahun 1911 kepada Ruhl Berell Company, toko alat-alat olahraga di Stockton, Kalifornia.
Segera Burckes menemui Caleb Marsh. Burckes membuka pembicaraan, "Tuan Marsh, beberapa hari yang lalu Anda menceritakan bahwa James Marsh I adalah adik George Marsh yang ditinggali warisan AS $ 140.000 dan bahwa anak angkatnya, Orpha Marsh, yang bertempat tinggal di Stockton hidup dari bunga modal tersebut. Anda mengatakan, modal AS $ 140.000 itu diurusi George Marsh - betul demikian?"
"Ya," kata Caleb.
"Bagaimana tepatnya kehendak James Marsh tentang warisan AS $ 140.000 itu? Bagaimana hubungannya dengan George Marsh?"
"James Marsh I menghendaki agar setelah ia meninggal modal itu selama sepuluh tahun diurusi George Marsh. Orpha cukup diberi bunganya saja. Baru setelah tahun 1915 George Marsh harus menyerahkan uang AS $ 140.000 itu kepada Orpha."
"Tetapi bagaimana kalau George Marsh meninggal sebelum tahun 1915?" tanya Burckes lebih lanjut.
"Apakah ditunjuk seorang wali lain yang harus mengurusi modal itu?"
"Tidak," jawab Caleb. Tiba-tiba laki-laki ini tampak panik.
"Tidak," ia mengulangi kata-katanya.
"Kini setelah George meninggal, modal itu langsung jadi hak penuh Orpha Marsh.
Ya Tuhan, apakah George dibunuh karena soal itu?"
Sore hari, Selasa, 16 April, datang jawaban dari polisi Los Angeles: surat kuasa di mana tercantum AS $ 1.700 memang dikeluarkan oleh sebuah bank di Los Angeles dan diserahkan kepda Willis A. Dow, tetapi pegawai bank tersebut selanjutnya tidak mengenal siapa Dow.
Selasa malam Burckes mengirim telegram panjang kepada polisi Stockton, Kalifornia. Dalam telegram itu ia melukiskan ciri-ciri Dow, menjelaskan hubungan George dengan Orpha Marsh dan menceritakan soal pistol Colt nomor 88191 yang dibeli oleh Ruhl Berdel Company di Stockton sebelas tahun yang lalu.
Hari berikutnya, Rabu, 17 April, telah datang jawaban dari Briare, komandan polisi Stockton: "Saya telah menemukan orang yang Anda cari. Natnanya William A. Dorr dan bukan Willis A. Dow. Ia keponakan Orpha Marsh. Memang Orpha Marsh tadinya bernama Orpha Dorr sebelum dipungut jadi anak angkat oleh James Marsh. Menurut catatan Ruhl Berdell Company, William A. Dorr membeli revolver Colt nomor 88191 pada tahun 1909."
Selanjutnya Briare menambahkan bahwa Orpha seorang wanita terhormat dan wanita baik-baik, tetapi William A. Dorr sebaliknya. Sampai enam minggu yang lalu Dorr masih tinggal bersama Orpha yang memberinya modal untuk mengusahakan sebuah toko sepeda motor.
Usaha itu tidak berhasil dan toko itu dijual oleh Dorr, laku AS $2,000. Dorr tahu juga tentang warisan AS $ 140.000 yang diurusi oleh George Marsh dan menjadi milik bibinya kalau George meninggal. Tiga bulan yang lalu Dorr membujuk bibinya agar membuat surat wasiat dan memang Dorr telah ditunjuk oleh Orpha sebagai pewaris utamanya.
Jika Orpha meninggal, uang itu tentulah akan jatuh ke tangan Dorr.
"Maka anak buah saya kini saya suruh menjaga rumah Orpha Marsh," Briare mengakhiri keterangannya.
Ribuan km menuju kursi listrik
Babak terakhir kisah ini berlangsung pada hari Rabu, tanggal 17 April, pukul 20.30 dalam sebuah kantor telepon.
Sebuah lampu di depan operator, Nona Helen Walsh, menyala. Tanda seseorang minta hubungan.
"Halo? Nomor berapa?" tanya Helen. Dari jauh terdengar suara seorang lelaki minta dihubungkan dengan nomor telepon Orpha Marsh.
"Tunggu sebentar, jangan letakkan gagang telepon. Belum ada lin," jawab Helen yang mengenal betul suara Dorr, karena Helen sering kali menyambungkan pembicaraannya lewat telepon dengan Orpha Marsh.
Helen yang sebelumnya telah dipesan oleh polisi, cepat-cepat menghubungi markas besar polisi Stockton untuk memberitahukan bahwa Dorr sekarang berada di ruang telepon umum di sebuah restoran di Center Street.
Tidak sampai 5 menit kemudian William A. Dorr alias Willis A. Dow sudah tertangkap. la masih berada dalam ruangan telepon umum, menyamar sebagai orang Meksiko memakai topi sombrero lebar dan sepatu lars bertumit tinggi.
Rambutnya dicat hitam dan kulitnya diwarnai coklat kelam. Ketika digeledah ternyata Dorr membawa sebilah parang panjang dan di dalam kopernya tersimpan mantel abu-abu yang kancingnya hilang satu.
Polisi juga menemukan sebuah buku harian di mana Dorr mencatat segala kegiatannya sejak ia menjual toko sepeda motornya di Stockton dan meninggalkan kota itu untuk menempuh jarak ribuan kilometer ke Lynn dengan maksud membunuh George Marsh.
Dari buku harian itu jelas bahwa Dorr belum pernah melihat George Marsh. Tetapi dengan pengintaian yang cermat akhirnya berhasil juga ia mengenali calon korbannya dan mengetahui kebiasaan-kebiasaannya.
Memang Dorr-lah yang pada tanggal 11 April mengikuti trem yang dinaiki George Marsh ke pusat Kota Lynn. Ketika Marsh kembali pulang, juga naik trem, Dorr menguntitnya pula.
Begitu Marsh turun dari trem di halte dekat rumahnya, Dorr mendekatinya dan memperkenalkan dirinya sebagai anak angkat Orpha Marsh. Dorr lalu menawarkan mobilnya untuk mengantar Marsh menempuh jarak beberapa puluh meter ke rumahnya.
Tanpa curiga Marsh masuk ke dalam mobil, tetapi langsung dilarikan oleh Dorr ke tempat pembunuhan dekat Teluk Massachusettes. Setelah melempar mayat Marsh di tempat yang sepi dan melempar pistolnya di Sungai Saugus, Dorr lalu pergi ke Boston.
Di tengah jalan mobilnya mogok, lalu ia naik kereta api kembali ke Kalifornia. Sayang, dalam buku harian itu Dorr tidak menyebutkan rencananya terhadap Bibi Orpha Marsh, yang menurut pemikiran logis tentunya akan ia bunuh pula demi memperoleh hartanya.
Beberapa hari setelah tertangkap, Dorr diangkut kembali dari Kalifornia ke Massachusettes. Dalam bulan Februari 1913 perkaranya disidangkan.
Untuk membela dirinya ia menggunakan alasan otaknya tidak waras, tetapi juri menganggap Dorr normal dan memutuskannya bersalah. Tanggal 24 Maret 1914 William A. Dorr menjalani hukuman mati di atas kursi listrik di Penjara Charlestown.
Hadiah tiga kali AS $ 500 yang dijanjikan kepada orang yang bisa menangkap pembunuh George Marsh diberikan kepada Komandan Burckes. Ia tak mau menerima seluruhnya. Uang harus dibagi dua, katanya. Separuh untuk Helen Walsh, petugas kantor telepon yang mengenali suara Dorr (Charles Boswell & Lewis Thompson)
" ["url"]=> string(68) "https://plus.intisari.grid.id/read/553097776/kancing-mantelnya-copot" } ["sort"]=> array(1) { [0]=> int(1643398276000) } } }